Anda di halaman 1dari 41

TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DAN B3

“Klasifikasi Limbah B3 dan Pelabelan Kemasan Limbah B3”

Disusun Oleh:

Gemi Destifa
(191110012)
Kelas 2A

DOSEN PEMBIMBING
Mukhlis, MT

PROGRAM STUDI D-IIISANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah “Pengelolaan Limbah Medis dan
B3”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mohon saran dan kritikan dari pembaca demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepadan semua pihak yang telah berperan
serta dalam pembuatan makalah ini. Jika ada kesalahan kata dari penulisan makalah ini kami
mohon maaf karena manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan.

Pasaman barat, 10 Februari 2021

Gemi Destifa

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………...4
A. Latar Belakang……………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….5
C. Tujuan………………………………………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………6
A. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun …………………………………………...6
B. Identifikasi Limbah B3 ……………………………………………………………6
C. Pengelolaan Limbah B3 ……………………………………………………………8
D. Penyimpanan Limbah B3 ………………………………………………………….10
E. Pelabelan dan Penyimbolan Kemasan Limbah B3……………………………….11
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………20
Kesimpulan……………………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun non industri seringkali
kurang mendapat perhatian dalam masalah penanganannya. Limbah pada dasarnya memerlukan
perhatian yang khusus, terutama limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun atau
yang lebih dikenal dengan limbah B3. Pengaruh Limbah B3 terhadap Kesehatan dan
Lingkungan dengan karakteristik yang dimilikinya, B3 mempengaruhi kesehatan dengan
mencelakakan manusia secara langsung (akibat ledakan, kebakaran, reaktif dan korosif) maupun
tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi manusia.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3. Jenis limbah B3 rumah tangga walaupun jumlah atau
konsentrasi yang kecil tetap mengandung bahan berbahaya beracun. Tujuan penelitian ini
adalah mengidentifikasi jenis dan menghitung volume/berat limbah B3 rumah tangga,
mengetahui pemahaman dan pengelolaan limbah B3 yang dimiliki masyarakat,
mendeskripsikan hubungan antara pendapatan dan pendidikan dengan pengetahuan dan
pengelolaan limbah B3 rumah tangga serta menentukan rekomendasi tentang pengelolaannya.

Produk limbah B3 dalam sampah permukiman dan komersial yang paling banyak
dihasilkan adalah limbah B3 dari produk pembersih sedangkan distribusi sampah B3 dalam
skala besar paling banyak dihasilkan adalah limbah B3 dari produk cat berbasis minyak (oil-
based paint). Limbah B3 dalam rumah tangga di dalam sampah kota relatif sangat kecil. Limbah
B3 rumah tangga tidak sampai 2 % dari sampah domestik. Limbah B3 yang berada di Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) sampah ataupun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah
merupakan ancaman bagi lingkungan. Menurut US-AEP (United States Agency for
Environment Protection), sebuah baterai bermerkuri di dalam enam ton sampah, sudah melebihi
ambang batas merkuri yang diijinkan dalam limbah padat, dan satu galon oli bekas sudah cukup

4
untuk mencemari sejuta galon air dan membentuk lapisan minyak seluas 3.7 hektar (Setiono,
2005).

Laju produktif sampah terus meningkat, tidak saja sejajar dengan laju pertumbuhan
penduduk tetapi juga sejalan dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Disisi lain,
kapasitas penanganan sampah yang dilakukan masyaraat maupun pemerintah daerah belum
optimal. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh terhadap lingkungan dan
kesehatan masyarakat sekitarnya. Tingkat pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, perilaku
terhadap kebersihan lingkungan, pengetahuan tentang peraturan persampahan dan kesediaan
membayar retribusi sampah berkolerasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga
(Suyoto dan Bagong, 2008).

Selain masalah tersebut, bahaya lain yang ditimbulkan adalah masuknya bahan bahan
yang berkategori limbah B3 tersebut ke dalam aliran air bawah tanah atau kontak langsung
dengan manusia dan mahluk hidup lainnya. Tingkat resiko bahaya terbesar sudah barang tentu
diterima oleh para pelaku daur ulang dan petugas sampah umumnya yang biasa bekerja tanpa
peralatan pelindung (Setiono, 2005).

Limbah B3 mempengaruhi kesehatan dengan mencelakakan manusia secara langsung


(akibat ledakan, kebakaran, reaktif, korosif) maupun tidak langsung (toksik akut dan krosis).
Limbah B3 masuk ke lingkungan melalui media air, tanah, udara, dan biota yang mempengaruhi
secara kontinyu dan tidak kontinyu, bertahap dan seketika, teratur dan tidak teratur. Limbah B3
meracuni mahluk hidup melalui rantai makanan sehingga menyebabkan organisme (tumbuhan,
hewan, dan manusia) terpapar oleh zat-zat beracun. Pegaruh limbah B3 terhadap mahluk hidup,
Khususnya manusia adalah :
1. Efek akut, dapat menimbulkan kerusakan syaraf, kerusakan sitem pencernaan,
kerusakan sitem kardio vasculer, kerusakan sitem pernafasan, kerusakan pada kulit dan
kematian.
2. Efek krosis, menimbulkan efek karsinogenik (pendorong terjadinya kanker), efek
mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek teratogenik (pendorong terjadinya cacat

5
bawaan) dan kerusakan sitem reproduksi. Bagian organ tubuh yang terkena pengaruh
adalah :
- ginjal dan jantung : umumnya disebabkan zat toksik cadmium
- tulang : umumnya disebabkan zat toksik benzene
- otak dan sistem syaraf : umumnya disebabkan zat toksik methyl mercury dan timbale
- liver : umumnya disebabkan zat toksik karbon tetrachloride
- Paru-paru : umumnya disebabkan zat toksik paraquat
- Mata : umumnya disebabkan zat toksik khloroquin dan juga dikenal efek yang mempengaruhi
pertumbuhan dan reproduksi. (Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatra. 2010).

Permasalahan mengenai pengelolaan limbah dapat berdampak pada pencemaran


lingkungan. Proses pencemaran industri limbah B3 terutama di industri kereta api dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Proses secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut
langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebakan
pencemaran. Pencemaran ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan
kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit
kronik). Alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery),
namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemaran akan berada
di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material,
hewan, tumbuhan dan ekosistem (Ginting, 2007).

Pencemaran lingkungan dalam bentuk pembuangan sisa hasil industri saat ini benarbenar
menuntut perhatian banyak pihak baik pemerintah, pelaku dunia usaha, dan masyarakat.
Pembuangan limbah industri merupakan satu masalah yang perlu ditanggulangi dengan tepat
dan cepat, terutama bila limbah yang mengandung senyawa kimia tertentu sebagai bahan
berbahaya dan beracun. Menurut Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengolahan
Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan /atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan

6
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan menurut Watts
(1997), di dalam Mukhlishoh (2012), limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat atau
kombinasi dari limbah padat, disebabkan karena jumlah, konsentrasinya, sifat fi sik, kimia
maupun yang bersifat infeksi yang tidak sering dapat menyebabkan kematian dan penyakit yang
tidak dapat pulih, yang substansinya dapat menyebabkan bagi kesehatan manusia atau
lingkungan dikarenakan pengelolaan yang tidak tepat, baik itu penyimpanan, transport, ataupun
dalam pembuangannya. Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, sumber limbah B3 dapat dibagi seperti limbah B3 dari sumber tidak
spesifi k yaitu limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibitor korosif) pelarut
kerak dan pengemasan, limbah B3 dari sumber spesifi k yaitu limbah B3 sisa proses suatu
industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan, sedangkan limbah B3 lain seperti
bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifi kasi tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat
dimanfaatkan kembali maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan
limbah B3 lainnya. Menurut Watts (1997) di dalam Mukhlishoh (2012) karakteristik limbah B3
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu bersifat mudah terbakar yaitu limbah yang bersifat likuida
dengan titik nyala sama dengan atau di bawah 60°C. sedangkan untuk non likuida yang terbakar
di bawah kondisi normal dikarenakan adanya gesekan, atau perubahan sifat kimia secara
spontan yang dapat menimbulkan bahaya, bersifat korosif yaitu limbah yang bersifat cair yang
memiliki pH 2 atau 12,5 atau cairan yang menyebabkan perkaratan pada besi yang lebih tinggi
dari 6,35 mm/tahun, bersifat reaktif yaitu limbah yang tidak stabil, dan mengalami perubahan
yang besar tanpa adanya pemicu langsung bereaksi dengan air, limbah ini berpotensi terjadi
ledakan apabila bertemu dengan air, limbah bersifat beracun yaitu limbah yang melalui tes
Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dinyatakan bersifat racun, dengan
membandingkan konsentrasi lleachate mengandung 31 senyawa organic dan 8 senyawa
anorganik. Jika test Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) melebihi konsentrasi
tersebut diatas maka limbah tersebut dinyatakan beracun. Menurut Ginting (2007) mengatakan
bahwa efek limbah B3 terhadap kesehatan antara lain adalah pernapasan hal tersebut
dikarenakan konsentrasi uap yang tinggi akan berbahaya jika dihirup. Konsentrasi yang tinggi

7
dapat mengganggu saluran pernapasan (hidung, tenggorokan dan paru-paru). Menyebabkan
mual, muntah, sakit kepala, pusing, kehilangan koordinasi, rasa dan gangguan saraf lainnya.
Paparan dengan konsentrasi akut dapat menyebabkan depresi saraf, pingsan, koma dan atau
kematian. Efek limbah B3 juga dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Efek pada kulit
dikarenakan limbah B3 menyebabkan dermatitis atau meresap kedalam kulit dan menimbulkan
dampak seperti pada pernapasan, selain itu efek kesehatan lainnya yaitu pencernaan
dikarenakan konsentrasi limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 pada saluran pencernaan
berbahaya jika tertelan, menyebabkan mual, muntah dan gangguan saraf lainnya. Jika produk
tertelan dapat menyebabkan kanker paru-paru atau kematian. Kondisi Medis yang diperparah
oleh paparan seperti gangguan terhadap jantung, hati, ginjal, saluran pernapasan (hidung,
tenggorokan, paru-paru), sistem saraf pusat, mata, kulit jika konsentrasi paparan tinggi. Menurut
Dutta, dkk (2006) disebutkan bahwa pengaruh kesehatan dari limbah berbahaya seperti logam
berat mengandung timbal dapat menyebabkangangguan keracunan timbal, neurotoksik,
gangguan mental, kerusakan otak, ginjal dan hati. Kasus pembuangan limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) yang dibuang ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan
lingkungan. Intensitas atau perbandingan antara limbah bahan berbahaya yang ditimbulkan
dengan unit hasil industri secara mencolok juga meningkat, terutama di daerah industrialisasi
yang berkembang dengan cepat seperti negara-negara ASEAN dan China. Pelepasan bahan
berbahaya pada tahun 1990-an di Indonesia, Filipina, dan Thailand diperkirakan telah
meningkat menjadi sekitar 4,8 dan 10 kali lipat. Industri di Indonesia sendiri menghasilkan
limbah berbahaya dan beracun diperkirakan lebih dari 85% industri di Pulau Jawa, 70% industri
berlokasi di kawasan perkotaan dan sekitarnya (Jakarta, Surabaya, Bandung dan Semarang)
sangat berpotensi menghasilkan limbah berbahaya, yang diperkirakan akan meningkatkan
kurang dari 200.000 ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 1 juta ton pada tahun 2010
(Damanhuri, 2010).

