Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

Retensi urin ec suspek BPH dan multiple vesicolithiasis

Oleh :

dr. Eduardus Gilang Putra


130221170004

Mentor:

Dr. Safendra Siregar dr., Sp.U(K)

DEPARTEMEN UROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

RS HASAN SADIKIN

2020
Abstrak

Latar Belakang : Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH (benign
prostatic hyperplasia) merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel
stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1 BPH dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas
usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. 2
BPH merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan gangguan miksi yaitu retensio urin
yang mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan untuk terbentuknya batu buli.

Laporan Kasus : Seorang laki-laki 70 tahun dengan keluhan tidak dapat BAK sejak 7 bulan
lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan BAK harus mengedan, bak terputus-putus, pancaran
lemah, dan terbangun malam hari untuk BAK sebanyak 8x per malam. Pasien juga
mengeluhkan bak berhenti secara tiba2 dan lancer Kembali setelah ada perubahan posisi.
Pasien lalu dipasang kateter dan diberikan harnal oral selama 2 minggu dan dicoba lepas
selang kateter, dan pasien bisa BAK spontan. 2 bulan selanjutnya pasien mengeluhkan tidak
dapat BAK Kembali dan dipasang selang kateter hingga sekarang, rutin ganti setiap 2
minggu. Pasien memiliki Riwayat BAK batu diakui 5 bulan lalu sebesar biji papaya berwarna
putih kecoklatan. Riwayat bak pasir, keruh, dan merah disangkal oleh pasien. Riwayat lemah
badan, sesak napas, penurunan kesadaran, bengkak pada tungkai disangkal oleh pasien.
Produksi urin harian 2000 cc / 24 jam kuning jernih. Pasien telah mendapatkan terapi
allopurinol 1x300 mg sejak 1 bulan lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
komposmentis, nadi 88x/menit regular, laju pernapasan 20x/menit, tekanan darah 123/81
mmHg, dan suhu afebris. Pada status generalis dalam batas normal. Pada tanggal 08 pasien
terpasang kateter urine ukuran 18F. Di dalam urine bag, terdapat 300 cc urine berwarna
kuning jernih dan tidak terlihat adanya darah. Dari rectal toucher didapatkan tonus sphincter
ani kuat, mukosa rektum licin, tidak ada massa, ampulla recti intak, serta teraba postat 40-
60cc, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul tidak ada, dan nyeri tekan
tidak ada, tidak ada darah dan feses pada handscoen. Pada pemeriksaan darah lengkap
didapatkan leukosit 6.550/uL. Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya vesikolithiasis
disertai cystitis, pembesaran prostat disertai protusio ke intraluken vesikaurinaria,
pelvokaliektasis ginjal kiri disertai pelebaran ureter proksimal kiri, dan simple cyst ginjal
kanan. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan adanya simple cyst ginjal kanan, ureterolithiasis
kanan, multiple vesikolithiasis disertai cystitis dengan ukuran terbesar 30x13 mm terkecil 8x8
mm, dan pembesaran prostat. Dalam kasus ini pasien didiagnosis Benign Prostatic
Hyperplasia dengan retensio urine dan multiple vesicolithiasis. Pasien direncanakan
dilakukan tindakan vesicolithototomy + open prostatectomy
Simpulan: Benign prostatic hyperplasia adalah suatu keadaan dimana terjadi hiperplasia sel -
sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Benign prostatic hyperplasia ini dapat dialami
oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria
berusia di atas 80 tahun. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk
memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika,
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin
setelah miksi, dan mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang minimal invasif. Pada
beberapa kasus yang ekstrim, batu kandung kemih yang besar atau prostat, lebih masuk akal
untuk melakukan operasi terbuka melalui suprapubik dengan keunggulan dan kerugian yang
tetap diperhatikan.
BAB I

PENDAHULUAN

Stasis pada saluran urine, seperti benign prostatic hyperplasia (BPH) atau gangguan

neurogenic bladder, adalah penyebab utama terjadinya batu pada buli. Kebanyakan batu

tersebut terbentuk pada kandung kemih, meskipun beberapa lagi dapat muncul pada ginjal

dapat berupa batu ataupun lumpur di papilla. Batu yang berasal dari ginjal berukuran kecil

sehingga cukup melewati ureter dengan mudah walaupun terdapat disfungsi kandung kemih

atau obstruksi saluran keluar. Batu akan menetap di kandung kemih dan membentuk lapisan-

lapisan yang meliputi batu tersebut.  [6][7][8][9]

Secara umum, laki-laki dewasa dengan BPH dan batu kandung kemih memiliki

riwayat nephrolithiasis, gout, pH saluran kemih yang asam, dan tingkat magnesium pada

salurn kemih yang rendah. Munculnya infeksi pada saluran kemih dan pembesaran

intravesikal dari prostat adalah tanda klinis yang umum berhubungan dengan berkembangnya

batu saluran kemih.[10]\

Pada orang dewasa, kasus batu kandung kemih paling banyak mengandung asam urat,

dimana jumlahnya hanpir 50% dari seluruh kasus. Kebanyakan pasien dengan batu asam urat

pada kandung kemih tidak memiliki riwayat gout ataupun hiperuricemia. Bahan kimia lain

yang dapat membentuk batu kandung kemih seperti calcium oxalate, calcium phosphate,

ammonium urate, cystine, dan calcium-ammonium-magnesium phosphate (dikenal juga

triple phosphate atau batu struvite dan sering berhubungan dengan infeksi). Pasien yang

rentan terhadap bakteriuria kronis dan infeksi saluran kencing, seperti pada mereka yang
memiliki trauma pada tulang belakang atau kandung kemih yang hipotonik berat, memiliki

peluang menjadi batu struvit (infeksi) dan batu calcium phosphate[11]

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien :

Pasien

Nama : Tn. D.S

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :-

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Pedagang

Tgl. Pemeriksaan : 14-12-2020 (Poli Urologi)

2.2 Pemeriksaan

Keluhan utama :

Tidak dapat BAK

Anamnesa Khusus :
Pasien mengluhkan tidak dapat BAK sejak 7 bulan lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan BAK harus
mengedan, bak terputus-putus, pancaran lemah, dan terbangun malam hari untuk BAK sebanyak 8x
per malam. Pasien juga mengeluhkan bak berhenti secara tiba2 dan lancer Kembali setelah ada
perubahan posisi. Pasien lalu dipasang kateter dan diberikan harnal oral selama 2 minggu dan dicoba
lepas selang kateter, dan pasien bisa BAK spontan. 2 bulan selanjutnya pasien mengeluhkan tidak
dapat BAK Kembali dan dipasang selang kateter hingga sekarang, rutin ganti setiap 2 minggu. Pasien
memiliki Riwayat BAK batu diakui 5 bulan lalu sebesar biji papaya berwarna putih kecoklatan.
Riwayat bak pasir, keruh, dan merah disangkal oleh pasien. Riwayat lemah badan, sesak napas,
penurunan kesadaran, bengkak pada tungkai disangkal oleh pasien. Produksi urin harian 2000 cc / 24
jam kuning jernih. Pasien telah mendapatkan terapi allopurinol 1x300 mg sejak 1 bulan lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riawayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (–)

Riwayat Operasi urologi : riwayat insisi drainage + ND ai abses scrotum (Juni 2020, RSHS)

Riwayat Keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama

Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit di bidang Urologi

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis

TTV : T 123/81 N : 88 R : 20 S : Afebris

Status Urologi:

a/r Flank Dextra et Sinistra: PG ( - / - ), NT ( - / - ), NKCVA ( - / - )

a/r Suprapubic : Kesan buli kosong, NT ( - )

a/r Genitali Externa : Terpasang DC 18 Fr, kesan efektif

RT : TSA ( + ) Kuat, ampula tidak Kolaps, mukosa licin, teraba postat 40-60cc
Nodul ( - ), simetris, konsistensi kenyal, BCR ( + ) normal

