Skripsi Full
Skripsi Full
SKRIPSI
OLEH:
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya
2019
DINAMIKA PSIKOLOGIS PADA WANITA LESBIAN
YANG INGIN MENGUBAH ORIENTASI
SEKSUALNYA
SKRIPSI
Diajukan kepada
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
OLEH :
Jevin Regina Pasagi
NRP. 7103016098
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya
2019
i
SURAT PERNYATAAN
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
OLEH:
Jevin Regina Pasagi
NRP. 7103016098
Telah dibaca, disetujui, dan diterima untuk diajukan ke tim penguji skrispi.
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
iv
HALAMAN MOTTO
v
UNGKAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan atas berkat yang telah
diberikan sehingga penelitian yang berjudul “Dinamika Psikologis Pada Wanita
Lesbian Yang Ingin Mengubah Orientasi Seksualnya” dapat terselesaikan dengan
baik. Peneliti juga mengucapkan terima kasih atas segala doa, dukungan, bantuan,
serta semangat kepada pihak-pihak terkait sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan kali ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas tuntunan dan rahmatNya,
peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Terima kasih
Tuhan!
2. Ibu F. Yuni Apsari, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan izin
sehingga penelitian ini dapat dilakukan.
3. Ibu Agustina Engry, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran untuk berdiskusi
dengan peneliti tanpa mengenal waktu. Terima kasih telah bersedia
membimbing dengan penuh kesabaran, memeriksa dan memberi masukan
demi kelancaran penelitian ini.
4. Bapak Andhika Alexander Repi, M.Psi., Psikolog selaku ketua penguji
dan Bapak Jaka Santosa S., M.Psi., Psikolog, selaku dosen penguji yang
telah bersedia memberikan masukan, saran, serta arahan yang terbaik dalam
menyempurnakan penelitian ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran yang
bermanfaat untuk peneliti dan telah memberikan ilmu selama peneliti
berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala.
vi
6. Karyawan Tata Usaha Bu Lilis, Bu Eva, dan Pak Anang, yang selalu
ramah dalam melayani pertanyaan peneliti mengenai surat menyurat, jadwal
pengumpulan naskah, jadwal sidang, dan lain sebagainya.
7. Papa, Mama, Koko dan Cece, yang telah memberikan dukungan secara
moral dan finansial, serta doa dari jarak yang terpisah sehingga peneliti
dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
8. Lionel, Velly dan Louisa, sebagai keponakan peneliti. Terima kasih karena
telah lahir ke dunia dan menjadi penghibur peneliti dalam menyelesaikan
penelitian ini! Aunty Jevin sayang kalian!
9. Informan Penelitian (informan SH dan M), yang telah bersedia menjadi
informan penelitian dan bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Jeremy Calvin Michael Edward Foeh, sebagai partner peneliti dalam
segala hal. Terima kasih telah mendampingi dan menguatkan serta sabar
dalam menemani peneliti hingga penelitian ini berakhir! You are my best
partner!
11. FRP, yang telah mencarikan dan mengenalkan peneliti dengan kedua
informan dalam penelitian ini. Saranghae!
12. Ade Riska W. N., Stefany Nungki, Archidita N. Yasmin, Kartika Ayu
P., Anita Karina H., sebagai bidadari surga peneliti selama perkuliahan
yang selalu menyemangati peneliti, dan membantu peneliti dalam
menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini tidak akan berkesan tanpa
kalian.
13. Maria Angelia Oliviani Kape, A.Md.Farm., Jessica Chandra, S.Kom.,
Yosefa Rosselo Venny Adilla Setyaningsih, S.KM., Cahyaningsih D. V.
P., A.Md., Sih Wening Shivanela, Stephanie, Natalia Japari, sebagai
teman dekat peneliti selama kurang lebih sepuluh tahun. Terima kasih atas
dukungan dan motivasi yang kalian berikan walaupun terpisah oleh jarak!
EBF is always in my heart!
14. Asisten Konsultan Pusat Layanan Psikologi 2019/2020 (Oca, Alice,
Irma, Gloria, Vero, Elnia, Ader) yang menjadi keluarga baru bagi peneliti.
vii
Terima kasih atas dukungan, segala cerita, dan pengalaman suka maupun
duka selama di PLP. Jangan lupa terus diterapkan motto PLP-nya guys,
Your Better Life is Our Mission!
15. Anggota inti BPMF Psikologi 2018/2019 (Michelle, Arin, Vania, Irma,
Jesfan, Poppy, Levina, Kak Gaby, Fabio, Ko Dean, Kak Ogi, Kak
Iwara, Pace, Lenno, Tobby, Hokky, Wawan, Jojo) yang melengkapi
masa perkuliahan peneliti dalam hal berorganisasi. Terima kasih sudah
berproses bersama! See you on top, guys!
16. Teman-teman seluruh angkatan 2016, selaku teman seperjuangan peneliti
dalam berproses selama berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya, terima kasih atas segala pengalaman berharga
selama menjalani perkuliahan.
17. Untuk semua pihak yang belum disebutkan namanya namun tetap peneliti
mengucapkan terima kasih untuk bantuan dan dukungannya.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
SURAT PERNYATAAN........................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v
UNGKAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
ABSTRAKSI ....................................................................................................... xiv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................... 12
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 12
2.1 Kajian Literatur Seputar Wanita Lesbian dan Sexual Orientation Change
Effort (SOCE) ................................................................................................ 12
ix
3.1 Pendekatan Dalam Penelitian .................................................................. 32
BAB IV ................................................................................................................. 41
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ............................................... 41
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Guideline Interview ...............................................................................36
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara Informan SH ...........................................................43
Tabel 4.2 Jadwal Wawancara Informan M ............................................................47
Tabel 4.3 Tabel Kategorisasi Informan SH............................................................51
Tabel 4.4 Tabel Kategorisasi Informan M. ..........................................................103
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Hasil Pengolahan Data Informan SH ..................................................101
Bagan 4.2 Hasil Pengolahan Data Informan M ...................................................147
Bagan 4.3 Hasil Pengolahan Data Penelitian Kedua Informan............................150
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Informasi Mengenai Penelitian ............................................................................176
Pernyataan Kesediaan Berpartisipasi dalam Penelitian Informan SH .................178
Pernyataan Kesediaan Berpartisipasi dalam Penelitian Informan M ...................179
Pernyataan Keabsahan Hasil Wawancara Informan SH ......................................180
Pernyataan Keabsahan Hasil Wawancara Informan M ........................................181
xiii
Jevin Regina Pasagi. (2019). “Dinamika Psikologis Pada Wanita Lesbian Yang
Ingin Mengubah Orientasi Seksualnya”. Skripsi Sarjana Strata I. Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
ABSTRAKSI
Lesbian hingga saat ini masih menjadi fenomena yang kontroversi dan sering
dikaitkan dengan suatu yang negatif dan beberapa diantara mereka memilih untuk
mengubah orientasi seksualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana dinamika psikologis pada wanita lesbian yang ingin mengubah
orientasi seksualnya. Usaha mengubah orientasi seksual merupakan terapi
reparatif atau reorientasi yang terdiri dari upaya melalui konseling, praktik
keagamaan, modifikasi perilaku, pembingkaian kognitif, atau cara-cara lain untuk
mengubah orientasi seksual dari homoseksual menjadi heteroseksual. Dasar dari
mengubah orientasi seksual ialah asumsi bahwa orientasi homoseksual tidak valid
dan terdiri dari perilaku berdosa yang merupakan hasil dari pengasuhan yang
disfungsional, atau trauma yang dialami manusia (APA, 2009). Penelitian ini
menggunakan metode studi kasus, melalui proses wawancara semi-struktur pada
dua wanita lesbian yang berusia 23 tahun atau berada pada tahap perkembangan
dewasa awal dan sedang berusaha untuk mengubah orientasi seksualnya. Teknik
analisis yang digunakan adalah teknik induktif, dengan melakukan validitas
komunikatif, dan argumentatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dinamika
psikologis yang terjadi pada wanita lesbian yang ingin mengubah orientasi
seksualnya yaitu termotivasi agar dapat menikah dengan laki-laki dan memiliki
keturunan sehingga melakukan usaha untuk menjalin hubungan dengan laki-laki.
Aspek afeksi yang dirasakan kedua informan yaitu keraguan dan kebingungan
dalam mengubah orientasi seksualnya sehingga mempengaruhi usaha mereka.
Akan tetapi dukungan dari kerabat serta kesadaran dari kedua informan terkait
Agama yang melarang hubungan sesama jenis memperkuat keinginan mereka
untuk mengubah orientasi seksualnya.
xiv
Jevin Regina Pasagi. (2019). “Psychological Dynamics On Female Lesbians Who
Want To Change Their Sexual Orientation”. Bachelor Thesis. Faculty of
Psychology Widya Mandala Catholic University Surabaya.
ABSTRACT
xv
BAB I
PENDAHULUAN
reproduksi manusia terjadi ketika sel sperma dari pria bertemu dengan sel telur
wanita yaitu umumnya dalam hubungan seksual. Berarti hal ini hanya bisa
seksual pada sesama jenis yang disebut homoseksual. Menurut data Kementrian
Kesehatan Indonesia pada tahun 2012 terdapat 1.095.970 pria yang hidup dengan
perilaku seks sesama pria atau gay. Perkiraan lain menyebutkan bahwa jumlah
homoseksual di Indonesia setidaknya tiga persen dari total populasi Indonesia atau
tahap remaja. Remaja menurut teori perkembangan psikososial berada pada tahap
identity vs role confusion (Santrock, 2006). Ini adalah tahap perkembangan utama
di mana mereka harus mempelajari peran yang akan dia lakukan sebagai orang
dewasa. Selama tahap ini remaja akan memeriksa kembali identitasnya dan
mencoba mencari tahu siapa dia sebenarnya. Erikson menyarankan bahwa ada dua
identitas yang terlibat yaitu identitas seksual dan peranan mereka sebagai remaja.
1
2
Hasil penelitian Yayasan Priangan Jawa Barat menyebutkan bahwa pada tahun
cukup tinggi yaitu sebesar 21% siswa SMP dan 35% siswa SMA diperkirakan
bahwa perilaku homoseksual sudah banyak dilakukan sejak usia remaja. Proses
awal dengan rentan usia 18 sampai 25 tahun (Santrock, 2012). Pada teori
utama di tahap ini berpusat pada pembentukan hubungan yang lebih dekat dan
penuh kasih dengan orang lain. Individu mulai berbagi diri lebih akrab dengan
mengacu pada penilaian dan internalisasi seksual dan refleksi eksplorasi diri,
kesadaran diri, pengakuan diri, keanggotaan kelompok dan afiliasi, budaya, dan
emosional yang bertahan lama, romantis dan daya pikat seksual untuk
pada suatu perasaan dan konsep diri dari individu. Menurut Kaplan (dalam
Sadock, Sadock & Ruiz, 2015) orientasi seksual digambarkan seperti impuls
homoseksual (jenis kelamin sama), dan biseksual (kedua jenis kelamin). Gay dan
lesbian dituliskan sebagai identitas diri pada suatu komunitas atau lingkungan
untuk identitas sosial. Fenomena homoseksual dikenal dengan dua istilah yaitu
homoseksual laki-laki yang disebut gay dan homoseksual perempuan yang disebut
lesbian.
perempuan atau perempuan yang memiliki hasrat seksual dan emosi kepada
Dictionary of Psychology (2009) adalah seorang wanita yang tertarik atau terlibat
dalam aktivitas seksual dengan wanita dan disebut juga sebagai homoseksual
latar belakang seorang menjadi lesbian yaitu berasal dari faktor internal dan
kecenderungan penyuka sesama jenis yang sudah ada, dan kontrol diri yang
lemah. Faktor eksternal meliputi proses modeling, ejekan dari teman sebaya di
waktu SMA, orang tua yang membiarkan perilaku subjek, pengalaman kurang
menyenangkan terhadap lawan jenis, dan dukungan dari lingkungan sosial seperti
masuk ke komunitas lesbian. Melalui hasil survei singkat yang peneliti lakukan
buruk dengan lawan jenis dan 22% menjawab karena krisis identitas. Adapun
melalui hasil wawancara dengan informan penelitian yang dilakukan pada tanggal
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Gates (2011) menunjukkan bahwa
ada lebih dari 8 juta orang dewasa di AS yang teridentifikasi sebagai lesbian/gay,
dan bisexual. Jumlah untuk lesbian sendiri adalah sekitar 1.359.801 jiwa atau
1,1% dari 8 juta partisipan. Di Indonesia jumlah lesbian tidak dapat diperkirakan
bukan suatu hal yang mudah. Melakukan pengungkapan identitas seksual pada
homoseksual disebut dengan coming out. Coming out merupakan suatu proses
diri sendiri dan berlanjut kepada orang lain (Rhoads, 1994). Berdasarkan hasil
penelitian oleh Dewi & Tobing (2016) tentang “Faktor-Faktor yang Menghambat
Coming Out pada Lesbi Femme di Bali” menunjukkan bahwa empat responden
belum mampu mencapai tahapan akhir dari coming out yaitu tahap integration,
dua faktor penghambat yang menyebabkan hal tersebut. Pertama adalah faktor
penghambat yang berasal dari diri individu dan faktor penghambat yang berasal
dari luar individu. Adapun faktor penghambat yang berasal dari diri individu yaitu
adanya harapan untuk kembali heteroseksual, rasa bersalah, dan rasa cinta,
5
sedangkan faktor penghambat yang berasal dari luar individu dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya dan masyarakat luas karena dianggap melanggar norma dan
Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2012 menunjukan sebesar 80,6% dari populasi
sampel yang tidak menginginkan memiliki tetangga dari kaum LGBT terkhusus
gay dan lesbian (Galih & Tofler, 2012). Menurut survei yang dilakukan National
Health Interview pada tahun 2013 dan 2014 di Amerika Serikat kepada 69.000
partisipan dengan 67.326 merupakan heteroseksual, 535 lesbian, 624 gay dan 515
biseksual. Hasil survei menyebutkan 91% lesbian lebih berisiko berada dalam
kondisi kesehatan yang buruk dari pada wanita heteroseksual. 28% lesbian
mengidap stres dan masalah kejiwaan yang diakibatkan adanya diskriminasi sosial
(Sulaiman, 2016). Akan tetapi menurut PPDGJ III (1998) pada kode F66 yaitu
gangguan kejiwaan.
bisa menerima dirinya sebagai lesbian dan beberapa diantara mereka ada yang
dirinya melakukan perilaku berdosa yang tidak akan diterima oleh teman sebaya,
Association (2009) yang disebut juga sebagai terapi reparatif atau reorientasi,
seksual ialah asumsi bahwa orientasi homoseksual tidak sahih dan terdiri dari
perilaku berdosa yang merupakan hasil dari pengasuhan yang disfungsional, atau
trauma yang dialami manusia. Menurut Lipka (2013) pada survei yang dilakukan
oleh Pew Research Center tahun 2012 menemukan bahwa sekitar setengah dari
orang Amerika (51%) mengatakan bahwa orientasi seksual gay atau lesbian tidak
dapat diubah, sementara 36% mengatakan dapat diubah. Hasil yang diharapkan
dari mengubah orientasi seksual ini adalah individu akan mulai mengidentifikasi
orientasi seksual (Sexual Orientation Change Effort) oleh 1.612 partisipan. Data
diperoleh melalui survei online yang komprehensif dari aitem kuantitatif dan
tanggapan tertulis. Terdapat 73% pria dan 43% wanita dalam sampel ini mencoba
7
pribadi dan agama adalah metode yang paling umum, dimulai lebih awal,
dilakukan untuk waktu yang lebih lama, dan dilaporkan sebagai yang paling
merusak dan paling tidak efektif. Jones & Yarhouse (2011) melakukan penelitian
longitudinal semu eksperimental selama kurang lebih tujuh tahun mengenai upaya
orientasi heteroseksual. Partisipan awal terdiri dari 72 pria dan wanita yang
beberapa dan bahwa tekanan psikologis tidak meningkat secara rata-rata sebagai
hasil dari keterlibatan dalam proses perubahan. Hasil perubahan yang dijelaskan
khususnya SOCE belum ada, namun terdapat beberapa penelitian terkait dengan
pemulihan diri mantan lesbian yang dilakukan dengan penelitian kualitatif kepada
dua subjek dengan usia 17 tahun dan 21 tahun yang menunjukkan bahwa
kebahagiaan sejati dan tidak dapat memiliki keturunan. Pemikiran lain adalah
8
mereka merasa bersalah terhadap keluarga, orang yang mereka cintai, dan kepada
Tuhan. Upaya yang dilakukan subjek adalah membuat komitmen untuk mengubah
dapat membantu dalam upaya pemulihan, menciptakan usaha atau cara untuk
pemulihan.
seksual individu yang homoseksual yaitu dimulai dengan sesi konseling atau bisa
menceritakan segala hal terkait dengan permasalahannya atau apa yang dialami
merupakan suatu intervensi atau terapi afirmatif dimana yang terdiri dari
strategies dan acceptance and support pada upaya mengubah orientasi seksual di
Amerika.
suatu hal yang mudah. Apa yang dirasakan oleh individu yang satu dengan yang
9
lainnya tidak sama karena tergantung pada pengalaman pribadi setiap personal.
Mereka akan merasakan suatu yang mengenakkan atau pun tidak mengenakkan,
suatu hal dalam rangka mengubah orientasi seksual yang homoseksual menjadi
(Chaplin, 1999) dinamika psikologis adalah sistem psikologi seperti teori medan
dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa
bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya saja, perilaku
dapat pula bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan
persepsi. Walgito (2010) juga menjelaskan bahwa ada beberapa komponen dalam
seksual pada kaum LGBT telah ada khususnya di negara Amerika. Jika
dibandingkan dengan negara Indonesia, penelitian terkait tema ini masih belum
orientasi seksualnya ?
b. Kaum LGBT
11
c. Masyarakat
d. Peneliti Selanjutnya
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Literatur Seputar Wanita Lesbian dan Sexual Orientation Change
Effort (SOCE)
Homoseksual ialah ketertarikan pada jenis kelamin yang sama. Laki-laki
yang tertarik pada sesama laki-laki disebut dengan istilah gay, sedangkan
(2009) adalah seorang wanita yang tertarik atau terlibat dalam aktivitas seksual
dengan wanita dan disebut juga sebagai homoseksual wanita. Lesbian merupakan
salah satu bagian dari homoseksual yang diartikan sebagai gejala dari dua orang
berjenis kelamin sama yang secara seksual tertarik satu dengan yang lainnya
beberapa pengertian lesbian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lesbian ialah
bagian dari homoseksual yaitu perempuan yang tertarik dan terlibat dalam
& Bliyth dkk (dalam Santrock, 2003) menjelaskan bahwa tujuan berpacaran
dengan pasangan dan mengatasi masalah yang muncul. Penelitian tentang Makna
kebutuhan seks dimana aktivitas seksual tersebut dilakukan bukan hanya sebagai
12
13
simbol untuk mengenal karakter pasangan tetapi sebagai pelampiasan dari rasa
rindu terhadap seseorang yang dicintainya, bukti kasih sayang dan pengikat
yang muncul karena dasar karakter atau penampilan yang terlihat pada seorang
lesbian yaitu Butch, Femme dan Andro. Istilah lesbian di bagi menjadi beberapa
perempuan.
ini lebih fleksibel dimana bisa berpenampilan tomboy tapi juga bisa
a. Teori Biologi
1) Faktor genetik
2) Faktor hormonal
b. Teori Psikososial
1) Pola asuh
dan sebaliknya.
2) Trauma kehidupan
lesbian.
Lesbian hingga saat ini masih merupakan suatu fenomena yang kontroversi.
Lesbian dikaitkan dengan suatu hal yang negatif karena masih dianggap sebagai
luas. Stigma yang ada di masyarakat menjadikan kelompok lesbian lebih tertutup
tertutup lesbian bila dibandingkan dengan gay terletak pada norma budaya bahwa
banyak lesbian yang memilih untuk tertutup dari dunia luar dan tidak sedikit yang
mengalami konflik karena tidak bisa menerima dirinya sebagai lesbian dan
refleksi eksplorasi diri, kesadaran diri, pengakuan diri, keanggotaan kelompok dan
afiliasi, budaya, dan stigma diri. Menurut PPDGJ III (1998) pada kode F66 yaitu
Sexual orientation change effort (SOCE) atau yang disebut juga sebagai terapi
reparatif atau reorientasi, yaitu terdiri dari upaya melalui konseling, praktik
mengubah orientasi seksual ialah asumsi bahwa orientasi homoseksual tidak valid
dan terdiri dari perilaku berdosa yang merupakan hasil dari pengasuhan yang
Association, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Beckstead dan Morrow (2004) dan Shidlo
positif dan negatif. Dampak positif yang diberikan yaitu (a) tempat untuk
tarik, dan diri dengan cara mengurangi rasa malu dan kesulitan serta
meningkatkan harga diri; (c) dukungan sosial dan panutan dan (d) strategi untuk
hidup secara konsisten dengan agama dan komunitas agama mereka. Sedangkan
dampak negatifnya seperti (a) penurunan harga diri dan keaslian orang lain; (b)
penarikan sosial, dan bunuh diri; (d) kemarahan dan rasa pengkhianatan oleh
berisiko tinggi; (f) perasaan tidak manusiawi dan tidak benar untuk diri sendiri;
(g) kehilangan iman; dan (h) rasa membuang waktu dan sumber daya.
19
terdapat beberapa intervensi terapi afirmatif yang dapat dilakukan dalam upaya
b) A Comprehensive Assessment
c) Active Coping
20
d) Cognitive Strategies
e) Emotion-Focused Strategies
f) Religious Strategies
g) Social Support
dari homoseksual yaitu perempuan yang tertarik dan terlibat dalam aktivitas
seksual dengan sesama wanita. Pada lesbian terdapat semacam label yang muncul
karena dasar karakter atau penampilan yang terlihat pada seorang lesbian yaitu
lesbian terdiri dari faktor biologi (genetik dan hormonal) dan faktor psikososial
(pola asuh orang tua, trauma kehidupan, tanda-tanda psikologis individu dan
sehingga membuat mereka cenderung tertutup dibandingkan dengan gay dan tidak
gerak atau kekuatan secara terus menerus yang dimiliki seseorang dalam
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan yang
terjadi dan merupakan suatu faktor yang berkaitan dengan pematangan dan faktor
lingkungan psikologis dan ruang hidup yang disebut topologi dimana berfokus
pada hubungan antara segala sesuatu dalam jiwa manusia, hubungan antara
bahwa dinamika merupakan suatu tenaga kekuatan yang selalu berkembang dan
berubah dan bagi orang yang mengalami dinamika maka harus siap dengan
Psikologi menurut arti kata berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau
nafas hidup, dan kata “logos” yang berarti ilmu dan jika digabungkan berarti ilmu
jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Menurut The Cambridge
interaksi sosial dalam kaitannya dengan pikiran, perbedaan individu, dan aplikasi
dari pendekatan ini untuk masalah praktis dalam organisasi dan perdagangan dan
perilaku yang timbul serta hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya yang
menyatakan bahwa dinamika psikologis ialah tenaga kekuatan yang terjadi pada
psikologis yaitu sebagai keterkaitan antara berbagai aspek psikologis yang ada
sistem psikologi seperti teori medan atau psikoanalisa, yang menekankan pada
dorongan.
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan,
namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam
bahwa ada beberapa komponen dalam diri manusia yang mempengaruhi dan
lingkungan sekitar.
Ketiga komponen diatas yaitu kognitif, afeksi dan konatif dapat berlangsung
secara harmonis dan lancar. Ketika ketiga hal tersebut tidak berjalan lancar maka
pikiran, perasaan serta perilaku, baik yang ada dalam diri individu, kelompok
maupun organisasi.
psikologis merupakan suatu tenaga kekuatan yang selalu berkembang dan berubah
dan bagi orang yang mengalami dinamika maka harus siap dengan keadaan
apapun yang akan terjadi. Dinamika psikologis terdiri dari tiga komponen yaitu
26
komponen tersebut maka akan terjadi konflik psikologis pada diri individu.
berada pada tahap identity vs role confusion. Selama tahap ini remaja akan
memeriksa kembali identitasnya dan mencoba mencari tahu siapa dia sebenarnya.
isolation. Konflik utama di tahap ini berpusat pada pembentukan hubungan yang
dekat dan penuh kasih dengan orang lain. Individu mulai berbagi diri lebih akrab
terdapat 1.095.970 pria yang hidup dengan perilaku seks sesama pria atau gay.
27
tiga persen dari total populasi Indonesia atau sekitar tujuh juta orang (Usman,
2017).
kelamin yang sama. Ada dua istilah dalam homoseksual yaitu laki-laki disebut
gay dan perempuan disebut lesbian. Lesbian menurut The Cambridge Dictionary
terlibat dalam aktivitas seksual dengan wanita dan disebut juga sebagai
homoseksual wanita. Lesbian merupakan salah satu bagian dari homoseksual yang
diartikan sebagai gejala dari dua orang berjenis kelamin sama yang secara
seksual tertarik satu dengan yang lainnya dan keduanya terlibat dalam aktivitas
maka dapat disimpulkan bahwa lesbian ialah bagian dari homoseksual yaitu
perempuan yang tertarik dan terlibat dalam aktivitas seksual dengan sesama
wanita.
sehingga banyak lesbian yang memilih untuk tertutup dari dunia luar dan tidak
sedikit yang mengalami konflik karena tidak bisa menerima dirinya sebagai
lesbian dan beberapa diantara mereka ada yang memilih untuk mengubah
orientasi seksualnya.
28
change effort (SOCE) atau yang disebut juga sebagai terapi reparatif atau
orientasi seksual ialah asumsi bahwa orientasi homoseksual tidak valid dan terdiri
dari perilaku berdosa yang merupakan hasil dari pengasuhan yang disfungsional,
Pada tahun 2002, Shidlo dan Schroeder melakukan penelitian kepada 202
bahwa 25 partisipan setelah mengikuti terapi SOCE mencoba untuk bunuh diri
dan sisanya mengalami kerusakan seperti tekanan dan depresi (Shildo &
Schroeder, 2002).
khususnya SOCE belum ada, namun terdapat beberapa cara yang juga dilakukan
dengan hasil serupa dengan SOCE. Menurut Hamdani (2016) cara untuk
mengubah orientasi seksual individu yang homoseksual yaitu dimulai dengan sesi
konseling atau bisa disebut juga dengan tahap asesmen dimana individu
apa yang dialami oleh mereka sebagai homoseksual. Selanjutnya dapat dilakukan
SOCE merupakan suatu intervensi atau terapi afirmatif dimana yang terdiri dari
29
strategies dan acceptance and support pada upaya mengubah orientasi seksual di
Walgito (2010) juga menjelaskan bahwa ada beberapa komponen dalam diri
hari yang berkaitan dengan dinamika psikologis. Beberapa kelompok orang yang
kemudian timbul perasaan cemas dan sedih bahkan sampai pada depresi, dan
Perilaku, perasaan dan pikiran yang ditunjukkan dalam ilmu psikologi disebut
menyatakan bahwa dinamika psikologis ialah tenaga kekuatan yang terjadi pada
psikologis yaitu sebagai keterkaitan antara berbagai aspek psikologis yang ada
menunjukkan bahwa dari 125 partisipan laki-laki dengan keyakinan agama telah
menyelesaikan atau sedang dalam proses SOCE. Terdapat 97% dari sampel telah
menjalani terapi profesional, 86% berpartisipasi dalam jenis SOCE yang kurang
perilaku sesama jenis dan juga peningkatan ketertarikan dan perilaku lawan jenis.
pertama kalinya dan 14% mengatakan benar-benar telah berubah menjadi tertarik
dengan lawan jenis. Spitzer (2003) adalah seorang psikiater yang berperan penting
beberapa penelitian yang telah ada diketahui bahwa upaya mengubah orientasi
seksual pada kaum LGBT telah ada. Namun di Indonesia sendiri penelitian terkait
upaya mengubah orientasi seksual ini masih sedikit, sehingga peneliti ingin
melakukan penelitian dengan tema ini tetapi dengan kekhasan yang sesuai dengan
seksualnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
pada wanita lesbian yang ingin mengubah orientasi seksualnya sehingga peneliti
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada studi kasus.
Rahardjo & Gudnanto (2011) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan suatu
pola pikir, pola perasaan, pola perilaku serta faktor-faktor apa saja yang
32
33
mengubah orientasi seksualnya. Oleh sebab itu, hasil akhir dari penelitian ini
1. Wanita Lesbian
tahun)
Individu mulai berbagi diri lebih akrab dengan orang lain dan
hingga 25 tahun.
34
(guideline) yang disusun. Wawancara ini bersifat semi terstruktur, yang artinya
peneliti bertanya sesuai guideline dan dapat mengembangkan pertanyaan yang ada
35
(Willig, 2008). Adapun pedoman wawancara yang disusun oleh peneliti sebagai
berikut:
1. Identitas informan
a. Nama
b. Usia
c. Agama
d. Pendidikan
2. Latar Belakang
a. Masa kecil
b. Masa remaja
c. Asal usul keluarga terkait dengan budaya dan norma
3. Kehidupan di rumah
a. Pola asuh orang tua
b. Peran ayah
c. Peran ibu
d. Peran saudara
e. Peran informan
f. Anggota keluarga yang paling berpengaruh
4. Pengalaman
a. Relasi sosial
b. Pengaruh agama yang dianut
c. Orientasi seksual
5. Upaya mengubah orientasi seksual
a. Sejak kapan ingin mengubah orientasi seksual
b. Alasan ingin mengubah orientasi seksual
c. Hal apa saja yang telah dilakukan untuk mengubah
orientasi seksual
d. Perasaan ketika proses mengubah orientasi seksual
36
tema muncul dan menjadi jelas karena adanya data pendukung (Hayes, 2000).
Adapun proses pelaksanaan analisis data untuk inductive thematic analysis adalah
sebagai berikut:
catatan
kunci.
tersebut.
38
bagian, yaitu: nama atau label untuk suatu tema, analisa tema,
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2009). Willig (2008)
2009) mengatakan sangat penting bagi peneliti memiliki kewajiban bagi peneliti
untuk menghormati hak, kebutuhan, nilai dan keinginan informan atau informan
berikut:
a. Informed consent
b. No deception
dapat dilakukan.
c. Right to Withdraw
apapun.
d. Debriefing
40
e. Confidentiality
41
42
wawancara berikutnya.
penelitian ini.
lembar tersebut.
melakukan wawancara.
43
4.2.1.1 Pertemuan I
tempat yang sesuai akhirnya peneliti dan informan sepakat untuk bertemu
pada hari Sabtu, 8 Juni 2019 jam 17.00 WIB di sebuah restoran cepat saji
selama 50 menit dan semua pertanyaan yang ada pada guideline interview
4.2.1.2 Pertemuan II
wawancara kedua dan ketiga. Pada wawancara kedua dan ketiga, peneliti
Jakarta.
jam 19.00 WIB yang bertempat di sebuah restoran cepat saji Y di Jakarta
Pusat dimana tempat tersebut dekat dengan tempat kerja informan. Saat
2019 jam 18.50 WIB di sebuah restoran cepat saji Y di Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan ketiga ini, informan datang setelah selesai kerja dan
peneliti dan informan cukup sulit menentukan tempat duduk yang nyaman.
pengunjung di bagian ini tidak terlalu banyak akan tetapi suara dari jalan
raya terdengar dan sesekali suara dari pengunjung yang datang dan pergi
sesuai dengan guideline interview yang sudah disusun terkait dengan usaha
emosi dan motivasi dan juga beberapa pertanyaan pendukung sesuai dari
b. Informan M
peneliti dan informan akhirnya bertemu pada hari Kamis, 29 Agustus 2019
dan informan saat awal masih membahas hal-hal umum. Hal ini dilakukan
48
Setelah itu peneliti meminta ijin untuk menggunakan alat bantu rekam
wawancara yang tidak terlalu ramai dan juga posisi tempat duduk yang
peneliti dan informan pilih yang cukup berada di pojok dan tidak ada
terbuka karena memberikan jawaban dengan jelas dan cukup panjang serta
sesekali informan tertawa dan tersenyum ketika membahas hal yang cukup
4.2.2.2 Pertemuan II
49
Oktober 2019 pukul 17.00 yang bertempat di sebuah Coffee Shop Y yang
wawancara tahap kedua pada hari Kamis, 10 Oktober 2019 namun sehari
sempat berbicara selama kurang lebih 30 menit dengan topik diluar dari
tahap kedua ini. Pada wawancara kedua ini, peneliti menanyakan beberapa
tempat duduk yang peneliti dan informan pilih tidak ada pengunjung yang
volume yang cukup besar. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti meminta
informan sangat santai dan terbuka, hal tersebut terlihat dari informan
Nama : SH
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
SH merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan memiliki
adik perempuan. SH terlahir di keluarga yang sederhana dan cukup
harmonis. Ayahnya bekerja sebagai seorang PNS dan ibunya merupakan
seorang ibu rumah tangga. Ibu SH adalah soosk yang dominan di keluarga
sedangkan ayahnya bersikap lebih mengerti kondisi SH. SH memiliki satu
adik perempuan dan relasinya cukup dekat sekarang ini dimana SH mulai
terbuka untuk menceritakan apa yang ia alami kepada adiknya. Sejak
kecil, SH dibesarkan oleh ayah dan ibunya dengan pola asuh yang
membatasi kebebasan SH dalam bersosialisasi dengan sekitarnya. Hal
tersebut membuat SH memiliki lingkup pertemanan yang terbatas, namun
SH tetap berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada teman-temannya
melalui komunikasi media sosial. SH sejak kecil dalam pertemanan lebih
senang untuk berteman dengan laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
51
339-344]
Ayah memberitahu
ibu untuk mengerti
anak [SH 2, 335-
339]
Ayah pekerja keras
[SH 2, 896-904]
Ayah sebagai teladan
informan dalam
berperilaku [SH 2,
863-881]
Ayah sebagi teladan
informan dalam
mencari pasangan
[SH 2, 881-883]
Relasi informan Kedekatan Dekat dengan ayah
dengan ayah dengan ayah [SH 1, 487-489]
Komunikasi Jarang berbicara
kurang dengan dengan ayah [SH 1,
ayah 421-425]
Topik pembicaraan
dengan ayah adalah
masa depan [SH 1,
425-430]
Karakter ibu Overprotective Ibu overprotective
[SH 2, 199-223]
Menyalahkan Ibu sering
menyalahkan [SH 1,
518-530]
Ibu memandang
negatif cerita
informan [SH 2, 280-
293]
Disiplin Ibu disiplin dalam
hal tepat waktu [SH
2, 228-252]
Ibu protektif, disiplin
dan keras [SH 2,
190-193]
Dominan Ibu keras dalam hal
pendapat [SH 2, 256-
264]
Ibu dominan [SH 1,
431]
Ibu dominan dalam
pengambilan
keputusan [SH 2,
392-416]
Ibu sebagai penentu
keputusan [SH 1,
53
435-436]
Pandangan Berselisih Sering berselisih
informan pendapat dengan pendapat dengan ibu
terhadap ibu ibu [SH 1, 459-469; SH
negatif 2, 278-279]
Tidak suka Lebih suka bicara ke
bicara kepada ayah dari pada ibu
ibu [SH 1, 470-471]
Informan lebih
memilih cerita
kepada teman atau
adik daripada ibu
[SH 2, 293-304]
Malas untuk cerita ke
ibu [SH 1, 530-532]
Takut kepada Ketakutan informan
ibu dengan ibu [SH 1,
493-502]
Tidak dekat Hubungan dengan
dengan ibu ibu jauh [SH 2, 188-
190]
Relasi orang tua - Orang tua harmonis
harmonis [SH 2, 350-358]
Relasi dengan Kedekatan Adik sebagai tempat
saudara dengan adik cerita [SH 1, 125-
126]
Lebih suka cerita ke
adik atau teman [SH
1, 152-155]
Kedekatan dengan
adik dimulai saat
sekarang [SH 1, 161;
545-548]
Kedekatan Kedekatan dengan
dengan kakak kakak sepupu sejak
sepupu SMA [SH 1, 164-
167]
Pola asuh orang Mengabaikan Orang tua
tua otoriter mengabaikan ketika
informan bercerita
[SH 1, 149-150]
Ketidaktahuan orang
tua terkait orientasi
seksual informan
[SH 2, 851]
Otoriter Pola asuh orang tua
konsisten otoriter
[SH 1, 368-380]
Peraturan dari Jam malam Orang tua melarang
orang tua pulang malam [SH 1,
54
184-187]
Peratuan jam malam
dari ibu [SH 1, 214-
219]
Tidak boleh Orang tua melarang
berteman berteman dengan
dengan laki-laki laki-laki [SH 1, 202-
203]
Orang tua melarang
berteman dengan
laki-laki gondrong
[SH 1, 352-362]
Tidak boleh Orang tua mau
keluar rumah informan di rumah
saja [SH 1, 254-257]
Orang tua melarang
keluar dengan teman
[SH 1, 268-276]
Orang tua melarang
nonton bioskop [SH
1, 249-253]
Orang tua
menganggap bioskop
tempat negatif [SH 1,
291-298]
Dampak pola Takut kepada Perasaan takut
asuh orang tua orang tua kepada orang tua
otoriter [SH 1, 119-120]
Hubungan yang Tidak dekat dengan
jauh dengan orang tua [SH 1,
orang tua 114-115]
Ketidakpatuhan Perilaku tidak patuh
informan informan [SH 1, 204-
207]
Informan sedih Informan sedih
karena dikekang karena orang tua
mengekang [SH 1,
319-324]
Keinginan Informan ingin lebih
bersosialisasi leluasa dalam
bersosialisasi [SH 1,
306-318]
Usaha informan - Informan pernah
berkomunikasi mencoba
kepada orang berkomunikasi
tua terkait pola dengan orang tua
asuh untuk mendapat
kebebasan tapi tidak
berhasil [SH 1, 392-
415]
55
informan mulai
tertarik dengan
perempuan dan
mencari tahu tentang
lesbian [SH 2, 1301-
1310]
Coming out - Mengakui sebagai
sebagai lesbian lesbian sejak SMA
femme [SH 1, 792-796]
Penerimaan diri
sebagai lesbian saat
SMA [SH 1, 862-
864]
Lima kali menjalin
hubungan sesama
jenis [SH 2, 923-
929]
Kakak sepupu, adik
dan beberapa teman
dekat mengetahui
informan lesbian [SH
3, 1040-1044]
Informan sebagai
femme [SH 2, 1165-
1168]
Pandangan - Definisi pacar
informan menurut informan
tentang pacaran adalah tempat curhat,
bisa menjadi teman,
sahabat, kakak
ataupun orang tua,
mengayomi, dan
mendukung [SH 3,
624-635]
Makna pacaran
sesama jenis sebagai
support dan tempat
cerita [SH 2, 525-
532]
Kriteria - Kriteria mencari
pasangan pasangan sesama
sesama jenis jenis yaitu rambut
informan sebahu, tomboy,
berkacamata dan
putih [SH 2, 1584-
1604]
Ketertarikan - Orang pertama
informan kepada seorang femme [SH
lesbian butch 2, 1177-1180]
Orang kedua seorang
57
dibohongi [SH 1,
805-811]
Rentang waktu
pacaran dengan pacar
pertama yaitu 3
bulan [SH 1, 826-
830]
Kronologi informan
menjalin hubungan
sesama jenis pertama
kali saat SD dan
dibohongi oleh
pasangan sesama
jenisnya [SH 2, 968-
1025]
Perasaan kecewa
informan karena
dibohongi [SH 1,
812-819]
Informan - Kronologi informan
berhubungan menjalin hubungan
sesama jenis sesama jenis kedua
kedua kali kali yang dikenalkan
oleh temannya
melalui aplikasi dan
juga dibohongi [SH
2, 1037-1085]
Hubungan dengan
orang kedua lewat
telepon dan kirim
foto [SH 2, 1147-
1158]
Informan - Menjalin hubungan
berhubungan sesama jenis dengan
sesama jenis orang ketiga karena
ketiga kali coba-coba [SH 2,
1226-1235]
Informan - Kronologi informan
berhubungan menjalin hubungan
sesama jenis dengan orang
keempat kali keempat yang HTS
dan ternyata tidak
dianggap [SH 2,
1338-1382]
Orang keempat
merupakan sosok
yang lengkap
menurut informan
[SH 2, 1357-1364]
Informan Kronologi informan
59
Pandangan bahwa
laki-laki adalah
hanya teman [SH 1,
870-884]
Pandangan tidak Pandangan terkait
mau memaksa mencari pasangan
mencari bahwa tidak ingin
pasangan memaksa [SH 2,
808-826]
Defense Rasionalisasi tentang
mechanism masih menjalin
rasionalisasi hubungan dengan
sesama jenis tidak
mempengaruhi
proses mengubah
orientasi seksualnya
[SH 2, 516-525; 774-
798]
Keinginan untuk Informan masih
tetap menjadi memiliki keinginan
lesbian karena untuk tetap menjadi
belum lesbian karena belum
menenmukan menemukan laki-laki
laki-laki yang yang tepat dan masih
tepat merasa nyaman
dengan kondisinya
sebagai seorang
lesbian [SH 3, 345-
369]
Aspek Afeksi Perasaan ragu, Pergolakan batin
dilema dan untuk menjadi
bingung ketika normal [SH 2, 554-
mengubah 567]
orientasi seksual Informan merasa
dilema dan bingung
dalam proses
mengubah orientasi
seksual [SH 3, 314-
331]
Tidak suka Belum siap dengan
kepada laki-laki laki-laki karena takut
dan bingung [SH 1,
1072-1092]
Tidak suka laki-laki
agresif [SH 1, 1034-
1047]
Merasa illfeel dengan
laki-laki yang
agresif, melantur,
kurang wawasan, dan
61
berikut:
1) Overprotective
verbatim berikut:
kutipan berikut:
verbatim berikut:
berikut:
berikut:
1) Mengabaikan
berikut:
1) Jam malam
berikut:
berikut:
pola asuh
a. Bekerja
kutipan berikut:
berikut:
kutipan berikut:
kutipan berikut:
kutipan berikut:
a. Aspek motivasi
orientasi seksual
berikut:
berikut:
berikut:
jenis
berikut:
Keterangan
Bagan 4.1 Hasil Pengolahan Data Informan SH Menyebabkan
Mempengaruhi
Saling Mempengaruhi
Nama :M
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
M merupakan anak terakhir dari dua bersaudara dan memiliki
kakak laki-laki. M terlahir di keluarga yang mengalami brokenhome. Ayah
dan Ibunya berpisah sejak M masih kecil. Ibu M merupakan seorang dosen
di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Hal ini menjadikan Ibu
M tidak bisa mengasuh M sepenuhnya sejak kecil sampai dengan
sekarang. Sewaktu M masih TK, ibunya harus menitipkan M kepada
pakde dan budenya karena ibunya melanjutkan sekolah di Filipina.
Sedangkan ayahnya tidak pernah bertemu dengan M sewaktu kecil sampai
dengan SMP karena ayahnya dinas di Banyuwangi. Kakak M tinggal
terpisah dengan M sewaktu ibunya tidak di Indonesia sehingga membuat
M dan kakaknya tidak memiliki relasi yang dekat. M dibesarkan oleh
ibunya sebagai orang tua tunggal dan dua kali diasuh oleh pakde dan
budenya yang ia panggil dengan sebutan ayah dan ibu saat TK dan SD
kelas VI sampai dengan SMP kelas VII.
M saat remaja tumbuh menjadi seorang remaja putri dengan
penampilan yang cukup tomboy dikarenakan lingkungan keluarganya yang
kebanyakan adalah laki-laki yaitu kakak kandungnya dan dua kakak
sepupunya (anak pakde dan budenya). Hal tersebut berpengaruh terhadap
cara berpenampilan M. M lebih suka berpenampilan layaknya laki-laki
dimulai dari potongan rambut yang pendek, sampai pada cara berpakaian.
Saat remaja, M mulai mengenal hal-hal yang lebih intens dari pada
pertemanan. Saat itu, M didekati oleh seorang adik kelasnya yang
merupakan seorang remaja putri dan mulai diberikan perhatian dan kasih
sayang sehingga M merasa nyaman dan mulai muncul ketertarikan kepada
sesama jenis. Sejak saat itu, M mulai memiliki ketertarikan kepada
103
kota [M 1, 84-87]
Tidak ada Ayah informan
komunikasi berasal dari keluarga
dengan keluarga yang disiplin dan
ayah kurang kekeluargaan
[M 1, 429-440]
Relasi informan
dengan keluarga ayah
sudah tidak ada [M 1,
468-474]
- Saat informan kecil,
ayah hanya sebatas
memberi nafkah saja
[M 1, 610-614]
- Informan kasihan
kepada ayahnya [M 1,
614-623]
Informan Informan masih
menghindari ayah menghindari untuk
bertemu langsung
dengan ayahnya [M 1,
656-664]
Informan lebih sering
berhubungan melalui
SMS dan telepon
dengan ayah [M 1,
652-656]
- Ayah informan
mengajarkan untuk
menjaga kebersihan,
bekerja keras, tidak
mudah puas dan
berani untuk
berpendapat [M 1,
675-695]
Relasi dengan ibu - Dulu informan dan
dulu jauh ibu tidak dekat [M 1,
771-774]
Relasi denan ibu - Informan menganggap
sekarang dekat ibu seperti sahabat [M
1, 776-780]
Sekarang informan
dan ibu menjadi dekat
[M 1, 780-787]
Pandangan Berpendidikan Ibu melanjutkan studi
terhadap ibu diluar negeri [M 1,
sekarang positif 87-91]
Ibu informan berasal
dari keluarga yang
sederhana dan
105
berpendidikan [M 1,
421-429]
Single mother Ibu menjadi orang tua
tunggal [M 1, 124-
142]
Bekerja untuk Ibu mengasuh
memenuhi informan sambil
kebutuhan bekerja [M 1, 517-
530]
Ibu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan
informan [M 1, 791-
803]
- Norma yang diajarkan
ibu kepada informan
yaitu sopan santun
dan budaya Jawa [M
1, 489-502]
- Saat kecil ibu
informan mengajari
dengan cara
memberitahu dan
pengaplikasian [M 1,
542-564]
- Sekarang ibunya
mengajari dengan
mengajak informan
bertukar pendapat [M
1, 570-581]
