Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

PRAKTIKUM KE VII

TITRASI ALKALIMETRI

NAYLA AL FARISA

200205059

DOSEN PENGAMPU:

Apt. DEWI GULYLA HARI, M.FARM

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan percobaan


Memahami prinsip dan cara kerja dari titrasi alkalimetri
1.2 Dasar Teori
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (
larutan standar). Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal
sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan menggunakan suatu
sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang
diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998).
Netralisasi atau titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan
banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi
dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya,
sedangkan apabila salah satu larutannya diketahui konsentrasinya, larutan ini disebut larutan
standar. Ada 4 macam reaksi yang digunakan dalam titrasi yaitu reaksi asam-basa, reaksi
redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
Titrasi bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan kosentrasi yang
telah di ketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang di analisis atau ingin
di ketahui kadar atau kosentrasinya. Larutan ini di sebut titran, biasanya di letakan di dalam
labu Erlenmeyer. Sedangkan zat yang telah di ketahui kosentrasinya di sebut (Titrat/titer).
Baik titrat atau titran biasanya berupa larutan.
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan
utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini melibatkan
titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam
lemah, dengan suatu standar (asidimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa ion hidrogen
dan ion hidroksida untuk membentuk air (Bassett, 1994).
Penetapan titrasi asidimetri dan alkalimetri acap kali digunakan untuk menentukan titrasi
asam maupun basa suatu zat pada reaksi netralisasi asam dan basa dengan menggunakan
indikator yang sesuai.
Analisa volumetrik (titrimetri) merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, dimana
penentuan zat dilakukan dengan cara pengukuran volume larutan atau berat zat yang
diketahui konsentrasinya yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang ditentukan.
Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti : aA + tT
produk Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. reagen T yang
disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari dalam
buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui.
(Khopkar, 1984) Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku
basa untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).
Rekasi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa
adalah sebagai berikut :
Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya
adalah :
HA + OH- →A- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah
:
BOH + H+ → B+ + H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah
reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH- → H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu
reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan
basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa
lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang
terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini
yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti
NaOH dan HCl. (Underwood, 1986)
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume
tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah
suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni
yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat
seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada
suhu 110-1200C).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat
diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji
lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh
melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan
titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan
eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau
dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak
berubah selama penyimpanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cara perhitungan titrasi Alkalimetri
Ada dua tahapan : pembakuan dan penetapan kadar
a) Pembakuan

Pembakuan sekunder NaOH dengan baku primer asam oksalat


1. Hitung dulu berapa kebutuhan dari asam oksalat, biasanya digunakan dengan kadar
0,,1 N dengan 50,0 mL
2. Setelah dapatkan hasilnya, secara perhitungan akan ditimbang. Setelah hasil
pertimbangan ditentukan, akan dihitung kadar sebenarnya baku primier asam
oksalar.
3. Selanjutnya di preparasi, dilarutkan dan akan diambil cuplikan baku primer
kemudian di titrasi dengan baku sekunder NaOH.
4. Setelah di titrasi, dicatat dan dihitung baku sekunder NaOH.
5. NaOH 0,1 N , 250-500mL

Menghitung baku primer asam oksalat


gr 1000
N= x xekivalen
mr mL
Aside alkali, ekivalen dilihat dari oh-/H+.
gr 1000
0,1= x x2
126 50
gr
0,1= x 40 x 2
126
0,1 x 126
gr=
40
gr = 0,315 gr -> 0,3715 gr

6. setelah mendapatkan massa asam oksalat, maka akan ditimbang.


7. Untuk mengetahui kadar baku primer sebenarnya, dimasukkan lagi ke rumus yang
sama.
0,3175 1000
N= x x2
126 50
N = 0,1002 N -> kadar baku primer sebenarnya.
8. Dari 50 mL penimbangan ini, masing-masing akan di pipet sebanyak tiga kali dan
dimasukkan ke dalam enlemenyer kemudian ditambahkan indicator PP
9. Masing-masing dititrasi dengan menggunakan NaOH
10. Diamati apakah ada perubahan warna terjadi
11. Setelah mendapatkan titrasi sebanyak 9,8 diulang sebanyak tiga kali
12. Nilai tersebut akan dihitung untuk normalitas baku sekunder NaOH

V1.N1 = V2. N2
10,0 . 0,1002 = 10,0 . N2
10,0 . 0,1002
Nbs=
10,0
Nbs = 0,1002 N -> normalitas baku sekunder NaOH yang akan digunakan untuk titrasi
penetapan kadar.

b) Penetapan kadar
Antara basa sekunder NaOH dan sample asam salisilat
1. Baku sekunder NaOH akan ditaruh di buret dan sample preparasi di enlemeyer
2. Sample asam salisilat memiliki tiga enlenmeyer yang sudah dihitung cuplikannya
sebanyak tiga kali
b mLT . NT . BE
%kadar= = x 100 % → jika sample padatan
b mg sample
b mLT . NT . BE
%kadar= = x 100 % → jika sample cairan
v mg sample x 1000
3. mLT = titran yang digunakan untuk menitrasi sample NaOH
NT = menitrasi sample NaOH
BE = bobot ekivalensi dari sample asam salisilat
4. massa sample 1 = setelah di larutkan pada etanol, massanya misalnya 15,002 g
mLT . NT . BE
%kadar= x 100 %
mg sample
10,6. 0,1002.132
%kadar= x 100 %
15.002 mg
%kadar=2,6 % b /b -> harus dilihat kesesuaiannya dengan farmakope
5. jika tidak ada pengencerang, langsung dihitung perolehan Kembali
kadar diperoleh
%kadar= x 100 %
kadar di etiket
2,6 %
%kadar= x 100 %
2%
% kadar = Kurang lebih sekitar 120% -> kemudian dilihat memenuhi syarat atau
tidak di farmakope
setiap sediaan harus dilakukan quality control diantaranya adalah perhitungan kadar dari
bahan aktif utama atau sediaan sample tersebut kemudiaan dibandingkan dengan
farmakope.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Rumus untuk menghitung baku primer asam oksalat adalah
gr 1000
N= x xekivalen
mr mL
Setelah mendapatkan hasil dari baku primer, maka nilai tersebut akan dihitung untuk
normalitas baku sekunder dengan rumus
V1.N1 = V2. N2
Sedangkan untuk menghitung penetapan kadar menggunakan dua rumus dengan fungsi
yang berbeda, yaitu
b mLT . NT . BE
%kadar= = x 100 % → jika sample padatan
b mg sample
b mLT . NT . BE
%kadar= = x 100 % → jika sample cairan
v mg sample x 1000

3.2 Saran
Gunakan farmakope untuk mengetahui apakah nilai yang telah dicari memenuhi syarat
atau tidak.
REFERENSI
1. Keenan, Charles W., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, Edisi VI, 422, Erlangga,
Jakarta
2. Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17, Erlangga, Jakarta
3. Depkes RI: Jakarta Ditjen POM., 1979., Farmakope Indodesia Edisi Ketiga.
4. Ditjen POM., 1995., Farmakope Indonesia, Edisi Keempat.
5. Khopkar.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai