Disusun oleh:
Alimin Sahid
Kelas:
XI MIPA 5
SMAN 4 MANDAU
TP.2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Revolusi Menegakkan
Panji-Panji NKRI” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia. Saya ucapkan terima kasih dan saya juga menyadari pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa
yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Duri, 22 Februari 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan Awal Kemerdekaan.....................................................
1. Kondisi Awal Indonesia Merdeka...........................................
2. Kedatangan Sekutu dan Belanda...........................................
3. Merdeka atau Mati..............................................................
B. Antara Perang dan Diplomasi........................................................
1. Rangkaian Perjanjian Linggarjati...........................................
2. Agresi Militer I ....................................................................
3. Peran Komisi Tiga Negara.....................................................
4. Perjanjian Renville ..............................................................
5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negara...............
6. Peran PDRI: Penjaga Eksistensi RI..........................................
7. Tetap Memimpin Gerilya......................................................
8. Serangan Umum 1 Maret 1949..............................................
9. Persetujuan Roem-Royen.....................................................
10. Yogya kembali....................................................................
11. Konferensi Inter Indonesia...................................................
12. Konferensi Meja Bundar......................................................
13. Pembentukan Republik Indonesia Serikat..............................
14. Pengakuan Kedaulatan........................................................
15. Kembali ke Negara Kesatuan................................................
C. Nilai- Nilai Kejuangan Masa Revolusi.............................................
1. Persatuan dan Kesatuan.......................................................
2. Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih.........................................
3. Cinta Pada Tanah Air............................................................
4. Saling Pengertian dan Harga Menghargai...............................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan.
Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi.Pemerintahan
memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia,
tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang
keanggotaannya sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk
mengesahkan UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan, untuk menjaga
keamanan negara juga telah dibentuk TNI.
1. Mulai hari ini tanggal 19 Agustus 1945 jam 13.00 Permerintah RI untuk daerah
Semarang mulai berlaku.
2. Terhadap segala perbuatan yang menentang pemerintah RI akan diambil
tindakan yang keras.
3. Senjata api, kecuali yang di tangan mereka yang berhak memakainya harus
diserahkan kepada polisi.
4. Hanya bendera Indonesia Merah Putih boleh berkibar.
5. Terhadap segala perbuatan yang mengganggu ketenteraman dan
kesejahteraan umum diambil tindakan keras.
6. Selanjutnya semua penduduk hendaknya melakukan pekerjaannya sehari-hari
sebagaimana biasa.
Semarang, 19 Agustus 1945
Kepala Pemerintahan RI Daerah Semarang
Wongsonegoro
Semangat tempur arek-arek Surabaya dalam melawan pasukan Sekutu, tidak dapat
dilepaskan dari kemenangannya melawan kekuatan Jepang di Surabaya dan
sekitarnya. Arek-arek Surabaya berhasil menyerbu dan menguasai markas Kempetai
yang terletak di depan Kantor Gubernur Surabaya. Semua senjata Kempetai Jepang
dilucuti. Pertempuran meluas ke Markas Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu.
Markas Jepang ini juga berhasil dikuasai para pejuang. Gudang peluru di Kedung
Cowek juga berhasil direbut oleh arek-arek Surabaya.
Pertempuran perebutan kekuasaan terhadap Jepang ini berakhir setelah komandan
Angkatan Darat Jepang Jenderal Iwabe menyerah dan menyusul komandan Angkatan
Laut Laksamana Shibata. Semua kapal perang dan senjata serta pangkalannya
diserahkan kepada pejuang Indonesia.
Pada tanggal 15 Desember 1945 musuh meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur
ke Semarang. Pertempuran di Ambarawa ini mempunyai arti penting karena letaknya
yang sangat strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka dapat
mengancam 3 kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta, Magelang dan
Yogyakarta. Untuk mengenang pertempuran Ambarawa, tanggal 15 Desember
dijadikan Hari Infanteri. Di Ambarawa juga dibangun Monumen Palagan, Ambarawa
d. Konferensi Malino
Penyelenggaraan konferensi ini bertujuan untuk membentuk negara-negara federal
di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Di
samping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan
minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan
Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946.
