PENDAHULUAN
1
mental bayi atau anak. Pengenalan ini berguna agar kita dapat mendeteksi penyebabnya serta melakukan
penanganan yang sesuai dan memberikan stimulasi yang dini.
Deteksi dini anak berkebutuhan khusus ini perlu dilakukan oleh orang tua, guru, maupun orang-orang
disekitar anak tersebut. Oleh karena itu orang tua maupun guru harus memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan anak serta menyadari adanya kelainan-kelainan yang timbul pada anak. Selain mendeteksi dini,
terutama untuk tenaga pendidik sebaiknya dapat mendiagnosa kelainan pada anak berkebutuhan khusus
sehingga mengetahui penyebab-penyebab terjadinya kelainan dan kemudian dapat melakukan treatmen/
intervensi yang tepat. Dalam penanganan ini guru dapat bekerja sama dengan pihak yang berkopeten misalnya
dokter, psikolog, maupun terapis
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang
hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca, menulis dan
berhitung.
4
2.4 Manajemen Terapi
1. Dokter anak memeriksa fisik anak secara lengkap dan mengobati kelainan/penyakit yang mungkin ada.
Adapun pencegahan yang mungkin dilakukan yaitu :
a) Preventif primer :
Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik, mengajarkan cara hidup sehat.
b) Preventif Sekunder :
Diagnosis dini PKU (fenilketonuria) dan hipotiroid ditanggulangi (untuk mencegah kerusakan lebih lanjut).
oreksi defek sensoris kemudian dilakukan stimulasi dini (stimulasi sensoris, speech therapist)
Setelah dilakukan penilaian, dirancang strategi terapi, mungkin perlu dilibatkan lebih banyak ahli. Misalnya
ahli saraf anak bila menderita epilepsy, palsi serebral dll. psikiater bila anak tersebut menderita kelainan tingkah
laku ; fisioterapis untuk merangsang perkembangan motorik dan sensorik ; ahli terapi bicara serta guru
pendidikan luar biasa.
Terapi yang digunakan adalah mengunakan beberapa cara, yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori)
Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah anak tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang
pada anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk
memberikan edukasi secara dini kepada pasien.
2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untuk memilih kebutuhan yang sesuai dengan minatnya)
Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.
5
3. Terapi perilaku
Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games,
cara pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang cenderung
agresif dan menciptakan self injury.
4. Terapi bicara
Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik, karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan
terlihat dalam mengucapkan sebuah kata-kata
5. Terapi sosialisasi
Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain
atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara verbal sehingga disini akan
menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap
survive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
6. Terapi bermain
Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesutu hal berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini
bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses
berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga disini pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah
konstruksi bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi dengan cara merangsang kemampuan imajinasi
tentang sesuatu hal yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara meningkatkan
dan mengolah kreatifitas pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang berbeda-beda sehingga pasien
mempunyai pengetahuan, pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis permainan atau hasil
karya yang dia temui.
7. Terapi menulis
Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk
menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi ini adalah untuk melemaskan
otot atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam
menanggapi respon atau stimulus yang berada di sampingnya.
8. Terapi okupasi
Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan
tangan, kaki dan daerah tubuh lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat pasien berusia muda, karena pada masa
6
muda sendi-sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan
yang diberikan.
9. Terapi musik
Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat mendengarkan dan memaknai sebuah alunan
musik. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus suara yang di
dengarkannya.
2.6 Treatmen yang dapat diberikan kepada anak retardasi mental adalah:
a. Occuppasional Therapy (okupasi terapi)
American Occupational Therapy Assosiation (Muryanto: 1989 dalam Sujarwanto: 2005) mengemukakan
Terapi Okupasi adalah suatu perpaduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk menunjukkan jalan dari respon
penderita dalam bentuk kegiatan yang sudah diseleksi yang digunakan untuk membantu dan memelihara
kesehatan, menanggulangi kecacatan, menganalisa tingkah laku, memberikan latihan dan melatih pasien
menderita kelainan fisik, mental serta fungsi sosialnya. Sesuai dengan problema yang dialami anak retardasi
mental yaitu aspek sensori motorik, fisik, kognitif, intrapersonal-interpersonal, parawatan diri/ Activity Daily
Living (ADL), produktivitas, maka kegiatan terapi okupasi diarahkan untuk membantu mengatasi permasalahan
tersebut:
1) Sensori motorik
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek sensori motor. Kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya: Meraba benda keras dan lunak
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan sensori perabaan agar dapat berkembang seoptimal mungkin.
