Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG ELIMINASI FEKAL

 
 

KELOMPOK 2:
SI AYU BELLA SHANTY JAGADHITA (17)
SONIA JASMINE HAUMENI (18)
NI PUTU NESY DIARTHA MEVIANI (14)
NI MADE SINTA SARI DEWI(13)
I MADE DWI SAPUTRA (03)

SEKOLAH: SMK GHANDI USADA BALI


ALAMAT SEKOLAH :BR.SENAPAHAN,BANYARANYAR,KEC. KEDIRI, KAB.TABANAN
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karenarahmat dan kuasa-
Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar pembaca mendapatkan informasi mengenai Eliminasi
Fekal sehingga pembaca dapat mengetahui definisi, etiologi,manifestasi klinis dan beberapa hal
yang terkait dengan Eliminasi Fekal.
Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai
masalah-masalah kesehatan khususnya tentang Eliminasi Fekal.
Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian untuk
penyempurnaan makalah ini.

Tabanan , 4 Agustus 2021


A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI

B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN.........................................................................2

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

D. PROSES DEFEKASI

E. ASUHAN KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya
berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson& Weigley, 1989).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan
bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit
dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi kebutuhan eliminasi fekal ?
2. Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi fekal?
3. Bagaimana proses defekasi ?
4. Apa faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal ?
5. Apa saja masalah masalah pada kebutuhan eliminasi fekal
6. Proses asuhan keperawatan eliminasi fekal

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebutuhan Eliminasi Fekal


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi  gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah,
baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai
ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

B. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Eliminasi


Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi fekal (buang air besar)
adalah sistem gastrointestinal berikut:
1. Mulut 
Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk
yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa masa
atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Gigi
mengunyah makanan, memecahkan menjadi berukuran yang dapat di telan. Sekresi
saliva mengandung enzim, seperti ptyalin, yang mengawali pencernaan unsure –
unsure makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam
mulut sehingga lebih mudah ditelan.
2. Esophagus 
Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui otot
sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks
( bergerak ke belakang ) kembali ke tenggorokan. Bolus makanan menelusuri
esophagus yang panjangnya kira – kira 25 cm. makanan didorong oleh gerakan
peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus
secara bergantian.
3. Lambung 
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan
kimiawi dipecahkan untuk dicerna dan diabsorpsi. Lambung menyekresi asam
hidroklorida ( HCL ), lendir, enzim pepsin, dan factor intrinsic. Konsentrasi HCL
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam – basa tubuh. HCL
membantu mencampur dan memecahkan makanan di lambung. Lendir melindungi
mukosa lambung dari keasaman dan aktivitasenzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung. Sebelum makan
meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut kimus.
Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada makanan padat.
4. Usus Halus
Selama proses pencernaan normal. Kimus meninggalkan lambung dan memasuki
usus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2.5 cm dan
panjang 6 m. Usus halus dibagi mkenjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.
Kimus bercampur dengan enzim – enzim pencernaan ( missal : empedu dan amylase )
saat berjalan memalui usus halus. Segmentasi ( kontrasi dan relaksasi otot halus secara
bergantian ) mengaduk kimus, memecahkan makanan lebih lanjut untuk dicerna. Pada
saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga
memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk
memungkinkanabsorpsi.
5. Usus Besar
Saluran GL bagian bawah disebut usus besar ( kolon ) karena ukuran
diameternya lebih besar daripada usus halus. Namun, panjangnya, yakni 1,5 sampai
1,8 m jauh lebih pendek. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Usus
besar merupakan utama dalam eliminasi fekal.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal


Faktor eliminasi fekal:
1. Usia 
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi terjadi
disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit
menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang kompleks,
ditoleransi dengan buruk.
2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic
yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi.
Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam
materi feses. 

 Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).


i. Buah-buahan mentah (apel,jeruk)
ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
v. Gandum utuh (sereal, roti)

3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan
(seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus,
memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat
pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6 sampai 8 gelas
(1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah
memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar
dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.

4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan motilitas kolon.
Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk meningkatkan
dipertahankannya eliminasi normalUpaya mempertahankan tonus otot rangka, yang
digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting.

5. Faktor Psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress
emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah,
muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan
dipercepat dan peristaltic meningkat. 

6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa
lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu yang paling
efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu
kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari waktu
terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling
mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi


Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern
dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk
tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot
pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis,
mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk tpilet memampukan klienuntuk bangun
dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang mengguanakan alat tersebut dan
individu yang berposter pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang
memungkinkan ia menekluk pinggulnya dengan benar.
Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang
tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang digunakan selama defekasi.
Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot. Akan meningkatkan
kemampuan defekasi.

8. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah
kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah abdomen, dan melahirkan
anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti
ini, klien seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa
nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang
merasa nyeri selama defekasi.

9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan pada
rectum. Obsetruksi sementara akibat keberadaan fectus mengganggu pengeluaran feses.
Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita
hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.

10. Pembedahan dan Anestesia


Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan peristaltic
berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf
parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan
gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional beresiko lebih
kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi
sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.

11. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Obat-obatan seperti disiklomin HCL
(Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek
samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan
peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau
minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti
pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah atau
serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema
atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan usus dapat
mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal. 
D. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medulla dan
sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian
dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Selama defekasi. Berbagai otot lain
membantu proses tersebut, seperti otot- otot dinding perut, diafragma, dan otot- otot dasar
pelvis. Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme,
sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa
padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen
empedu dan usus kecil. Secara umum, terdapat duam macam refleks dalam membantu proses
defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan
(feses)dalam,bentuk,rektum,sehingga,terjadi,distensi,
kemudian flexus
mesenterikusmerangsangkan gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, di mana
proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi parasimpatis yang
dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf rectum, kemudian ke spinal
cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rectum dengan gerakan peristaltic, dan
akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.

E. Asuhan Keperawatan Eliminasi


1. Pengkajian 
a. Frekwensi buang air besar pada bayi sebanyak 4 – 6 kali sehari , sedangkan orang
dewasa adalah 2 – 3 kali per hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari
adalah 150 gr
 Keadaan feses :
• warna hitam atau merah .
• berbau tidak sedap .
• konsistensi cair.
• bentuk kecil seperti pensil.
• terdapat darah.

2. Diagnosa

a. Konstipasi berhubungan dengan: 


 defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera akibat medulla
spinalis, dan CVA.
 nyeri akibat hemoroid.
 menurunya peristaltic akibat stress.

b. Diare berhubungan dengan:


 melabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis, kulkus, dll
 peningkatan peristaltic akibat peningkatan metabolism
 stress psikololgis

c. Inkontinensia usus berhubungan dengan:


 gangguan sfingter rectal akibat cedera rectum atau tindakan pembedahan
 distensi rectum akiibat konstipasi kronis
 ketidak mampuan mengenal atau merespon proses defekasi akibat depresi atau
kerusakan kognitif

d. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan:


 pengluaran cairan yang berlebihan (diare)

3. Perencanaan
Tujuan :
• Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup
• Mempertahankan kebiasaan defikasi secara teratur
• Mempertahankan defikasi secara normal
• Mencegah gangguan integritas kulit

Rencana tindakan :
1. Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi
2. Kurangi faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah seperti konstipasi akibat nyeri
dan inkontenensia usus
3. Jeleskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien
4. Bantu defikasi secara manual
5. Bantu latihan buang air besar
6. Pertahankan asupan makanan dan minuman

4. Pelaksanaan
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan 
2. Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot
3. Memberikan gliserin untuk merangsang peristaltic usus sehingga pasien dapat buang air
besar
4. Mengeluarkan feses dengan jari 
5. Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Evaluasi
Evaluasi terhadap kebutuhan eliminasi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam :
1. Memahami cara eliminasi yang normal
2. Mempertahankan defektasi secara normal yang ditunjukan dengan kemampuan pasien
dalam mengontrol defektasi tanpa bantuan obat atau enema , berpartisipasi dalam
program latihan secara teratur , defikasi tanpa mengedan 
3. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukan dengan kenyamanan dalam kemampuan
defikasi , tidak terjadi bleeding , tidak terjadi inflamasi dan lain-lain
4. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukan dengan keringnya area perianal , tidak
ada inflamasi atau ekskoriasi , keringnya kulit sekitar stoma dan lain-lain
5. Melakukan latihan secara teratur , seperti rentang gerak atau aktifitas lain (jalan , berdiri
, dll)
6. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup dapat ditunjukan dengan
adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan , seperti makan dengan tinggi
atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare / konstipasi serta mampu minum 2000
– 3000 ml)
 
BAB III
 
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia, diet, asupan Cairan, aktivitas Fisik,
faktor Psikologis, kebiasaan pribadi, Posisi Selama Defekasi, Nyeri, Kehamilan,
Pembedahan dan Anestesia, Obat-obatan, Pemeriksaan Diagnostik. Dengan kita
mengetahui faktor-faktor tersebut akan mempermudah saat kita melakukan asuhan
keperawatan.
 
B. SARAN
Semoga makalahini dapat menjadi bahan pembelajaran agar kita dapat mengetahui segala
sesuatu yang berhubungan dengan eliminasi fekal.
 
DAFTAR  PUSTAKA

Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
KeperawatanPerry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC Alimul,
Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Jakarta: EGC Tarwanto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai