Disusun Oleh:
Kelompok 3
2A D3 Sanitasi
Rahma Dilan 191110028
Ainul Husna 191110003
Ardhatillah Silvana Putri 191110006
Elga Rahmatika 191110010
Hasnah Aulia 191110013
Mardathillah 191110016
Nabila Sri Meilani 191110019
Neyna Jamiatul Nisaq 191110022
Nurul Afifah Sakinah 191110025
Rifa Khairunnisa 191110032
Silvi Lorita 191110035
Ulfa Salsabilla 191110038
DOSEN PEMBIMBING
Mukhlis, MT
Muchsin Riviwanto, SKM, M.Si
Puji syukur atas kehadirat Allah yang maha kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum tentang “Perencanaan TPA Sampah”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami nantikan.Demi kesempurnaan laporan kami untuk berikutnya.
Semoga laporan ini bisa menambah wawasan pembaca dalam melakukan
penghitungan voume timbulan sampah.Terima kasih kepada Bapak/Ibuk yang membimbing
kami dalam perhitungan timbulan sampah.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam pembuatan laporan ini. Jika ada kesalahan kata dari penulisan laporan ini kami
mohon maaf karena manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 7
1.3 Tujuan Masalah.............................................................................................. 7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sampah.....................................................................................8
2.2 Tahapan pengamanan pencemaran lingkungan TPA.................................9
2.3 Fungsi TPA................................................................................................25
2.4 Dampak Pencemaran dan Permasalahan Sampah di TPA.........................40
2.5 Karakteristik sampah.................................................................................89
2.6 Contoh kasus yang ada dilokasi TPA........................................................125
2.7 Peran masyarakat.......................................................................................150
2.8 Pengelolaan TPA Berwawasan Lingkungan..............................................200
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................253
3.2 Saran..........................................................................................................255
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................256
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan dan antara
daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari
pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh
perusahaan pengolah sampah.
Permasalahan sampah bukan lagi permasalahan kebersihan dan lingkungan saja, tetapi
sudah menjadi masalah sosial yang
3 mampu menimbulkan konflik. Lebih parah lagi, hampir
semua kota di Indonesia, baik kota besar atau kota kecil, tidak memiliki penanganan sampah
yang baik. Umumnya kota di Indonesia memiliki manajemen sampah yang sama, yaitu
dengan metode “kumpul-angkut-buang”. Sebuah metode manajemen persampahan klasik
yang akhirnya berubah menjadi praktik pembuangan sampah secara sembarangan, tanpa
mengikuti ketentuan teknis di lokasi yang sudah ditentukan (proses open dumping).
TPA adalah singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir yaitu tempat untuk
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. Bila semua sampah dari semua TPS diangkut dan ditimbun di TPA maka akan
memperpendek umur pakai TPA tersebut karena lekas menjadi penuh.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia (di TPA) merupakan
sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Keberadaan sampah dalam jumlah yang
banyak jika tidak dikelola secara baik dan benar, maka akan menimbulkan gangguan dan
dampak terhadap lingkungan, baik dampak terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan
udara), biologi, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan.
Sistem pengelolaan sampah terpadu dinilai tepat dan dapat diterapkan untuk
memecahkan permasalahan sampah kota. Penanganan sampah dari segi teknologi tidak akan
tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan kombinasi dari
berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu.
Dikatakan, Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan
pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang dan guna ulang, pengkomposan,
insinerasi dan pembuangan akhir (landfilling).
Langkah awal pembangunan TPA sistem sanitary landfill adalah penentuan lokasi
TPA yang harus mengikuti persyaratan dan ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan
hidup, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan
sampah dan perencanaan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk dapat menentukan lokasi TPA yang memenuhi
persyaratan tersebut diperlukan analisis berbagai parameter lingkungan dengan menggunakan
berbagai metode dan teknik penilaian (Lane and McDonald, 1983 dalam Alesheikh and
Eslamizadeh, 2008). Menurut Setiawan (2010), apabila analisis tersebut dilakukan dengan
metode konvensional berupa survey dan pemetaan secara terestris, maka akan memerlukan
waktu, tenaga dan biaya yang besar. Sistem Infromasi Geografis (SIG) dengan
kemampuannya dalam memasukkan,
4 menyimpan, mengintegrasikan, memanipulasi,
menganalisa dan menampilkan data bereferensi geografis dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam penentuan lokasi TPA (Lunkapis, 2004). Penggunaan SIG akan mempersingkat waktu
analisis berbagai parameter penilaian kesesuaian lahan untuk lokasi TPA secara umum
maupun secara detail dengan tingkat akurasi data yang tinggi (Rahman dkk., 2008).
Penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan
mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian
juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke
sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir. Masih
banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran pencemaran sampah yang berdampak pada
lingkungan
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian TPA
2. Untuk mengetahui tahapan pengamanan pencemaran lingkungan TPA
3. Untuk mengetahui fungsi TPA
4. Untuk mengetahui dampak pencemaran sampah di TPA
5. Untuk mengetahui pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan dampak negatif
dari TPA 7
BAB II
PEMBAHASAN
2. Jenis Sampah
Jenis-jenis sampah juga dapat dibedakan
10 menjadi beberapa, yakni ;
a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
a) Sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk.
Misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
b) Sampah organic, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk.
Misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
b. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
a) Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain
bekas dan sebagainya.
b) Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam
bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya - Abu (Ashes)
Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di
rumah, di kantor maupun industri.
a) Sampah Jalanan (Street Sweeping), berasal dari pembersihan jalan dan trotoar,
terdiri dari kertas-kertas, kotoran dan daun-daunan.
b) Bangkai Binatang (Dead Animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena
bencana alam, penyakit atau kecelakaan.
c) Sampah pemukiman (Household refuse), yaitu sampah campuran yang berasal
dari daerah perumahan.
d) Bangkai Kendaraan (Abandoned vehicles), yang termasuk jenis sampah ini
adalah bangkai mobil, truk, kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportasi
lainnya
e) Sampah industri Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri
pengolahan hasil bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.
f) Sampah hasil penghancuran gedung/bangunan (Demolotion waste), yaitu
sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan.
g) Sampah dari daerah pembangunan, yaitu sampah yang berasal dari sisa
pembangunan gedung, perbaikan dan pembaharuan gedung. Sampah dari
daerah ini mengandung tanah batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, kertas
dan lain-lain.
h) Sampah Padat Pada Air Buangan (Sewage Solid), sampah yang terdiri dari
benda yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat
pengolahan air buangan.
i) Sampah Khusus,11yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam
pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif dan zat yang
toksis. (Mukono, 2006)
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah
Menurut Slamet (2004) sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi
oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :
a. Jumlah Penduduk
Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk semakin
banyak pula sampahnya.Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju pertambahan
penduduk.
b. Keadaan sosial ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah
perkapita sampah yang dibuang.Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat
tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang
tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan
persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan meningkatkan kegiatan konstruksi
dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi pun bertambah, dan produk
pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya
volume dan jenis sampah.
c. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena
pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk
manufaktur yang semakin beragam pula.
d. Tingkat pendidikan
Menurut Hermawan (2005) Untuk meningkatkan mutu lingkungan,
pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin
mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan,
terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan manusia dan dengan pendidikan
dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional. Semakin tinggi tingkat
pendidikan selayaknya semakin tinggi kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Pada unit materi ini akan lebih banyak dijelaskan mengenai landfill berserta
inovasi proses dan perancangan landfill. Landfill merupakan suatu kegiatan
penimbunan sampah padat pada tanah.Jika tanah memiliki muka air yang cukup
dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa ditimbun didalamnya. Metode ini kemudian
dikembangkan menjadi sanitary landfill yaitu penimbunan sampah dengan cara yang
sehat dan tidak mencemari lingkungan.
Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat
dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yangdigali untuk
menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi
lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada di alam terbuka (Tchobanoglous,
et al., 1993). Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
a) Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah.
b) Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih
lanjut.
c) Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia,
atau sulit untuk dibakar.
18
Beberapa hal yang sangat diperhatikan dalam operasional sanitary landfill
adalah adanya pengendalian pencemaran yang mungkin timbul selama operasional
dari landfill seperti adanya pengendalian gas, pengolahan leachate dan tanah penutup
yang berfungsi mencegah hidupnya vector penyakit. Berdasarkan peletakkan sampah
di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi dari landfill dapat dibedakan menjadi
(Gambar1) :
a. Mengisi Lembah atau cekungan. Metode ini biasa digunakan untuk
penimbunan sampah yang dilakukan pada daerah lembah, seperti tebing,
jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini dikenal dengan
depression method.Teknik peletakan dan pemadatan sampah tergantung
pada jenis material penutup yang tersedia, kondisi geologi dan hidrologi
lokasi, tipe fasilitas pengontrolan leachate dan gas yang digunakan, dan
sarana menuju lokasi.
b. Mengupas Lahan secara bertahap Pengupasan membentuk parit-parit
tempat penimbunan sampah dikenal sebagai metode trench. Metode ini
digunakan pada area yang memiliki muka air tanah yang dalam. Area yang
digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang biasanya terbuat dari
membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah (low-
permeability clay), atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan
leachate dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan. Untuk daerah yang datar, dengan muka
air tanah tinggi, dilakukan dengan cara menimbun sampah di atas lahan.
Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah dibuang menyebar
memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses pengisian
(biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutupdengan material
penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung
pada volume timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia.
19
Metode Pengurugan
Metode pengurugan sampah berdasarkan kondisi topografi, sumber materi penutup dan
kedalaman air tanah dibedakan metode trench dan area.
1. Metode trench atau ditch
Metode ini diterapkan ditanah yang datar.Dilakukan penggalian tanah secara
berkala untuk membuat parit sedalam dua sampai 3 meter.Tanah disimpan untuk
dipakai sabagai bahan penutup.Sampah diletakan di di dalam parit, disebarkan,
dipadatkan dan ditutup dengan tanah.
2. Metode Area
Untuk area yang datar dimana parit tidak bisa dibuat, sampah disimpan
langsung diatas tanah asli
20 smapai ketinggian beberapa meter.Tanah penutup bisa
diambil dari luar TPA atau diambil dari bagian atas tanah.
3. Kombinasi kedua metode
Karena kedua cara ini sama dalam pengurugannya, maka keduanya dapat
dikombinasikan agar pemanfaatan tanah dan bahan penutup yang baik serta
meningkatkan kinerja operasi.
2.4 Tahapan pengamanan pencemaran lingkungan TPA
1. Tahapan Pra Konstruksi
a. Pemilihan lokasi TPA
d. Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang
mungkin timbulseperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang
tanahnya terkena proyek.Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan
untuk menampung sampah selama5 tahun.
e. Pemberian Izin
2. Tahap Kontruksi
1) Mobilisasi tenaga dan alat
a) Tenaga
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan
melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti
tenaga supervisi, ahlistruktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan
persyaratan kualifikasi, sedangkanuntuk tenaga buruh atau tenaga
keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jikaada).Rekrutmen tenaga
23 untuk menghindari terjadinya konflik ataukecemburuan
setempat adalah
sosial.
b) Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak
kebisingan dandebu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar
dapat diusahakan mobilisasiatau demobilisasi alat berat dilakukan pada
saat lalu lintas dalam keadaan sepi sertatidak melalui permukiman yang
padat.
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA
juga dapat berfungsi sebagaigreen barrier. Untuk itu maka pagar TPA
sebaiknya dibuatdengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon
yang rimbun dan cepattumbuh seperti pohon angsana.
4) Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan
a. Lapisan Dasar Kedap Air
28 TPA
b. Reklamasi lahan bekas
Berdasarkan fungsi dari fasilitas-fasilitas yang ada pada TPA tersebut menandakan
bahwa TPA merupakan tempat sampah yang telah direncanakan dengan baik dengan
meninjau segala dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitar TPA.
2.6 Dampak pencemaran sampah di TPA
TPS dan TPA muncul dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan Sampah dan beberapa peraturan menteri lingkungan hidup dan
menteri pekerjaan umum yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Sampah berukuran besar seperti ranjang, lemari dan meja yang rusak diangkut
ke large-sized waste processing center untuk dipotong/dicacah. Material berharga seperti
alumunium dan besi dikumpulkan dan material sisa yang bisa dibakar diangkut
ke incineration plant. Sementara untuk sampah keramik (toilet bekas, bongkaran lantai) dan
sampah logam diangkut ke incombustible waste processing center untuk dipotong/dicacah).
Material berharga seperti alumunium dan besi dikumpulkan.Jadi yang dibawa ke TPA
hanyalah residu yaitu sisa sampah yang tidak dapat diolah di fasilitas-fasilitas tersebut,
seperti abu sisa pembakaran dari incineration plant dan cacahan sampah yang tidak bisa
dibakar. Itulah sebabnya Jepang bisa mengurangi secara signifikan jumlah sampahnya yang
33
ditimbun di TPA. Sebagai contoh pada tahun 2015 dari total 43,98 juta ton timbulan sampah
hanya 9,48% saja yang diangkut ke TPA. Dengan demikian umur pakai TPA pun menjadi
lebih panjang.
Di TPA pun dilakukan pemrosesan antara lain menutup sampah dengan tanah secara
berlapis, serta mengelola air lindi dan gas metana yang dihasilkan dari sampah tersebut.
Konsep 3R (Reduce, Reuse & Recycle) harus dipopulerkan hingga tertanam di kesadaran
pribadi warga kota. Setidaknya warga kota sadar untuk melakukan pemilahan sampah. Untuk
menjamin sampah tetap terpilah dapat ditentukan jadwal pengumpulan sampah yang berbeda
sesuai jenisnya.
1. Dampak terhadap kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai
(pembuangan sampah tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai macam binatang seperti lalat dan anjing yang
dapat menjangkit penyakit. Potensi bahaya kesehatan penyakit yang dapat
ditimbulkan adalah sebagai berikut: \
a) Penyakit diare, kolera, dan tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah yang dikelola dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.
c) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah
suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk
ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanan yang berupa sisa
makanan/sampah.
d) sampah beracun: telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal
dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
a) Pengelolahan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: dengan bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
d) Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan drainase, dan
lain-lain.
e) Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana
penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang
sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki.
Semakin hari volume sampah kian meningkat sampai melebihi batas toleransi. Karena
itu,secepatnya dibangun perluasan sekitar lima hektar (ha) setelah proses ganti rugi lahan
kepadasekitar warga sekitar terselesaikan. Dalam proyek perluasan itu, pemerintah
setempatmenggandeng pihak swasta untuk turut serta. Setiap hari sampah yang datang
tercampur,para pemulung itulah yang memilah-milah.
Di sekitar lokasi pembuangan ada sel pengelolahan baik sampah organik pembuatan k
ompos dan pengelolaan sampah non-organik. Selainmenyediakan pabrik pengelolaan sampah
di sekitarnya, pemerintah setempat juga sudahmengeluarkan aturan baik pada rumah tangga
maupun industri, untuk mengurangisampahnya.Dampak yang sering terjadi dari lokasi
pembuangan sampah yakni di TPA (TempatPembuangan Akhir) Bakung, saat musim
kemarau kerap mengeluarkan letusan yangmembahayakan nyawa pemulung yang mengais
rejeki di sekitarnya. Di bawah TPA inimengandung metan yang sangat tinggi, jadi sering
mengeluarkan percikan api yang dapatmembahayakan orang sekitar. Selain itu, sering
35
menimbulkan bau yang menyengat dalamradius lebih dari 1,5 kilometer.
Pencemaran sampah merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap strukturkimia,
air tanah dan udara serta dapat merubah nilai keindahan suatu lingkungan.Pencemaran
sampah dapat berpengaruh juga terhadap kesehatan masyarakat, baik langsungmaupun tidak
langsung.Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksanadiantaranya
adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit, gangguanpernafasan serta dapat
mengganggu kesehatan manusia dan mengganggu estetika lingkungan,karena
terkontaminasinya pemandangan oleh tumpukan sampah dan bau busuk yangmenyengat
hidung, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjiryang
disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampahyang
dibuang ke sungai.
Sampah memang menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca.Maka dari itu,
pembuangan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) harus diperhatikan.Sampah organik
yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itumenghasilkan gas
metana (CH4). Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gaskarbondioksida (CO2). Gas
CH4mempunyai kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2.Gas metana (CH4) terbentuk
karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metanaatau disebut juga bakteri
anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampahyang banyak mengandung
bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabiladibakar dapat menghasilkan
energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses initerjadi secara alamiah
sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukansampah di Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA).
Dampak operasional TPA/TPST terhadap lingkungan akan memicu terjadinya konflik
sosial antar komponen masyarakat. Pada tahap Pengelolaan akhir/Pengelolaan, sampah akan
mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas
penyelesaian seluruh proses. Sehingga perlu disusun dokumen lingkungan atas operasional
TPA dan TPST.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 05 tahun 2012
Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), maka Rencana Usaha dan/atau Kegiatan pembangungan
TPA merupakan suatu kegiatan yang tidak wajib AMDAL apabila dibawah 10 Ha, dan sesuai
dengan ketentuan Pasal 34 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki Dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
36 Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Sebagaimana lazimnya suatu aktivitas pembangunan TPA, maka aktivitas Usaha
dan/atau Kegiatan ini, baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi, dan pasca konstuksi
(operasional), akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dampak yang terjadi dapat
bersifat positif (menguntungkan) dan/atau sebaliknya berdampak negatif (merugikan). Untuk
itu perlu adanya upaya mengembangkan dampak positif dan menekan dampak negatif yang
timbul akibat Usaha dan/atau Kegiatan pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu
tersebut, sehingga diperoleh manfaat yang optimum. Upaya tersebut dapat dilaksanakan
apabila dampak yang mungkin terjadi bisa diprakirakan dan dievaluasi sejak dini pada tahap
perencanaan pembangunan usaha/kegiatan melalui studi lingkungan Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
42
Gas metan penting, tidak berbau tetapi mudah terbakar dan bersifat mudah
meledak apabila konsentrasi di udara antara 5% sampai dengan 15%.Gas cenderung
terakumulasi di ruang yang kosong didalam landfill dan lepas melalui rekahan ditanah
atau bahan penutup, karenanya perlu dilakukan pengontrolan timbulan dan
perpindahan gas-gas ini.Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah
penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan
menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan
cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
Gas dapat dikontrol dengan memasang pipa ventilasi agar gas dapat keluar ke
atmosfir dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu.Karena metan bersifat mudah
terbakar, maka gas metan dapat digunakan sebagai energi.Recovery dan pemanfaatan
metan untuk tujuan komersial hanya dapat dilakukan apabila landfill menerima
sampah lebih besar dari pada 200 tons sampah perhari.
f. Fasilitas Pengamanan Leachate
Leachate merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar
khususnya zat organik sangat tinggi.Leachate sangat berpotensi menyebabkan
pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan
baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul
43
leachate yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul
maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga leachate secara otomatis begitu
mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik
pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan leachate umumnya berupa
kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit leachate dan
kemampuan unit pengolahannya. Aliran leachate ke dan dari kolam pengumpul secara
gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan,
dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan leachate dapat menerapkan
beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan
kondisi iklim kering, sirkulasi leachate ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan
baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya
pengolahan air limbah.
g. Bahan Penutup
Salah satu yang membedakan antara sanitary landfill dan open dumping
adalah penggunaaan bahan penutup untuk memisahkan sampah dari lingkungan luar
pada setiap akhir hari kerja Penutupan setiap hari sangat penting untuk keberhasilan
sanitary landfill karena mempunyai kinerja sebagai berikut :
a) Menghindari gangguan lalat,binatang pengerat seperti tikus.
b) Mencegah kebakaran dan asap
c) Mengurangi bau
d) Mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam sampah
e) Mengarahkan gas menuju ventilasi keluar dari sanitary landfill
h. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer,
excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda dalam operasionalnya.Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan
pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian.Excavator sangat efisien
dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah.Sementara loader
sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam
kemampuan pemadatan.Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau
excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat
tersebut.
i. Penghijauan
Penghijauan lahan
44 TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya
adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau
dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu
mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman,
jalan raya, dll). Luas lahan yang dibutuhkan untuk penghijauan serta fasilitas
penunjang (kantor, bengkel, garasi, dll) adalah 40% dari total lahan TPA.
j. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu
pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran,
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.
2.8 Persyaratan Pendirian TPA
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus
mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota /
lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang
kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
a. Pemilihan Lokasi TPA
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selaluterjadi di berbagai
kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan
persyaratan.Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan
akhir sampah adalah :
a) Jarak dari perumahan terdekat 500 m
b) Jarak dari badan air 100 m
c) Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
Muka air tanah > 3 m
d) Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6 cm / det Merupakan
tanah tidak produktif
Bebas banjir minimal periode 25 tahun Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal
dalam peningkatan metodepembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti
melalui tahapanstudi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal).
Sulitnyamendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan
untukmemilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi
45 km) dapat menggunakan sistem transfer station.
TPAyang terlalu jauh (>25
b. Survey dan pengukuran Lapangan
Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :
a) Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
b) Komposisi dan karakteristik sampah
c) Data jaringan jalan ke lokasi TPA
Jumlah alat angkut (truk)Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung
(primer)maupun tidak langsung (sekunder).Pengukuran lapangan dilakukan untuk
mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti :
a) Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah,konduktivitas
hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia(komposisi mineral
tanah, anion dan kation)
b) Sondir dan geophysic
c) Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran airtanah,
kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
d) Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level
airmusim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam
berat,chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
e) Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit
f) Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain
g) Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
c. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka
perencanaan TPA tersebut harus meliputi :
a) Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
b) Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalanoperasi,
saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan
(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul danpengolah lindi,
ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat beratdan lain-lain) dan
fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah
perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses sampah itu
50
sendiri mulai dari timbulnya di sumber - pengumpulan - pemindahan/pengangkutan -
pengolahan - pembuangan. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara
alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
sementara yang lain lebih lambat sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini
memberi gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa
zat yang dapat mempengaruhi lingkungan. Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan
itulah yang menyebabkan adanya bentuk-bentuk pencemaran. Sejumlah dampak negatif dapat
ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal
(misalnya, burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan
infrastruktur (misalnya, kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran
lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanaholeh kebocoran dan pencemaran tanah sisa
selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang
disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kacayang berkali-
kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu
tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang
dioperasikan secara salah, yang umum di Dunia Ketiga; jelas pada margasatwa; dan
gangguan sederhana (misalnya, debu, bau busuk, kutu, atau polusi suara
Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktivitas atau kegiatan dalam kehidupan
manusia maupun sebagai hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan
serius di wilayah-wilayah pemukiman penduduk dan banyak menimbulkan masalah
kelingkungan yang kompleks. Maka, sangat diperlukan suatu cara penyelesaian yang
menyeluruh dan terintegrasi serta didukung oleh semua lapisan masyarakat. Tumpukan
sampah dapat menimbulkan kondisi lingkungan fisik dan kimia menjadi tidak sesuai dengan
kondisi normal. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan suhu dan perubahan tingkat keasaman
(pH) tanah menjadi terlalu asam. Gas-gas yang dihasilkan atau timbul selama proses
degradasi sampah juga dapat membahayakan kesehatan terhadap manusia khususnya yang
berada di sekitar lokasi tempat pembuangan akhir (TPA). Tumpukan sampah dapat menjadi
sarang atau tempat berkembang biak bagi berbagai vektor penyakit, misalnya lalat, tikus,
nyamuk dan lain sebagainya, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Oleh karena itu
diperlukan adanya satu proses pengolahan sampah atau TPA.TPA adalah komponen penting
dari setiap sistem pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah padat perkotaan melibatkan sistem
terpadu. Sistem itu minimalisasi limbah dalam proses produksi, penggunaan kembali produk-
produk untuk memperpanjang kegunaannya sebelum masuk ke aliran limbah, pemulihan
bahan dan energi dari limbah (misalnya
51 daur ulang, kompos, panas dari pembakaran), dan
mengumpulkan bahan sisa di landfill.
Akan tetapi kehadiran TPA sering kali menimbulkan dilema. TPA dibutuhkan, tapi
sekaligus tidak diinginkan kehadirannya di lingkungan masyarakat. Kegiatan TPA juga
menimbulkan dampak gangguan antara lain: kebisingan, ceceran sampah, debu, bau, dan
binatang vektor penyakit. Belum lagi timbul konflik sosial dengan masyarakat yang ada di
sekitar akibat penguasaan lahan oleh kelompok orang yang hidup dari pemulungan.
Pembangunan TPA baru, tentu saja membutuhkan lokasi yang strategis dan tidak
sembarangan agar tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan
lokasi TPA yang baru perlu memperhatikan faktor fisik dan sosial ekonomi lingkungan.
Selain itu, juga perlu memperhatikan agar TPA yang baru pemanfaatannya dapat
optimal.Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai
tahap terakhir dalam pengelolaan sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana
sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar
keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang sering dianggap hanya
sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak pemerintah daerah
merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang
dirasakan kurang prioritas dibandingkan dengan penggunaan sektor lainnya. Di TPA, sampah
masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa
jenis sampah dapat terurai secara cepat, sedang yang lainnya lebih lambat; bahkan beberapa
jenis sampah tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya pastik. Hal ini memberikan
gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan
menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan
pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.
52
Dalam diagram diatas dapat dijelaskan bahwa pada Tempat Pembuangan Sampah
(TPA) pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai sampah dari rumah tangga
maupun non-rumah tangga. Tempat tersebut yang disebut sebagai Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) dengan bentuk wadah penampungan atas pengumpulan sampah.Pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), ada sampah yang tidak langsung dibuang dan ada yang langsung
dibuang serta ada yang diolah secara fisik, kimia, dan biologi. Sampah yang tidak langsung
dibuang biasanya dilakukan pemindahan dan pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut
diangkut pada Tempat Pembuangan Akhir, sedangkan sampah yang langsung dibuang akan
ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir. Untuk pengolahan sampah yang dibagi secara
fisik, kimia, dan biologi, sampah-sampah tersebut diuraikan terlebih dahulu sesuai bahan
sampahnya.
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat tersebut,
syarat-syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu :
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah
kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air, dll
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
2. Metode Daur-ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk
digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang, pertama
adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari
bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik.
54
4. Pengolahan biologis
Material sampah organik, seperti zat tanaman, sisa makanan atau kertas, bisa
diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan
istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan
gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah
Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik
rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong
khusus untuk di komposkan.
5. Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan
cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara
mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan
panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau
memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan
uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk
perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi
dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada
Tekanan tinggi.
Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas,
dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan
menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti
karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk
mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara
karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan
listrik dan uap.
1. Upaya yang dilakukan pemerintah kota solo untuk mengolah dan mengurangi
tumpukan sampah yang ada di tempat pembuangan akhir putri cempo.
Kehidupan manusia tidak pernah dapat dipisahkan dengan sampah. Sampah dijumpai
baik di desa maupun di kota. Daerah perkotaan pada khususnya, selain identik dengan
penduduknya yang padat juga identik dengan permasalahan sampah perkotaan yang
sampai saat ini sulit diselesaikan oleh pemerintah kota sekalipun. Masyarakat kota
seringkali membuang sampah disembarang tempat. Hal tersebut disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan lingkungan.
Masyarakat tidak menyadari akan banyaknya masalah yang dapat timbul dari sampah
tersebut.
Ketika semua sampah, baik sampah organik maupun anorganik, dilimpahkan ke TPA,
maka akan muncul suatu permasalahan lain. Lambat laun, TPA tersebut akan mengalami
pembesaran volume. Hal itu akan mempengaruhi kehidupan dan ekosistem disekitarnya.
Seperti TPA Putri Cempo, yang terletak di sebelah utara kota Solo, tepatnya di daerah
Mojosongo. TPA seluas 17 ha itu sebagai tempat pembuangan akhir sampah masyarakat
kota Solo dan sekitarnya. 56
TPA tersebut menimbulkan berbagai masalah, mulai dari
masalah sosial hingga masalah pencemaran udara.
Setidaknya, dalam sehari sekitar 260-290 ton sampah masuk ke Putri Cempo. Bila
dikalkulasikan, dalam setahun masyarakat Solo menghasilkan sekitar 93.600-104.400 ton.
Jumlah yang tidak dianggap sedikit untuk seukuran Putri Cempo.
Tidak sedikit pula warga yang notabene penduduk disekitar TPA harus menjauh dari
sana, karena bau yang tidak sedap yang berasal dari sana.
Dengan masalah-masalah yang terjadi, dibutuhkan solusi yang efektif dan efisien
serta kreatif dari Pemerintah Kota dan dibantu masyarakat Solo sekitarnya. Mulai dari
pengolahan sampah menjadi kompos atau bahan daur ulang.
Sebenarnya, ketika kita berkunjung ke TPA Putri Cempo, ada suatu pandangan yang
aneh. Sekiranya belum pernah terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Yaitu fenomena
sapi makan sampah. Di Putri Cempo, sekitar ratusan sapi bertebaran mencari makan.
Tentunya yang dimakan adalah sampah organik. Sampah sisa restoran, rumah tangga,
hotel. Secara tidak sadar, sapi-sapi itu menjadi ‘penyelamat’ dari ancaman overload
sampah di Putri Cempo.
Bahkan, pemerintah kota sengaja memberikan bantuan berupa sapi dalam sistem
gaduhan berjumlah sekitar 250 ekor kepada masyarakat yang tinggal disekitar TPA Putri
Cempo. Sistem ini memungkinkan warga memelihara sapi untuk kemudian
menternakkan, dan nantinya mengembalikan hasil ternak sapi ke Pemerintah Kota Solo.
Dengan kebijakan tersebut, masyarakat sekitar diuntungkan karena adanya
penghasilan yang cukup besar. Susu dan daging yang berasal dari sapi dapat dijual ke
pemerintah dengan harga yang sesuai dengan pasar. Berdasarkan penelitian dari WHO,
susu yang berasal dari sapi, tidak tercemar oleh kotoran yang berasal dari sampah
Bagi Pemerintah Kota Solo, hal ini menjadi seperti satu kayuh dua tiga pulau
terlampau. Membantu kehidupan warga sekaligus membantu sistem pengolahan sampah
alami dengan membiarkan sapi-sapi tersebut mengkonsumsi sampah organik.
Tidak kalah uniknya yaitu adanya para pemulung. Mereka setiap hari mulai dari pagi
hingga menjelang sore mencari sampah di TPA Purtri Cempo. Mereka mencari sampah
khusus pada jenis anorganik. Sampah-smpah yang mereka kumpulkan selanjutkannya
dibawa ke penumpul untuk ditaksir harganya. Semakin banyak sampah yang mereka cari,
tentunya dengan harga perjenis sampah yang besar, keuntungan yang diperoleh bisa
maksimal. Sampah yang mereka cari seperti, gelas minum bekas, kardus besar, tempat
makan atau minum, dan lain-lain yang sekiranya bernilai ekonomis.
Ternyata, di awal-awal pembangunan
57 TPA, pemerintah sudah mempersiapkan solusi-
solusinya. Di antaranya adalah mendatangkan pemulung dari daerah-daerah lain. Mereka
diberi gubuk-gubuk sederhana oleh pemerintah. Akan tetapi, gubuk-gubuk tersebut telah
menjadi rumah berdinding bata dan hampir setiap rumah memiliki motor. Anak-anaknya
pun disekolahkan di perguruan tinggi. Setiap pagi hari, berpuluh-puluh truk parkir di
sepanjang jalan menuju TPA melakukan transaksi bisnis jual-beli material selain sampah,
seperti kertas atau karton, besi, plastik, kaleng, dan aluminium.
Sehingga muncul suatu sinergi yang unik. Ketika sapi-sapi memakan sampah organik,
maka pemulung mencari sampah-sampah anorganik. Secara tidak disengaja, terbentuklah
sebuah komunitas baru yang terbangun diantara ketiga elemen utama tersebut. Sapi
mendapatkan rasa kenyangnya, sementara pemulung mendapatkan hasil dari mencari
sampah dan berternak sapi. Lalu jumlah volume sampah yang ada bisa direduksi.
2.9 Metode Pembuangan
Metode pembuangan akhir sampah pada dasarnya harus memenuhi prinsip teknis
berwawasan lingkungan sebagai berikut :
a. Di kota besar dan metropolian direncanakan sesuai metode lahan urug saniter
(sanitary landfill) sedangkan kota sedang dan kecil minimal harus direncanakan
metode lahan urug terkendali (controlled landfill).
b. Harus ada pengendalian leahcate, yang terbentuk dari proses dekomposisi sampah
agar tidak mencemari tanah, air tanah maupun badan air yang ada.
c. Harus ada pengendalian gas dan bau hasil dekomposisi sampah, agar tidak mencemari
udara, menyebabkan kebakaran atau bahaya asap dan menyebabkan efek rumah kaca.
d. Harus ada pengendalian vektor penyakit.
Ada beberapa metode pengolahan dan pembungan sampah yang ada di dunia.yaitu :
9. Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk
membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan
ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan, lubang bekas pertambangan, atau
lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola
dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah.
Sedangkan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan
baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan, diantaranya angin berbau
sampah, menarik berkumpulnya Hama, dan adanya genangan air sampah. Efek
samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat
58
berbahaya.hal ini yang pernah terjadi di bandung, di bandung kandungan gas methan
ini meledak dan melongsorkan gunung sampah.
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah
metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis
plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya,
dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan sampah
mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang
terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan
dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk
membangkitkan listrik.
59
12. Pengolahan biologis
Material sampah organik, seperti zat tanaman, sisa makanan atau kertas, bisa
diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan
istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan
gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah
Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik
rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong
khusus untuk di komposkan.
2. Upaya yang dilakukan pemerintah kota solo untuk mengolah dan mengurangi
tumpukan sampah yang ada di tempat pembuangan akhir putri cempo.
Kehidupan manusia tidak pernah dapat dipisahkan dengan sampah. Sampah dijumpai
baik di desa maupun di kota. Daerah perkotaan pada khususnya, selain identik dengan
penduduknya yang padat juga identik dengan permasalahan sampah perkotaan yang
sampai saat ini sulit diselesaikan oleh pemerintah kota sekalipun. Masyarakat kota
seringkali membuang sampah disembarang tempat. Hal tersebut disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan lingkungan.
Masyarakat tidak menyadari akan banyaknya masalah yang dapat timbul dari sampah
tersebut.
Ketika semua sampah, baik sampah organik maupun anorganik, dilimpahkan ke TPA,
maka akan muncul suatu permasalahan lain. Lambat laun, TPA tersebut akan mengalami
pembesaran volume. Hal itu akan mempengaruhi kehidupan dan ekosistem disekitarnya.
Seperti TPA Putri Cempo, yang terletak di sebelah utara kota Solo, tepatnya di daerah
Mojosongo. TPA seluas 17 ha itu sebagai tempat pembuangan akhir sampah masyarakat
kota Solo dan sekitarnya. 61
TPA tersebut menimbulkan berbagai masalah, mulai dari
masalah sosial hingga masalah pencemaran udara.
Setidaknya, dalam sehari sekitar 260-290 ton sampah masuk ke Putri Cempo. Bila
dikalkulasikan, dalam setahun masyarakat Solo menghasilkan sekitar 93.600-104.400 ton.
Jumlah yang tidak dianggap sedikit untuk seukuran Putri Cempo.
Tidak sedikit pula warga yang notabene penduduk disekitar TPA harus menjauh dari
sana, karena bau yang tidak sedap yang berasal dari sana.
Dengan masalah-masalah yang terjadi, dibutuhkan solusi yang efektif dan efisien
serta kreatif dari Pemerintah Kota dan dibantu masyarakat Solo sekitarnya. Mulai dari
pengolahan sampah menjadi kompos atau bahan daur ulang.
Sebenarnya, ketika kita berkunjung ke TPA Putri Cempo, ada suatu pandangan yang
aneh. Sekiranya belum pernah terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Yaitu fenomena
sapi makan sampah. Di Putri Cempo, sekitar ratusan sapi bertebaran mencari makan.
Tentunya yang dimakan adalah sampah organik. Sampah sisa restoran, rumah tangga,
hotel. Secara tidak sadar, sapi-sapi itu menjadi ‘penyelamat’ dari ancaman overload
sampah di Putri Cempo.
Bahkan, pemerintah kota sengaja memberikan bantuan berupa sapi dalam sistem
gaduhan berjumlah sekitar 250 ekor kepada masyarakat yang tinggal disekitar TPA Putri
Cempo. Sistem ini memungkinkan warga memelihara sapi untuk kemudian
menternakkan, dan nantinya mengembalikan hasil ternak sapi ke Pemerintah Kota Solo.
Dengan kebijakan tersebut, masyarakat sekitar diuntungkan karena adanya
penghasilan yang cukup besar. Susu dan daging yang berasal dari sapi dapat dijual ke
pemerintah dengan harga yang sesuai dengan pasar. Berdasarkan penelitian dari WHO,
susu yang berasal dari sapi, tidak tercemar oleh kotoran yang berasal dari sampah
Bagi Pemerintah Kota Solo, hal ini menjadi seperti satu kayuh dua tiga pulau
terlampau. Membantu kehidupan warga sekaligus membantu sistem pengolahan sampah
alami dengan membiarkan sapi-sapi tersebut mengkonsumsi sampah organik.
Tidak kalah uniknya yaitu adanya para pemulung. Mereka setiap hari mulai dari pagi
hingga menjelang sore mencari sampah di TPA Purtri Cempo. Mereka mencari sampah
khusus pada jenis anorganik. Sampah-smpah yang mereka kumpulkan selanjutkannya
dibawa ke penumpul untuk ditaksir harganya. Semakin banyak sampah yang mereka cari,
tentunya dengan harga perjenis sampah yang besar, keuntungan yang diperoleh bisa
maksimal. Sampah yang mereka cari seperti, gelas minum bekas, kardus besar, tempat
makan atau minum, dan lain-lain yang sekiranya bernilai ekonomis.
Ternyata, di awal-awal pembangunan
62 TPA, pemerintah sudah mempersiapkan solusi-
solusinya. Di antaranya adalah mendatangkan pemulung dari daerah-daerah lain. Mereka
diberi gubuk-gubuk sederhana oleh pemerintah. Akan tetapi, gubuk-gubuk tersebut telah
menjadi rumah berdinding bata dan hampir setiap rumah memiliki motor. Anak-anaknya
pun disekolahkan di perguruan tinggi. Setiap pagi hari, berpuluh-puluh truk parkir di
sepanjang jalan menuju TPA melakukan transaksi bisnis jual-beli material selain sampah,
seperti kertas atau karton, besi, plastik, kaleng, dan aluminium.
Sehingga muncul suatu sinergi yang unik. Ketika sapi-sapi memakan sampah organik,
maka pemulung mencari sampah-sampah anorganik. Secara tidak disengaja, terbentuklah
sebuah komunitas baru yang terbangun diantara ketiga elemen utama tersebut. Sapi
mendapatkan rasa kenyangnya, sementara pemulung mendapatkan hasil dari mencari
sampah dan berternak sapi. Lalu jumlah volume sampah yang ada bisa direduksi.
Perencanaan Prasarana dan Sarana TPA.
Pemrosesan Akhir
Pengolahan Akhir Sampah di TPST
Pengolahan secara umum merupakan proses transformasi sampah baik secara fisik,
kimia maupun biologi. Masing masing definisi dari proses transformasi tersebut
adalah :
o Transformasi fisik. Perubahan sampah secara fisik melalui beberapa metoda
atau cara yaitu :
- Pemisahan komponen sampah: dilakukan secara manual atau
mekanis,Sampah yang bersifat heterogen dipisahkan menjadi komponen
komponennya, sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan
untuk keperluan daur ulang. Demikian pula sampah yang bersifat
berbahaya dan beracun (misalnya sampah laboratorium berupa sisa-sisa zat
kimia) sedapat mungkin dipisahkan dari jenis sampah lainnya, untuk
kemudian diangkut ke tempat pembuangan khusus.
- Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi: dilakukan
dengan tekanan/kompaksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menekan
kebutuhan ruang sehingga mempermudah penyimpanan, pengangkutan
dan pembuangan. Reduksi volume juga bermanfaat untuk mengurangi
biaya pengangkutan dan pembuangan. Jenis sampah yang membutuhkan
reduksi volume antara lain: kertas,karton, plastik, kaleng.
- Mereduksi ukuran
63 dari sampah dengan proses pencacahan. Tujuan hampir
sama dengan proses kompaksi dan juga bertujuan memperluas permukaan
kontak dari komponen sampah.
o Transformasi Kimia.
Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan prinsip
proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah dapat
didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa gas,cair,
dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas. Proses
pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan komposisi sampah
yaitu :
- Nilai kalor dari sampah, dimana semakin tinggi nilai kalor sampah maka
akan semakin mudah proses pembakaran berlangsung. Persyaratan nilai
- Kadar air sampah, semakin kecil dari kadar air maka proses pembakaran
akan berlangsung lebih mudah.
- Ukuran partikel, semakin luas permukaan kontak dari partikel sampah
maka semakin mudah sampah terbakar.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Material Recovery Facility (MRF)
didefinisikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pemisahan dan pengolahan sampah
secara terpusat.
TPA memerlukan fasilitas berdasarkan komponen sampah yang masuk dan yang akan
dikelola. Secara umum dibedakan atas jenis dan fungsi fasilitas:
a) Prasarana Jalan
Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui,
air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit
lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit
pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan
dari luar TPST agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan
ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk
lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPST juga dapat berfungsi sebagai
penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut.
Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada
saluran drainase.
Fasilitas Penerimaan
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di
dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di
seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah
lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air.
Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan
konsekuensi biaya yang relatif tinggi.
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dengan
komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua
gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan;
karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke
atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan
kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan
akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan
cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak
sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik
sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah
maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan
adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan
berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA;
sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai
67
kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat
pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung
berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari
kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA
tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat
menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah
dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan
baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya
pengolahan air limbah.
Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan
loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam
operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi
kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian
tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan
baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA
kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar
umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
Penghijauan
Fasilitas Penunjang
Tahap Pra-konstruksi
diisi dengan sampah maka perlu dilakukan penyiapan lahan agar kegiatan
pembuangan berikutnya dapat berjalan dengan lancar. Beberapa kegiatan
penyiapan lahan tersebut akan meliputi:
- Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan atas lapisan
tersebut akibat operasi alat berat di atasnya. Umumnya diperlukan
lapisan tanah setebal 50 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air
tersebut.
- Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan
dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama
bila operasional dilakukan secara sanitary landfill. Pelatakan tanah
harus memperhatikan kemampuan operasi alat berat yang ada.
Sebagai bagian dari Persiapan lahan maka perlu dilakukan pemancangan batas-batas
kegiatan konstruksi sesuai dengan lay-out yang disiapkan.
. Tahap Konstruksi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap konstruksi adalah rekruitmen tenaga kerja,
mobilisasi alat dan bahan, pengadaan bahan dan material, konstruksi bangunan,konstruksi
sarana penunjang.
Penerimaan Tenaga Kerja Rekruitmen tenaga kerja konstruksi dilakukan saat akan
dimulainya pekerjaan konstruksi. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan konstruksi pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA)
direncanakan sesuai dengan fasilitas.
- Jalan
- Pos Jaga
- Jembatan timbang
- Kantor
70
- Gudang
- IPL
- Workshop
- Drainase
- Taman/cuci truk/Lainnya
Tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahap konstruksi pembangunan terdiri dari
(5) tenaga kerja terampil, pengawas, ahli mekanik dan listrik dan (25) tenaga
kerja buruh. Kebutuhan tenaga kerja ini akan diprioritaskan bagi tenaga kerja
lokal sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dibutuhkan. Dapat
diperkirakan sebanyak 30 orang.
Mobilisasi alat dan Bahan
Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang
terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi
dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel.
73
- Bangunan Pengolah Lindi (IPL)
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat
karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 -
10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan
proses pengolahan biologi (secondary treatment). Dalam kondisi efluen belum dapat
mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke
lahan timbunan sampah melalui pipa resirkulasi.
- Pipa Gas
Pipa gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk
karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya
ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan
sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa gas
sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk
menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka
gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya
dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect).
Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh casing
yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan sel
sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.
- Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu
dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier kurang
lebih 5 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini
antara lain jenis pohon angsana.
- Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah
yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap,
adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran).
C. Fasilitas Penunjang
1. Jembatan timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk ke TPA
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor/pos jaga dan terletak pada
jalan masuk TPA.
b. Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 10-20 ton, tergantung
pada tonnase truk sampah.
c. Lebar jembatan timbang harus dapat mengakomodir lebar kendaraan truk
sampah yang akan masuk ke TPA.
2. Air bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor, pencucian
kendaraan (truck dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya. Penyediaan air
bersih ini dapat dilakukan dengan sumur bor dan pompa.
3. Hangar
Bengkel/garasi/hangar berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki
kendaraan atau alat besar yang rusak.Peralatan bengkel minimal yang harus ada di
TPA adalah peralatan untuk pemeliharaan dan kerusakan ringan.
4. Fasilitas Pemadam Kebakaran
Fasilitas tersebut perlu disediakan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di
TPA. 5. Fasilitas Daur Ulang dan Pengomposan Fasilitas Daur Ulang berfungsi
untuk mengolah sampah an-organik seperti plastik, kaleng, dll yang masuk ke
TPA agar menjadi sesuatu yang lebih bernilai secara ekonomis, sedangkan
fasilitas Pengomposan berfungsi untuk mengolah sampah organik seperti sisa
makanan dan sampah daun yang masuk ke TPA agar menjadi kompos.
5. Fasilitas Operasional Alat berat
Pemilihan alat berat harus mempertimbangkan kegiatan pemrosesan akhir seperti
pemindahan sampah, pemadatan sampah, penggalian/pemindahan tanah.Pemilihan
alat berat harus disesuaikan dengan kebutuhan (jumlah, jenis, dan ukuran).
a. Bulldozer
b. Wheel /truck loader
c. Excavator /backhoe
80
6. Rencana Tapak
Dalam penentuan rencana tapak untuk sanitary landfill, harus diperhatikan
beberapa hal :
a. Pemanfaatan lahan dibuat seoptimal mungkin sehingga tidak ada sisa lahan
yang tidak dimanfaatkan.
b. Lokasi TPA harus terlindung dari jalan umum yang melintas TPA. Hal ini
dapat dilakukan dengan menempatkan pagar hidup di sekeliling TPA,
sekaligus dapat berfungsi sebagai zona penyangga.
c. Penempatan kolam pengolahan leachate dibuat sedemikian rupa sehingga
leachate sedapat mungkin mengalir secara gravitasi.
d. Penempatan jalan operasi harus disesuaikan dengan sel/blok penimbunan,
sehingga semua tumpukan sampah dapat dijangkau dengan mudah oleh truk
dan alat besar.
Menurut Wisnu Arya (2004: 160-169), cara yang baik untuk melestarikan
lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan yaitu dengan mengelola manusia itu
sendiri, diantaranya:
a. Penanggulangan secara non-teknis
Penanggulangan secara nonteknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam
bentuk kegiatan industri dan teknologi seedemikian rupa sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan. Contohnya adalah Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Penanggulangan secara teknis
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis. Beberapa
cara yang digunakan dalam penanggulangan secara teknis antara lain sebagai berikut:
1. Mengubah proses
2. Mengganti sumber energi
3. Mengelola limbah
4. Menambah alat bantu83
Salah satu cara dalam penangggulangan secara teknis yaitu mengelola
limbah. Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan
limbah yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah
dari bahan buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan sehingga tetap lestari.
c. Pengendalian perilaku manusia melalui jalur pendidikan dan penyuluhan
(Edukatif)
Masyarakat yang memanfaatkan sumber daya alam perlu mendapat
pengetahuan agar mencegah atau setidaknya mengurangi kerusakan
lingkungan. Cara ini ditempuh dengan melakukan penyuluhan kepada
masyarakat akan pentingnya lingkungan dapat melalui pendidikan formal
(di sekolah) ataupun nonformal (Suwarno, 2009: 206).
Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah ekitar 2 km dari perumahan
85 dan 200 m dari sumber air.
penduduk, 15 km dari laut
Sejak dulu manusia sudah mengenal cara pembuangan sampah seperti open dumping.
Dipergunakan sampah sebagai pupuk telah dikenal hampir 40 abad yang silam
sedangkan permulaan abad ke-20 telah dikenal cara pemusnahan sampah dengan
jalan menghancurkannya.
Kesemua cara itu masih dipergunakan hingga kini maksudnya tidak lain untuk
menciptakan lingkungan hidup yang sehat sehingga dapatditingkatkan derajat
kesehatan manusia. Pada masa mendatang pemusnahan sampah ini makin bertambah
ragamnya sejalan kemajuan ilmu pengetahuan secara teknologi. Beberapa cara
pembuangan sampah yang lazim digunakan sekarang ini, antara lain adalah :
a. Hogfeeding: penggunaan sampah jenis garbage untuk makanan babi.
b. Inceneration: untuk pembakaran sampah yang sangat menguntungkan karena
dapat memperkecil volume sampah hingga sepertiganya.
c. Sanitary landfill: pembuangan sampah dengan cara menimbun sampah dengan
tanah sedemikian rupa yang dilakukan lapis demi lapis sehingga sampah tidak
berada di alam terbuka, jadi tidak sampai menimbulkan bau yang menyengat
serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang.
d. Dischaerge to sewers: sampah yang dihaluskan dulu dan kemudian dibuang
kedalam saluran pembuangan air bekas.
e. Dumping : pembuangan sampah yang diletakkan begitu saja di tanah.
f. Dumping in water : prinsipnya sama dengan diatas, tetapi disini dibuang ke
dalam air ( sungai, laut)
g. Individual inceneration : pembakaran sampah yang dilakukan di rumah
tangga.
h. Recycling : iana;ah pengolahan samah dengan maksud pemakaian kembali
hal-hal yang masih bisa dipakai.
i. Reducting : menghancurkan sampah menjadi jumlah sampah yang lebih kecil
dan hasilnya dapat dimanfaatkan.
j. Salvaging : pemanfaatan beberapa macam sampah yang dipandang dapat
dipakai lagi.
k. Composting : pengolahan sampah menjadi pupuk.
TPA yang terbatas jumlahnya, institusi pengelola sampah dan masalah biaya.
Kesadaran masyarakat akan sampah dan pentingnya menjaga lingkungan juga masih
rendah sehingga dapat membawa masalah yang baru seperti banjir.
Pengelolaan sampah selama ini juga belum sesuai dengan metode pengelolaan
sampah yang berwawasan lingkungan. Sebagian besar pengelolaan sampah TPA di
Indonesia menggunakan metode open dumping dan landfill, namun ada juga metode lain
yaitu pembuatan kompos, pembakaran, pemilahan, dan daur ulang meskipun tidak
banyak digunakan. (Winahyu dkk, 2013) Metode open dumping adalah metode yang
paling sederhana, sampah dibuang di TPA begitu saja tanpa perlakuan lebih lanjut,
sedangkan metode landfill yaitu sampah diratakan dan dipadatkan dengan alat berat dan
dilapisi dengan tanah. Kedua metode tersebut kurang ramah lingkungan karena
berpotensi terjadi pencemaran pada air tanah dan juga pencemaran udara. Menurut
Purwanta (2009) TPA berpotensi menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan
gas yang mendominasi adalah CH4 (Metana), CO2 dan N2O. Hal tersebut mengakibatkan
diperlukan adanya inovasi dalam pengelolaan sampah sehingga sampah tidak hanya
menumpuk di TPA yang tapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Teknologi pembakaran sampah biasanya merupakan teknologi yang digunakan
PLTSa untuk memperoleh energi yang kemudian dijadikan listrik. Pembakaran sampah
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu Insinerasi, pirolisis dan gasifikasi.
Insinerasi dan pirolisis dapat mereduksi volume sampah hingga 70% namun
menghasilkan emisi yang tinggi sehingga kurang ramah lingkungan.Sedangkan metode
gasifikasi dapat mereduksi
94 sampah hingga 75% dan lebih ramah lingkungan.
(Purwaningsih, 2012) Pemerintah dalam pembangunan PLTSa ini harus cermat memilih
metode atau membuat inovasi metode baru yang lebih ramah lingkungan agar tidak
terbentuk masalah baru.
Startup tersebut diantaranya adalah Gringgo, Sampah Muda, Mall Sampah, dan
Angkuts (Agung, 2019). Prinsip kerja keempat startup tersebut hampir sama yaitu
menghubungkan masyarakat ke tempat pembuangan sampah terdekat agar bisa didaur
ulang atau didistribusikan ke tempat yang lebih tepat seperti aplikasi Gringgo yang
mempunyai pelayanan pengangkutan sampah, pemilahan sampah, dan
menghubungkannya pada pendaur ulang. Aplikasi-aplikasi tersebut juga memberikan
keuntungan pada masyarakat misalnya penambahan point di aplikasi, pulsa, Gopay,
maupun uang.
Permasalahan mengenai sampah adalah masalah nasional sehingga dalam
pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif.Pemecahan masalah mengenai
pengelolaan sampah memerlukan kerjasama dari berbagai stakeholder mulai dari
pemerintah hingga masyarakat sendiri. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan juga harus ditingkatkan, salah satunya seperti tidak membuang sampah
sembarangan, melakukan pemilahan sampah dan meminimalisir penggunaan sampah
plastik dengan menggunakan produk reuseable juga dapat membantu pihak-pihak
berwenang dalam pengelolaan sampah. Inovasi pembangunan PLTSa dan startup
pengelolaan sampah sudah cukup baik dalam membantu permasalahan pengelolaan
sampah namun tetap diperlukan peningkatan dalam inovasi-inovasi tersebut dan tentunya
tetap menjaga prinsip berwawasan lingkungan.
Terdapat beberapa metoda penimbunan sampah pada tempat pembuangan
akhir sapah (TPA), antara lain a. Metoda Open Dumping; b. Metoda Control
Landfill; c. Metoda Sanitary Landfill; d .Metoda Improved Sanitary landfill; e.
Metoda Semi Aerobic Landfill:
1. Open Dumping: Metode ini dilakukan dengan cara membuang
sampah cekungan tanpa mengunakan tanah sebagai penutup sampah. Metode ini
,berpotensi besar mencemari lingkungan, baik pencemaran air tanah oleh Leachate, lalat,
bau, juga binatang seperti tikus, kecoa, nyamuk dan lainnya.
2. Control Landfill: merupakan metode dalam hal mana sampah
ditimbun pada suatu lokasi dengan sebelumnya dibuat barisan dan lapisan (SEL).
Kemudian timbunan sampah
95tersebut diratakan dipadatakan oleh alat berat, dan setelah
rata dan padat timbunan sampah lalu ditutup dengan tanah, pada control landfill timbunan
sampah tidak ditutup setiap hari, biasanya lima hari sekali atau seminggu sekali. Secara
umum control landfill akan lebih baik bila dibandingkan dengan open dumping dan
sudah mulai dipakai diberbagai kota di Indonesia.
3. Sanitary Landfill: Merupakan sistem pembuangan akhir sampah
yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun pada lokasi TPA yang sudah disiapkan
sebelumnya. Kemudian dilakukan penimbunan dan pemadatan menggunakan alat berat.
Selanjutnya dilakukan proses penutupan dengan tanah dan dilakukan setiap hari pada
setiap akhir kegiatan.
4. Improved Sanitary Landfill: Improved Sanitary landfill
merupakan pengembangan dari sistem sanitary landfill, dilengkapi dengan instalasi
perpipaan sebagai sarana pengelolaan leachate, sehingga licit tidak mencemari
lingkungan. Selain itu pada sistem ini juga terdapat fasilitas pengelolaan sas yang
dihasilkan oleh proses dekomposisi sampah di landfill
5. Semi Aerobic Sanitary Landfill: Sistem ini merupakan
pengembangan dari teknik improved sanitary landfill, dengan dilakukan usaha untuk
mempercepat proses penguraian sampah oleh bakteri. Proses dekomposisi sampah ini
antara lain dilakukan dengan cara memompakan oksigen kedalam timbunan sampah.
Walaupun teknologi ini sangat mahal, namun dinilai sebagai teknis paling aman terhadap
lingkungan.
Sedangkan terkait pembuangan akhir sampah, menurut Mukono (2006),
terdapat dua macam metode pembuangan sampah yaitu :
Metode yang tidak memuaskan.
97
d. Metode Sanitary Landfill
Metode sanitary landfill merupakan salah satu metode terkontrol dalam
pembuangan limbah padat.Prinsip metode ini adalah membuang dan
menumpuk sampah kesuatu lokasi berlegok, memadatkan sampah tersebut
kemudian menutupnya dengan tanah.(Djuli Murtadho, E. Gumbira Said 1988).
Sistem sanitary landfill merupakan suatu cara pembuangan atau pemusnahan
sampah yang dilakukan dengan meratakan dan memadatkan sampah yang
dibuang serta menutupnya dengan lapisan tanah setiap akhir hari operasi.
Sehingga setelah operasi berakhir tidak terlihat adanya timbunan sampah dan
akan meniadakan kekurangan yang ada pada sistem open dumping yang
ditingkatkan. (Anonim, 1990).
Metode Sanitary Landfill (lahan urug saniter), yaitu pemusnahan
sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan
ditimbun dengan tanah sebagai lapisan penutup lalu dipadatkan.Cara ini
memerlukan persyaratan harus tersediatempat yang luas, tersedia tanah untuk
menimbunnya, dan tersedia alat-alat besar.
98
e. Inceneration (dibakar)
Yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku
pembakaran khusus. Manfaat sistem ini volume sampah dapat diperkecil
sampai satu per tiga, tidak memerlukan ruang yang luas, panas yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber uap, dan pengelolaan dapat
dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja. Adapun akibat penerapan
metode ini adalah memerlukan biaya besar, lokasi pembuangan pabrik sulit
didapat karena keberadaan penduduk, dan peralatanperalatan yang digunakan
dalam incenerasi.
f. Composting(dijadikan pupuk)
Yaitu mengelola sampah menjadi pupuk kompos; khususnya untuk
sampah organik.
g. Metode Dumping in Water
Yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat
mengganggu rusaknya ekosistem air. Air akan menjadi kotor, warnanya
berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air
(water borne disease).
h. Metode Burning on premises (individual inceneration)
Yaitu pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga.
Sedang menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3
metode yaitu metode Open 99
Dumping dan metode Sanitary Landfill (Lahan Urug Saniter)
seperti yang dikemukakan di atas serta metode Controlled Landfill (Penimbunan
terkendali). Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan
atau setelah mencapai periode tertentu.
Lokasi TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.Penyediaan fasilitas dan
perlakuan yang benar diperlukan agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan
baik.Dalam penentuan lokasi TPA tidak boleh dilakukan secara sembarangan.Dalam hal
ini penentuan lokasi TPA harus sesuai SNI No.19-3241- 1994.
Salah satu kendala pembatas dalam penerapan metoda pengurugan limbah dalam
tanah (landfilling atau lahan-urug) adalah bagaimana memilih lokasi yang cocok baik
dilihat dari sudut kelangsungan pengoperasian, maupun dari sudut perlindungan terhadap
lingkungan hidup. Aspek teknis sebagai penentu utama untuk digunakan adalah aspek
yang terkait dengan hidrologi dan hidrogeologi site (Damanhuri, 2008).
Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi sebuah landfill adalah
didasarkan atas berbagai aspek, terutama kesehatan masyarakat, lingkungan hidup, biaya,
dan sosial-ekonomi.Disamping aspek-aspek lain yang sangat penting, seperti aspek
politis dan legal yang berlaku disuatu daerah atau negara.
Suatu metodologi yang baik tentunya diharapkan bisa memilih lahan yang paling
menguntungkan dengan kerugian yang sekecil- kecilnya. Dengan demikian metodologi
tersebut akan memberikan hasil pemilihan lokasi yang terbaik, dengan pengertian lahan
terpilih hendaknya mempunyai nilai tertinggi ditinjau dariberbagai aspek dan metode
pemilihan tersebut dapat menunjukkan secara jelas alasan pemilihan.
Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan
penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih dan
disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur, berdasarkan kriteria
yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut akan memberikan beberapa calon
lokasi yang paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat final oleh pengambil
keputusan. Di negara industri, penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tingkat
tahapan, yaitu penyaringan awal, penyaringan individu, dan penyaringan final.
Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan tata guna
dan peruntukan yang telah digariskan
100 di daerah tersebut.Secara regional, daerah tersebut
diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas lokasi-lokasi mana saja yang dianggap
tidak/kurang layak untuk lokasi pengurugan limbah.Pada taraf ini parameter yang
digunakan hanya sedikit.
Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara individu,
kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup kajian-kajian
yang lebih mendalam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi sedikit. Parameter
beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan lengkap. Lokasi- lokasi
tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain, misalnya melalui pembobotan.
Tahap terakhir adalah tahap penentuan.Penyaringan final ini diawali dengan
pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya yang terkait
dengan aspek sosioekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada.Tahap ini kemudian
diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil keputusan suatu daerah. Aspek ini
bersifat politis, karena kebijakan pemerintah daerah/pusat akan memegang peranan
penting. Kadangkala pemilihan akhir ini dapat mengalahkan aspek teknis yang telah
disiapkan sebelumnya.
Biasanya parameter yang digunakan dalam pemilihan awal dapat digunakan lagi
pada pemilihan tingkat berikutnya dengan derajad akurasi data yang lebih baik.Jumlah
parameter pemilihan awal yang digunakan umumnya lebih sedikit, dan dipilih yang
paling dominan dalam menimbulkan dampak.Parameterparameter tersebut biasanya
sudah terdata (data skunder) dengan baik, dan langsung dapat dimanfaatkan sehingga
dapat disebut sebagai parameter penyisih.
Dalam Pasal 22 UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah
disebutkan bahwa TPA di seluruh Indonesia sebaiknya melakukan :
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah.
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu.
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah dan/ atau,
e. Pemprosesan akhir
101 sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Menurut Howard dan Remson (1978) mengatakan 1994 (dalam Joko Pramono ,
2000), bahwa dalam proses pemilihan lokasi pembuangan sampah (khususnya Metode
Sanitay Landfill), dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh keberadaan lokasi
tersebut harus diminimalkan. Adapun proses pemilihan lokasi TPA sampah perlu
mempertimbangkan tiga hal102
berikut, yaitu:
1. Pertimbangan operasional, secara operasional TPA sampah memerlukan lahan yang
cukup untuk menampung segala jenis sampah dan zonasi ketersediaan lahan harus
memperhatikan rencana regional serta aspek aksesibilitas (keterjangkauan);
2. Pertimbangan ekologi, yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan lokasi TPA
setelah tidak digunakan lagi;
3. Pertimbangan topografi, geologi dan hidrologi, lebih mengarah pada aspek
persyaratan fisik lahan, misalnya: berdasarkan relief atao topografi dapat dipilih
lokasi-lokasi yang bebas dari bahaya banjir ataupun erosi dan berdasarkan aspek
hidrologi, lokasi TPA harus berada diwilayah dengan muka air tanah yang tidak
dalam, sehingga lindi sampa tidak mencemari air tanah.
Menurut Bagchi (1982) (dalam Joko Pramono 2000), dalam menempatkan lokasi
pembuangan sampah harus memperhatikan jarak terhadap danau/kolam dan tubuh air
lainya, sungai, lahan basah, banjir, jalan, sumber air dan airport (lapangan terbang).Jarak
tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari
keberadaan sampah itu sendiri.
Dalam penentuan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah menggunakan
pertimbangan lereng dang penggunaan lahan, sehingga dapat diketahui kesesuaian lahan
TPA pada daerah penelitian berdasarkan dua pertimbangan tersebut. Faktor – faktor lain
yang perlu untuk dianalisis dalam penentuan lokasi TPA ini antara lain, Kerwanan
Banjir, Permeabilitas Tanah, Kedalaman Muka Air Tanah, Drainase Permukaan dan
Kedalaman Efektif Tanah.
Analisis penggunaan lahan perlu dipertimbangkan dengan seksama sebab lahan
yang sudah digunakan sebagai lahan permukiman tidak akan sesuai untuk TPA karena
tidak mungkin mengalihkan permukiman yang sudah ada atau eksisting ketempat lain.
Sehingga akan timbul pertentangan antara masyarakat yang menghuni dengan
pemerintah terkait dengan kebijakan penempatan lokasi baru TPA.
Drainase Permukaan pada daerah yang akan digunakan untuk TPA harus baik
dan dapat mengering dengan cepat pada saat air hujan turun.Turunnya air hujan dapat
mengakibatkan timbunan sampah yang ada runtuh dan membawa air lindian ketempat
yang lebih rendah sehingga dapat masuk pada area permukiman serta agar tidak
103
tergenang di TPA.
Dalam penentuan TPA sangat diperhatikan kemiringan lerengnya, lererng sangat
mempengaruhi letak dan posisi TPA. Apabila TPA diletakan di Tempat yang kemiringan
lerengnya lanadai maka akan sangat mudah tergenang air hujan, yang dikarenakan
drainasenya tidak cukup baik. Apabila diletakan pada kemiringan lereng yang curam
akan mengakibatkan material sampah akan mudah terbawa kebawah dan air lindian akan
mencamari daerah yang dibawahnya.
Ancaman Banjir juga menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan untuk
menentukan lokasi TPA, karena TPA yang baik adalah TPA yang tidak terkena banjir
terutama banjir genangan. Karena apabila sampai terkena banjir maka air lindian akan
ikut terbawa dengan aliran banjir sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar.
Menurut Damanhuri (2008) pengelolaan sampah adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaurulangan, atau pembuangan dari material
sampah.Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari
kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap
kesehatan, lingkungan, atau keindahan.Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk
memulihkan sumber daya alam.Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas,
atau radioaktif dengan metode dan keahlian khusus untuk masingmasing jenis zat.
Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda
juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri
biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda-beda tergantung banyak hal, di antaranya
tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area
(Damanhuri, 2008). Ada berbagai cara metode pembuangan sampah yang sering
digunakan yaitu sebagai berikut:
a. Penimbunan Darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya
untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di
dunia.Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai, lubang
bekas pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan
darat yang dirancang
104 dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat
penimbunan sampah yang higienis dan murah. Sedangkan penimbunan darat
yang tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan
berbagai masalah lingkungan, di antaranya angin berbau sampah, menarik
berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain
dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat
berbahaya.
b. Metode Daur Ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah
untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang. Ada beberapa cara daur
ulang, pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau
mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik.
Metode-metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan di
bawah.
c. Pengolahan Kembali
Secara Fisik Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur
ulang, yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang
dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan untuk digunakan
kembali.Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari
awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah
tercampur.
d. Pengolahan Biologis
Material sampah (organik), seperti zat tanaman, sisa makanan atau
kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau
dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa
digunakan sebagai pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk
membangkitkan listrik.
e. Pemulihan Energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil
langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung
dengan cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur ulang melalui
cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan
bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk
memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator.
Pirolisa dan gasifikasi
105 adalahdua bentuk perlakuan panas yang berhubungan,
ketika sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen.
Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi.
Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat,
gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi
atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa
dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif.Gasifikasi dan gasifikasi
busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik
langsung menjadi gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan
hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap
f. Metode Penghindaran dan Pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah
pencegahan zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan "pengurangan
sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas
pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi
ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas
plastik), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali
pakai (contohnya kertas tisu), dan mendesain produk yang menggunakan
bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot
kaleng minuman).
110
Sampah merupakan hasil sampingan dari kegiatan manusia sehari-
hari.Jumlah sampah yang semakin besar memerlukan pengelolaan yang lebih
maksimal. Selama tahapan penanganan sampah tidak dilakukan dengan benar dan
fasilitas tidak memadai maka akan menimbulkan dampak yang
berpotensimengganggu lingkungan. Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah
yang digunakan adalah kumpul, angkut dan buang, dan andalan utama sebuah kota
dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling
pada sebuah TPA (Damanhuri, 2008).
2.1 Permasalahan TPA
Berbagai permasalahan TPA sering muncul :
• Pencemaran air tanah dan air permukaan yang diakibatkan oleh perembesan lindi,
karena pengelolannya tidak ada.