Tujuan khusus : melatih anak membedakan benda keras, lunak.
Kegiatan : membedakan benda keras dan lunak
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit
Pelaksanaan : anak disuruh meraba benda keras maupun lunak/ halus sesuai bimbingan guru.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak dapat
membedakan benda keras dengan benda lunak atau tidak? Apakah selama mengikuti latihan anak senang atau
tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila selama mengikuti latihan tidak ada perkembangan dan anak-anak
tidak merasa senang, maka program harus ditinjau ulang/ direvisi.
2) Fisik
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek fisik. Kegiatan yang dapat dilakukan
misalnya: Naik sepeda statis
7
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan kesegaran fisik agar dapat berkembang seoptimal mungkin.
Tujuan khusus : melatih kekuatan otot kaki, tangan.
Kegiatan : mengayuh sepeda
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit
Pelaksanaan : dilakukan tes kekuatan otot (muscle test), anak disuruh mengayuh sepeda statis dibimbing guru.
Pada saat pelaksanaan latihan mengayuh sepeda diselingi istirahat.
Evaluasi : dilakukan test kekuatan otot (muscle test). Selama mengikuti kegiatan ada peningkatan kekuatan otot
kaki, otot tangan atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila kekuatan otot kaki, otot tangan tidak meningkat, maka program
harus ditinjau ulang/ direvisi.
3) Kognitif
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek kognitif. Kegiatan yang dapat dilakukan
misalnya: Senam diiringi musik
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan kognitif
Tujuan khusus : memusatkan perhatian pada focus (senam diiringi musik).
Kegiatan : senam irama
Waktu : 1 x pertemuan 30 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh gerakan senam diiringi musik, anak disuruh melakukan senam diiringi
musik dibimbing guru.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak dapat
senam diiringi musik atau tidak? Apakah selama mengikuti latihan anak senang atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak mengikuti senam diiringi musik, maka program harus
ditinjau ulang/ direvisi.
8
melakukan pekerjaan berkebun atau tidak? Selam mengikuti kegiatan anak merasa senang atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak melakukan kegiatan berkebun, maka program harus
ditinjau ulang/ direvisi
5) Produktivitas
Terapi okupasi bertujuan untuk membantu mengembangkan aspek produktivitas. Kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya: Berkebun
Tujuan umum : mengembangkan kemampuan ketrampilan produktif
Tujuan khusus : mengembangakan kemampuan berkebun
Kegiatan : menanam bunga
Waktu : 1 x pertemuan 30-45 menit
Pelaksanaan : guru memberi contoh cara memakai baju dengan benar, anak disuruh memakai baju dengan
benar.
Evaluasi : evaluasi dilakukan melalui pengamatan sejak awal sampai latihan berakhir. Apakah anak dapat
memakai baju atau tidak?
Revisi program : berdasarkan evaluasi apabila anak tidak dapat memakai baju dengan benar, maka program
harus ditinjau ulang/ direvisi.
9
Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal
keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat bekerja.
1. Trauma (sebelum dan sesudah lahir) : pendarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir; cedera
hipoksia (kekurangan oksigen) sebelum, selama atau sesudah lahir; cedera kepala yang berat.
2. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir) : Rubella kongenitalis, Meningitis, infeksi sitomegalovirus bawaan,
Ensefalitis, Toksoplasmosis kongenitalis, Listeriosis, infeksi HIV.
3. Kelainan kromosom : kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down), defek pada kromosom
(sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Will).
4. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan: Galaktosemia, penyakit Tay-Sachs,
Fenilketonuria ,Sindroma Hunter, Sindroma Hurler, Sindroma Santifilipo, Leukodistrofi metakromatik,
Adrenoleukodistrofi, Sindroma Lesch-Nyhan, Sindroma Rett, Sklerosis tuberosa.
5. Metabolik: Sindroma Reye, Dehidrasi hipernatrenik, Hipotiroid kongenital, Hipoglikemia (Diabetes
melitus yang tidak terkontrol dengan baik).
6. Keracunan: pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil; keracunan
metilmerkuri, keracunan timah hitam.
7. Gizi: Kwashiorkor, Marasmus, Malnutrisi.
8. Lingkungan: kemiskinan, status ekonomi rendah, sindroma deprivasi
Penanganan anak dengan retardasi mental memerlukan integrasi multidisiplin untuk membantu anak-anak ini:
a) Remedial Teaching, perlu pengulangan secara terus menerus di berbagai situasi dan kesempatan untuk
membantu mereka memahami hal-hal yang baru dipelajari.
b) Pelayanan Pendidikan, pendidikan merupakan aspek yang paling penting berkaitan dengan treatment
pada anak penderita retardasi mental. Pencapaian hasil yang “baik” bergantung pada interaksi antara guru
dan murid. Program pendidikan harus berkaitan dengan kebutuhan anak dan mengacu pada kelemahan dan
kelebihan anak.
