Tafsir Surat Al Falaq
Tafsir Surat Al Falaq
Surat al-Falaq terdiri dari lima ayat dan tergolong makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah). Bersama
surat an-Nas, ia disebut al-Mu’awwidzatain. Disebut demikian karena keduanya mengandung
ta’widz (perlindungan). Keduanya termasuk surat yang utama dalam Al-Qur’an. Keutamaan surat
al-Falaq selalu disebut bersamaan dengan surat an-Nas.
KEUTAMAAN AL-MU’AWWIDZATAIN
Dalam Shahih-nya, Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((ذ3َ 3 فَلَ َّما نَ َزل َ ْت الْ ُم َع ّ ِو َذاَت ِن َأ َخ,ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ ي َ َت َع َّو ُذ ِم ْن عَنْي ِ الْ َج ِّان َوعَنْي ِ ا ن ْ ِس
ُ اَك َن َر ُس
َ َوتَ َركَ َما ِس َوى َذكِل,ِإل ))هِب ِ َما
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari mata jahat jin dan manusia. Ketika turun
al-Mu’awwidzatain, beliau memakainya dan meninggalkan yang lain. (dihukumi shahih oleh al-
Albani)
Kedua surat ini disunatkan dibaca setiap selesai shalat wajib. Dalam hadits lain, ‘Uqbah bin ‘Amir
radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,
(( ة3ٍول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َأ ْن َأ ْق َرَأ اِب لْ ُم َع ّ ِو َذ ِات ُدبُ َر لُك ِ ّ َص َال
ُ ))َأ َم َريِن َر ُس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan saya untuk membaca al-Mu’awwidzat tiap
selesai shalat.” (HR. Abu Dawud, dihukumi shahih oleh al-Albani)
Disunatkan juga membacanya sebelum dan sesudah tidur, sebagaimana disebutkan dalam hadits
‘Uqbah yang lain :
(( َما َسَأ َل َسائِ ٌل َو َال ِا ْس َت َعا َذ ُم ْس َت ِع ْي ٌذ ِب ِمثْ ِلهِ َما،)) َاي ُع ْق َب ُة ! ِا ْق َرْأ هِب ِ َما لُك َّ َما ِن ْم َت َوقُ ْم َت
“Wahai ‘Uqbah, bacalah keduanya setiap kamu tidur dan bangun. Tidaklah seseorang bisa meminta
atau berlindung dengan seperti keduanya.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah, dihukumi hasan oleh al-Albani)
Hadits-hadits shahih juga menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
membacanya pada dzikir pagi dan sore. Beliau juga membacanya saat meruqyah diri beliau saat
sakit dan disengat kalajengking. Demikian juga malaikat yang meruqyah beliau saat disihir Labid
bin al-A’sham.
ASBABUN NUZUL
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih,
yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah SAW pernah mengalami sakit parah. Maka
datanglah kepada beliau dua malaikat, yang satu duduk sebelah kepala beliau dan satu lagi duduk
sebelah kaki beliau. Berkatalah malaikat yang duduk di sebelah kaki beliau kepada malaikat yang
duduk di sebelah kepala beliau: “Apa yang engkau lihat ?” Ia menjawab, “Beliau terkena guna-guna.”
Ia bertanya lagi, “Apa guna-guna itu ?” Ia menjawab, “Guna-guna itu sihir.” Ia bertanya lagi, “Siapa
yang membuat sihirnya ?” Ia menjawab, “Labid bin al-Asham al-Yahudi, yang sihirnya merupakan
gulungan yang disimpan di dalam sumur keluarga si fulan di bawah sebuah batu besar. Datanglah
ke sumur itu, timbalah airnya dan angkatlah batunya, kemudian amblillah gulungannya dan
bakarlah.”
Pada pagi harinya Rasulullah SAW mengutus ‘Ammar bin Yasir dan kawan-kawannya. Setibanya di
sumur itu, tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya, diangkat batunya, serta
dikeluarkan gulungannya serta gulungannya dibakar. Ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang
terdiri atas sebelas simpul. Kedua surat ini (al-Falaq dan an-Naas) diturunkan berkenaan dengan
hal tersebut. Setia kali Rasulullah mengucapkan satu ayat, terbukalah simpulnya.