• Berkembang pesat vektor, akibat tidak ditutupnya timbunan sampah dengan lapisan
penutup
• Timbulnya polusi udara, akibat pola pengurangan timbunan sampah dg cara dibakar
• Timbulnya bau yang menyengat
• Pemandangan yang kurang sedap
116
Syarat-syarat TPA
Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa pemilihan lokasi TPA sampah harus
mengikuti persyaratan hukum. Ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan
lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), ketertiban umum,
kebersihan kota atau lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan
perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk menentukan lokasi TPA
ialah sebagai berikut (SNI nomor 03-3241-1994) :
a. Ketentuan umum
Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Tpa sampah tidak boleh berlokasi didanau, sungai , dan laut
2. Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
1) Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan
peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut
yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan
2) Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan
satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang
dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional
3) Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi
terpilih oleh instansi yang berwenang
3. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional,
pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan bersadarkan skema
pemilihan lokasi TPA sampah
117
b. Kriteria
Adapun kriteria untuk penentuan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga
bagian :
4. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan
zona layak atau tidak layak sebagai berikut
1) Kondisi geologi
a. Tidak berlokasi di zona holocene fault
b. Tidak boleh di zona bahaya geologi
2) Kondisi hidrogeologi
a. Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter
b. Tidak boleh kelulusan tanah lebih besari dari 10-6 cm/det
c. Jarak terhadap sumber air minimum harus lebih besar adri 100
meter di hilir aliran
d. Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria
tersebut diatas, maka harus diadakan masukan teknologi
3) Kemiringan zona harus kurang dari 20 %
4) Jarak dari lapangan terbang harus lebih besari dari 3000 meter
untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter
untuk jenis lain
5) Tidak boleh pada derah lindung/cagar alam dan daerah banjir
dengan periode ulang 25 tahun
118
5. Kriteria penyisih,
yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri
dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :
a. Iklim
a) Hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b) Arah, arah angin dominan tidak menuju ke permukiman
dinilai makin baik
b. Utilitas yaitu tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
c. Lingkungan biologis
a) Habitat, kurang bervariasi dinilai makin baik
b) Daya dukung. Kurang menunjang kehidupan flora dan
fauna, dinilai makin baik
d. Kondisi tanah
a) Produktivitas tanah, tidak produktis dinilai lebih tinggi
b) Kapasitas dan umur, dapat menampung lahan lebih
banyak dan lebih lama dinilai lebih baik
c) Ketersediaan tanah penutup, mempunyai tanah penutup
yang cukup dinilai lebih baik
d) Status tanah, makin bervariasi dinilai tidak baik
e. Demografi , kepdatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
f. Batas administrasi, dalam batas administrasi dinilai makin baik
g. Kebisingan, semakin banyak zona penyangga dinilai semakin
baik
h. Bau, semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
i. Estetika, semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin baik
j. Ekonomi, semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per
m3/ton) dinilai semakin baik
119
6. Kriteria penetapanYaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang
berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai
dengan kebijaksanaan instansi yang berweang setempat dan ketentuan
yang berlaku.
Kriteria yang terkait dalam pemilihan lokasi TPA sampah tersebut diatas secara
umum dapat berkaitan dnegan,120 lokasi TPA yang jauh dari pemukiman, kondisi geologism
keadaan tanah, transportasi pola pengangkuran sampah dan kondisi mata air.
2. Amerika Serikat
Adapun yang menjadi kriteria penentuan lokasi TPA disini yaitu
a. Batas gempa 0-1 skala richer
b. Kemiringan lahan kurang dari 10%
c. Jauh dari lairan permukiman
d. Tidak ada pusat permukiman pada arah angin
e. Jarak ke arah fasilitas umum lebih besar dari 250 m
f. Jarak lokasi ke jalan umum lebih besar dari 500 m
g. Bukan lahan pertanian yang produktif
h. Kepadatan penduduk rendah
i. Keragaman spesies rendah
j. Jarak dari sungai yang menjadi sumber air penduduk lebih besar dari 1,5 km
k. Lebih jauh 600 m dari sumber air minum
122
123
Hasil analisis Citra Landsat 7+TM Kota Padang tersebut menghasilkan tutupan lahan di
Kota Padang masih didominasi vegetasi.Karena sebagian daerah Kota Padang di lewati oleh
bukit barisan dan kontur yang tinggi menyebabkan separuh wilayah Kota Padang berupa
hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Adapun luas terbesar sampai ke yang terkecil
berdasarkan hasil klasifikasi adalah sebagai berikut ; Vegetasi (51486,40 Ha), Lahan
Terbangun (11578,44 Ha), dan Sawah (5713,93 Ha).
Tutupan lahan merupakan istilah yang digunakan untuk meyebutkan suatu
kenampakan lahan secara fisik, baik kenampakan alami maupun kenampakan buatan
manusia.Metode yang digunakan dalam menganalisis tutupan laha di Kota Padang adalah
klasifikasi terbimbing. Klasifikasi Terbimbing pencirian spektralnya tidak akan berubah
karena adanya pemberian sampel dalam menghasilkan kelas informasi yang mana sampel
tersebut ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Klasifikasi terbimbing sendiri terbagi
menjadi beraneka ragam. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi maximum likelihood classification, meskipun ada beberapa kelemahan dari
pendekatan ini salah satunya yaitu banyaknya kesalahan klasifikasi yang ditimbulkan oleh
salt dan pepper, terutama jika piksel berada di luar area spesifik atau diantara area yang
tumpang tindih, yang dipaksakan untuk diklasifikasikan (Rusdi 2005).
124
Prediksi jumlah penduduk pada tahun 2026:
Dari hasil tersebut dapat diketahui laju pertumbuhan penduduk Kota Padang per
tahunnya adalah 0,0109 atau melebihi 1% dan prediksi jumlah penduduk pada tahun 2026
sebesar 1.011.166 jiwa. Selanjutnya prediksi jumlah penduduk Kota Padang tahun 2026
dikalkulasikan dengan volume sampah perorangan, dimana volume sampah perorangan Kota
Padang sebesar 0,8 kg. Maka laju timbulan sampah masyarakat Kota Padang dari tahun 2016
hingga tahun 2026 sebesar:
Volume sampah
125
Dengan asumsi pengoperasian TPA dimulai pada tahun 2016 maka diperoleh prediksi
total sampah Kota Padang sampai tahun 2026 sebesar 2.952.604.720 kg/ jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi perilaku/ gaya hidup serta pola
konsumsi masyarakat. Perubahan ini akan memengaruhi volume sampah di Kota Padang.
Berbagai literatur menyatakan proyeksi penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang
didasarkan pada asumsi rasional tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang
akan datang dengan menggunakan peralatan statistik atau perhitungan matematik.
Di sisi lain, peramalan penduduk (population forecast) bisa saja dengan/ tanpa asumsi
dan atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan pendekatan tertentu (Smith, et.al dalam Junaidi
2017). Prediksi atau ramalan jumlah penduduk sendiri diperlukan untuk menghitung volume
sampah di masa yang akan datang Dari perhitungan prediksi jumlah penduduk Kota Padang
tahun 2006 dan 2016 dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Kota Padang
sebesar 0, 0109 atau melebihi 1% dimana besar dari 0 maka telah terjadi penambahan
penduduk dari tahun sebelumnya, dari laju perumbuhan penduduk ini juga dapat diprediksi
jumlah penduduk Kota Padang pada tahun 2026 sebesar 1.011.116 jiwa. Sedangakan hasil
prediksi volume sampah Kota Padang pada tahun 2026 sebesar 2.952.604.720 kg/ jiwa.
126
Volume total sampah dikurangi 25% (aktivitas pemulung) dari total sampah:
Untuk SC (soil cover)/ lapisan tanah penutup dikalikan 15% dari volume total sampah
(Murtudo, 1996) sebagai berikut:
Pada prediksi lokasi TPA ini peniliti akan meproyeksikan TPA untuk pengoperasian
hingga tahun 2026 sebesar:
127
Untuk perkiraan perencanaan penggunaan TPA yang melayani Kota Padang sampai
tahun 2026 diperkirakan memerlukan lahan seluas 45,67 Ha dengan luas daerah penyangga
seluas 11,42 Ha.
Setelah didapatkan hasil luas TPA dan zona penyangganya dilakukan analisis peta
keseuaian lahan untuk TPA yang mengacu pada SNI 03-3241-1994.Penilaian dilakukan
dengan metode binary untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai lokasi TPA
berdasarkan delapan kriteria penilaian kelayakan regional.Pada lahan yang memenuhi kriteria
penilaian diberi nilai 1 dan lahan yang tidak memenuhi kriteria penilaian diberi nilai
0.Sehingga zone layak TPA ditetapkan apabila nilai lahan mencapai jumlah maksimal
(delapan).
Analisis SIG digunakan untuk mengevaluasi masing-masing kriteria penilaian
tersebut secara spasial.Citra Landsat dan foto udara digunakan untuk interpretasi tutupan
lahan. Peta Kemiringan Lereng, Peta Permeabilitas Tanah, Peta Kedalaman Muka Air Tanah
dan Peta Bahaya Banjir diperoleh dari dinas Bappeda dan Prasjaltarkim Sumbar lalu dilaku
proses pengharkatan. Proses buffering dilakukan pada Peta Geologi, Peta Hidrologi, Peta
Administrasi, Peta Fungsi Kawasan sehingga diperoleh Peta Jarak Terhadap zona sesar aktif,
Peta Jarak Terhadap Badan Air (Sungai), Peta Jarak Terhadap Batas Daerah, Peta Jarak
Terhadap Permukiman, Peta Jarak Terhadap Kawasan Budidaya Pertanian, Peta Jarak
Terhadap Kawasan Lindung, dan Peta Jarak Terhadap Lapangan Terbang. Sedangkan Peta
Luas Lahan, Peta Ketersediaan Zona Penyangga dan Peta Intensitas Hujan diperoleh
melalului proses calculating. Lokasi zone layak TPA diperoleh dari hasil overlay peta-peta
tematik yang dihasilkan, sedangkan lokasi rekomendasi TPA diperoleh dari hasil overlay peta
hasil penilaian dengan Peta Pola Ruang Kota Padang tahun 2010.
Analisis kesesuaian lahan untuk penentuan TPA di Kota Padang mempertimbangkan
beberapa parameter kondisi fisik Kota Padang dengan metode pengharkatan sesuai dengan
SNI 03-3241-1994 dengan penyesuaian penilaian tertinggi dengan nilai 3 dan bobot 5 pada
parameter kriteria kelayakan penyisihan. Penelitiann yang dilakukan di Kota Padang
menghasilkan kesesuaian lahan untuk zona layak TPA tersebar di beberapa kecamatan di
Kota Padag, terutama pada Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, dan Kecamatan
Bungus Teluk Kabung Penentuan Zona Layak TPA dapat dilihat pada gambar berikut:
128
Setelah didapatkan Peta Zona Layak TPA langkah selanjutnya adalah pemberian
-pengharkatan terhadap peta fisik Kota Padang sesuai SNI 03-3241-1994 dan di overlay
dengan Peta Zona Layak TPA Kota Padang untuk mendapatkan Peta Kelayakan Penyisihan
TPA di Kota Padag. Hasil dari overlay tersebut lalu dikaitkan dengan akses jalan menuju
daerah yang direkomendasikan sehingga pertimbangan utama rekomendasi adalah lokasi
Kecamatan Koto Tangah dan Kecamatan Kuranji memiliki luas lahan yang cukup dalam
pembangunan TPA dan memiliki akses yang baik. Selain itu dareah Kecamatan Koto Tangah
dan Kecamatan Kuranji berada di luar zona sesar.Untuk kriteria permeabilitas tanah sebagian
daerah rekomendasi memiliki tekstur tanah yang bersifat lempung.Umumnya batuan landasan
adalah lempung atau pada dasar cekungan dilapisi geotekstil untuk menahan peresapan lindi
pada tanah (Zaini, 2012).
Daerah rekomendasi tersebut juga telah memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan
SNI 03-3241-1994 seperti jarak terhadap bandara, badan air, dan permukiman. Daerah yang
direkomendasikan tersebut dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 berikut:
Gambar 3 : Peta Kelayakan Penyisihan TPA
129
Gambar 4 : Peta Rekomendasi Lokasi TPA
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, flora dan
fauna, serta bentukan hasil budaya manusia.Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian
ruang tempat (Arsyad, 1989). 130
Luas lahan TPA, kebutuhan tanah penutup dan zona penyangga dihitung dengan
persamaan yang dirumuskan oleh Murtudo (1996).Penghitungan luas TPA didapatkan dari
hasil volume sampah yang telah diapadatkan. Hasil pemadatan merujuk pada teori Nuryani,
2003 bahwa nilai yang digunakan dalam pemadatan sampah mempertimbangkan nilai yang
mendekati kepadatan sampah di Kota jakarta.
Hasil dari perhitungan tersebut adalah kebutuhan luas TPA di Kota Padang hinggga
tahun 2026 sebesar 45,67 Ha dengan luas penyangga sebesar 11,42 Ha dengan sistem
pengelolaan yang direkomendasikan adalah sanitary landfill untuk membawa pengaruh yang
lebih positif terhadap pengelolaan TPA. Hal ini sejalan dengan teori Chandra Budiman
bahwa pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat
maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada
yang negatif (Chandra, 2006).
Kriteria yang digunakan untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak dengan
ketentuan berikut:
a. Kondisi geologi
b. Kemiringan lereng
g. Batas administrasi
Lokasi TPA dimaksudkan sebagai tempat untuk menampung sampah yang telah
dikumpulkan dari daerah pelayanan dan tempat berlangsungnya proses penguraian secara
alamiah dimana baik tempat maupun proses tersebut harus diupayakan agar tidak atau
sesedikit mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.
Untuk dapat mewujudkan kondisi seperti tersebut diatas maka lokasi TPA harus memenuhi
persyaratan atau kriteria sebagai berikut :
a) Lokasi dan kondisi TPA harus cukup aman terhadap daerah pemukiman serta
sarana dan prasarana penunjangnya (sekolah, pasar, dill yaitu untuk mencegah
terjadinya gangguan berupa :
1) Kebisingan dan debu akibat Jalu lintas kendaraan pengangkut sampah dan
mesin-mesin alat berat yang beroperasi di lokasi TPA.
2) Kemungkinan adanya serangga (lalat) dan bau
3) Pencemaran udara oleh gas yang timbul akibat proses penguraian
4) Pencemaran air permukaan dan air tanah oleh leachate (cairan sampah)
b) Lokasi TPA harus memenuhi kondisi Topografi dan Hidrogiologi sebagai
berikut:
1) Secara topografllokasi TPA hendaknya tidak terletak dibagian atas/hulu
dari sumber 132
air yang dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih agar
leachate dari timbunan sampah tidak mencemari sumber air tersebut.
2) Lokasi TPA harus terletak pada daerah yang bebas banjir untuk
menghindari hanyutnya sampah dan tersebarnya air lindi (leachate)
ketempat lain kecuali dilakukan persiapan khusus untuk mencegah
kemungkinan tersebut (dibuat tanggul,
3) Kondisi geologi lapisan tanah dasar TPA sebaiknya berupa lapisan yang
relatif kedap air seperti tanah lempung (clay) untuk mencegah terjadinya
rembesan leachate ke dalam air tanah atau mencemari air permukaan
(sungai, danau, dll) yang berada di sekitarnya (levellebih rendah). Untuk
menghindari kemungkinan pencemaran air tanah terse but, sebaiknya
angka kelulusan air maksimallO-s cm/detik.
4) Muka air tanah lebih rendah dari dasar rencana TPA, kecuali dengan
perlakuan khusus sebelum dan selama dioperasikan (drainase dalam
lokasi, penyiapan lapisan/tanah kedap air kecuali memang sudah tanah
lempung, dll). Kedalaman air tanah dari dasar TPA efektif minimal 1
meter.
2. Kelayakan penyisih
Kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik dari hasil kelayakan regional
dengan ketentuan berikut:
Luas lahan
a. Ketersediaan zone penyangga kebisingan dan bau
b. Permeabilitas tanah
d. Intensitas hujan
e. Bahaya banjir
3. Kelayakan Rekomendasi
Menurut Bagchi (1982) (dalam Joko Pramono 2000), dalam menempatkan lokasi
pembuangan sampah harus memperhatikan jarak terhadap danau/kolam dan tubuh air lainya,
sungai, lahan basah, banjir, jalan, sumber air dan airport (lapangan terbang).Jarak tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari keberadaan
sampah itu sendiri.
4. Tanah
Tanah yang diklasifikasikan menurut Soil Survey Staff (1990) didefinisikan sebagai
kumpulan benda-benda alam yang terdapat di permukaan bumi, setempat setempat
dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang berasal dari tanah,
mengandung jasad hidup dan mendukung atau mampu mendukung tanaman atau
tumbuhtumbuhanyang hidup di alam terbuka.
Definisi tanah di atas menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak saja tanah yang
terbentuk secara alami, tetapi juga tanah-tanah yang terbentuk karena modifikasi
manusia.Biasanya tanah tersebut mengandung horison-horison (lapisan-lapisan).Batas atas
tanah adalah udara atau air dangkal.Pada bagianbagian pinggir, tanahsecara berangsur-angsur
beralih ke air yang dalam atau ke area tandus batuan atauhamparan es.
Sedangkan batas bawahnya sampai kebahan bukan-tanah yang barang kalipaling sulit
didefinisikan. Tanah mencakup horisonhorison dekat permukaan tanah yangberbeda dari
batuan di bawahnya, sebagai hasil interaksi iklim, jasad hidup, bahan induk,dan relief atau
topografi, melalui waktu pembentukannya.Tekstur tanah adalah kehalusan atau kekasaran
bahan tanah pada perabaaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah. Jadi,
tekstur adalah ungkapan agihan
135 besar zarah tanah atau proporsi nisbi fraksi tanah
(Notohadiprawiro, 2000 dalam Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka , 1987).
Tekstur tanah penting untuk diketahui, karena komposisi ketiga fraksi butir-butir
tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan kimia tanah. Sebagai
contoh besarnya lapangan pertukaran dari ion-ion di dalam tanah amat ditentukan oleh tekstur
tanah. Bahan-bahan tanah yang halus dapat dibedakan menjadi :
1. Pasir : 2mm- 0,05mm
2. Debu : 0,05mm-0,002mm
3. Lempung :<0,002mm
Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena komposisi ketiga fraksi butir-butir
tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan kimia tanah. Sebagai
contoh besarnya lapangan pertukaran dari ion-ion di dalam tanah amat ditentukan oleh tekstur
tanah. Jika beberapa contoh tanah ditetapkan dan dianalisis, maka hasilnya selalu
memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-pertikel yang beraneka ragam
ukurannya, ada yang berukuran koloid, sangat halus, kasar dan sangat kasar (Bale,
1986dalam Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka , 1987)
5. Lahan
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, flora
dan fauna, serta bentukan hasil budaya manusia.Dalam hal ini lahan juga mengandung
pengertian ruang tempat (Sinatala Arsyad, 1989 dalam Jamulya dan Sunarto).Lahan memiliki
sifat-sifat yang dapat dilakukan pengukuran atau dilakukan perkiraan, sperti tekstur tanah,
struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase
tanah, jenis vegetasi dan sebagainya.
Lahan potensial adalah lahan yang belum dimanfaatkan atau belum diolah dan jika
diolah akan mempunyai nilai ekonimis yang besar karena mampunyai tingkat kesuburan yang
tinggi dan mempunyai daya dukung terhadap kebutuhan manusia. Lahan potensian
merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Untuk itu
harus ditangani dan dikelola secara bijak.Daerah diluar jawa banyak memiliki daerah
produktif yang sangat potensial, tetapi belum atau tidak dimanfaatkan sehingga daerah ini
dikenal dengan daerah yang sedang tidur.
Tanah juga merupakan salah satu sumber daya fisik yang sangat penting dan utama untuk
diperhatikan dan dikaji dalam perencanaan tataguna lahan.Bersama dengan sumberdaya fisik
136topografi, geologi dan tanah, sifat tanah sangat diperlukan
wilayah yang lainya seperti iklim,
dalam menentukan potensinya dalam berbagai jenis penggunaan lahan. Tanah sangat penting
bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan bangunan rumah tinggal maupun kebutuhan
yang berkaitan dengan pangan yang berasal dari kegiatan bercocok tanam dalam menunjang
kehidupanya.
6. Bentuk Lahan
7. Penggunaan Lahan
Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik domestik
(rumah tangga) maupun industri. Dalam Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia
atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik
bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan
dibuang ke lingkungan.
Ditinjau dari sumbernya, sampah berasal dari beberapa tempat, yakni :
Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah dan dalam kegiatannya manusia
senantiasa menghasilkan sampah baik sampah organik maupun non organik.
Jenis-jenis Sampah
Berdasarkan asal atau sumbernya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu
sebagai berikut :
1. Sampah organik, adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan
mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari
138 pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,
dapur, sisa-sisa makanan,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak
menyumbangkan sampah organik seperti sampah sayuran, buah-buahan dan lain-
lain.
2. Sampah non norganik atau anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari
bahan- bahan non hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses
teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi
sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas,
sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat
diurai oleh alam/ mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable).
Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama.
Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas
plastik, dan kaleng.
Dampak negatif sampah-sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat teruraikan
dalam waktu yang lama akan mencemarkan tanah. Yang dikategorikan sampah disini
adalah bahan yang tidak dipakai lagi (refuse) karena telah diambil bagian-bagian
utamanya dengan pengolahan menjadi bagian yang tidak disukai dan secara ekonomi tidak
ada harganya. Dampak sampah terhadap manusia dan lingkungan antara lain:
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik
bagi berbagai binatang seperti, lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit.
Potensi penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain adalah sebagai berikut :
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit
demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di
daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salahsatu contohnya adalah
suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita(taenia). Cacing ini sebelumnya
masuk kedalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa
sisa makanan/sampah.
139
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam saluran drainase, saluran irigasi
atau sungai akan mencemari air yang ada. Berbagai organisme termasuk ikan menjadi
terancam keberadaannya dan bahkan bisa lenyap sehingga ekosistem perairan biologis pun
bisa berubah. Penguraian sampah yang di buang ke dalam air akan menghasilkan asam
organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini pada
konsentrasi tinggi dapat meledak.
Timbulan Sampah
Sumber Sampah
Sumber sampah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah tangga, seperti dari
pasar, komersial dsb
Sampah dari kedua jenis sumber tersebut dikenal sebagai sampah domestik. Sedang
sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang bukan sejenis sampah rumah
tangga, misalnya limbah dari proses industri. Bila sampah domestik ini berasal dari
lingkungan perkotaandan dikenal sebagai municipal solid waste (MSW).
Dalam pengelolaan persampahan di Indonesia, sampah kota biasanya dibagi berdasarkan
sumbernya, seperti sampah dari:
1) Permukiman atau rumah tangga dan sejenisnya
2) Pasar
7) Taman-taman.
Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau drainase air hujan, yang banyak
dijumpai. Sampah dari masing-masing sumber tersebut mempunyai karakteristik yang
khas sesuai dengan besaran dan variasi aktivitasnya. Timbulan (generation) sampah
masing-masing sumber tersebut bervariasi satu dengan yang lain.
141
Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang sangat
menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah. Jumlah
timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan
seperti:
Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat
Bagi daerah beriklim tropis seperti halnya Kabupaten Kulon Progo, faktor musim
sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini, musim yang dimaksud
adalah musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim buah-buahan tertentu.