10
c) Target pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan bidang akademik saja. Secara umum, anak penderita
retardasi mental membutuhkan bantuan dalam memperoleh pendidikan dan keterampilan untuk mandiri.
d) Kebutuhan-kebutuhan Kesenangan dan Rekreasi idealnya, anak penderita retardasi mental dapat
berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan rekreasi. Ketika anak tidak ikut dalam aktivitas bermain, pada
saat remaja akan kesulitan untuk dapat berinteraksi sosial dengan tepat dan tidak kompetitif dalam aktivitas
olahraga. Partisipasi dalam olahraga memiliki beberapa keuntungan, yaitu pengaturan berat badan,
perkembangan koordinasi fisik, pemeliharaan kesehatan kardiovaskular, dan peningkatan self-image
(gambaran diri).
e) Kontrol Gangguan Tingkah laku, gangguan tingkah laku dapat dihasilkan dari ekspektasi/harapan orang
tua yang tidak tepat, masalah organik, dan atau kesulitan keluarga. Kemungkinan lain, gangguan tingkah
laku dapat muncul sebagai usaha anak untuk memperoleh perhatian atau untuk menghindari frustrasi.
Dalam mengukur tingkah laku, kita harus mempertimbangkan apakah tingkah lakunya tidak sesuai dengan
usia mental anak, daripada dengan usia kronologisnya. Pada beberapa anak, mereka memerlukan teknik
manajemen tingkah laku dan atau penggunaan obat.
f) Mengatasi Gangguan, jika terdapat gangguan lain- Cerebral palsy; gangguan visual & pendengaran;
gangguan epilepsi; gangguan bicara dan gangguan lain dalam bahasa, tingkahlaku dan persepsi- maka yang
harus dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal adalah diperlukan terapi fisik terus menerus, terapi
okupasi, terapi bicara-bahasa, perlengkapan adaptif seperti kaca mata, alat bantu dengar, obat anti epilepsi
dan lain sebagainya.
g) Konseling Keluarga, banyak keluarga yang dapat beradaptasi dengan baik ketika memiliki anak yang
menderita retardasi mental, tetapi ada pula yang tidak. Diantaranya karena faktor-faktor yang berkaitan
dengan kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah perkawinan, usia orang tua, self-esteem (harga
diri) orang tua, banyaknya saudara kandung, status sosial ekonomi, tingkat kesulitan, harapan orang tua &
penerimaan diagnosis, dukungan dari anggota keluarga dan tersedianya program-program dan pelayanan
masyarakat.
Tujuan Penanganan, tujuan penanganan anak retardasi mental yang utama adalah mengembangkan
potensi anak semaksimal mungkin. Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi
pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin. Pencarian
bakat dan minat juga perlu digali dan dikenali agar anak dapat diarahkan pada latihan dan keterampilan yang
dapat menunjang kehidupan mereka selanjutnya. Banyak cara dan variasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
11
kesulitan adaptasi pada penderita retardasi mental, baik intervensi pribadi atau kombinasi. Terapi perilaku
berguna untuk membentuk tingkah laku sosial, mengontrol perilaku agresif atau tingkah laku yang merusak.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen terapi yang mungkin diberikan pada anak dengan retardasi mental diantaranya :
1. Dokter anak memeriksa fisik anak secara lengkap dan mengobati kelainan/penyakit yang mungkin ada.
b. Preventif Sekunder :
Mendeteksi penyakit sedini mungkin.
Diagnosis dini PKU (fenilketonuria) dan hipotiroid ditanggulangi (untuk mencegah kerusakan lebih lanjut).
Koreksi defek sensoris kemudian dilakukan stimulasi dini (stimulasi sensoris, speech therapist)
B. Saran
Mahasiswa dapat menegetahui teknik-teknik pemberian terapi retardaso mental
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/312199231_Retardasi_Mental
https://failashofagmail.wordpress.com/2011/05/05/diagnostik-anak-retardasi-mental-rm/
http://www.academia.edu/35323208/ANAK_BERKEBUTUHAN_KHUSUS_-
_RETARDASI_MENTAL_TUNAGRAHITA_
https://autismecare.wordpress.com/2012/12/19/terapi-retardasi-mental/
13