Dalam kitab Shahihul Bukhari terdapat syaahid (penguat) yang ceritanya seperti itu, tapi tidak
menyebutkan sebab turunnya kedua surat itu. Namun dalam riwayat lain ada syahid (penguat)
yang ceritanya seperti itu juga dan menyebutkan sebab turunnya kedua surat itu.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Kitab ad-Dalaa-il, dari Ja’far ar-Razi, dari Ar-Rabi’bin Anas,
yang bersumber dari Anas bin Malik bahwa kaum Yahudi membuatkan makanan untuk Rasulullah
saw. Setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah sakit keras, sehingga sahabat-sahabatnya
mengira bahwa penyakit itu timbale akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril membawa
dua surat ini. Seketika itu juga Rasulullah keluar menemui shahabat-shahabatnya dalam keadaan
sehat wal-afiat.
1. Ayat Pertama
Dalam bahasa Arab, al-falaq berarti sesuatu yang terbelah atau terpisah. Yang dimaksud dengan al-
falaq dalam ayat ini adalah waktu subuh, karena makna inilah yang pertama kali terdetik dalam
benak orang saat mendengar kata al-falaq. Ia disebut demikian karena seolah-olah terbelah dari
waktu malam.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berlindung (isti’adzah) kepada Allah semata. Isti’adzah
termasuk ibadah, karenanya tidak boleh dilakukan kepada selain Allah. Dia yang mampu
menghilangkan kegelapan yang pekat dari seluruh alam raya di waktu subuh tentu mampu untuk
melindungi para peminta perlindungan dari semua yang ditakutkan.
2. Ayat Kedua
Ayat yang pendek ini mengandung isti’adzah dari kejahatan semua makhluk. Al-Hasan Al-Bashri
berkata : “Jahannam dan iblis beserta keturunannya termasuk apa yang telah Dia ciptakan.”
Kejahatan diri kita sendiri juga termasuk di dalamnya, bahkan ia yang pertama kali masuk dalam
keumuman kata ini, sebagaimana dijelaskan Syaikh al-‘Utsaimin. Hanya Allah yang bisa
memberikan perlindungan dari semua kejahatan, karena semua makhluk di bawah kekuasaanNya.
Meminta perlindungan (isti’adzah) merupakan ibadah. Karena menghilangkan marabahaya dan
kejelekan tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala sesuatu
yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, maka hal yang demikian tidaklah boleh
dilakukan (ditujukan) kecuali pada Allah semata. Apabila hal semacam ini diminta kepada selain
Allah, termasuk perbuatan syirik.
Ayat yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan hanya boleh kepada Allah (karena Dia-lah
yang mampu) dan bukan pada selain-Nya adalah firman Allah Ta’ala,
Setelah memohon perlindungan secara umum dari semua kejahatan, kita berlindung kepada Allah
dari beberapa hal secara khusus pada ayat berikut karena sering terjadi dan kejahatan berlebih
yang ada padanya.
3. Ayat Ketiga
Kata ghasiq berarti malam, berasal dari kata ghasaq yang berarti kegelapan. Kata kerja waqaba
mengandung makna masuk dan penuh, artinya sudah masuk dalam gelap gulita.
Kita berlindung dari kejahatan malam secara khusus, karena kejahatan lebih banyak terjadi di
malam hari. Banyak penjahat yang memilih melakukan aksinya di malam hari. Demikian pula
arwah jahat dan binatang-binatang yang berbahaya. Di samping itu, menghindari bahaya juga
lebih sulit dilakukan pada waktu malam.