Laboratorium 18-9-2020

PT / APTT / INR 14/33.8/0.95

Hemoglobin 12.5

Hematokrit 36.3

Leukosit 6.550

Trombosit 287.000

GDS 107

Na / K 143/3.3

Ur / Cr 26/1.04

Albumin/protein total 3.27/8.3

USG (21/9/2020, RSHS) :

Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, parenkim normal, central echo complex jelas, tampak
pelebaran system pelvokalises. Tidak tampak lesi hyperechoic dengan posterior acoustic shadow.

Ginjal kiri : bentuk dan ukuran normal, parenkim normal, central echo complex jelas, tampak
pelebaran system pelvokalises, tidak tampak lesi hyperechoic dengan posterior acoustic shadow.

VU : Buli terisi penuh, dinding menebal, tepi irregular, tampak lesi hyperechoic dengan posterior
acoustic shadow. Tampak prostat ukuran 42.6 cc dengan protrusi 1.5cm

Kesimpulan

Vesikolithiasis disertai cystitis

Pembesaran prostat disertai protusio ke intraluken vesikaurinaria

Pelvokaliektasis ginjal kiri disertai pelebaran ureter proksimal kiri

Simple cyst ginjal kanan


Ginjal kanan Ginjal kiri

Vesica urinaria + prostat


CT Scan (21/10/2020, RSHS) :

Ginjal kanan : tampak lesi hipodens bulat, batas tegas, tepi regular diameter 3cm pada pole atas ginjal
kanan

VU : tampak lesi hiperdens ukuran terbesar 30x13 mm terkecil 8x8 mm pada rongga pelvis

Kesimpulan

Simple cyst ginjal kanan

Ureterolithiasis kanan

Multiple vesikolithiasis disertai cystitis

Pembesaran prostat

Atherosklerosis aorta abdominalis dan arteri iliaka komunis bilatera


BNO (13/4/2020, RS Muhammaddiyah)

Tampak konkramen opak multiple ukuran terbesar 30x13 mm dan ukuran terkecil 8x8 mm pada
rongga pelvis
2.5 Diagnosis

Retensi urin ec suspek BPH Vol TAUS 48 cc + multiple vesicolithiasis ukuran terbesar

30x13 mm terkecil 8x8 mm + simple cyst dextra ukuran 3cm + hiperuricemia + riwayat insisi

drainage + ND + tutup defek ai abses scrotum (Juni 2020, RSHS)

2.6 Rencana Terapi

Vesicolithototomy + open prostatectomy


BAB III

PEMBAHASAN

Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH (benign prostatic

hyperplasia) merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan

sel-sel epitel kelenjar prostat.1 BPH dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun.

Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. 2 BPH merupakan

salah satu keadaan yang menyebabkan gangguan miksi yaitu retensio urin yang

mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan untuk terbentuknya batu buli.

Stasis pada saluran urine, seperti benign prostatic hyperplasia (BPH) atau gangguan

neurogenic bladder, adalah penyebab utama terjadinya batu pada buli. Kebanyakan batu

tersebut terbentuk pada kandung kemih, meskipun beberapa lagi dapat muncul pada ginjal

dapat berupa batu ataupun lumpur di papilla. Batu yang berasal dari ginjal berukuran kecil

sehingga cukup melewati ureter dengan mudah walaupun terdapat disfungsi kandung kemih

atau obstruksi saluran keluar. Batu akan menetap di kandung kemih dan membentuk lapisan-

lapisan yang meliputi batu tersebut.3,4,5

Kebanyakan batu dapat ditatalaksana dengan operasi endoskopi. Cystolitholapaxy

bisa dikerjakan dengan cystoscopical pada hampir semua jenis batu. Berbagai sumber

disrupsi atau terapi ablasi dapat digunakan, termasuk laser, pneumatic-powered mechanical

contact jackhammer, ultrasound, dan alat penghancue mekanik langsung (lithoripsi).

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) dapat bekerja pada batu kandung kemih tetapi

membutuhkan posisi prone atau kepala lebih rendah pada pasien. Percutaneous suprapubic

cystolitholapaxy adalah pilihan utama pada pengobatan batu kandung kemih pada anak-anak

untuk meminimalkan cidera pada urethra. Instrumen dengan kaliber yang besar dapat
ditempatkan pada suprapubik daripada transurethra, terutama pada kelompok usia anak-anak.

Pada beberapa kasus, kombinasi prosedur antara pendekatan suprapubik dan cystoscopic

digunakan.9

Pada laki-laki dewasa dengan gangguan obstruksi, transurethral resection of the

prostate (TURP) direkomendasikan, ketika diindikasikan, secara cepat setelah batu tersebut

terfragmentasi dan dikeluarkan.

Pada beberapa kasus yang ekstrim, batu kandung kemih yang besar atau prostat, lebih

masuk akal untuk melakukan operasi terbuka melalui suprapubik. Tindakan ini

memungkinkan pengangkatan batu yang intak, diikuti dengan suprapubic prostatectomi

( biasanya pada prostat dengan ukuran lebih dari 75 gr). Keunggulan utama open suprapubic

cystostomy untuk batu kandung kemih adalah mengurangi waktu operasi ( biasanya setengah

dari waktu yang dibutuhkan endoskopik), mudah sangat mengangkat batu yang besar dan

multiple, kemampuan untuk mengangkat batu yang sulit atau keras yang tidak bisa dikerjakan

secara endoskopi, dan kemampuan untuk menangani batu yang terjebak pada tepi kandung

kemih. Kerugian dari tindakan ini adalah waktu rawat inap yang memanjang, tambahan nyeri

post operasi, dan luka operasi dan drain dan kemungkinan komplikasi luka dan perpanjangan

waktu pemasangan cateter urine.9


BAB IV

KESIMPULAN

Benign prostatic hyperplasia adalah suatu keadaan dimana terjadi hiperplasia sel - sel
stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Benign prostatic hyperplasia ini dapat dialami oleh
sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria
berusia di atas 80 tahun. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk
memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika,
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin
setelah miksi, dan mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang minimal invasif. Pada
beberapa kasus yang ekstrim, batu kandung kemih yang besar atau prostat, lebih masuk akal
untuk melakukan operasi terbuka melalui suprapubik dengan keunggulan dan kerugian yang
perlu diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi CF. Schwartz’s principles of surgery. Ninth edition. USA: McGraw-


Hills. 2010.
2. Abedi AR. Incidental prostate cancer: a 10-year review of a tertiary center, Tehran,
Iran. Dove Med Press. 2018;10:1- 6.
3. Manjunath AS, Hofer MD. Urologic Emergencies. Med Clin North Am. 2018
Mar;102(2):373-385. 
4. Leslie SW, Sajjad H, Nazzal L. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL): Jul 21,
2020. Cystinuria.
5. Foo KT. Pathophysiology of clinical benign prostatic hyperplasia. Asian J Urol. 2017
Jul;4(3):152-157.
6. Hemminki K, Hemminki O, Försti A, Sundquist K, Sundquist J, Li X. Familial risks
in urolithiasis in the population of Sweden. BJU Int. 2018 Mar;121(3):479-485. 
7. Brisbane W, Bailey MR, Sorensen MD. An overview of kidney stone imaging
techniques. Nat Rev Urol. 2016 Nov;13(11):654-662. 
8. Omar M, Chaparala H, Monga M, Sivalingam S. Contemporary Imaging Practice
Patterns Following Ureteroscopy for Stone Disease. J Endourol. 2015
Oct;29(10):1122-5. 
9. Jia Q, Jin T, Wang K, Zheng Z, Deng J, Wang H. Comparison of 2 Kinds of Methods
for the Treatment of Bladder Calculi. Urology. 2018 Apr;114:233-235.

Anda mungkin juga menyukai