- Ibu informan
mengingatkan untuk
tetap berhubungan
baik dengan ayahnya
[M 1, 628-641]
Dekat dengan Relasi informan
keluarga Ibu dengan keluarga ibu
sampai sekarang dekat
[M 1, 466-468]
Pandangan - Informan dengan
terhadap kakak kakak saat kecil sering
dulu negatif bertengkar [M 1, 218-
226; 858-867]
Menganggap kakak
sosok yang jahat dan
acuh [M 1, 872-873]
Pandangan Melindungi Saat ini kakak
terhadap kakak menjadi sosok yang
sekarang positif melindungi informan
[M 1, 227-234]
Perhatian Sekarang kakak
106
informan [M 1, 738-
751]
Pakde memberi
arahan dan perhatian
sepenuhnya sehingga
informan menjadi
orang baik [M 1, 754-
764]
Pandangan Bude sebagai
terhadap Bude pengganti ibu yang
positif perhatian dan
memberikan
kenyamanan [M 1,
813-824]
Bude sosok yang
tegas, persuasif dan
bisa mengerti
informan [M 1, 829-
841]
Pandangan Hubungan informan
terhadap anak dengan kedua anak
pakde dan bude pakde dan bude baik
positif [M 1, 1038-1057]
Anak pakde dan bude
menjadi kakak yang
baik, perhatian,
mendukung,
menyemangati dan
memberi nasihat [M 1,
1061-1082]
2 Peran Agama di Mengajarkan hal - Agama mengajarkan
kehidupan yang baik dengan pengalaman
informan buruk bisa mengubah
orang menjadi lebih
baik [M 1, 1172-1189]
Ajaran Agama untuk
memaafkan dan ikhlas
membuat hati
informan tenang [M 1,
1203-1235]
Membuat - Informan lebih tenang
informan tenang dan imannya
bertambah ketika
mendekatkan diri
kepada Tuhan [M 1,
1735-1753]
3 Pertemanan Saat SD - Saat SD
Informan pertemanannya baik
dan ada geng [M 1,
1102-1110]
108
orientasi seksualnya
[M 1, 1764-1777]
- Informan merasa di
terima oleh
lingkungan ketika
mengubah
penampilannya [M 2,
233-245]
- Informan merasa tidak
selamanya teman-
temannya bisa
menerima keadaanya
sebagai lesbian [M 1,
1570-1584]
Trauma Informan trauma
karena keluarganya
brokenhome [M 2,
103-108]
Putus asa dan Pernah merasa putus
ragu asa dalam proses
mengubah orientasi
seksualnya [M 1,
1805-1808]
Informan mengalami
keraguan saat
mengubah orientasi
seksualnya [M 2, 182-
194]
Usaha mengubah Memutuskan Informan mengubah
orientasi seksual untuk berubah orientasi seksualnya
(aspek perilaku) sejak kuliah sejak kuliah semester
lima [M 1, 1838-
1846]
Mengubah Informan mengubah
penampilan fisik penampilannya
menjadi lebih feminim
[M 1, 1550-1557]
Informan sudah tidak
mau menyamar
sebagai laki-laki [M 1,
1578-1579]
Informan mulai
memanjangkan
rambut, menggunakan
makeup, merawat
kulit, berpakaian lebih
ke perempuan [M 1,
1675-1701; M 2, 259-
274]
Menghindari Membatasi diri dari
112
yaitu :
verbatim:
kutipan verbatimnya:
1) Berpendidikan
verbatim berikut:
119
2) Single mother
berikut:
berikut:
1) Melindungi
2) Perhatian
3) Memberi nasihat
122
kutipan berikut:
berikut:
kutipan berikut:
3. Pertemanan informan
a. Saat SD
b. Saat SMP
verbatim berikut:
c. Saat SMA
1) Coba-coba
3) Media massa
verbatim berikut:
kutipan berikut:
1) Fisik
berikut:
2) Non fisik
a. Aspek motivasi
kutipan berikut:
verbatim berikut:
verbatim berikut:
berikut:
berikut:
1) Dukungan kerabat
1) Takut diselingkuhi
berikut:
PeranMengajarkan
Agama di hal Saat SD memiliki geng
kehidupanyang
Informan
baik Pertemanan Informan
Saat SMP: Saat SMA
Mengajarkan hal Saat SD memiliki geng pertemanan
Membuat • Menjadi korban bully
yang baik tenang
informan • Minta pertolongan ke semakin luas
teman
Saat laki-laki
SMP: yaitu dari
Saat SMA
Membuat • Relasi
• Menjadi setelah
korban bully sekolah
dibully pertemanan dan
informan tenang • Mintajadi baik
pertolongan ke luarluas
semakin sekolah
teman laki-laki yaitu dari
• Relasi setelah dibully sekolah dan
jadi baik luar sekolah
148
Keterangan
Menyebabkan
Mempengaruhi
Saling Mempengaruhi
Dinamika orientasi seksual informan
Kondisi Keluarga Informan
Tertarik pada Coming out sebagai
Pola asuh otoriter perempuan lesbian:
• Pernah pacaran beberapa
kali dgn sesama jenis
Pacaran
Ibu yang memiliki • Memberitahu ke beberapa
peran dominan sesama jenis
teman dekat terkait
sebagai tempat
kondisi orientasi seksual
cerita
ini bekerja di
Jakarta dimana
tujuan ia bekerja
di luar Surabaya
agar bisa mandiri
Peran agama di Agama menurut Agama menurut
kehidupan informan SH informan M
informan hanya sebagai mengajakarkan
pedoman kebaikan dan
berperilaku mengubah pribadi
informan menjadi
lebih baik
3 Pertemanan Senang berteman Informan SH Informan M
informan dengan laki-laki senang berteman senang berteman
dengan laki-laki dengan
karena laki-laki perempuan dan
lebih laki-laki
menggunakan
logika dari pada
perasaan, dan
asik ketika diajak
berteman karena
dapat melindungi
Lingkup Kedua orang tua Informan M
pertemanan informan SH memiliki lingkup
yang mengekang pertemanan yang
pertemanan luas
informan
membuat lingkup
pertemanan
informan sempit
Usaha mendekat Informan SH Informan M tidak
kepada teman berusaha untuk berusaha untuk
tetap menjaga mendekatkan diri
pertemanannya kepada teman
melalui media karena ia memang
sosial karena ia sering
sadar bahwa menghabiskan
pertemanannya waktu dengan
menjadi sempit temannya
karena kedua
orang tuanya
Menjadi korban Informan SH Informan M
bully dan tidak pernah ketika SMP kelas
pemerasan menjadi korban VII pernah
bully ataupun menjadi korban
pemerasan ketika bully dan
bersekolah mendapatkan
tindakan
pemerasaan
154
fisiknya
Faktor risiko - Informan M
eksternal dalam masih memiliki
SOCE lingkungan
pertemanan
lesbian
1. Validitas Komunikatif
2. Validitas Argumentatif
PENUTUP
sama dalam tema-tema yang diidentifikasi dari informan SH dan M. Hal serupa
pola asuh otoriter dan sosok ibu yang dominan. Pola asuh otoriter yang
didapatkan oleh kedua informan lebih mengarah pada masa kecil informan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pontoh, Opod & Pali (2015) yang
berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Homoseksual Pada
asuh orang tua dengan tingkat homoseksual pada gay dalam komunitas x di
Manado yang artinya semakin baik pola asuh yang diterapkan, semakin berkurang
tersebut, peneliti melihat bahwa pola asuh orang tua yang diterapkan pada kedua
penting untuk ditinjau kembali agar pola asuh yang diterapkan oleh orang tua bisa
jenis yaitu laki-laki karena mereka memiliki ketertarikan kepada perempuan atau
sesama jenis dan hal tersebut menyebabkan mereka untuk coming out sebagai
159
160
diri sendiri dan berlanjut kepada orang lain. Sejalan dengan definisi tersebut,
kedua informan sudah melakukan pengakuan kepada diri mereka sendiri dan juga
ke beberapa teman dekat mereka tentang orientasi seksual mereka sebagai lesbian.
Dalam kelompok lesbian terdapat semacam label yang muncul karena dasar
karakter atau penampilan yang terlihat pada seorang lesbian yaitu Butch, Femme
dan Andro (Tan, 2005). Kedua informan pada penelitian ini, terdapat perbedaan
yang signifikan terkait dengan label mereka sebagai lesbian yaitu informan SH
Kedua informan dalam penelitian ini juga sudah beberapa kali menjalin
lima kali dan informan M sudah berpacaran sebanyak 20 kali dengan sesama
berbagi cerita. Menurut Padgham & Bliyth dkk (dalam Santrock, 2003)
berkaitan dengan perilaku seksual karena menurut Mar’at (2005) bahwa untuk
hubungan seksual. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
161
hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis dan perbedaan jenis
kelamin akan mempengaruhi perilaku seksualnya (Sarwono, 2006). Hal ini sejalan
dengan kedua informan pada penelitian ini yang juga dalam perilaku berpacaran
melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis. Dalam penelitian lain oleh
Kisriyati (2013) tentang Makna Hubungan Seksual Dalam Pacaran Bagi Remaja
makna pacaran adalah sebagai naluri kebutuhan seks dimana aktivitas seksual
pasangan tetapi sebagai pelampiasan dari rasa rindu terhadap seseorang yang
Sexual orientation change effort (SOCE) atau yang disebut juga sebagai
terapi reparatif atau reorientasi, yaitu terdiri dari upaya melalui konseling, praktik
2009). Informan SH sejak SMA sudah mulai memiliki keinginan untuk mengubah
dilandasi dengan motivasi untuk dapat menikah dengan laki-laki dan memiliki
keturunan. Motivasi menurut Chaplin (2002: 310) dalam kamus lengkap psikologi
ialah sebagai suatu intervening variable (ikut campur tangan) yang digunakan
Didukung oleh Hamalik (2001) yang menyebutkan bahwa salah satu fungsi
dan fungsi motivasi tersebut terlihat jelas bahwa motivasi kedua informan untuk
SH dan M yaitu berusaha untuk membuka hati dan menjalin hubungan dengan
laki-laki. Namun bila dilihat lebih dalam lagi, informan SH sendiri selain
berusaha untuk dekat dengan laki-laki, ia juga melakukan active coping dalam
upayanya untuk mengubah orientasi seksualnya. Active coping adalah upaya yang
mencakup respon kognitif, perilaku, atau emosional pada diri individu yang
mampu mengelola stresor tersebut. Strategi coping mengacu pada upaya yang
hidup yang penuh tekanan (APA, 2009). Active coping yang dilakukan oleh
Selain informan SH, informan M juga melakukan usaha yang lain yaitu mengubah
termasuk dalam upaya identity exploration and development yaitu berusaha untuk
dari sesama jenis menjadi heteroseksual (APA, 2009). Upaya yang informan M
mengenakan yaitu merasa ragu, dilema dan kebingungan. Aspek afeksi yang
orientasi seksualnya. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
gay dan lesbian yang menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan kecemasan
sosial yang sangat signifikan yaitu tingkat kecemasan sosial pada kaum lesbian
Pada pengolahan data kedua informan, aspek kognitif yang muncul pada
adalah teman karena sejak kecil informan SH lebih senang untuk berteman
yaitu walaupun ia sampai saat ini masih menjalin komunikasi dengan mantan
lesbian adalah suatu aib tersendiri. Hal ini yang menguatkan informan M untuk
salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh individu untuk mengubah orientasi
164
kondisi mereka dan religious strategies terkait kepercayaan atau Agama dari
kedua informan yang disadari oleh mereka bahwa lesbian merupakan suatu
memilih untuk mengubah orientasi seksualnya. Hal ini menjadi faktor protektif
eksternal dalam mengubah orientasi seksual mereka. Akan tetapi selain faktor
protektif, kedua informan juga mendapatkan faktor risiko yaitu kedua informan
perbedaan dan persamaan pada tiap informan dalam usaha mengubah orientasi
kecilnya dan sosok yang berperan dominan ialah ibu. Kedua informan kemudian
memiliki ketertarikan kepada sesama jenis dan memutuskan untuk coming out
sebagai lesbian. Kedua informan memiliki keinginan untuk menikah dengan laki-
diri pada laki-laki sehingga dalam usahanya tersebut muncul perasaan yang
ini sejalan dengan kedua informan mendapatkan social support dari teman-teman
orientasi seksual, peneliti melakukan sebuah preliminary kepada dua orang yang
memiliki orientasi seksual biseksual dan lesbian. Dari hasil preliminary tersebut
Change Effort (SOCE) pada wanita lesbian yang ingin mengubah orientasi
tersendiri karena penelitian ini memiliki tema yang sensitif sehingga dalam
penelitian ini lebih dalam agar dapat membuat informan nyaman dalam menjawab
lesbian, kemudian peneliti belajar untuk lebih menghargai dan membatasi diri
perkataan yang disampaikan sehingga data yang terkumpul banyak. Peneliti juga
penelitian ini agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan hasil yang
maksimal.
penelitian. Hal ini menjadi suatu keterbatasan peneliti karena data yang
peneliti gunakan lebih banyak berasal dari luar negeri. Hal ini menjadi
5.4 Simpulan
Lesbian merupakan bagian dari orientasi seksual homoseksual yaitu
wanita yang tertarik dan terlibat dalam aktivitas seksual dengan sesama wanita.
Pada kalangan lesbian terdapat tiga macam label yang merujuk pada perbedaan
penampilan mereka yaitu lesbian femme, butch, dan andro. Lesbian masih
menjadi fenomena yang kontroversi dan sering dikaitkan dengan suatu yang
terapi reparatif atau reorientasi yang terdiri dari upaya melalui konseling, praktik
dinamika psikologis yang terjadi pada kedua informan penelitian ini yaitu
motivasi, kognitif, afeksi dan perilaku serta faktor protektif maupun risiko dalam
SOCE. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat pula beberapa hal yang
168
informan.
pengasuhan yang bersifat otoriter dimana hal tersebut memberikan pengaruh pada
ini membuat kedua informan memutuskan untuk coming out sebagai lesbian. Pada
saat coming out, kedua informan tidak hanya mengakui kepada diri sendiri
melainkan juga melakukan pengakuan kepada teman dekat dan juga telah
menjalin hubungan dengan sesama jenis, kedua informan memaknai hal tersebut
sebagai suatu proses untuk bersosialisasi dan berinteraksi akan tetapi dalam proses
Pada kedua informan terjadi aspek motivasi yaitu ingin menikah dengan
laki-laki dan memiliki keturunan, kemudian terdapat pula social support dan
religious strategies yang merupakan usaha berupa intervensi terapi afirmatif yang
laki-laki. Dalam usaha mendekatkan diri kepada laki-laki tersebut, terdapat aspek
afeksi di kedua informan yaitu mengalami perasaan ragu, dilema dan kebingungan
5.5 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan
dalam SOCE.
2. Bagi masyarakat
Dehlin, J. P., Galliher, R. V., Bradshaw, W. S., Hyde, D. C., & Crowell, K. A.
(2015). Sexual orientation change efforts among current or former LDS
church members. Journal of Counseling Psychology, 62(2), 95–105.
http://doi:10.1037/cou0000011
170
171
Fjelstrom, Jo. (2013). Sexual Orientation Change Efforts and the Search for
Authenticity. Journal of Homosexuality, 60(6), 801-827
Galih, B., & Tofler, A. (2012, october 21). Masyarakat indonesia makin tidak
toleran?. Diunduh pada tanggal 23 Maret 2019, dari VivaNews:
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/361146-masyarakatindonesia-makin-
tidak-toleran
Pontoh, M.M., Opod, H., & Pali, C. (2015). Hubungan pola asuh orang tua
dengan tingkat homoseksual pada komunitas gayx di Manado. Jurnal e-
Biomedik (eBM), 3(3), 900-903
Rahardjo, S. & Gudnanto. (2011). Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus:
Nora Media Enterprise
Rhoads, R. A. (1994). Coming out in college: the struggle for a queer identity
(critical studies in education and culture series). London: Greenwood
Publishing Group, Inc.
Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry 11th edition. Philadelphia: LWW
Santrock, J.W. (2012). Life span development fourteenth edition. New York:
McGraw-Hill Education
Spitzer, R. L. (2003). Can Some Gay Men and Lesbians Change Their Sexual
Orientation? 200 Participants Reporting a Change from Homosexual to
Heterosexual Orientation. Archives of Sexual Behavior, 32(5), 403-417
Sulaiman, M. R. (2016). Survei ini sebut kelompok LGBT punya lebih banyak
masalah kesehatan. Diunduh pada tanggal 16 Maret 2019 dari
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3245240/survei-ini-sebut-
kelompok-lgbt-punya-lebih-banyak-masalah-kesehatan
Susilandari, E., Darwin, M., & Abdullah, I. (2005). Konsep diri lesbian dan
strategi penyesuaian sosial dalam komunitas islam di yogyakarta. Jurnal
Sosiosains, 18(3), 589-603
Walgito, B. (2010). Bimbingan dan Konseling Studi & Karir. Yogjakarta: Andi
175