Mengapa keadilan menjadi multi persepsi ? Manakah yang benar, keadilan yang universal atau keadilan yang multi persepsi ? Jelaskan dengan contoh !
Banyak orang mendeskripsikan keadilan menurut persepsi masing-masing, sehingga
pengukurannya atau standarisasinya jadi multi persepsi, belum tentu adil menurut kita bisa dianggap adil juga oleh orang lain. Padahal kata ‘Adil’ dalam Kamus besar Bahasa Indonesia bermakna sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Sedangkan ‘Keadilan’ menurut substansinya sifat. Definisi adil dan keadilan di atas jelas merubah, berlaku dahulu, sekarang dan akan datang. Contoh kejadian: Dua orang pencuri tertangkap basah oleh warga sedang melakukan aksinya. Mereka diserahkan kepada pihak yang berwajib dan keduanya disidang di pengadilan, dan hakim manjatuhkan vonis hukuman 5 tahun penjara untuk kedua pencuri tersebut. Tidak ada perbedaan sangsi yang mereka terima. kedua pencuri tersebut masing-masing dihukum penjara selama 5 tahun sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tentunya contoh kasus ini mencerminkan sebuah keadilan. Yakni mereka dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, masing-masing pencuri menerima sangsi yang sama rata sehingga terciptalah yang namanya ADIL. Hanya saja, untuk bisa menjadi adil itu tidaklah mudah. Karena ukuran masing-masing individu dalam menentukan apakah sesuatu ato seseorang telah diperlakukan secara adil akan menjadi berbeda-beda.Ukuran itulah yang sering kali menjadi hal yang memicu adanya pertentangan tentang keadilan. Karena ukuran yang digunakan dalam setiap kacamata orang utk menilai juga berbeda. Jika pemaknaan keadilan didasarkan pada pertimbangan nilai-nilai luhur yang diyakini kebenarannya, tentu setiap orang akan memaknai keadilan secara benar. Menjadi persoalan ketika seseorang atas nama kebebasan berfikir memaknai keadilan tidak lagi didasarkan pada nurani, logika, akal sehat, rasa peduli dan semangat keterlibatan..