Disamping itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya lainnya.
Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan sampah dilakukan beberapa kali dalam satu
tahun. Timbulan sampah dapat diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar
yang sudah tersedia.
Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume atau satuan berat. Jika
digunakan satuan volume, derajat pewadahan (densitas sampah) harus dicantumkan. Oleh
karena itu, lebih baik digunakan satuan berat karena ketelitiannya lebih tinggi dan tidak
perlu memperhatikan derajat pemadatan.Timbulan sampah ini dinyatakan sebagai:
Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari, dan sebagainya
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang
merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian sistem pengelolaan
persampahan. Prakiraan timbulan sampah akan merupakan langkah awal yang biasa
dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Bagi perkotaan di Kabupaten Kulon Progo,
dalam hal mengkaji besaran timbulan sampah, perlu diperhitungkan adanya faktor
pendaurulangan sampah mulai dari sumbernya sampai di TPA.
142
Tabel 2.1. Besarnya Timbulan Sampah Berdasarkan Sumbernya
Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu
daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya. Variasi ini
terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain:
1) Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya
2) Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan
sampahnya
3) Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum pada
musim panas
4) Cara hidup dan mobilitas penduduk
5) Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan bertambah pada
musim dingin
6) Cara penanganan makanannya.
Dari hasil studi, umumnya angka timbulan sampah kota di Indonesia berkisar
antara 2-3 liter/orang/hari dengan densitas 200-300 kg/m3 dan komposisi sampah organik
70-80%. Menurut SNI 19 -3964 -1994, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka
untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai
berikut:
Satuan timbulan sampah kota besar = 2 – 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 – 0,5
kg/orang/hari
Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 – 2 L/orang/hari, atau = 0,3 – 0,4
kg/orang/hari
Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari rumah tangga, maka
untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah tersebut dapat dianggap sudah
meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap orang dalam berbagai kegiatan dan
berbagai lokasi, baik saat di rumah, jalan, pasar, hotel, taman, kantor dsb.
Ketika suatu kota berkembang menjadi besar, maka makin mengecil pula porsi
sampah dari permukiman, dan bertambah besar porsi sampah non-permukiman, sehingga
143
asumsi tersebut di atas perlu penyesuaian, seperti contoh di bawah ini.
Dampak adanya keberadaan Tempat pembuangan Akhir (TPA) terhadap kondisi sosial
masyarakat dapat diketahui dengan pendekatan beberapa aspek.
1. Ekonomi Pengaruh dalam bidang perekonomian masyarakat Dusun Ngablak
dengan adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu tingkat perekonomian
masyarakat meningkat, taraf hidup masyarakat membaik, mengurangi
penggangguran karena terdapat mata pencaharian baru yaitu pemulung dan
pengepul dan juga sebagai peternak sapi dan kambing.
2. Kesehatan Masyarakat tidak mengeluhkan dengan keberadaan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) bagi kesehatan mereka. Awalnya masyara‐kat
memang merasa terganggu dengan polusi udara, debu, polusi suara, bau yang
sangat menyengat apalagi saat musim hujan, lalat yang hinggap dan beterbangan
sehingga mengganggu aktivitas mereka, namun setelah beberapa bulan tinggal di
daerah tersebut, warga tidak mempermasa‐lahkan hal ini dan menganggapnya
biasa saja. Pengaruh kesehatan bagi masyarakat sekitar dan pemulung tidak
banyak dirasakan. Hanya terkadang mereka merasakan gatal‐gatal di kulit, batuk‐
batuk, dan sesak. Namun hal tersebut tak dihiraukan dan mereka tetap
bersemangat dalam bekerja tanpa mempedulikan kesehatan mereka. Setiap 1
bulan sekali diadakan pemeriksaan kesehatan gratis oleh Kantor Unit Pengelola
TPA Piyungan bagi masyarakat Dusun Ngablak dan sekitarnya serta untuk
pemulung. Pemeriksaan cek kesehatan gratis dan pemberian obat secara cuma‐
cuma bagi masyarakat Dusun Ngablak dan pemulung. Hal tersebut dilakukan
untuk untuk menjaga kesehatan masyarakat dan mengontrol kesehatan mereka
meskipun mereka tinggal di daerah yang kumuh dan tidak sehat. Pemantauan
terhadap air dan sumur pantau di sumur‐sumur penduduk juga rutin dilakukan.
Pemantauan dilaku‐ kan setiap 3 bulan sekali oleh STTL. Hal tersebut untuk
mengetahui apakah air sumur terkontaminasi dengan cairan limbah dan untuk
menjaga kehigienis‐an air sumur. Produksi air untuk masyarakat Dusun Ngablak
diambil‐kan dari air PAM yang diambil dari daerah bawah yang jauh dari Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
3. Pendidikan Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Dusun Ngablak adalah
sebagai pemulung. Namun para orang tua tak ingin anak mereka menjadi seperti
mereka sebagai pemulung. Semangat mereka bekerja demi menghidupi keluarga
dan untuk membiayai
144pendidikan anak mereka terlihat dalam peluh yang tak
mereka hiraukan. Pendidikan anak adalah utama meskipun orang tua tak pernah
mendampingi anak bagaimana anak belajar di sekolah maupun dalam pergaulan
kesehariannya. Anak dititip‐kan kepada nenek atau kakek mereka. Pagi hari
sebelum anak berangkat ke sekolah, orang tua sudah berangkat memulung
mengais rejeki dari tumpukan‐tumpukan sampah. Mereka pulang petang hari
ketika anak‐anak sudah tertidur sehingga sedikit sekali orang tua memantau
perkembangan pendidikan anak. Ini memberikan pengaruh dalam pendidikan anak
yaitu kurangnya perhatian dari orang tua karena disibukkan dengan pekerjaan
mereka mengais rejeki di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
4. Lingkungan Dampak bagi lingkungan dari adanya Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) yaitu adanya pencemaran lingkungan, limbah cair mengontaminasi sumur‐
sumur warga, jalan rusak dan berlubang dikarenakan setiap harinya dilalui
sebanyak ±160 truk yang membawa muatan sebanyak 350‐400 ton sampah.
Disamping mengganggu lingkungan, tempat pembuangan Akhir Sampah
menyumbang 10% dari sampah sehingga termanfaatkan. Untuk tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan menekan pencemaran lingkungan berbagai upaya
sudah dilakukan seperti pengelolaan control land fill yaitu sampah datang
kemudian diratakan dan ditimbun tanah. Dengan tawas pengendapan yaitu
mengguna‐kan air raton untuk penampungan dan pengelolaan licit (air besih).
Upaya terakhir yang akan dilakukan adalah memesan alat yang disebut treatment,
jika sudah siap maka bulan September sudah mulai dioperasikan. Cara keja
treatment yaitu dengan mengolah cairan‐cairan limbah yang ada kemudian keluar
air bersih yang aman jika dikonsumsi warga.
5. Sosial Kemasyarakatan Hubungan sosial kemasyarakatan antar masyarakat
berjalan dengan baik. Kegiatan seperti arisan warga Dusun Ngablak dan
pemulung, gotong royong semua masyarakat Dusun Ngablak berjalan dengan
baik. Untuk kegiatan‐kegiatan sosial kemasyara‐katan semuanya rukun dan baik
tidak ada pembedaan antara pemulung dan masyarakat. Namun untuk hubungan
interaksi antar individu kurang terlihat. Pintu rumah banyak yang tertutup
dikarenakan lalu lintas truk besar, masyarakat sibuk dengan pekerjaan masing‐
masing dari pagi tiba hingga petang menjelang sehingga sedikit komunikasi
dengan antar tetangga. Hubungan masyarakat dengan para petinggi desa juga
tidak terlalu harmonis.
145 Namun hal tesebut kami temui hanya sebagian
kecil masyara‐kat Dusun Ngablak. Dengan adanya keberadaan tempat
Pembuangan Akhir (TPA) justru membawa persengketaan lahan antara petinggi
desa dan salah satu warga tersebut. Pasalnya, tanah yang dimiliki oleh orang
tersebut berada di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan pada akhirnya
tanah tersebut ikut digunakan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Menurut
petinggi desa tersebut, tanah masyarakat yang digunakan untuk Tempat
Pembuangan Akhir akan diganti. Hampir seluruh tanah masyarakat yang
digunakan sebagai Tempat Pembuangan Akhirb (TPA) sudah diganti. Namun
hanya tanah milik bapak X yang belum sepenuhnya diganti. Selang beberapa
tahun, tanah milik bapak X sudah diganti beberapa hektar tanah yang digunakan
namun sisanya belum terpenuhi. Sampai sekarang sejak pertama pembangunan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masalah itu tak kunjung selesai. Keberadaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) memang nyata memberikan dampak terhadap
kondisi sosial bagi masyarakat Dusun Ngablak. Dampak positif yang membuat
martabat mereka terangkat 7 dalam bermasyarakat, penghasilan yang meningkat,
dampak terhadap kondisi desa mereka, dampak pada kehidupan individu masing‐
masing, bahkan dampak yang merugikan sekalipun yang dirasakan beberapa
masyarakat Dusun Ngablak dan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Sampah (TPA) berada di Kelurahan Aek Latong
Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Secara Umum lokasi rencana kegiatan
Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) berbatasan dengan :
Alat berat
Luas Lahan yang akan di alokasikan menjadi kawasan Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah Sampah (TPA) tersebut yang terletak di Kecamatan Sipirok merupakan kawasan
yang layak untuk pembangunan TPA sesuai dengan dokumen RTRW Kabupaten Tapanuli
Selatan. Lokasi ini sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten
Tapanuli Selatan yang tertuang pada Rencana Tata Ruang Kabupaten Tapanuli Selatan tahun
2017 – 2037 yakni ± 5 Ha. Pada areal tersebut akan dibangun Tempat Pengelolaan Sampah
Terpadu (TPST) dengan seluruh fasilitasnya berupa:
Jalan
Pos Jaga
Jembatan timbang
Kantor
Gudang 147
IPL
Workshop
Area bongkaran
Area pemilahan
Area pengomposan
Drainase
Taman/cuci truk/Lainnya
Tata letak bangunan tersebut baik bangunan TPA maupun bangunan fasilitas lainnya
akan dirancang dan disesuaikan dengan kondisi lahan.
Timbulan Sampah sangat ditentukan oleh seluruh kegiatan atau aktivitas yang
menghasilkan sampah. Damanhuri menyatakan beberapa satuan dalam laju timbulan
sampah sbb:
1) Satuan berat yaitu kilogram per orang per haru atau kilogram per meter persegi
bangunan per hari atau kilogram per tempat tidur per hari (kg/bed/day)
2) Satuan volume yaitu liter per orang per hari (liter/orang/hari), liter per meter
persegi bangunan/hari (liter/m2/hari), dan liter per tempat tidur per hari
(liter/bed/day).
Pengaruh penting timbulan sampah dalam sistem pengelolaan sapah adalah dalam hal:
a. Lokasi Geografis
Lokasi geografis berkaitan erat dengan keberadaan iklim yang dapat mempengaruhi
jumlah maupun jenis limbah padat yang dihasilkan, sehingga akan berpengaruh pada
metode pengumpulannya. Misalkan, wilayah Kabupaten Kulon Progo yang berada di
pesisir akan banyak sampah yang berhubungan dengan hasil laut, sedangkan wilayah
yang berada di daerah pegunungan akan dominan sisa buah dan sayuran.
b. Musim dalam Setahun
Musim akan berpengaruh pada kuantitas serta jenis limbah misalnya musim buah
durian yang berlangsung secara rutin di Kabupaten Kulon Progo, dimana musim
durian tersebut maka kulit durian akan dominan pada sampah yang dihasilkan.
c. Frekuensi Pengumpulan Sampah
149
d. Pengelolaan pada Sumber Sampah
Aktifitas pada sumber sampah seperti pemilahan, recycle, reuse, pengomposan akan
dapat mereduksi banyaknya sampah yang harus dikelola. Sedangkan penghancuran
sampah makan dan sampah organik dan dialirkan ke saluran air limbah akan
meningkatkan beban pengolahan air limbah.
e. Karakteristik Populasi
Karakteristik populasi berupa kebiasaan atau adat istiadat akan dapat berpengaruh
pada banyaknya limbah padat yang dihasilkan. Misalkan kebiasaan/adat istiadat
masyarakat sering melaksanakan upacara adat, maka akan mempengaruhi
karakteristik sampah. Pola makan masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi makanan
olahan dalam kemasan/awetan maka banyak sampah berupa kaleng, plastik,
styrofoam, dst.
g. Peran Masyarakat
Reduksi limbah dapat terwujud bila masyarakat secara sadar mau merubah kebiasaan
dan pola hidup untuk lebih melindungi sumber daya alam dan mereduksi beban
pengelolaan sampah
Tempat-tempat yang menjadi sumber timbulan sampah permukiman antara lain adalah :
Mempertimbangkan cukup bervariasinya kondisi permukiman yang ada, maka
sebagai sumber timbulan sampah dan untuk mempermudah operasi
pengelolaan persampahan. Pemukiman ini dibedakan atas :
a) Perumahan teratur
150 dengan kriteria :
Rumah-rumah yang dibangun dengan susunan rapi dan teratur
dilengkapi dengan infrastruktur perkotaan
Jalan yang dapat dilalui kendaran pengumpulan dan pengangkut.
Komposisi Sampah
Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun, sampah
kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain
Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam,
kaca, dan sebagainya
Sampah yang berupa debu dan abu
Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau zat fisis yang berbahaya. Disamping berasal
dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini banyak pula dihasilkan dari kegiatan
kota termasuk dari rumah tangga.
152
153
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2005
Sampah organik lebih cepat terdegradasi (membusuk), terutama yang berasal dari sisa
makanan. Sampah yang membusuk (garbage ) adalah sampah yang dengan mudah
terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya
menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan, pemerosesan, maupun
pengangkutannya. Pembusukan sampah ini dapat menghasilkan yang berbau tidak enak,
seperti ammoniak dan asam-as m volatil lainnya. Selain itu, dihasilkan pula gas-gas hasil
dekomposisi, seperti gas metan dan sejenisnya, yang dapat membahaykan keselamatan bila
tidak ditangani secara baik.
Penumpukan sampah yang cepat membusuk perlu dihindari. Sampah kelompok ini
kadang dikenal sebagai sampah basah, atau juga dikenal sebagai sampah organik.
Kelompok inilah yang berpotensi untuk diproses dengan bantuan mikroorganisme,
misalnya dalam pengomposan atau gasifikasi, atau cara-cara lain seperti sebagai pakan
ternak.
Sampah yang tidak membusuk atau refuse pada umumnya terdiri atas bahan-
bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain. Refuse sebaiknya didaur ulang,
apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk memusnahkannya, seperti pembakaran.
Namun pembakaran refuse ini juga memerlukan penanganan lebih lanjut, dan berpotensi
sebagai sumber pencemaran udara yang bermasalah, khususnya bila mengandung plastik.
Kelompok sampah ini dikenal pula sebagai sampah kering, atau sering pula disebut
sebagai sampah anorganik.
Abu debu di negara tropis seperti Indonesia, banyak berasal dari penyapuan jalan- jalan
umum. Selama tidak mengandung zat beracun, abu tidak terlalu berbahaya terhadap
lingkungan dan masyarakat. Namun, abu yang berukuran <10 µm dapat memasuki saluran
pernafasan dan menyebabkan penyakit pneumoconiosis.
Sampah berbahaya adalah semua sampah yang mengandung bahan beracun bagi
manusia, flora, dan fauna. Sampah ini pada umumnya terdiri atas zat kimia organik
maupun anorganik serta logam – log a m berat, yang kebanyakan merupakan buangan
industri. Sampah jenis ini sebaiknya dikelola oleh suatu badan yang berwenang dan
154 dengan peraturan yang berlaku. Sampah jenis ini tidak
dikeluarkan ke lingkungan sesuai
dapat dicampurkan dengan sampah kota biasa.
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan
cukup tinggi
Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin tinggi
tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan berkurang karena
membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas dan dan sampah kering
lainnya yang sulit terdegradasi
Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang
berlangsung Tingkat sosial ekonomi: Daerah ekonomi tinggi pada umumnya
menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dsb
Pendapatan per kapita: Masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan
total sampah yang lebih sedikit dan homogen
Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi. Negara maju seperti Amer ika tambah banyak yang menggunakan
kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak
menggunakan plastik sebagai pengemas.
Dengan mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat dan
yang paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Tambah sederhana
pola hidup masyarakatnya, tambah banyak komponen sampah organik (sisa makanan,
dsb). Suatu penelitian (1989) yang dilakukan di beberapa kota di Jawa Barat
menggambarkan hal tersebut dalam skala kota. Tambah besar dan beraneka ragam
aktivitas sebuah kota, maka tambah kecil proporsi sampah yang berasal dari kegiatan
rumah tangga, yang umumnya didominasi sampah organik. Pemukiman merupakan
sumber sampah terbesar dengan komposisi sampah basah atau sampah organik sebesar 73-
78%. Dengan kondisi seperti itu disertai kelembaban sampah yang tinggi, maka sampah
akan sangat cepat membusuk.
155
Karakteristik Sampah
Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar volatil,
kadar abu, nilai kalor, distribusi ukuran.
Karakteristik kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb.
Densitas sampah akan tergantung pada sarana pengumpul dan pengangkut yang
digunakan, biasanya untuk kebutuhan desain digunakan angka:
Sampah di wadah sampah rumah: 0,01 – 0,20 ton/m3
Informasi mengenai komposisi sampah diperlukan untuk memilih dan menentukan cara
pengoperasian setiap peralatan dan fasilitas-fasilitas lainnya dan untuk memperkirakan
kelayakan pemanfaatan kembali sumberdaya dan energi dalam sampah, serta untuk
perencanaan fasilitas pemerosesan akhir.
A. Komposisi Sampah
Menurut SNI 19-3964-1995, komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah
seperti, sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kaintekstil, karet-kulit, plastik, logam besi-
non besi, kaca dan lain-lain (misalnya tanah, pasir, batu dan keramik).
Komposisi Sampah Domestik Kategori
156 sampah % berat % volume Kertas dan bahan-bahan
kertas 32,98 62,61 Kayu/produk dari kayu 0,38 0,15 Plastik, kulit dan produk karet 6,84 9,06
Kain dan produk tekstil 6,36 5,1 Gelas 16,06 5,31 Logam 10,74 9,12 Bahan batu, pasir 0,26
0,07 Sampah organik 26,38 8,58.
Menurut Pedoman umum 3R Kementrian PU 2008, secara umum komposisi sampah dapat
dibedakan dalam beberapa komponen yaitu:
- Sampah Organik; yang dapat terdiri dari sisa makanan dan daun
- Sampah Kertas; yang dapat berupa kardus, karton, kertas HVS, kertas Koran, dll.
- Sampah Plastik; baik berupa kantung plastik, botol plastik bekas kemasan, jerigen, dll.
- Sampah Kayu; baik berupa potongan kayu, furnitur bekas, dll - Sampah Karet; baik berupa
ban bekas, lembaran karet, dll
- Sampah Kulit; yang dapat berupa lembaran, potongan kulit dll
- Sampah Kaca/beling; baik berupa potongan kaca, botol kaca, gelas kaca, dll
- Sampah kain/perca; yang dapat berupa potongan kain, atau pakaian bekas/rusak,dll
- Sampah lain-lain; yang dapat berupa pecahan keramik, dan sisa sampah yang tidak
termasuk dalam kategori diatas
- Sampah B3 rumah tangga; dapat berupa batu baterai bekas, kaleng bekas kemasan
insektisida, lampu TL/Neon, kaleng bekas cat, hair spray, obat-obatan kedaluarsa, dan lain
sebagainya.
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010). komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor:
- Cuaca : di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan tinggi.
- Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah di kumpulkan maka semakin tinggi
tumpukan sampah terbentuk. Tapi sampah basah akan berkurang karena membusuk dan yang
akan terus bertambah adalah kertas dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi.
- Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang berlangsung. Tingkat
sosial ekonomi: daerah ekonomi tinggi umumnya menghasilkan sampah yang terdiri atas
bahan kaleng, kertas, dan sebagainya.
- Pendapatan perkapita: masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan total
sampah yang lebih sedikit dan homogen.
- Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi.
Negara maju seperti Amerika tambah banyak yang menggunakan kertas sebagai pengemas,
sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai
pengemas.
Pengelompokan sampah yang sering
157 dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya
dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam,
kaca, kain, makanan dan lain-lain. Cara pengolahan yang tepat dan yang paling efesien dapat
ditentukan apabila diketahui komposisi sampahnya, sehingga dapat diterapkan proses
pengolahannya.
Tipikal Komposisi Sampah Domestik( % berat Basah) Komposisi Pemukiman (Low income)
Pemukiman (Midle income) Pemukiman (high income) Kertas 1-10 15-40 15-40 Kaca,
keramik 1-10 1-10 4-10 Logam 1-5 1-5 3-13 Plastik 1-5 2-6 2-10 Kulit, karet 1-5 - - Kayu 1-
5 - - Tekstil 1-5 2-10 2-10 Sisa makanan 40-85 20-65 20-50 Lain-lain 1-40 1-30 1-20
Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010.
Sampel yang diambil adalah sampah yang dihasilkan oleh sarana institusi selama
satu hari, kemudian dilakukan pengukuran volume dan berat sampah dari masing-masing
sampel serta pemilahan sampah berdasarkan komponennya. Data yang diperoleh di
lapangan diolah menggunakan rumus sesuai referensi untuk memperoleh data keluaran
berupa timbulan dalam satuan volume (l/o/h atau l/m2/h) atau dalam satuan berat (kg/o/h
atau kg/m2/h) yang telah dikoreksi menggunakan faktor koreksi serta data berupa
komposisi sampah dalam persentase berat basah.
159
Rata-Rata Timbulan Sampah Institusi Kota Padang
Penelitian timbulan sampah institusi Kota Padang ini telah memperhitungkan faktor
koreksi dan jumlah sampah yang dipisahkan di sumber. Faktor koreksi digunakan untuk
mengoreksi timbulan sampah harian yang diperoleh sedangkan jumlah sampah yang
dipisahkan di sumber ditambahkan terhadap timbulan sampah yang ditimbulkan perharinya
sehingga timbulan sampah yang diperoleh mewakili jumlah sampah keseluruhan dari
masing- masing sumber institusi. Rata-rata timbulan sampah institusi Kota Padang
pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rata-rata timbulan sampah dari masing-masing
jenis institusi. Timbulan ini dinyatakan dalam satuan volume (l/o/h dan l/m 2/h) dan satuan
berat (kg/o/h dan kg/m2/h).
Dari hasil pengolahan data didapatkan rata- rata satuan timbulan sampah institusi
Kota Padang yaitu 1,374 l/o/h (0,161 l/m 2/h) dalam satuan volume atau 0,109 kg/o/h (0,009
160
kg/m2/h dalam satuan berat. Sumber sampah yang memberikan kontribusi besar dalam
satuan volume berasal dari sampah perkantoran (1,990 l/o/h), sedangkan dalam satuan berat
berasal dari sampah sarana kesehatan (0,209 kg/o/h). Hal ini disebabkan karena sarana
kesehatan menghasilkan sampah medis yang mempunyai berat jenis lebih besar
dibandingkan komponen sampah lainnya. Sampah medis yang ditemukan berupa jarum
suntik, pisau bedah, botol infus, kapas, obat-obatan, darah dan cairan dari hasil tindakan
medis. Timbulan sampah institusi Kota Padang dalam satuan volume dan satuan berat untuk
masing-masing jenis institusi dapat dilihat pada Tabel 1.
Terjadi peningkatan rata-rata satuan timbulan sampah institusi Kota Padang Tahun
2008 (1,374 l/o/h) dibandingkan rata-rata satuan timbulan sampah institusi Kota Padang
Tahun 2003 (1,330 l/o/h), tetapi tidak signifikan. Peningkatan satuan timbulan sampah Kota
Padang selama kurun waktu lima tahun disebabkan karena adanya peningkatan fasilitas
sarana institusi di Kota Padang. Dibandingkan dengan penelitian di kota lain, satuan
timbulan sampah institusi Kota Padang pada penelitian ini juga lebih besar dibandingkan
dengan satuan timbulan sampah institusi Kota Bukittinggi 1,13 l/o/h, Padang Panjang 0,70
l/o/h dan Solok 0,71 l/o/h.. Hal ini disebabkan karena Kota Padang termasuk kategori kota
besar, sedangkan Bukittinggi, Padang Panjang dan Solok termasuk kategori kota sedang
dan kecil.
Selain itu Kota Padang juga merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Barat yang
menjadi pusat segala aktivitas baik bisnis, pendidikan, pelayanan publik dan pemerintahan
di Propinsi Sumatera Barat. Perbandingan timbulan sampah institusi Kota Padang yang
161
didapatkan dari penelitian ini dengan hasil penelitian di kota lain dapat dilihat pada Tabel
2.
Satuan timbulan sampah institusi Kota Padang perhari dalam satuan volume atau
satuan berat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada hari kerja (Senin – Jumat).
Namun satuan timbulan sampah institusi Kota Padang pada hari Sabtu dan Minggu lebih
sedikit dibandingkan hari lainnya karena pada hari ini sarana pendidikan dan perkantoran
tidak terdapat aktivitas seperti hari-hari lainnya. Pola data timbulan sampah institusi Kota
Padang perhari dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
a)
Sumber: Onesta, 2003 b)Mailisa, 2004 c)Wahyudi, 2006 d)Novalita, 2002
162
2.000 0.150
1.600 0.120
Timbula n Ra ta - Ra ta ( kg /o/h)
Timbula n Ra ta - Ra ta ( l/o/h)
1.200 0.090
0.800 0.060
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Hari Hari
0.400 0.030
Berdasarkan komposisi sampah masing- masing sumber sarana institusi yang telah dihitung
maka diperoleh rata-rata komposisi sampah institusi Kota Padang sebesar 94,42 % sampah
organik berupa 34,39 % sampah makanan; 14,19 % kertas; 14,92 % plastik; 1,48 %
tekstil; 0,08 %
karet; 29,12% sampah halaman, 0,25 % kayu dan 5,58 % sampah anorganik berupa 0,82 %
kaca; 1,32 % kaleng dan 3,44 %
sampah lain-lain (baterai, pematik, seng, tembaga dan sampah medis). Sampah organik
merupakan sampah yang mendominasi komposisi sampah institusi karena semua kategori
sarana institusi juga didominasi oleh sampah organik (89 – 98
%). Jika dilihat berdasarkan kategori sarana institusi maka sampah organik terbesar
dihasilkan dari perkantoran yaitu sebesar 97,22 % dan sampah anorganik terbesar
dihasilkan dari sarana kesehatan (10,66 %). Sampah organik terbesar dihasilkan oleh
perkantoran karena aktivitas yang terjadi pada perkantoran cukup beragam dan lebih
dominan menghasilkan sampah organik seperti sampah makanan, kertas, plastik dan
sampah halaman, sedangkan sampah anorganik terbesar dihasilkan dari sarana kesehatan
karena fungsi utama sarana kesehatan adalah sebagai tempat pengobatan sehingga banyak
dihasilkan sampah medis yang digolongkan pada sampah anorganik. Untuk lebih jelasnya,
rata-rata komposisi sampah institusi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa komposisi sampah kertas terbesar dihasilkan dari
perkantoran karena pada perkantoran berlangsung aktivitas yang cukup beragam yang
menghasilkan sampah kertas. Komposisi sampah plastik terbesar dihasilkan dari sarana
pendidikan karena pada sarana ini juga terdapat lebih banyak aktivitas komersil yang
kebanyakan menghasilkan sampah plastik. Sampah anorganik terbesar dihasilkan dari
sarana kesehatan karena pada sarana ini dihasilkan sampah medis.
163
Sampah Halaman
Kertas 14,19%
29,12%
Karet 0,08%
Plastik 14,92%
Tekstil 1,48%
Komposisi sampah organik dan anorganik setiap harinya relatif sama. Komposisi sampah
organik yang paling mendominasi seperti sisa makanan, plastik, dan sampah halaman tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan setiap harinya, namun untuk sampah kertas dapat
dilihat bahwa pada hari Minggu terdapat perbedaan komposisi yang cukup besar
dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Penurunan komposisi sampah kertas ini disebabkan
karena pada sarana pendidikan dan perkantoran tidak ada aktivitas seperti pada hari-hari
164
lainnya karena hari tersebut merupakan hari libur. Komposisi sampah organik terbesar
dihasilkan pada hari Minggu karena pada hari tersebut komponen sampah halaman
mengalami peningkatan komponen sampah halaman karena hari Minggu dimanfaatkan
untuk membersihkan area institusi.
Berdasarkan data timbulan dan komposisi sampah institusi Kota Padang yang didapatkan
dari penelitian ini, pengolahan sampah yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume
sampah antara lain:
2. Pengomposan (Composting)
Komposisi sampah organik berupa sampah makanan 34,39 % dan sampah halaman
29,12 % untuk sampah institusi Kota Padang cukup besar, sehingga sangat mendukung
untuk dilakukannya metode pengomposan. Pengomposan bertujuan untuk
mengurangi timbulan sampah di TPA
Agar proses pengomposan dapat terlaksana dengan baik maka perlu dilakukan
pemisahan sampah di sumber. Jika dihitung berdasarkan timbulan sampah institusi
Kota Padang tahun 2008 yaitu 1149,64 m 3/h, maka total sampah institusi yang dapat
dijadikan bahan baku kompos adalah sekitar 146,03 m3/h atau 12,70%.
3. Pembakaran (insinerasi)
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan komposisi sampah medis cukup besar dari
165
sarana kesehatan. Insinerasi merupakan jalan keluar untuk memusnahkan sampah medis
karena sampah medis dapat membahayakan jika dibuang ke TPA. Berdasarkan timbulan
sampah institusi Kota Padang tahun 2008 yaitu 1149,64 m3/h, maka total sampah
institusi yang dibakar dengan insinerator adalah sekitar 39,55 m3/h atau 3,44%.
Hasil perhitungan perkiraan potensi daur ulang dan potensi pengomposan ini menggunakan
data tingkat daur ulang sampah hasil penelitian BPPT tahun 1990 degan tingkat daur ulang
sampah kertas 71,20%, sampah plastik 67,05%, sampah makanan dan sampah halaman
masing- masing 20%. Untuk lebih jelas perkiraan potensi daur ulang dan potensi
pengomposan sampah institusi Kota Padang tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel
5.
Tabel 4. Potensi Daur Ulang Sampah Institusi Kota Padang Tahun 2008
Volume
Volu
Komponen Komposi Tingkat Sampah
N me
Sampah si Sampah Daur yang Didaur
o Sampa
(%) Ulang Ulang
h
(%)* (m3/h)
(m3/h)
1 Kertas 14,1 163,1 71,2 116,1
9 3 0 5
2 Plastik 14,9 171,5 67,0 115,0
2 3 5 1
Total sampah yang didaur ulang 231,1
6
*
Sumber: BPPT, 1990
Timbulan sampah institusi Kota Padang adalah 1,374 l/o/h (0,159 l/m2/h) untuk
satuan volume atau 0,109 kg/o/h (0,009 kg/m2/h) untuk satuan berat.
Rata-rata timbulan sampah institusi Kota Padang perhari dalam satuan volume atau satuan
berat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada hari kerja (Senin- Jumat), namun
terjadi penurunan timbulan sampah pada hari Sabtu dan Minggu dikarenakan untuk sarana
pendidikan dan perkantoran tidak terdapat aktivitas seperti hari-hari lainnya.
Komposisi sampah institusi Kota Padang didominasi oleh sampah organik sebesar 94,42 %
yang terdiri atas 34,39 % sampah makanan; 14,19 % kertas; 14,92 % plastik; 1,48 % tekstil;
0,08 % karet; 29,12 % sampah halaman dan 0,25 kayu 2,17 dan sampah anorganik sebesar
5,58 %
yang terdiri dari 0,82 % kaca; 1,32 % kaleng dan 3,34 % sampah lain-lainnya (tembaga,
alat pematik, non logam dan sampah medis).
Komposisi sampah institusi Kota Padang untuk masing-masing komponen sampah relatif
sama setiap harinya, kecuali untuk sampah kertas yang mengalami penurunan dan sampah
halaman mengalami peningkatan pada hari Sabtu dan Minggu.
Satuan timbulan sampah institusi Kota Padang pada penelitian ini relatif sama dengan
satuan timbulan sampah institusi Kota Padang tahun 2003, demikian juga dengan
komposisi sampah institusi Kota Padang yang didominasi oleh sampah organik.
167
Dari kajian awal yang dilakukan, maka pengolahan sampah institusi Kota Padang yang
diusulkan adalah daur ulang (recycle) untuk sampah kertas dan plastik, pengomposan
untuk sampah makanan dan sampah halaman, serta pembakaran (insinerasi) untuk sampah
medis.
B. Jenis-Jenis Sampah
a. Pengertian Sampah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang
berbentuk padat (Depkes RI, 2008). Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan
rumah tangga, pasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, puingan
bahan bangunan dan besibesi tua bekas kendaraan bermotor.
Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai (Sucipto,
2012). Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau
volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi terhadap barang atau material yang
digunakan seharihari (Sejati, 2009).
b. Sumber Sampah
Sampah dapat bersumber dari berbagai aktivitas seperti rumah tangga, sampah pertanian,
sampah sisa bangunan, sampah dari perdagangan dan perkantoran, serta sampah dari industri.
Sampah yang paling banyak dihasilkan berasal dari sampah rumah tangga (Suwerda, 2012).
c. Jenis Sampah
Menurut Sejati (2009) sampah dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Sampah organik atau basah Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk
hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, sisa buah. Sampah
jenis ini dapat terdegradasi (membususk atau hancur) secara alami.
2) Sampah anorganik atau kering Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat
terdegradasi secara alami. Contohnya : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, kaca.
3) Sampah berbahaya Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia. Contohnya : baterai, jarum
suntik bekas, limbah racun kimia, limbah nuklir. Sampah jenis ini memerlukan penanganan
khusus.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, jenis sampah yang dikelola terdiri atas :
1) Sampah rumah tangga Sampah
168yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga,
tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2) Sampah sejenis sampah rumah tangga Sampah yang berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya.
3) Sampah spesifik Sampah yang mengandung B3, limbah B3, sampah yang timbul akibat
bencana, puing bongkaran bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan
atau sampah yang timbul secara tidak periodik
d. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah sejak
ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir (Sejati, 2009). Spesifikasi timbulan sampah
menurut SK SNI S-04-1993-03 untuk kota sedang sebesar 2,75- 3,25 liter/orang/hari atau 0,7-
0,8 kg/orang/hari dan 1 kg/orang/hari untuk kota besar. Sedangkan menurut SNI 19-3983-
1995 besar timbulan sampah kota kecil sebesar 2,5-2,75 liter/orang/hari atau 0,625-0,70
kg/orang/hari.
Kegiatan penanganan sampah seperti yang dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, meliputi :
1) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan atau sifat sampah
2) pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
3) pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir
4) pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
5) pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
e. Pengelolaan Sampah Terpadu
Menurut Swadaya (2008), konsep dari pengelolaan sampah terpadu terdiri dari beberapa
tahapan, yakni cegah atau reduce (mencegah atau meminimalisir penggunaannya), reuse
(memperpanjang masa pemakaian atau memanfaatkan kembali), recycle (mendaur ulang
sampah menjadi barang baru), energy recovery (menangkap energi yang ada pada sampah
atau menjadikan sampah sebagai sumber energi alternatif), disposal (membuang sampah
merupakan alternatif terakhir jika memang segala cara yang sudah disebutkan tadi telah
dioptimalkan). Berikut ini merupakan pengolahan sampah terpadu yang dapat dilakukan
masyarakat. 169
1) Integrated Rubbish Managing Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu merupakan sistem
yang mengkombinasikan berbagai cara pengelolaan sampah seperti daur ulang, recycling
center, pengomposan, perubahan image pemulung, pembuatan kerajinan sampah, sampai
dengan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (Sejati, 2009).
2) Sistem Node, Sub Point, dan Centre Point Sistem ini merupakan inovasi dari sistem
pengolahan sampah secara terpadu dan profesional caranya dengan melakukan pembagian
area berdasarkan centre, sub point, dan node. Pengolahan yang dimaksud di sini adalah
mengubah sampahsampah organik yang telah dikumpulkan menjadi bahan daur ulang yang
siap dipakai (Sejati, 2009).
3) Pengelolaan Sampah dengan Sistem Mandiri dan Produktif Pengelolaan sampah yang
melibatkan peran serta masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah. Sistem ini
menekankan kemandirian masyarakat dalam mengelola sampah yang mereka hasilkan, dan
tidak harus selamanya bergantung dari Pemerintah. Terkait dengan pemberdayaan
masyarakat maka diperlukan beberapa hal penting diantaranya menumbuhkan inisiatif lokal,
menguatkan partisipasi masyarakat, membangun kerjasama dengan stakeholders (Rahmawati
dkk, 2017).
Selain itu sistem ini menekankan pada pentingnya memilah dari rumah tangga, yaitu dengan
tiga kantong tempat sampah. Setiap rumah tangga memisahkan sampah sesuai jenisnya,
seperti sampah plastik, kertas, dan kaleng. Sampah bungkus atau sachet dimanfaatkan
menjadi produk daur ulang seperti tas, dompet, tempat koran. Sampah anorganik lainnya bisa
dijual. Sampah organik yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan ke dalam tong atau gentong
untuk dijadikan kompos.
4) Pengelolaan Sampah dengan Bank Sampah Bank Sampah adalah suatu tempat dimana
terjadi kegiatan pelayanan terhadap penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank
sampah. Ruangan bank sampah dibagi dalam tiga ruang atau loker tempat menyimpan
sampah yang ditabung, sebelum diambil oleh pengepul atau pihak ketiga (Suwerda, 2012).
Pada prinsipnya pelayanan di bank sampah sama seperti di bank pada umumnya, bedanya
adalah yang ditabung ini adalah sampah. Jadi dari rumah tangga sudah dipilah sesuai jenisnya
lalu dibawa ke bank sampah untuk ditabung. Bank sampah juga melakukan pengelolaan
sampah dengan memberdayakan masyarakat. Masyarakat diajarkan mendaur ulang sampah,
membuat kompos sampai sampah tersebut menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi.
2. Sampah Plastik
a. Pengertian Sampah Plastik 170
Menurut Kumar (2011), plastik adalah salah satu makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul sederhana
(monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer).
Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah Karbon dan
Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah
naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Plastik
merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk pembuatan peralatan rumah
tangga, otomotif dan sebagainya (Sucipto, 2012). Semakin lama penggunaaanya semakin
meningkat dan tentunya setelah tidak dapat digunakan lagi akan menjadi sampah plastik.
b. Jenis Plastik Plastik dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan
termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai temperatur
tertentu akan mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk yang diinginkan.
Sedangkan termosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat
dicarikan kembali dengan cara dipanaskan (Kumar dkk, 2011) Berdasarkan sifat kedua
kelompok plastik tersebut, thermoplastic adalah jenis plastik yang memungkinkan untuk
didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk
memudahkannya dalam mengidentifikasi dan penggunaannya
1) Polyethylene Terephthalate (PET/PETE) Mayoritas bahan plastik PET di dunia untuk serat
sintetis (sekitar 60 %), dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar
botol kemasan 30 %). Botol jenis PET/PETE ini direkomendasikan hanya sekali pakai.
Terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas, akan
mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat
karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol
plastik, tertera logo daur ulang PET.
2) High Density Polyethylene (HDPE) High Density Polyethylene (HDPE) merupakan salah
satu bahan plastik yang aman digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia
antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan atau minuman yang dikemasnya.
HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu
tinggi jika dibandingkan dengan plastik dengan kode PET. Biasanya dipakai untuk botol susu
yang berwarna putih susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat.
3) Polyvinyl Chloride (PVC) Bahan ini lebih tahan terhadap bahan senyawa kimia, minyak,
dll. Polyvinyl Chloride (PVC) mengandung diethylhydroxylamine (DEHA) yang dapat
bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan
langsung dengan makanan tersebut,
171 titik lelehnya 70–140ºC. Plastik ini bisa ditemukan pada
plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol, pipa, konstruksi bangunan.
4) Low Density Polyethylene (LDPE) Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak
tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60oC sangat
resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi
kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk
barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik
terhadap reaksi kimia. Biasanya plastik jenis ini digunakan untuk tempat makanan, plastik
kemasan, botol yang lunak.
5) Polypropylene (PP) Karakteristik PP adalah botol transparan yang jernih atau berwarna.
Polypropylene (PP) lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan
yang baik terhadap lemak. Titik lelehnya 165ºC. Biasanya dipakai untuk tempat menyimpan
makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi, kantong plastik, film,
automotif, mainan mobil-mobilan, ember.
6) Polystyrene (PS) Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan
bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan ini harus
dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada
wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf, juga bahan
ini sulit didaur ulang. Bila didaur ulang, bahan ini memerlukan proses yang sangat panjang
dan lama. Bahan ini biasa dipakai pada sebagian bahan tempat makan styrofoam, tempat CD,
karton tempat telor, dan lain-lain.
7) Other Bahan dengan tulisan Other berarti dapat berbahan SANstyrene acrylonitrile, ABS–
acrylonitrile butadiene styrene, PC–polycarbonate, nylon. PC–polycarbonate, dapat
mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang
berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma,
dan mengubah fungsi imunitas. Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan
ataupun minuman karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau makanan jika
suhunya dinaikkan karena pemanasan.
c. Dampak
Bahaya Penggunaan Plastik dan Sampah Plastik Kebanyakan plastik seperti PVC, agar tidak
bersifat kaku dan rapuh ditambahkan dengan suatu bahan pelembut. Beberapa contoh
pelembut adalah epoxidized soybean oil (ESBO), di (2- ethylhexyl) adipate (DEHA), dan
bifenil poliklorin (PCB), acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-ethylhexyl) phthalate
(DEHP). Penggunaan bahan pelembut
172 ini dapat menimbulkan masalah kesehatan, sebagai
contoh, penggunaan bahan pelembut seperti PCB dapat menimbulkan kamatian pada jaringan
dan kanker pada manusia (karsinogenik), oleh karena itu sekarang sudah dilarang
pemakaiannya (Karuniastuti, 2014).
Contoh lain bahan pelembut yang dapat menimbulkan masalah adalah DEHA. Berdasarkan
penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan bahan pelembut DEHA dapat
mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam makanan.
DEHA mempunyai aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormon kewanitaan pada
manusia). Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusak sistem peranakan dan
menghasilkan janin yang cacat, selain mengakibatkan kanker hati (Karuniastuti, 2014).
Pembakaran PVC plastik yang mengandung chlorine akan menghasilkan dan zat dioxin yang
paling berbahaya. Zat chlorine yang ada dalam plastik sangat bervariasi, jadi kalau plastik
dibakar chlorine akan terlepas ke udara dan dengan cepat menyatu dengan zat lainnya dan
akan menghasilkan dioxin.
Dioxin dapat bertahan lama, bahan kimia ini tidak mudah hilang atau hancur di lingkungan,
dengan berjalannya waktu ini akan berpengaruh pada kesehatan kita (Ricos, 2016). Ancaman
lain kemasan plastik adalah pigmen warna kantong plastik bisa bermigrasi ke makanan. Pada
kantong plastik yang berwarna-warni seringkali tidak diketahui bahan pewarna yang
digunakan. Pewarna food grade untuk kantong plastik yang aman untuk makanan sudah ada
tetapi di Indonesia biasanya produsen menggunakan pewarna nonfood grade. Penting dan
perlu diwaspadai adalah plastik yang tidak berwarna. Semakin jernih, bening dan bersih
palstik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman
bagi kesehatan manusia (Sulchan, 2007).
Menurut Purwaningrum (2016), dampak plastik terhadap lingkungan antara lain adalah
tercemamya tanah, air tanah, dan makhluk bawah tanah; racun-racun dari partikel plastik
yang masuk kedalam tanah akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti
cacing; PCB yang tidak dapat terurai rneskipun termakan oleh binatang maupun tanaman
akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan; kantong plastik akan mengganggu
jalur air yang meresap ke dalam tanah; menurunkan kesuburan tanah karena plastik juga
menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang
mampu meyuburkan tanah; kantong plastik yang sukar diurai, mempunyai umur panjang, dan
ringan akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut sekalipun; hewan-hewan dapat terjerat
dalam tumpukan plastik; hewan-hewan laut seperti lumba-lumba, penyu laut, dan anjing laut
menganggap kantong-kantong plastik
173 tersebut makanan dan akhimya mati karena tidak dapat
mencernanya; ketika hewan mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak
akan hancur menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya; pembuangan sampah
plastik sembarangan di sungai-sungai akan mengakibatkan pendangkalan sungai dan
penyumbatan aliran sungai sehingga menyebabkan banjir.
174
3. Persyaratan Teknis Pewadahan Sampah
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/ PRT/ M/ 2013
Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, wadah sampah adalah tempat untuk
menyimpan sampah sementara di sumber sampah. Pewadahan sampah adalah kegiatan
menampung sampah sementara sebelum sampah dikumpulkan, dipindahkan, diangkut,
diolah, dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA (Permen PU, 2013).
a. Tujuan
1) Menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga tidak berdampak buruk kepada
kesehatan, kebersihan lingkungan, dan estetika.
2) Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul
sampah.
f. Kriteria Wadah Sampah Kriteria wadah sampah diuraikan dalam SNI No 19-2454-2002
tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai
berikut : 1) Tidak mudah rusak dan kedap air
2) Ekonomis dan mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat
3) Mudah dikosongkan
176
Parameter Kesesuaian LahanTPA
1. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan fenomena berdimensi fisik sosial ekonomi yang
keberadaanya dipengaruh oleh aktifitas manusia, oleh karena itu keberadaanya bersifat
dinamis. Ketersediaan lahan yang terbatas dengan jumlah penduduk yang bertambah terus
menerus serta semakin kompleknya aktifitas manusia menyebabkan karakteristik
penggunaan lahan semakin rumit. Penggunaan lahan merupakan bagian dari parameter
kesesuaian lahan yang digunakan dalam menentukan Tempat Pembuangan Akhir
(TPA)dapat dilihat pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 Penggunaan Lahan
No. Kelas Penggunaan/Penutup Lahan Harkat
1. Baik Lahan Kosong Tegalan(bebatuan, 3
rerumputan, tanah terbuka) Semak
2. Sedang Vegetasi Produktif, Kerapatan 2
Sedang-Tinggi(Hutan, Perkebunan,
Kebun campuran, dll)
3. Buruk Lahan Terbangun ( Permukiman, 1
Industri, Makam, dll)
2. AncamanBanjir.
Banjir adalah genangan air yang meliputi daerah yang cukup luas karena sungai tidak
mampu menampung.Atau meluapnya air akibat penampungan air yang ada di permukaan
bumi tidak dapat menampungnya.Banjir merupakan salah satu faktor penghambat yang
cukup besar, sehingga lokasi TPA yang direkomendasikan harus seminimal mungkin
terjadi banjir, terutama banjir genangan. Penyusunan peta kerawanan banjir genangan
menggunakan parameter curah hujan, permeabilitas, tekstur tanah, kemiringan lereng dan
drainase permukaan. Dapat dilihat pada tabel 1.5
Tabel 1.5 Ancaman Banjir
No. Kelas Kedalaman (cm) Harkat
1. Baik Tanpa 177 3
2. Sedang Sedang 2
3. Jelek Jarang 1
3. Kedalaman sampai Batas Keras.
Data kedalaman sampai batas keras akan dilakukan dengan interpretasi data Geologi
Kabupaten Bantul. Dari data Geologi tersebut akan didapat jenis batuan yang ada di
daerah penelitian. Jenis batuan dapat mempengaruhi penentuan TPA, karena batuan yang
memiliki kedalaman di atas 150 cm dapat menahan air lindian yang dihasilkan oleh
samapah yang ditimbun secara terbuka. Dapat dilihat pada tabel 1.6.
Tabel 1.6 Kedalaman Sampai Batas Keras
No. Kelas Kedalaman (cm) Harkat
1. Baik >150 3
2. Sedang 100-150 2
3. Jelek <100 1
4. Drainase
PermukaanDrainase Permukaan merupakan kecepatan proses berpindahnya air
sebidang tanah, baik berupa limpasan permukaan maupun peresapan air kedalam tanah.
Drainase dinilai berdasarkan pendekatan bentuk lahan, penggunaan lahan dan
kelembaban tanah. Penilaian drainase permukaan sebagai parameter kesesuaian lahan
untuk permukiman disajikan pada Tabel 1.7 kelas drainase permukaan.
Tabel 1.7 Drainase Permukaan
No. Kelas Kemiringan Lereng(%) Harkat
1. Baik 0,8 3
2. Sedang 8-15 2
3. Buruk >15 1
5. Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya beda
tinggi apabila beda tinggi dua tempat tesebut di bandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan.Bentuk lereng dapat dipengaruhi oeh
banyak faktor, alami maupun buatan. Faktor-faktor tersebut sangat beragam jenisnya
178
tergantung pada bentuklahan dan geomorfologinya . Proses Geomorfologi merupakan
faktor yang utama, karena menyangkut sifat dan karakteristik lahan yang berada disuatu
lereng. Proses geomorfologi dapat terjadi karena energi yang bekerja pada bentuk lahan
tersebut, energi tersebut berasal dari luar maupun dari dalam. Energi yang mempengaruhi
permukaan bumi dari luar disebut dengan energi endogen dan yang mempengaruhi dari
luar adalah energi eksogen. Tenaga yang berasal dari dalam bumi adalah tenaga yang
dihasilkan dari aktivitas pergerakan magma yang menyebabkan lempeng yang menyususn
permukaan bumi bergerak sehingga terbentuklah permukaan yang tidak rata dan
bergelombang. bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Leeng
merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng
dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap
penilaian suatu bahan kritis.
Morfologi perumakan lahan lahan merupakan pencerminan kondisi bentuk lahan yang
dinyatakan dalam ukuran-ukuran seperti lereng, beda tinggi, tingkat pengikisan dan pola
aliran yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas lahan. Ada dua parameter penting yang
harus ada dalam menentukan stabilitas suatu lahan adalah kemiringan lereng dan beda
tinggi. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap teknis penentuan Tempat pembuangan
akhir (TPA) seperti kegiatan cut and fill.
6. Kedalaman Muka Air Tanah
Kedalaman Muka Air Tanah dalam menentukan tempat pembuangan akhir sampah
sangat penting untuk diperhatikan. Karena, menentukan TPA sangat mempengaruhi
lingkungan sekitarnya, termasuk dengan sumber daya air. Timbunan sampah yang banyak
akan menimbulkan cairan yang berbahaya bagi kesehatan. Cairan yang biasa dihasilkan
dari tumpukan sampah disebut dengan air Lindian atau Licid. Cairan inilah yang sangat
dikhawatirkan akan menyebabkan pencemaran air tanah. Yang mengakibatkan sumber air
yang berada disekitar TPA tidak dapat dikonsumsi atau memiliki kualitas yang sangat
jelek. Berikut merupakan parameter kedalaman muka air tanah yang diperbolehkan. Lihat
tabel 1.9.
Tabel 1.9 Kedalaman Air Tanah
No. Kelas Kedalaman Air Tanah(m) Harkat
1. Baik >150 3
2. Sedang 100-150 2
3. Buruk <100 1
179
7. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air yang masuk
kedalam tanah. Permeabilitas sangat di pengaruhi oleh tekstur tanah pada daerah
penelitian. Tektur tanah dapat diketahui melalui jenis tanah yang ada pada daerah
penelitian. Kecamatan Peleret merupakan bagian dari Kabupaten Bantul yang memiliki
jenis tanah Aluvial yang berupa endapan hasil dari luapan sungai. Permeabilitas yang
baik untuk TPA adalah yang memiliki permeabilitas yang rendah, dikarenakan sampah
yang dibuang akan menghasilkan Lychid yang merupakan cairan mengandung unsur
kimia sampah yang dapat masuk ke dalam air tanah. Dengan permeabilitas yang rendah
cairan yang berupa Lychid tersebut akan terhalang sehingga sumber air tanah tidak
tercemar. Lihat tabel 1.10.
Tabel 1.10 Permeabilitas Tanah
No. Kelas Jenis Tanah Tingkat Permeabilitas Harkat
1. Buruk Kerikil Tinggi 1
Kerikil halus/Pasir
2. Sedang/Baik Pasir sangat halus Lambat 3
Pasir Lanau
Lanau Tidak Padat
3. Baik Lanau Padat Kedap 1
Lanau Lempung
Lanau Tidak Murni
Lempung
Analisis Kesesuaian
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tempat Pembuangan Akhir Sampah menggunakan
pendekatan diskriptif kualitatif. Analisis dimulai dengan menjelaskan karakteristik lahan
yang dihasilkan peta kesesuaian lahan dari proses overlay parameter yang digunakan.
Karakteristik lahan yang direkomendasikan dalam menentukan kesesuaian lahan secara
fisik terdiri dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah
Kemiringan Lereng, Penggunaan Lahan , Rawan Banjir,Drainase Permukaan ,
Kedalaman Muka Air Tanah ,Kedalaman sampai Batas Keras atau Kedalaman Efektif
Tanah dan Permeabilitas.Dari seluruh paramter yang digunakan untuk penentuan lokasi
180 paling besar adalah pada Kemiringan lereng
TPA parameter yang menjadi pertimbangan
dan Penggunaan lahan.
Parameter yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lahan adalah parameter
bentuk fisik lahan tersebut yang memiliki nilai-nilai tertentu yang dapat mengakibatkan
lahan tersebut dapat digunakan sebagai tempat pembuangan akhir sampah atau tidak.
Dalam penelitian ini menekankan sejauh mana sumberdaya lahansuatu wilayah yang
diteliti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk penentuan lokasi tempat
pembuangan akhir sampah. Hal ini sangat perlu dilakukan karena lahan yang ada tidak
mungkin dapat bertambah, sehingga perlu dilakukan pengaturan dan pembatasan dalam
penggunaan lahanya. Dan peneliti dapat mengetahui agihan-agihan yang sesuai untuk
digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah.
Pengharkatan yang digunakan adalah dengan memeberi skor 1 samapai 3 dalam
menentukan nilai parameter dengan interval kelas 4. Pengharkatan dengan cara ini adalah
memberikan nilai tertinggi pada kelas yang paling baik dengan nilai 3 dan memberikan
nilai paling bururk dengan nilai 1 .Unit analisis yang digunakan dalam penentuan loksi
tempat pembuangan akhir adalah Unit Satuan Lahan.
181
Pengolahan biologis
Yaitu mengolah kembali material sampah organik, seperti zat tanaman, sisa makanan
atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal
dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi
pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Pemulihan energi
Yaitu mengambil kandungan energi yang terkandung dalam sampah dengan cara
menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya
menjadi bahan bakar tipe lain.
Metode penghindaran dan pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah
terbentuk, atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan
termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak,
mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali seperti tas belanja
katun menggantikan tas plastik, mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan
barang sekali pakai contohnya kertas tissue,dan mendesain produk yang menggunakan
bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama contoh, pengurangan bobot kaleng
minuman
187
1. Kajian Keilmuan TPA Sampah
1. Pengertian Sampah
Sampah dapat diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak
diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia serta tidak terjadi dengan sendirinya (Wahid Iqbal dan Nurul C.,
2009: 274).
Berdasarkan SK SNI 19-2454 (2002: 1), sampah adalah limbah yang
padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak
berguna lagi dan terus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan.
4. Pengelolaan Sampah
7. Pelestarian Lingkungan
Menurut Wisnu Arya (2004: 160-169), cara yang baik untuk melestarikan
lingkungan dan mencegah pencemaran lingkungan yaitu dengan mengelola manusia itu
sendiri, diantaranya:
a. Penanggulangan secara non-teknis
Penanggulangan secara nonteknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam
bentuk kegiatan industri dan teknologi seedemikian rupa sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan. Contohnya adalah
195 Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Penanggulangan secara teknis
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam penanggulangan secara teknis. Beberapa
cara yang digunakan dalam penanggulangan secara teknis antara lain sebagai berikut:
1. Mengubah proses
2. Mengganti sumber energi
3. Mengelola limbah
4. Menambah alat bantu
Salah satu cara dalam penangggulangan secara teknis yaitu mengelola
limbah. Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan
limbah yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah
dari bahan buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan sehingga tetap lestari.
c. Pengendalian perilaku manusia melalui jalur pendidikan dan penyuluhan
(Edukatif)
Masyarakat yang memanfaatkan sumber daya alam perlu mendapat
pengetahuan agar mencegah atau setidaknya mengurangi kerusakan
lingkungan. Cara ini ditempuh dengan melakukan penyuluhan kepada
masyarakat akan pentingnya lingkungan dapat melalui pendidikan formal
(di sekolah) ataupun nonformal (Suwarno, 2009: 206).
Pengelolan Sampah
Pemerintah daerah menyusun rencana pengurangan dan penanganan sampah yang
dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kerja tahunan SKPD.
Rencana pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. target pengurangan sampah;
b. target penyediaan sarana dan prasarana pengurangan dan penanganan sampah mulai dari
sumber sampah sampai dengan TPA;
b. pola pengembangan kerjasama daerah, kemitraan, dan partisipasi masyarakat;
c. kebutuhan penyediaan pembiayaan yang ditanggung oleh pemerintah daerah dan
masyarakat; dan
d. rencana pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan dalam
memenuhi kebutuhan mengguna ulang, mendaur ulang, dan penanganan akhir sampah.
Pemerintah daerah dalam mengurangi sampah dilakukan dengan cara pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
Pengurangan sampah dilakukan melalui kegiatan:
a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan bahan produksi ramah
lingkungan oleh pelaku usaha; dan
b. fasilitasi kepada masyarakat dan dunia usaha dalam mengembangkan dan memanfaatkan
hasil daur ulang, pemasaran hasil produk daur ulang, dan guna ulang sampah.
Di lubang itulah sampah dibuang, kadang kemudian dibakar atau ditimbun. Namun
sebagian besar sampah di Indonesia, berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Saat ini
model penanganan sampah semacam itu tak bisa lagi dilakukan.
Pemerintah sampai ke tingkat paling rendah, sudah mulai memiliki kesadaran baru
bahwa sampah harus dipilah dan kemudian diolah. Tapi jumlahnya masih sedikit. Menurut
data dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia
memproduksi 65 juta ton sampah pada 2016, naik 1 juta ton dari tahun sebelumnya.
Dari jumlah 65 juta ton, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan
karena tidak ditangani. Lalu, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Indonesia ada lebih dari 400 TPA tapi baru 10 persen
yang beroperasi secara maksimal. Itu karena ada sejumlah masalah dalam hal pengelolaan.
Kompensasi
Pemerintah daerah memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif
yang ditimbulkan oleh penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. ganti rugi; dan/atau
b. bentuk lain.
Tata cara pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) sebagai
berikut: 206
a. pengajuan surat pengaduan kepada pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah melakukan investigasi atas kebenaran aduan dan dampak negatif
pengelolaan sampah;
c. menetapkan bentuk kompensasi yang diberikan berdasarkan hasil investigasi dan hasil
kajian.
Peran Masyarakat
Pemerintah kabupaten/kota meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi:
a. menjaga kebersihan lingkungan;
b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan, dan
pengolahan sampah; dan
b. pemberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam upaya peningkatan
pengelolaan sampah di wilayahnya.
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a
dilaksanakan dengan cara:
a. sosialisasi;
b. mobilisasi;
c. kegiatan gotong royong; dan/atau
d. pemberian insentif.
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b
dilaksanakan dengan cara:
a. mengembangkan informasi peluang usaha di bidang persampahan; dan/atau
b. pemberian insentif.
Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c
dilaksanakan dengan cara:
a. penyediaan media komunikasi;
b. aktif dan secara cepat memberi tanggapan; dan/atau
c. melakukan jaring pendapat aspirasi masyarakat.
Pengawasan dan Pembinaan
Menteri mengkoordinasikan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah
secara nasional. Gubernur mengkoordinasikan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan
sampah di kabupaten/kota.
Bupati/Walikota melakukan pengawasan207
terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah di
kabupaten/kota.
Menteri melakukan pembinaan atas pengelolaan sampah secara nasional. Gubernur
melakukan pembinaan atas pengelolaan sampah di wilayahnya. Bupati/Walikota melakukan
pembinaan pengelolaan sampah di kabupaten/kota.
Pembinaan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) meliputi:
a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
b. pemberian pedoman dan standar pengelolaan sampah;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pengelolaan sampah;
b. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah; dan
c. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan sampah.
Pembinaan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) meliputi:
a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pengelolaan sampah;
b. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah; dan
c. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan sampah.
Pembinaan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) meliputi
perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan sampah.
Pelaporan
Gubernur melaporkan pengelolaan sampah dan pembinaan terhadap pengelolaan sampah
di kabupaten/kota kepada Menteri. Bupati/Walikota melaporkan pengelolaan sampah kepada
Gubernur dengan tembusan kepada Menteri. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
Pembiayaan
Pembinaan Menteri dalam pengelolaan sampah di daerah dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Pembinaan Gubernur terhadap kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah di kabupaten/kota
dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan/atau pembiayaan lainnya
yang sah dan tidak mengikat. Khusus pengelolaan sampah di Provinsi DKI Jakarta dibiayai
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan/atau pembiayaan lainnya yang sah
dan tidak mengikat.
Pengelolaan sampah di kabupaten/kota dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota dan/atau pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat. Semua
tugas dan kewenangan Bupati/Walikota sebagaimana
208 dimaksud dalam Peraturan Menteri ini,
di Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh Gubernur. Bupati/Walikota menetapkan Peraturan
Daerah tentang pengelolaan sampah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini paling
lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkan.
Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pengurangan dan penanganan;
b. lembaga pengelola;
c. hak dan kewajiban;
d. perizinan;
e. insentif dan disinsentif;
f. kerjasama dan kemitraan;
g. retribusi;
h. pembiayaan dan kompensasi;
i. peran masyarakat;
j. mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa;
k. pengawasan dan pengendalian; dan
l. larangan dan sanksi.
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri
atas:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Pengurangan sampah sebagaimana 212
dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi
kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna
ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Masyarakat dalam
melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam.
Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b
meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju
ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
213 membiayai penyelenggaraan pengelolaan
sampah. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
Kompensasi berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
Di lubang itulah sampah dibuang, kadang kemudian dibakar atau ditimbun. Namun
sebagian besar sampah di Indonesia, berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Saat ini
218 lagi dilakukan.
model penanganan sampah semacam itu tak bisa
Pemerintah sampai ke tingkat paling rendah, sudah mulai memiliki kesadaran baru
bahwa sampah harus dipilah dan kemudian diolah. Tapi jumlahnya masih sedikit. Menurut
data dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia
memproduksi 65 juta ton sampah pada 2016, naik 1 juta ton dari tahun sebelumnya.
Dari jumlah 65 juta ton, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan
karena tidak ditangani. Lalu, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Indonesia ada lebih dari 400 TPA tapi baru 10 persen
yang beroperasi secara maksimal. Itu karena ada sejumlah masalah dalam hal pengelolaan.
220
PERAN MASYARAKAT
Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
221
dilakukan melalui: a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah; b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau c. pemberian saran
dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
bentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Peran serta masyarakat yang telah ada perlu ditingkatkan karena hal ini akan
memudahkan dalam teknis operasional dan akan menurunkan biaya pengelolaan kebersihan.
Untuk itu diperlukan suatu program secara terpadu, teratur dan terusmenerus serta bekerja
sama dengan organisasi masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain penerangan/
penyuluhan akan pentingnya pengelolaan kebersihan yang akan meningkatkan kesehatan,
serta menggugah peran serta masyarakat dan organisasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Pola pendekatan untuk masyarakat di kota kecil dapat dilakukan dengan pendekatan
oleh tokoh masyararakat, sedangkan semakin besar kota perlu adanya pendekatan
institusi/hukum.
LARANGAN
Setiap orang dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
b. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan
akhir; dan/atau
c. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g diatur
dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap
pelanggaran ketentuan.
222
PENGAWASAN
Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh
Pemerintah. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota
dilakukan oleh gubernur. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara
sendirisendiri maupun secara bersama-sama.Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan
kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah.Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan pengelolaan sampah diatur dengan peraturan daerah.
SANKSI ADMINISTRATIF
Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah
yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
Sanksi administratif dapat berupa:
a. paksaan pemerintahan;
b. uang paksa; dan/atau
c. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif diatur dengan
peraturan daerah kabupaten/kota.
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Tangerang Raya)
merupakan daerah penyangga Ibukota Jakarta dan telah berkembang menjadi suatu kawasan
pemukiman berkepadatan tinggi, kawasan industri dan sentra jasa perdagangan dengan
pertumbuhan yang pesat.meningkatnya pertumbuhan penduduk di tiga wilayah ini secara
umum disebabkan adanya pertambahan alami penduduk perkotaan dan migrasi dari desa ke
perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan semakin bertambahnya tingkat
konsumsi tentunya akan berdampak pada terjadinya pertambahan volume timbulan sampah
yang dihasilkan penduduk. Keberadaan sampah yang tidak terkelola secara baik sering
menimbulkan permasalahan serius diberbagai wilayah khususnya pada wilayah-wilayah yang
memiliki tingkat pertumbuhan dan berkepadatan tinggi seperti wilayah Tangerang Raya.
Timbulan sampah di wilayah Tangerang Raya semakin meningkat setiap tahunnya seiring
peningkatan jumlah penduduk dan aktifitas ekonomi namun hal ini tidak berbanding lurus
dengan peningkatan pelayanan sistem persampahan di ketiga wilayah tersebut. Berdasarkan
data buku putih sanitasi Tahun 2016 dan Dinas Kebersihan masing-masing wilayah,
perharinya Kabupaten Tangerang menghasilkan timbulan sampah 7.625 m3/hari pada tahun
2015 dengan tingkat pelayanan hanya sebesar223
26 % dari total timbulan sampah, Kota
Tangerang menghasilkan timbulan sampah 6.028 m3/hari pada tahun 2015 dengan tingkat
pelayanan hanya sebesar 70 % dengan terjadi penurunan tingkat pelayanan setiap tahunnya
serta Kota Tangerang Selatan menghasilkan timbulan sampah 4.941 m3/hari pada tahun 2015
dengan tingkat pelayanan hanya sebesar 59% dari total jumlah timbulan sampah perkotaan.
Berdasarkan nilai tingkat pelayananpengelolaan sampah yang rendah pada ketiga wilayah
di Tangerang Raya tersebut menjelaskan bahwa tingkat pelayanan sistem pengelolaan
sampah masing-masing kota/kabupaten di wilayah Tangerang Raya masih rendah (kurang
dari strandar SNI bahwa minimal tingkat pelayanan sistem pengelolaan persampahan yaitu
80%) menjelaskan hanya sedikit sampah yang baru tertangani oleh Pemerintah
Daerah masing-masing wilayah TPA Tangerang Raya. Hal ini sebagian besar terkendala
oleh ketersediaan sarana prasarana persampahan yaitu rendah penyedian tempat pemprosesan
sampah sementara (TPS), kurangnya pelayanan tempat pemprosesan akhir (TPA) dalam
pengelolaan sampah masyarakat yang berdampak pada lingkungan karena sampah yang tidak
terlayani menjadi sebab dari pencemaran lingkungan dan mengganggu estetika
kota/kabupaten.Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) memegang peranan sentral dalam
pengelolaan sampah perkotaan, karena di lokasi inilah tempat terakhir pengelolaan sampah,
terkait jumlah sampah perkotaan yang terus meningkatmaka diperlukan lahan TPA yang
lebih luas dan memiliki sistem pengolahansampah yang dapat mengurangi jumlah timbulan
sampah. akan tetapi lahan yang tersedia di wilayah perkotaan sedemikian terbatas karena
adanya persaingan penggunaan lahan yang begitu tinggi. Oleh karena itu TPA yang ada harus
benar-benar memenuhi kriteria sehingga dapat berfungsi secara maksimal.
Wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan saat ini masing-
masing mempunyai satu lokasi TPA. TPA Jatiwaringin berada di Kecamatan Mauk Kaupaten
Tangerang, TPA Rawa Kucing berada di Kecamatan Neglasari Kota Tangerang dan TPA
Cipecang berada di Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan. TPA-TPA ini telah
beroperasi cukup lama, lebih dari 15 tahun. Hanya TPA Cipecang di kota Tangerang Selatan
yang baru ditetapkan sebagai TPA Cipecang karena sebelumnya merupakan TPS milik
Pemda Kabupaten Tangerang sebelum terjadi pemekaran kota Tangerang Selatan dari
Kabupaten Tangerang. Dengan adanya pemekaran wilayah maka TPA Cipecang ditetapkan
sebagai TPA utama kota tersebut.
TPA Cipecang yang telah beroperasi lebih dari 5 tahun, yang semula merupakan TPS
Cipecang Kabupaten Tangerang terindikasi bahwa pada masa penentuannya sebagai TPA
Cipecang tidak memperhatikan kesesuaian dan daya dukung lokasi sebagai TPA perkotaan,
224
khususnya tidak sesuai dengan kriteria fisik geografis lingkungan, luas lahan TPA, kriteria
kebijakan pemerintah daerah serta tidak memperhatikan sosial maupun kesediaan masyarakat
dalam penentuannya sebagai TPA sampah kota Tangerang Selatan. Hal ini terindikasi dari
banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TPA Cipecang diantaranya
pencemaran lingkungan, sistem pemprosesan sampah yang tidak layak, konflik masyarakat
serta belum ada ajin AMDAL (penelitian kondisi lingkungan) di beberapa lokasi (Alviani,
2013).
Akibat ketidak layakan ketiga TPA eksisting dalam proses pengolahan sampah di
Tangerang Raya diantaranya menimbulkan permasalahan lingkungan diantaranya
pencemaran air dan tanah, polusi udara serta lahan yang terbatas di masing-masing kawasan
sekitar TPA tersebut diantaranya yaitu konflik TPA Jatiwaringin telah terjadi berulangkali,
dan mengakibatkan bentrok antara warga, LSM dengan pemerintah pengelola terkait
pencemaran lingkungan yang terjadi di sekitar TPA Jatiwaringin ( Dena, 2013 dan survey
primer 2015). sedangkan konflik
TPA Cipecang diantaranya keterbatasan lahan TPA untuk pemprosesan sampah saat ini
hanya 1 Ha (survey tahun 2016), jarak yang sangat dekat dengan kawasan permukiman
(<100m), sampah yang menggunung mengakibatkan polusi udara hingga puluhan kilometer,
pencemaran tanah dan air, sehingga terjadi berulangkali unjukrasa dari masyarakat sebagai
aksi penolakan terhadap keberadaan TPA Cipecang dan meminta TPA ini segera ditutup
berkali-kali (aksi protes masyarakat, april 2014- nov 2016) terkait hal tersebut harus
dilakukan kajian untuk lokasi TPA baru sesuai ketentuan pengelolaan sampah yang dilakukan
secara baik sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan
(Aan 2016). Serta konflik pengelolaan sampah TPA Rawa Kucing yang hanya menimbun
sampah tanpa proses pengelolaan sampah yang baik yang mengakibatkan terjadinya overload
sampah dan diprediksi tidak dapat menampung timbulan sampah masyarakat perkotaan
hingga tahun 2025 sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan pada kawasan sekitar
TPA Rawa Kucing(Alviani Dena, 2013). Ketiga TPA eksisting wilayah Tangerang Raya
tersebut masih menggunakan metode pengolahan sampah open dumping yang menjadi salah
satu faktor pencemaran lingkungan karena tidak dapat memproses jumlah timbulan sampah
skala besar sehingga timbulan sampah menjadi semakin menumpuk dan tertimbun di TPA
sampah eksisting meningkatkan keresahan warga akan sistem pengolahan akhir sampah yang
menjadi salah satu sebab berkembangnya asumsi negatif masyarakat terhadap keberadaan
pembangunan TPA sampah.
Sebagai solusi untuk permasalahan ketiga TPA sampah eksisting di Tangerang Raya
225
maka dibutuhkan TPA sampah baru khususnya berupa TPA sampah regional agar dapat
memproses timbulan sampah dari wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota
Tangerang Selatan, maka Pemerintah Provinsi menetapkan lokasi baru sebagai TPA sampah
regional di Desa Ciangir, Kecamatan Legok Kab. Tangerang (Perda Prov Banten Tahun 2011
dan RTRWP Banten Tahun 2010-2030). Namun berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan masyarakat sekitar TPA, terdapat beberapa konflik yang terjadi yaitu
konflik masyarakat sekitar rencana lokasi TPA regional (Tempat Pemprosesan Akhir) di
Ciangir Kabupaten Tangerang yang menolak keras terhadap kebijakantersebut. Konflik yang
melibatkan masyarakat dengan Pemerintah Provinsi ini mengakibatkan ditutupnya lokasi
TPA Ciangir sebelum TPA tersebut sempat beroperasi (survey peneliti feb/2016). Oleh
karena itu berdasarkan konflik penetapan lokasi TPA Ciangir membuktikan bahwa perlunya
mengkaji aspek persepsi dan sikap masyarakat sekitar rencana lokasi TPA sampah selain
kajian terhadap arah perkembangan wilayah (kebijakan) dan kondisi fisik geografis
lingkungan.
Konflik dan permasalahan diatas terjadi akibat penetapan lokasi TPA sampah pada
awal perencanaan belum disesuaikan dengan kriteria pemilihan lokasi TPA serta dalam
pelaksanaan pengelolaannya belum sesuai standar teknologi pengolahan sampah yang
berlaku berupa kajian terhadap arah perkembangan wilayah (aspek kebijakan), kondisi fisik
geografis lingkungan serta tidak mempertimbangkan aspek persepsi masyarakat sekitar.
Disamping itu,caracara yang selama ini digunakan, telah mengakibatkan permasalahan
lingkungan, seperti lindi (leachate) yang mencemari badan air, kepulan asap, bau dan lalat
yang seringkali mengganggu lingkungan sekitar TPA Dari uraian di atas menyimpulkan
bahwa Pemerintah Provinsi Banten membutuhkan TPA regional baru untuk melayani wilayah
Tangerang Raya di Kabupaten Tangerang guna sebagai solusi dari berbagai permasalahan
lingkungan dan ketidaklayakan TPA eksisting. Maka dibutuhkan adanya studi mengenai
penentuan lokasi TPA sampah regional Tangerang Raya ditinjau dari arah perkembangan
wilayah Kabupaten Tangerang, kriteria fisik geografis lingkungan serta persepsi dan sikap
masyarakat sekitar lokasi potensial rencana TPA sampah regional sehingga dengan adanya
kajian ini dapat menetapkan lokasi potensial TPA sampah regional Tangerang Raya yang
menjadi bahan pertimbangan bagi perencana kota/kabupaten dalam penataan ruang serta
mengusulkan upaya untuk mendukung persepsi positif dan sikap masyarakat sekitar terhadap
kawasan lokasiTPA terpilih agar masyarakat dapat menerima rencana lokasi TPA sampah
regional tersebut.
226
Permasalahan muncul sebagai akibat dari ketersediaan lahan TPA sampah eksisting
yang terbatas, kondisi fisik geografis lingkungan dan ketidaklayakan metoda pengelolaan
sampah yang tidak memenuhi kriteria pemilihan lokasi TPA yang menimbulkan pencemaran
lingkungan berupa bau, pencemaran air dan tanah hingga pada konflik antara masyarakat
dengan pengelola TPA sampah eksisting sebagai bentuk penolakan (protes) terhadap
keberadaan TPA sampah Cipeucang, Rawa Kucing dan Jatiwaringin.
Penurunan kualitas dan kuantitas pelayanan TPA di ketiga wilayah Tangerang Raya
berupa keterbatasan lahan untuk pemprosesan akhir sampah,serta konflik masyarakat maupun
LSM dengan pemerintah pengelola TPA eksisting untuk TPA eksisting di Tangerang Raya
dapat ditutup menunjukan ketidak mampuan untuk terus dilakukan pengolahan sampah di
masing-masing TPA eksisting. Hal tersebut didukung oleh prediksi kapasitas TPA
Jatiwaringin,Rawa Kucing dan Cipeucang tidak dapat menampung dan mengelola sampah
dalam jangka panjang yaitu tahun 2018-2025, berdasarkan kebutuhan akan pelayanan
persampahan dan permasalahan pada masing-masing TPA wilayah di Tangerang Raya maka
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Tangerang Raya menetapkan kebijakan bahwa
Desa Ciangir di Kabupaten Tangerang sebagai
TPA sampah regional Tangerang Raya (Perda Prov.Banten No 2 Tahun 2011 dan RTRWP
Banten Tahun 2010-2030). namun kebijakan tersebut menimbulkan konflik antara
pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar Desa Ciangir rencana lokasi TPA sampah
dikarenakan dalam penetapan lokasi tersebut tidak mempertimbangkan persepsi dan sikap
masyarakat Desa Ciangir terhadap rencana lokasi TPA sampah akibatnya masyarakat
menolak keras keberadaan TPA sampah regional yang berakibat ditutupnya rencana lokasi
TPA Ciangir tersebut sebelum TPA sempat beroperasi (survey peneliti Des,2015). Terkait
permasalahan utama ketersediaan lahan TPA sampah eksisting yang terbatas, kondisi fisik
geografis lingkungan dan ketidaklayakan metoda pengelolaan sampah yang tidak memenuhi
kriteria pemilihan lokasi TPA yang menimbulkan pencemaran lingkungan berupa bau,
pencemaran air dan tanah hingga pada konflik antara masyarakat dengan pengelola TPA
sampah untuk itu dibutuhkan kajian penetapanlokasi potensial TPA sampah regional
Tangerang Raya di Kabupaten Tangerang sesuai dengan standar dan kriteria-kriteria
227
penetapan lokasi diantaranya kriteria arah perkembangan wilayah (kebijakan daerah), kriteria
fisik geografis lingkungan serta meninjau pada permasalahan lokasi TPA Ciangir maka selain
kedua kriteria diatas dibutuhkan juga kriteria terhadap persepsi dan sikap masyarakat sekitar
lokasi TPAS regional terpilih Tangerang Raya.
228
Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan penelitian yang
tekait dengan kajian penentuan lokasi TPA sampah regional Tangerang Raya di Kabupaten
Tangerang. Dalam pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan dua (2) cara, meliputi:
a. Survei Primer Survei primer yaitu survei yang dilakukan langsung ke lapangan dengan
mengamati kondisi fisik lingkungan lokasi rencana TPA, penggunaan lahan, pemahaman
masyarakat mengenai persampahan serta persepsi dan sikap masyarakat kawasan sekitar TPA
terhadap rencana penetapan lokasi TPA di Kabupaten Tangerang. Dalam survei primer ini
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :1.Wawancara, dilakukan kepada kepada tokoh-
tokoh masyarakat yang memiliki peran penting dalam kemasyarakatan dan pemerintah yang
terkait dengan penentuan lokasi TPA sampah regional di Kabupaten Tangerang tokoh-tokoh
dan pemerintah yang terkait dengan penelitian ini, seperti kepala desa, RT, RW, camat, dll.
2.Kuisioner, pengamatan dengan menyalurkan kuisioner dengan pertanyaan – pertanyaan
yang dijawab oleh responden pada alternatif lokasi-lokasi TPA potensial sampah untuk dapat
mengetahui persepsi dan sikap masyarakat mengenai rencana penetapan lokasi TPA sampah
regional Tangerang Raya.
b. Survei sekunder Pengumpulan data sekunder diantaranya yang memuat teori tentang
persampahan, tempat pemprosesan akhir, metode dan kriteria dalam menentukan tempat
pemprosesan akhir sampah, pemanfaatan ruang kawasan sekitar TPA, dan kajian lain yang
terkait. Survei instansi juga dilakukan untuk mendapatkan datadata melalui instansi-instansi
terkait diantaranya: BABBEDA, BPS, Dinas Kebersihan, pertamanan dan pemakaman.
Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel diperlukan untuk pengumpulan
data primer yaitu teknik kuesioner terkait data persepsi dan sikap masyarakat sekitar rencana
lokasi potensial TPA sampah Tangerang Raya, untuk itu perlu ditentukan jumlah sampel dari
populasi khususnya masyarakat yang berada pada sekitar rencana lokasi TPA sampah
regional Tangerang Raya berdasarkan hasil analisis kondisi fisik geografis dan lingkungan.
metode yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu metode sampel acak sederhana
(simple random sampling).menggunakan rumus yaitu sebagai berikut:
229
Pengambilan sampel pada wilayah alternatif- alternatif lokasi potensial TPA sampah
(wilayah fungsional) yang dihasilkan berdasarkan analisis kebijakan daerah dan kondisi fisik
geografis lingkungan tahap regional dan penyisihan alternatif lokasi potensial di Kab.
Tangerang untuk dapat dikaji berdasarkan analisis persepsi dan sikap masyarakat dengan
batasan sampel yang didasarkan pada jumlah penduduk usia produktif pada alternatif lokasi
potensial. Maka ukuran sampel minimum yang dibutuhkan yaitu sebanyak 100. Pengambilan
sampel untuk tiap lokasi dilakukan secara proposional dengan mempersentasekan jumlah
penduduk tiap lokasi namun dengan pertimbangan luas kawasan alternatif lokasi potensial
dengan dampak pada daerah sekitarnya. Sedangkan teknik dalam pengambilan sampel untuk
wawancara yaitu non probability sampling yang didasarkan atas pertimbangan peneliti dalam
mewawancarai pihak-pihak yang terkait yang memiliki informasi secara langsung mengenai
kajian penentuan lokasi TPA sampah regional Tangerang Raya diantaranya tokoh-tokoh
masyarakat dan masyarakat yang terlibat secara langsung.
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan rasarana dan
sarana yang meliputi:
1 Prasarana Jalan
Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenel
jalan TPA dengan konstruksi : 234
1.Hotmix
2.Beton
3.Aspal
4.Perkerasan sirtu
5.Kayu
Jalan Kerja
Kriteria sistem drainase adalah sebagai berikut :
A. Drainase Jalan
Berada di sisi jalan sepanjang jalan penghubung yang berfungsi untuk mengalirkan
limpasan air dari badan jalan dengan kriteria sebagai berikut :
235
Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima
segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara
oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith,
1996). Menurut Qasim (1994) dan Thobanoglous (1993), potensi pencemaran leachate
maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses
pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu 20 –
30 tahun setelah TPA ditutup.
Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk
pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam
rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan
pembuangan akhir berlangsung (dampak potensial dapat dilihat pada tabel 1). Upaya tersebut
meliputi :
Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA).
237
238
Topografi
Dan lain-lain
3. Perencanaan
4. Pembebasan lahan
5. Pemberian izin
6. Sosialisasi
b. TAHAP KONSTRUKSI
Tenaga Kerja
Alat
c) Drainase
d) Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA
juga dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA
sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon
yang rimbun dan cepat tumbuh seperti pohon angsana.
d) Pengolahan Lindi
244
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk
menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan
standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi
oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 – 10.000
ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal
dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses
pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi
dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut
berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas
dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
e) Green Barrier
b) Bengkel
c) Jembatan Timbang
Kepadatan lalat
Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama
untuk parameter kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat
dilakukan setahun 1-2 kali (musim kemarau dan hujan).
a. AMDAL
b. UKL / UPL
251
Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
252
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengolahan data diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
a. Peneliti menganalisis 3 tutupan lahan dari Citra Landsat 7+TM Kota Padang tahun
2016. Adapun luas terbesar sampai ke yang terkecil berdasarkan hasil klasifikasi
adalah sebagai berikut ; Vegetasi (51.486,40 Ha), Lahan Terbangun (11.578,44 Ha),
dan Sawah (5.713,93 Ha).
b. Prediksi jumlah penduduk Kota Padang pada tahun 2026 sebesar 1.011.116 jiwa. Dari
hasil prediksi jumlah penduduk tersebut dapat dihitung besaran volume sampah yang
dihasilkan hingga tahun 2026 sebesar 2.952.604.720 kg/ jiwa.
c. Daya tampung lokasi yang digunakan untuk perkiraan perencanaan penggunaan TPA
Kota Padang sampai tahun 2026 diperkirakan memerlukan lahan seluas 45,67 Ha
dengan luas daerah penyangga seluas 11,42 Ha. Tingkat kesesuaian penyisihan TPA
di Kota Padang berada pada tingkat sangat rendah, rendah, dan sedang. Daerah yang
menjadi rekomendasi pembangunan TPA tersebar di wilayah Kecamatan Koto
Tangah dan Kecamatan Kuranji. Pertimbangan pada daerah tersebut dikarenakan luas
lahan kebutuhan TPA yang mencukupi dan memiliki akses transportasi yang cukup
baik. Dareah Kecamatan Koto Tangah dan Kecamatan Kuranji berada di luar zona
sesar. Untuk kriteria permeabilitas tanah sebagian daerah rekomendasi memiliki
tekstur tanah yang bersifat lempung yang baik untuk pendirian TPA. Daerah
rekomendasi tersebut juga telah memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan SNI 03-
3241-1994 seperti jarak terhadap bandara, badan air, dan permukiman.
d. Dampak keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Air Dingin bagi lingkungan
sosial masyarakat Air Dingin Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah Kota
Padang diperoleh interpretasi skor sebesar 64,16% yang berarti hanya termasuk ke
dalam kategori cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari sebagian masyarakat hanya
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat kurang mengetahui tentang
bahaya yang ditimbulkan oleh tumpukan
253 sampah di TPA karena jarang mendapatkan
penyuluhan, dan masyarakat juga terpengaruh oleh cara bergaul yang kurang baik.
e. Dampak keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Air Dingin Kelurahan Balai
Gadang Kecamatan Koto Tangah Kota Padang terhadap kebersihan lingkungan
diperoleh interpretasi skor 70,38% yang hanya berkategori cukup baik. Sebagian
masyarakat tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang menjaga kebersihan
lingkungan, hal ini juga mengakibatkan air sumur dipemukiman masyarakat tidak
layak dikonsumsi karena rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan
lingkungan.
f. Tempat Pembuangan Akhir (disingkat TPA) adalah tempat untuk menimbun sampah
dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. Pada kenyataannya, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, TPA
seharusnya merupakan singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir dan menerima
sampah residu yang telah diproses sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memroses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan
g. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah
membawa sampah di tempat produksi) begitu pun tempat yang digunakan oleh
produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan
terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia.
h. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kabupaten Sijunjung berada di
Muaro Batuk bertempat di Jalan Lintas Sumatera Kecamatan Sijunjung. Lokasi ini
nantinya akan didesain menjadi TPA sanitary landfill sesuai dengan amanat undang-
undang persampahan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
i. Luas areal TPA di Kabupaten Sijunjung yaitu 4,8 Ha, namun kapasitas TPA tersebut
terbatas, hanya mampu melayani sampah pada kawasan Kota Muaro dan sampah
pasar Sijunjung. Produksi sampah di Kota Muaro dan pasar Sijunjung rata-rata 28
m3/hari, dimana jumlah sampah terangkut adalah 12 m3/hari atau 43% dari total
sampah dengan intensitas pengangkutan 1 kali sehari oleh 2 unit dump truck.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring
dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada
volume sampah. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia
(di TPA) merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai.
Keberadaan sampah dalam jumlah yang banyak jika tidak dikelola secara baik dan
benar, maka akan menimbulkan gangguan
254 dan dampak terhadap lingkungan, baik
dampak terhadap komponen fisik kimia (kualitas air dan udara), biologi, sosial
ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan.
Dampak operasional TPA/TPST terhadap lingkungan akan memicu terjadinya konflik
sosial antar komponen masyarakat. Pada tahap Pengelolaan akhir/Pengelolaan, sampah akan
mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas
penyelesaian seluruh proses. Sehingga perlu disusun dokumen lingkungan atas operasional
TPA dan TPST.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL).
Setelah mengulas panjang lebar mengenai TPA, pengertian TPA, dan cara
penaggulangannya,maka kami akan mencoba menyimpulkan beberapa hal dibawah ini.
yaitu :
1. banyak sekali sampah yang kita hasilkan setiap harinya,dan sampah-sampah yang kita
hasilkan tersebut sebagian besar di buang begitu saja. Terkadang kita tidak pernah
peduli dampak yang dapat ditimbulkannya terhadap lingkungan.
2. Sekian banyak sampah yang di hasilkan masyarakat solo setiap harinya, bahkan
sampah yang dihasilkan tersebut jumlahnya mencapai ratusan ton, tapi sampah-
sampah tersebut belum dikelola dengan baik. pengelolaannya sebagian besar hanya
diserahkan kepada Masyarakat sekitar.
3.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah penulis lakukan, maka
penulis menyarankan sebagai berikut:
a. Bagi pemerintah agar memperhatikan dan memperbaiki pengelolaan TPA Sampah di
Kota Padang. TPA dengan pengelolaan open dumping cederung merusak dan
memerlukan lahan yang banyak. AMDAL di lingkungan TPA juga perlu diperhatikan.
Diperlukan pembinaan oleh pemerintah terhadap peran serta masyarakat terhadap
pengelolaan sampah.
b. Bagi masyarakat agar lebih menjaga lingkungannya dengan tidak membuang sampah
sembarangan. Peran serta masyarakat dapat dimulai dari skala individual rumah
tangga yaitu dengan mereduksi timbulan sampah rumah tangga.
255
DAFTAR PUSTAKA
1. 03-3241-1994, S. (t.thn.). tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah. Badan
Standarisasi Nasional .
2. Akbar, P. F. (2016, 4 7). Daya Tampung TPA Air Dingin Tinggal 8 Tahun Lagi. Dipetik
Februari 18, 2017, dari https://www.katasumbar.com
3. Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
4. Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
5. Junadi. (2008, Juni 10). Dipetik Juni 4, 2017, dari Model-Model Proyeksi Penduduk:
https://www.google.co.id/am p/s/junaidichaniago.cord Lunkapis, G. J. (2004).
6. GIS as Decision Support Tool for Landfills Siting, Journal of Urban Planning and
Development. Murtudo. (1996).
7. Pengelolaan Limbah Padat dan Permasalahannya, Materi Pelatihan Pengelolaan Limbah
Padat. Yogyakarta: PUSTEKLIM. Rahman, D. (2014, Agustus 26).
8. Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dipetik Maret 2, 2017, dari
dkpkotapadang.blogspot.com Rusdi, M. (2005).
9. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan
Penutup/Penggunaan Lahan Studi Kasu Kabupaten Gayo Lues, NAD HTI PT Wirakarya
Sakti Jambi dan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah. Bogor:
10. Institut Pertanian Bogor. Sari, S. Y. (2013, September 11). Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Air Dingin-Lubuk Minturun.
11. Dipetik Desember 8, 2017, dari Laporan Kunjungan Lapangan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Air Dingin-Lubuk Minturun: https://shabrinayunitassari.blo gspot.co.id
Statistik, B. P. (2016).
12. Padang dalam Angka 2016. Padang: BPS Kota Padang. Tchobanoglous, G., Theisen, H.,
& Vigil, S. (1993).
13. Integrated Solid Waste Management. New York: McGraw-Hill. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tentang Pengelolaan Sampah. (2008).
14. Jakarta. Zaini, M. A. (2012, Juli 2). Pengelolaan Limbah Sampah (Open Dumping dan
Controlled Landfill). Dipetik Januari 23, 2018, dari
muhammad_agusfkm10.web.unair.ac.id 256