Apabila matahari telah terbenam dan malam telah datang menggantikan siang, bertambah lama
bertambah tersuruklah matahari itu ke sebalik bumi dan bertambah kelamlah malam. Kelamnya
malam merobah sama sekali suasana. Di rimba-rimba belukar yang lebat, di padang-padang dan
gurun pasir timbullah kesepian dan keseraman mencekam. Maka dalam malam hari itu berbagai
ragamlah bahaya dapat terjadi. Binatang-binatang berbisa seperti ular, kala dan lipan, keluarlah
gentayangan di malam hari. Kita tidur dengan enak, siapa yang memelihara kita dari bahaya tengah
kita tidur itu kalau bukan Tuhan.
Dan orang pemaling pun keluar dalam malam hari, sedang orang enak tidur. Kadang-kadang
demikian enaknya tidur, sehingga segala barang-barang berharga yang ada dalam rumah diangkat
dan diangkut pencuri kita samasekali tidak tahu. Setelah bangun pagi baru kita tercongong melihat
barang-barang yang penting, milik-milik kita yang berharga telah licin tandas dibawa maling.
Dalam kehidupan modern dalam kota yang besar-besar lebih dahsyat lagi bahaya malam. Orang
yang tenggelam dalam lautan hawa nafsu, yang tidak lagi menuntut kesucian hidup, pada malam
hari itulah dia keluar dari rumah ke tempat-tempat maksiat. Di malam harilah harta-benda
dimusnahkan di meja judi atau dalam pelukan perempuan jahat. Di malam hari suami mengkhianati
isterinya. Di malam harilah gadis-gadis remaja yang hidup bebas dirusakkan perawannya,
dihancurkan hari depannya oleh manusia-manusia yang tidak pula mengingat lagi hari depannya
sendiri.
Sebab itu maka di segala zaman disuruhlah kita berlindung kepada Allah sebagai Rabb dari bahaya
kejahatan malam apabila dia telah kelam.
4. Ayat Keempat
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini terdapat pula penyembuhan penyakit dengan do’a-
do’a yang disyari’atkan yang dikenal dengan ruqyah. Dari Abu Sa’id, beliau menceritakan bahwa
Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad,
apakah engkau merasa sakit?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian Jibril
meruqyah Nabi dengan mengatakan,
5. Ayat Kelima
Ada juga orang dengki yang hanya menyimpan kedengkiannya dalam hati, sehingga ia sendiri
gundah dan sakit hati, tapi tidak membahayakan orang lain, sebagaimana dikatakan Umar bin Abdil
Aziz: “Saya tidak melihat orang zhalim yang lebih mirip dengan orang terzhalimi daripada orang
yang dengki.”
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga, bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang
dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat
dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Jadi, untuk melindungi diri dari semua kejahatan kita harus menggantungkan hati kita dan
berlindung hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan membiasakan diri membaca dzikir yang
telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini adalah salah satu wujud
kesempurnaan agama Islam. Kejahatan begitu banyak pada zaman kita ini, sementara banyak umat
Islam yang tidak tahu bagaimana cara melindungi diri darinya. Adapun yang sudah tahu banyak
yang lalai, dan yang membacanya banyak yang tidak menghayati. Semua ini adalah bentuk
kekurangan dalam beragama. Andai umat Islam memahami,mengamalkan dan menghayati sunnah
ini, niscaya mereka terselamatkan dari berbagai kejahatan.
Kesimpulan :
a. Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah
tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam ruqyah.
b. Kita memohon perlindungan hanya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan
beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung
bahaya yang lebih.
c. Mewaspadai kejahatan malam, tukang sihir dan pendengki.
d. Sihir dan ‘ain adalah perkara yang hakiki.
e. Jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?
- Pertama, dengan bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah
Ta’ala.
- Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat membentengi dan menjaga dari
segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya kebanyakan manusia dapat terkena
sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah
bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang paling kokoh dan lebih kuat daripada
benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di
antara mereka yang melalaikan dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak
tidur. Padahal dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca.
(Tafsir Juz ’Amma, 296)
Artikel
1. www.muslim.or.id
2. https://alquranmulia.wordpress.com/2013/01/04/asbabun-nuzul-surah-al-falaq-an-naas/
3. http://rumaysho.com/tafsir-al-quran/memahami-tafsir-surat-al-falaq-941