PENDAHULUAN
1
1.3 Permasalahan
1. Bagaimana konsep dasar manajemen pada masa Rasulullah?
2. Bagaimana konsep manajemen pemerintahan Rasulullah?
3. Apa prinsip kepemimpinan Rasulullah?
2
BAB II
LANDASAN TEORI
1
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), Hal. 3
2
Syamsudduha, Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Grha Guru, 2004), Hal. . 16
3
Prof. Dr. H. Engkoswara Dan Dr. Hj. Aan Komariah, M.Pd., Administrasi Pendidikan,
(Bandung : ALFABETA, 2012), Hal. 87
3
sasaran-sasaran dan tujuan pokok yang telah ditentukan dengan menggunakan
orang-orang pelaksana.4
Dalam sudut pandang Islam manajemen diistilahkan dengan menggunakan
kata al-tadbir (pengaturan).5 Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara
(mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur‟an seperti firman Allah SWT.
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu (As Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah
pengatur alam (Al Mudabbir/manager). Keteraturan alam raya ini merupakan
bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia
yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia
harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah
mengatur alam raya ini.
4
M.Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008),, Hal. 7
5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), Hal. .362
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
3.2 Manajemen Syariah Pada Zaman Rasulullah Saw
Sebenarnya, sejak awal, islam telah mendorong umatnya untuk
mengorganisasikan setiap pekerjaan dengan baik. Jadi, dalam ajaran
islam, manajemen telah diterapkan sejak zaman rasulullah saw,
bahkan sejak masa nabi-nabi terdahulu. Pembagian tugas-tugas telah
mulai dibentuk.
Rasulullah telah mendelegasikan muadz bin jabal ke yaman
dengan job description yang jelas, seraya bersabda: “Engkau aku utus
untuk datang kepada kaum ahli kitab.personalan pertama yang harus
engkau dakwahkan kepada mereka adalam untuk beribadah kepada
Allah mewajibkan membayar zakat. Zakat ditarik (diwajibkan) dari
orang-orang kaya, dan selanjutnya dibagikan kepada kaum fakir
mereka. Jika mereka mentaatinya, maka ambillah dari mereka dan
jaga kemuliaan harta mereka. Dan takutlah terhadap dua orang yang
terdzalimi. Karena doa mereka tidak terhijab dengan Allah.
Penempatan the right man in the right place merupakan hal
yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang manajer.
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda : “Apabila sebuah
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tuggulah saat
kehancurannya”(HR. Bukhori).
Rasulullah saw pernah mengirim surat kepada pegawainya
Amr bin Harist tentang persoalan zakat, sedekah dan diyat. Rasulullah
juga selektif dala memilih pegawainya, yakni mereka yang agamanya
kuat (shalih) dan merupakan pionir dalam masuk aagama islam.
Disamping itu, Rasulullah juga meminta pendapat sahabat tentang
trackrecord ataupun kepribadian calon pegawai. Rasulullah pernah
mencopot dan melengser kepegawaian ‘Ala’ bin Alhadhrami di
Bahrain karena ada laporan dari utusan Abdul Qois dan menggantinya
dengan Aban bin Sa’ad. Rasulullah juga menolak permintaan Abu
Dzar Al-Ghifari untuk dijadikan sebagai pegawai disalah satu wilayah
islam, karena terdapat persyaratan kempetensi yang tidak terpenuhi.
6
1. Syura dan Partnership
Rasulullah saw sering meminta pendapat dan bermusyawarah
dengan para sahabat, terutama dengan mereka yang memiliki kecermatan
dan kedalaman ilmu agama, sahabat yang memiliki kelebihan intelektual,
kekuatan iman dan getol mendakwahkan islam. Majlis syura di masa
Rasulullah terdiri atas 7 orang sahabat muhajirin dan 7 orang sahabat
Anshar. Di antara mereka adalah Hamzah, Ja’far, Abu Bakar, Umar, Ali,
Ibn Mas’ud, Salman, ‘Imar, Hudzaifah, Abu Dzar, Miqdad dan Bilal.
Mereka mendapat predikat An-Nuqaba mereka adalah pioneer bagi
keislaman kaum.
Sebagai contoh Rasulullah melakukan musyawarah dengan para
sahabat untuk menghadapi pasukan kafir yang banyak saat perang
khandaq. Pada saat itu jumlah umat islam masih sedikit; hanya sekitar 3
ribu personil, padahal jumlah pasukan musuh telah mencapai 10 ribu
personil. Tentunnya mereka beranggapan tidak ada daya dan kekuatan
untuk menghadapi mereka secara konfrontatif, kecuali dengan membangun
benteng sehingga dapat menghalangi langkah musuh.umat islam ketika itu
berhadapan dengan dua buah pilihan yang sama beratnya. Mereka tidak
mungkin menyongsong pasukan lawan karena sama saja bunuh diri.
namun untuk bertahan pun, jumlah mereka terlampau sedikit.
Namun salman Al-farisi punya ide lain. beliau berkata: “Wahai
Rasulullah. Sewaktu kami di Persia, jika kami diserang, kami membuat
perit, alangkah baik jika kita juga memuat parit sehingga dapat
menghalangi dari melakukan serangan”.
Secara cepat nabi saw menyetujui pendapat slman. Maka dari itu,
membuat perit menjadi peristiwa pertama yang disaksikan oleh Arab dan
umat islam, karena mereka belum pernah menyaksikan sebelumnya parit
sebagai sarana untuk berperang. Inilah asal muasal nama perang khandaq.
Akhirnya Rasulullah dan para sahabat keluar dari kota Madinah
dan berkemah disalah satu tempat dibukit gunung sala’ sehingga
membelakangi kota Madinah. Kemudian mereka mulai melakukan
penggalian parit untuk memisahkan antara mereka dan musuh. Mereka
7
mulai bekerja siang malam menggali parit itu. bahkan Rasulullah Saw ikut
serta mencangkul, mangangkat pasir dan seterusnya. Demikian
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya dari Al-Barra’
ra.
2. Pembagian tugas dan wewenang
Penerapan manajemen syariah yang dicontohkan oleh nabi, seperti
yang dicontohkan oleh Rasulullah : Dengan menempatkan orang-orang
pada posisi yang tepat atau sesuai keahliannya masing-masing (right man
on the right place). Sehingga dalam menjalankan setiap kegiatan akan
selalu berjalan dengan baik dan lancar dan tercapainnya tujuan seperti
yang diharapkan. Misalnya : dalam memilih paglima angkatan perang,
kalau rasul tidak memanajemennya dengan baik maka perang akan kacau
dan terjadi kekalahan besar dipihak kaum muslimin.
3. Pemilih Pegawai
Kebanyakan pegawai nabi berasal dari bani Umayah, karena
Rasulullah memilih pegawai dari para sahabat yang relatif kaya dan tidak
membutuhkan gaji. Rasulullah mengangkat Abu Sofyan bin Harb sebagai
pegawai di Najran, Itab bin Usaid berkhutbah di atas mimbar da berkata, “
Wahai manusia, Allah adalah dzat yang memberikan rasa lapar pada
lambung seorang hamba atas uang satu dirham. Rasulullah telah
memberikan rizki kepadaku satu dirham setiap hari, dan saya tidak lagi
membutuhkan bantuan orang lian.’ Penggajian ini merupakan system
renumenasi karyawan yang pertama kalinya. Para tokoh sahabat ramai-
ramai memberikan sedekah, harta ghanimah dan lainnya. Diantara mereka
mereka (pegawai) ada yang kaya dan tidak berkenan mengambil gaji
mereka.
4. Harmonisasi Kemakmuran dan Keadilan
Pada zaman Rasulullah, belum di temukan Baitul Mal guna
menyimpan harta zakat, ghanimah, sedekah dan lainnya. Untuk itu,
Rasulullah membagikan harta fa’I setiap hari, terutama yang berupa
binantang ternak, setiap onta, domba, kuda dan keledai. Rasulullah
memberikan dua bagian untuk yang sudah berkeluarga, dan satu bagian
8
untuk yang masih bujang. Rasul jugaa berusaha menegakkan keadilan dan
persamaan perlakuan hukum kepada umatnya, mencakupi kebutuhan
setiap individu masyarakat, sehingga tercipta masyarakaat yang makmur
dan sejaahtera.
Semua keterangan diatas merupakan cerminan manajemen yang
dijalankan rasulullah pada masanya. Mulai dari pengaturan kerja,
pemilihan pegawai sesuai dengan konpetensi, konsep syura dalam
pengambilan keputusan, pengawasan terhadap kinerja pegawai, atau pun
pengarahan dan memberikan petunjuk kepada mereka.
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1) Konsep dasar manajemen pada masa Rasulullah Saw
Dalam konsep manajemen syariah yang dirumuskan oleh Dr. KH.
Didin Hfidhuddin, M.Sc. dan Hendri Tanjung, S.Si., MM. dalam
bukunya berjudul “manajemen syariah dalam praktik”, manajemen
syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan
dan ketauhidan.
Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional
yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai
tauhid. Setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan
menjadi amal saleh yang bernilai abadi.
2) Manajemen syariah pada zaman Rasulullah Saw
Syura dan Partnership: meminta pendapat dan bermusyawarah
dengan para sahabat, terutama dengan mereka yang memiliki
kecermatan dan kedalaman ilmu agama, sahabat yang memiliki
kelebihan intelektual, kekuatan iman dan getol mendakwahkan
islam.
Pembagian tugas dan wewenang: menempatkan orang-orang pada
posisi yang tepat atau sesuai keahliannya masing-masing (right
man on the right place). Sehingga dalam menjalankan setiap
kegiatan akan selalu berjalan dengan baik dan lancar dan
tercapainnya tujuan seperti yang diharapkan.
Pemilih pegawai
Harmonisasi kemakmuran dan keadilan
3) Prinsip kepemimpinan Rasulullah Saw
menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang
atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya.
mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan .
mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.
10
mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.
memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk
umatnya.
lebih mendahulukan tujuan akhirat dari paadaa maksud duniawi.
4.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak
kesalahan dan juga jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah ini penulis meminta kritik dan saran dari para pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
EYD
Hafidhuddin Didin, Tanjung Hendri. 2003. Manajemen Syariah Praktik, PT.
Gema Insani, Jakarta.
Usman Husaini, 2006. Manajemen: Teori dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara.
Ramayulis, 2008. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
INSUD
Didin Hafidhuddin, Hendra Tanjung. Manajemen Syariah Praktik. PT. Gema
Insani, Jakarta. 2003
Husaini Usman. Manajemen: Teori dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
2006
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia. 2008.
12