2. Agresi Militer I
Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum yang isinya antara lain
sebagai berikut.
a. Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara
bersama.
b. Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri.
c. Dewan Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan
devisa; dan
d. Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie),
Pembentukan Pasukan Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI.
Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam, pihak Belanda melancarkan ‘aksi polisional’
mereka yang pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk
menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung
Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang.
Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan di Jawa. Di Sumatra,
perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi-instalasi minyak dan batu bara di
sekitar Palembang dan Padang diamankan. Pasukan-pasukan Republik bergerak
mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa saja yang dapat mereka
hancurkan.
3. Peran Komisi Tiga Negara
Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang
beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN berperan aktif dalam
penyelenggaraan Perjanjian Renville Serangan Belanda pada Agresi Militer II
dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia. KTN membuat
laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan
pelanggaran.
4. Perjanjian Renville
Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal
Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R.
Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda.
Isi Perundingan Renville yang terdiri atas tiga hal sebagai berikut:
a) Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi
Van Mook (10 pasal).
b) Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk
menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).
c) Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia
yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan
kedaulatan (6 pasal).
Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit hanya dengan satu paru-paru
justru tetap teguh untuk memimpin perang gerilya. Ia dan rombongan melakukan
perjalanan dan pergerakan dari Yogyakarta menuju Gunungkidul dengan melewati
beberapa kecamatan, menuju Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan
Kediri. Dalam gerakan gerilya dengan satu paru-paru itu Sudirman kadang harus
ditandu atau dipapah oleh pengawal masuk hutan, naik gunung, turun jurang harus
memimpin pasukan, memberikan motivasi dan komando kepada TNI dan para
pejuang untuk terus mempertahankan tegaknya panji-panji NKRI. Dari Kediri lalu
memutar kembali melewati Trenggalek, terus melakukan perjalanan sampai akhirnya
di Sobo. Di tempat ini telah dijadikan markas gerilya sampai saat Presiden dan Wakil
Presiden dengan beberapa menteri kembali ke Yogyakarta.
8. Serangan Umum 1 Maret 1949
Pada tanggal 1 Maret 1949 dini hari sekitar pukul 06.00 sewaktu sirine berbunyi
sebagai tanda berakhirnya jam malam, serangan umum dilancarkan dari segala
penjuru. Letkol Soeharto langsung memegang komando menyerang ke pusat kota.
Serangan umum ini ternyata sukses. Selama enam jam (dari jam 06.00 - jam 12.00
siang) Yogyakarta dapat diduduki oleh TNI. Setelah Belanda mendatangkan bala
bantuan dari Gombong dan Magelang, dapat memukul mundur para pejuang kita.
9. Persetujuan Roem-Royen
Atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia pada tanggal 14 April 1949
diselenggarakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota
Komisi dari AS. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan delegasi Belanda
dipimpin oleh H.J. Van Royen.
Pada bulan Juli dan Agustus 1949 diadakan konferensi Inter-Indonesia. Dalam
konferensi itu diperlihatkan bahwa politik devide et impera Belanda untuk
memisahkan daerah-daerah di luar wilayah RI mengalami kegagalan.
Indonesia telah menetapkan delegasi yang mewakili KMB yakni Moh. Hatta, Moh.
Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamijoyo, Dr. Sukiman, Ir. Juanda,
Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, TB.
Simatupang, dan Mr. Sumardi. Sedangkan BFO diwakili oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.
KMB dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag. Delegasi Belanda dipimpin
oleh Mr. Van Maarseveen dan dari UNCI sebagai mediator adalah Chritchley. Tujuan
diadakan KMB adalah untuk:
a. menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda; dan
b. mencapai kesepakatan antara para peserta tentang tata cara penyerahan yang
penuh dan tanpa syarat kepada Negara Indonesia Serikat, sesuai dengan ketentuan
Persetuiuan Renville.
Hasil-hasil keputusan dalam KNIB antara lain sebagai berikut:
a. Belanda mengakui keberadaan negara RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat. RIS terdiri dari RI dan 15 negara bagian/daerah
yang pernah dibentuk Belanda.
b. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian, setelah pengakuan
kedaulatan.
c. Corak pemerintahan RIS akan diatur dengan konstitusi yang dibuat oleh para
delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung.
d. Akan dibentuk Uni Indonesia Belanda yang bersifat lebih longgar , berdasarkan kerja
sama secara sukarela dan sederajat. Uni Indonesia Belanda ini disepakati oleh Ratu
Belanda.
e. RIS harus membayar utang-utang Hindia Belanda sampai waktu pengakuan
kedaulatan.
f. RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT)
dan Mansur (Sumatra Timur). Mereka sepakat untuk membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Setelah itu diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-
wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui konferensi itu akhirnya pada
tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam
Persetujuan. Isi pentingnya adalah :
a. Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari
negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945; dan
b. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari
UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun
Rencana UUD Negara Kesatuan.
Panitia bersama juga ditugaskan untuk melaksanakan isi Piagam Persetujuan 19 Mei
1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, pihak KNIP RI menyetujui Rancangan UUD itu
menjadi UUD Sementara. Kemudian, tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS
mengesahkan Rancangan UUD Sementara KNIP, menjadi UUD yang terkenal dengan
sebutan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Dengan demikian,
berakhirlah riwayat hidup negara RIS, dan secara resmi tanggal 17 Agustus 1950
terbentuklah kembali Negara Kesatuan RI. Sukarno kembali sebagai Presiden dan
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI.
C. Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi
Jendral Sudirman adalah salah satu tokoh revolusi kemerdekaan Indonesia. Sosok
tentara, pemimpin, guru, dan bapak bangsa yang berjasa besar dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Sosok yang dilahirkan untuk revolusi kemerdekaan. Sosok
yang selalu taat kepada pemimpin bangsa. Sosok religius dan tidak pernah takut dan
gentar sedikitpun akan kekuatan asing.
Persatuan dan kesatuan adalah nilai yang sangat penting di dalam setiap bentuk
perjuangan. Semua organisasi atau kekuatan yang ada, sekalipun dengan
paham/ideologi atau organisasi yang berbeda, namun tetap bersatu dalam
menghadapi kaum penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Pada masa pelucutan
senjata terhadap Jepang, perang melawan Sekutu maupun Belanda, semua anggota
TNI, berbagai anggota kelaskaran dan rakyat bersatu padu.
Nilai kejuangan bangsa yang sangat menonjol di masa perang kemerdekaan adalah
rela berkorban. Para pemimpin, rakyat, dan para pejuang pada umumnya benar-
benar rela berkorban tanpa pamrih. Mereka telah mempertaruhkan jiwa dan
raganya, mengorbankan waktu dan harta bendanya, demi perjuangan kemerdekaan.
Kita tidak dapat menghitung berapa para pejuang kita yang gugur di medan juang,
berapa orang yang harus menanggung cacat dan menderita, akibat perjuangannya.
Juga berapa jumlah harta benda yang dikorbankan demi tegaknya kemerdekaan,
semua tidak dapat kita perhitungkan.
Rasa cinta pada tanah air merupakan faktor pendorong yang sangat kuat bagi para
pejuang kita untuk berjuang di medan laga. Timbullah semangat patriotisme di
kalangan para pejuang kita untuk melawan penjajah. Sebagai perwujudan dari rasa
cinta tanah air, cinta pada tumpah darahnya maka munculah berbagai perlawanan di
daerah untuk melawan kekuatan kaum penjajah. Di Sumatra, di Jawa, Bali, Sulawesi
dan tempat-tempat lain, muncul pergolakan dan perlawanan menentang kekuatan
asing, demi kemerdekaan tanah airnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan