Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

“ Permasalahan Hukum Dalam Praktik Keperawatan ”

Disusun oleh :

Marzella Pramathania
203110135
TK 1A

DosenPembimbing :

Ns. Idrawati Bahar, S. Kep,M. Kep

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TP 2020/2021
Resume Permasalahan Hukum Dalam Keperawatan
A. Defenisi hukum kesehatan
Hukum kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban baik
dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya kesehatan maupun dari individu dan
masyarakat yang menerima upaya kesehatan tersebut dalam segala aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta organisasi dan sarana.

Hukum kesehatan menurut para ahli :

1. Leenen
Yaitu semua peraturan hukum yang berhubungan lansung pada pemberian pelayanan
kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata , administrasi dan pidana
2. Van der mijn
Yaitu hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai sekumpulan pengaturan yang
berkaitan dengan pemberian perawatan dan penerapnnya kepada hukum pedata, hukum
pidana dan hukum administrasi.

Hukum kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok :


1. Hukum kesehatan yang langsung dengan pelayanna kesehatan
- UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang telahdiubah menjadi UU No. 36/2009
tentang kesehatan
- UU No. 29/2004 tentang praktek kedokteran
- UU No. 36 /2014 tentang tenaga kesehatan
- Permenkes 161/2010 tentang uji kompetensi
2. Hukum kesehatan tidak secara langsung terkait dengan pelayanan kesehatan
yaitu :
- Hukum pidana
- Hukum perdata
- Hukum administrasi
3. Hukum kesehatan yang berlaku secara internasional
- Konvensi
- Yurisprudensi
- Hukum kebiasaan
4. Hukum otonomi
- Perda tentang kesehatan
- Kode etik profesi
B. Hak – hak pasien

1. Menurut ‘Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient” disebutkan beberapa
hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang “bebas”, hak
menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak atas kerahasiaan,
hak mati secara bermartabat, hak atas dukungan moral atau spiritual.

2. Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).
Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya

3. Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga
diatur hak-hak pasien, yang meliputi:
- Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.
- Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
- Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
- Menolak tindakan medis.
- Mendapatkan isi rekam medis.

4. Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang
Rekam Medis pasal 12 menyebutkan:
a. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
b. Isi rekam medis merupakan milik pasien. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh
pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau
keluarga pasien yang berhak untuk itu.

5. Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang
berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu
dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan
yang sehat, info dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab, dan
informasi tentang data kesehatan dirinya. 
Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:
- Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
- Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentngan
ybs, kepentingan masyarakat).
Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan nyawa
atau cegah cacat).

6. Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU 44/2009)


menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:
- Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit
- Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
- Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
- Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional.
- Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
- Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
- Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit.
- Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second
opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
rumah sakit.
- Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya.
- Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
- Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
- Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

7. UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 50 dan 51


Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:
- Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu :
- Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
- Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
- Alternatif tindakan lain dan resikonya;
- Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan
- Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
- Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
- Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
- Menolak tindakan medis; dan
- Mendapat isi rekam medis.

8. UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan pasal 38, klien berhak :


- Mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan
Keperawatan yang akan dilakukan;
- Meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
- Mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan
Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
- Memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan
diterimanya dan Memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

9. Fungsi Hukum Dalam Praktek dan Perkembangan Keperawatan


- Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan
- Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang
sesuai dengan hukum
- Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain
- Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
- Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan
posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum

10. Hukum dalam keperawatan


Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, merupakan UU yang
memberikan kesempatan bagi perkembangan profesi keperawatan, dimana dinyatakan
standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan. UU No. 23 tahun 1992 telah mengakui profesi
keperawatan, namun dalam praktik profesinya, profesi keperawatan harus berjuang untuk
mendapat pengakuan dari profesi kesehatan lain, dan juga dari masyarat.
Profesi perawat dikatakan akuntabel secara hukum bila benar-benar kompeten dan
melaksanakan profesinya sesuai dengan etika dan standar profesinya. Standar profesi
memiliki tiga komponen utama yaitu standar kompetensi, standar perilaku dan standar
pelayanan. Tugas tenaga kesehatan yang didalamnya termasuk tugas perawat berdasarkan
ketentuan Pasal 50 UU No. 23 Tahun 1992 adalah menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya masing-
masing. Agar tugas terlaksanakan dengan baik. Pasal 3 PP No. 32 Tahun 1996
menentukan ”setiap tenaga kesehatan wajib memiliki keahlian dan keterampilan sesuai
dengan jenis dan jenjang pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah” Dengan
demikian, tugas dan kewenangan tenaga kesehatan/perawat akan ditentukan berdasarkan
ijazah yang dimilikinya.Ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 dan Pasal 21
ayat (1) PP No. 32 tahun 1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
diwajibkan untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Standar profesi
merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan/perawat dalam menjalankan upaya
pelayanankesehatan, khususnya terkait dengan tindakan yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap pasien, sesuai dengan kebutuhan pasien, kecakapan, dan kemampuan
tenaga serta ketersediaan fasilitas dalam sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu, yaitu yang berhubungan langsung dengan
pasien, seperti dokter dan perawat berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) PP No. 32
tahun 1996 dalam menjalankan tugas profesinya wajib untuk menghormati hak pasien,
menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien, memberikan informasi
yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan
terhadap tindakan yang akan dilakukan, dan membuat dan memelihara rekam medis.
Pelaksanaan tugas tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi sekaligus memberikan
perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan maupun pasien, sebagaimana ketentuan
padapasal 53 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 24 ayat (1) PP No. 32 tahun 1996.
Kewenangan Perawat dalam menjalankan tugas dan profesinya secara prinsip
diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1293/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat. Dalam
menjalankan profesinya maka perawat tidak akan terlepas dari batasan kewenangan yang
dimiliknya. Karena menurut Prof. Leenan seperti yang telah dikutip dalam bab terdahulu,
bahwa kewenangan merupakan syarat utama dalam melakukan suatu tindakan medis.
Pasal 15 Kepmen No. 1293/Menkes/ SK/XI/2001 menyebutkan tentang batasan
kewenangan tersebut yaitu :
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evluasi
keperawatan
b. Tindakan perawat sebabaimana dimaksud pada butir a meliputi intervensi
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan, dan konseling kesehatan;
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b)
harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi
profesi;
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari
dokter.
11. permasalahan hukum dalam keperawatan
Tenaga keperawatan sendiri telah diatur dalam Undang-undang Tenaga
Kesehatan. Perawat mempunyai peran penting dalam melakukan pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat. Dalam pelayanannya, perawat harus sesuai dengan standar praktik
keperawatan dan kompetensi yang dimiliki agar masyarakat mendapatkan pelayanan dan
asuhan keperawatan yang baik.
Karena permintaan yang semakin meningkat membuat tenaga medis seperti
dokter membutuhkan bantuan dari tenaga kesehatan yang lain, terutama perawat untuk
melakukan suatu tindakan diagnosis, terapi dan tindakan medik lainnya. Hal ini membuat
peran perawat sangatlah penting hingga sering menimbulkan overlapping job (Tumpang
Tindih) dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter.Karena tumpang tindih tersebut,
perawat pun melakukan tindakan medis yang tak jarang terkadang menimbulkan
komplikasi dan kelalaian terhadap pasien. Karenanya, perawat digugat secara hukum
karena melakukan tindakan medis tanpa adanya penyerangan wewenang secara tertulis
oleh dokter kepada perawat.

12. Contoh kasus


Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit
umum solok selatan, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di
ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T
tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari
ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68,
hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut
mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan
dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul
17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang
jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat
yang mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat
mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang
disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan
adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut
dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga
tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa
bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena
tidak ada pengangan pad temapt tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak
minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”. Dua jam sebelum
kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat memberikan obat injeksi
untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa memasng side drill tempat
tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan
keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.
Daftar Pustaka

Jusuf Hanifah dan Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2009.

Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta, 2000.

M. Jusuf Hanafiah, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 2003.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya


Tulis), Alumni, Bandung, 2002.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005

Anda mungkin juga menyukai