Melihat banyaknya hasil limbah B3 di industri yang cukup besar dapat berdampak
negatif bagi lingkungan sehingga untuk menghindari terjadinya dampak akibat limbah B3
diperlukan suatu sistem pengelolaan yang terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun, menjelaskan
bahwa Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari reduksi,

8
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan B3.
Pengolahan ini bertujuan untuk mencegah dan atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dapat berdampak pada


pencemaran dari kendaraan bermotor yaitu pembuangan minyak pelumas bekas. Semua mesin-
mesin dipastikan menggunakan oli atau minyak pelumas. Fungsi minyak pelumas adalah
mencegah kontak langsung antara dua permukaan yang saling bergesekan. Pelumas yang
digunakan mempunyai jangka waktu pemakaian tertentu, tergantung dari kerja mesin. Minyak
pelumas yang telah digunakan dalam waktu cukup lama akan mengalami perubahan komposisi
atau susunan kimia, selain itu juga akan mengalami perubahan sifat fisis, maupun mekanis. Hal
ini disebabkan karena pengaruh tekanan dan suhu selama penggunaan dan juga kotoran-kotoran
yang masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri.

Minyak pelumas bekas yang dikeluarkan dari peralatan biasanya dibuang begitu saja
bahkan ada yang dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses daur ulang yang benar. Oleh karena
itu akan lebih aman dan tepat apabila minyak pelumas bekas dapat diolah kembali menjadi bahan
yang bermanfaat. Pengolahan minyak pelumas bekas menjadi base oil dengan menggunakan
bantuan alam sebagai adsorben yaitu tanah lempung. Minyak pelumas bekas mengandung
beberapa logam berat seperti Pb (timbal), Zn (seng), Fe (besi), Al (alumunium), Cu (tembaga)
dan lainnya. Kontaminasi logam berat terutama menjadi permasalahan di lingkungan saat ini.

Dari permasalahan di atas, diperlukan suatu teknologi lingkungan yang dapat mereduksi
zat pencemar yang ditimbulkan oleh minyak pelumas bekas. Salah satu teknologi lingkungan
yang dapat digunakan untuk mengolah minyak pelumas bekas yaitu penambahan adsorben
lempung dan asam sulfat. Diphare, (2013) melakukan penelitian minyak pelumas bekas
menggunakan tanah lempung dikenal dengan metode Acid Clay Treatment. Penelitian tersebut
dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah pelumas bekas yang saat ini jumlahnya semakin
meningkat, sehingga diharapkan dapat menurunkan zat pencemar yang terdapat di dalamnya agar
pencemaran lingkungan yang merugikan dapat diminimalisir dan dicegah.

9
B. Rumusan Masalah
1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ?
2. Identifikasi Limbah B3 ?
3. Pengelolaan Limbah B3 ?
4. Penyimpanan Limbah B3 ?
5. Pelabelan dan Penyimbolan Kemasan Limbah B3?

C. Tujuan
: Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja karakteristik limbah B3 dan bagaimana cara
pelabelannya.

10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


Limbah B3 merupakan sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Limbah B3
dihasilkan dari kegiatan/usaha  baik dari sektor industri, pariwisata, pelayanan kesehatan maupun
dari domestik rumah tangga. Pengelolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang mana dalam peraturan ini juga tercantum
daftar lengkap limbah B3 baik dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, serta
limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk
dan bekas kemasan B3.  

Menurut PP 101 tahun 2014, “Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat
dengan B3 adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya” sedangkan Limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

Mengingat sifatnya yang berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan
dengan seksama, sehingga setiap orang atau pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pengelolaan limbah B3 terdiri
dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan.
Untuk memastikan pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan tepat dan mempermudah
pengawasan, maka setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin yang dikeluarkan
oleh Bupati/Walikota, Gubernur, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

11
Limbah B3 dihasilkan dari kegiatan manusia, namun memiliki resiko kerusakan
kesehatan manusia dan lingkungan, dampak negative tersebut harus ditekan dengan melakukan
pengelolaan yang baik. Namun, banyaknya limbah yang dihasilkan, ditambah dengan tingginya
biaya pembuangan di negara-negara maju hasil dari regulasi bersama yang ketat, menyebabkan
timbulan limbah yang tak terkendali, umumnya pada negara-negara berkembang sejak tahun
1970, sehingga menjadikan masalah bagi negara berkembang (Dayo et.al, 2006).

Permasalahan mengenai pengelolaan limbah dapat berdampak pada pencemaran


lingkungan. Proses pencemaran industri limbah B3 terutama di industri kereta api dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Proses secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut
langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung,
yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebakan
pencemaran. Pencemaran ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan
kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit
kronik). Alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun
alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemaran akan berada di alam
secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan,
tumbuhan dan ekosistem (Ginting, 2007).

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian


yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas (Darmono, 2001).

Limbah padat adalah semua limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan binatang
yang berbentuk padat, tidak berguna dan tidak dimanfaatkan atau tidak diinginkan atau dapat
didefi nisikan sebagai suatu semua masa hetrogen yang dibuang dari aktivitas penduduk,
komersial dan industri. Limbah cair adalah buangan dalam bentuk cair hasil aktivitas dan alam
(Purwanto, 2008).

12
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.18 tahun 1999 dijelaskan bahwa limbah bahan
beracun dan berbahaya (limbah B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, atau jumlahnya yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan hidup dan membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup yang lain.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila
ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah (Widjajanti, 2009).

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan
dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya.
Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Di antara berbagai
jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (limbah B3).

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha danatau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Limbah B3 dengan karakteristik tertentu
yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya (Larastika, 2011).

13
Bengkel merupakan salah satu penghasil limbah padat, cair dan gas. Limbah akibat
kegiatan perbengkelan dapat menimbulkan pencemaran terhadap tanah, air maupun udara di
sekitarnya kalau tidak dikelola dengan benar. Adapun hasil limbah dari bengkel adalah sebagai
berikut:
a. Limbah padat Bengkel pada umumnya juga menghasilkan limbah padat. Limbah
padat dari perbengkelan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu limbah logam dan
non logam. Limbah padat non logam dapat berupa ban bekas/karet, busa, kulit
sintetis, kain lap bekas yang telah terkontaminasi oleh oli/ pelarut, cat kering dan
lainnya. Limbah logam banyak terdiri dari berbagai potongan logam, mur/skrup,
bekas ceceran pengelasan dan lain-lain. b. Limbah cair Limbah cair dari usaha
perbengkelan dapat berupa oli bekas, bahan ceceran, pelarut/ pembersih, dan air.
Bahan pelarut/ pembersih pada umumnya mudah sekali menguap, sehingga
keberadaannya dapat menimbulkan pencemaran terhadap udara. Terhirupnya bahan
pelarut juga dapat menimbulkan gangguan terhadap pernapasan manusia. Bahan
bakar merupakan cairan yang mudah terbakar oleh nyala api, dan juga merupakan
bahan yang mudah sekali terbawa oleh aliran air.

Bahan bakar bensin mudah sekali menguap dan terhirup manusia. Air limbah dari
perbengkelan banyak terkontaminasi oleh oli (minyak pelumas), gemuk dan bahan bakar. Air
yang sudah terkontaminasi akan mengalir mengikuti saluran yang ada, sehingga air ini mudah
sekali untuk menyebarkan bahan-bahan kontaminan yang terbawa olehnya. Oli bekas jika tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan kesan kotor dan sulit dalam pembersihannya,
disamping itu oli bekas dapat membuat kondisi lantai licin yang dapat berakibat mudahnya
terjadi kecelakaan kerja. c. Limbah gas Hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor
merupakan faktor penyebab pencemaran udara. Komponen utama bahan bakar fosil ini adalah
hidrogen (H) dan karbon (C). Pembakarannya akan menghasikan senyawa hidro carbon (HC),
karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO ), serta nitrogen oksida (Nox) pada kendaraan
berbahan bakar bensin. Sedangkan pada kendaraan berbahan bakar solar, gas buangnya

14
mengandung sedikit HC dan CO tetapi lebih banyak SOnya. Dari senyawa-senyawa itu, HC dan
CO paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena jenis limbah yang
dihasilkan oleh bengkel ini berupa limbah cair, padat dan gas.

Tinjauan Umum Tentang Bengkel


Kalau kita mendengar kata bengkel selalu akan membawa ingatan kita ke suatu tempat
untuk merawat atau memperbaiki sesuatu yang rusak. Pada umumnya bengkel mempunyai
spesifikasi tertentu menurut jenis pekerjaan jasa yang dapat dilayaninya. Berikut jenis bengkel
diantaranya adalah:
a. Bengkel bubut yakni, bengkel yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
benda-benda tertentu, seperti sekrup, mur/baut, as, membuat bentuk suatu alat dengan
spesifikasi/ ukuran tertentu yang kadang-kadang ukurannya tidak standar atau sulit
ditemukan di pasaran.
b. Bengkel listrik yakni, bengkel yang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki
peralatan-peralatan yang berhubungan dengan penggunaan tenaga listrik, seperti dinamo,
coil, rangkaian dalam peralatan listrik dan lain-lain.
c. Bengkel las adalah bengkel yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
penyambungan berbagai jenis logam yang terpisah.
d. Bengkel Umum Kendaraan Bermotor adalah bengkel umum kendaraan bermotor yang
berfungsi untuk memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi
persyaratan teknis dan layak jalan. Sedangkan kendaraan bermotor adalah kendaraan
yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. Untuk memenuhi
kebutuhan akan pelayanan jasa yang lebih baik, sebagai jawaban pemenuhan
kesejahteraan masyarakat kini pelayanan jasa di bengkel juga dikembangkan. Berbagai
bengkel sekarang juga melayani jasa cuci kendaraan dan yang lebih moderen lagi
membuka jasa salon kendaraan. Berdasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap
persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas dan peralatan, serta manajemen informasi
bengkel dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan tipe, terdiri atas:
1) bengkel kelas I tipe A; B; dan C, 2) bengkel kelas II tipe A; B; dan C, dan 3) bengkel
kelas III tipe A; B; dan C. Klasifikasi bengkel kelas I, kelas II dan kelas III seperti yang
dimaksud di atas sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri

15
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 551/MPP/Kep/10/1999.

Sedang tipe bengkel sebagaimana dimaksud di atas didasarkan atas jenis pekerjaan yang
mampu dilakukan, yaitu:
a. Bengkel tipe A merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan
berkala, perbaikan kecil, perbaikan besar, perbaikan chassis dan body.
b. Bengkel tipe B merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan
berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar, atau jenis pekerjaan perawatan berkala,
perbaikan kecil serta perbaikan chassis dan body.
c. Bengkel tipe C merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan
berkala, perbaikan kecil. Membayangkan bengkel selalu ada kesan kotor, hiruk-pikuk,
berlumuran minyak dan kumuh.

Hampir setiap hari bengkel membuang limbah oli bekas yang kotor dan berlumpur. Oli
yang masih baru memang ditangani sangat hati-hati jangan sampai ada yang tercecer, tetapi oli
bekas? Biasanya ditangani ceroboh, sering terguling dari wadahnya dan dibiarkan, lalu tercecer
di mana-mana. Begitu juga bahan buangan seperti air aki bekas, pelarut cat, cairan pembersih
yang semuanya mengganggu kesehatan, tetapi semuanya dibuang sembarangan. Ada tiga
penyebab yang membuat bengkel otomotif tampil kotor, yaitu:
a. Sumber daya manusianya kurang memahami kegiatan kerja perbengkelan. Akibatnya,
sering terjadi kesalahan prosedur reparasi dan servis. Akibat lebih jauh, mereka
cenderung mengabaikan kedisiplinan, keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Penetaan ruangan yang kurang baik. Ukuran ruangan tidak dirancang sesuai standar,
tetapi apa adanya. Ini mengganggu pekerjaan yang seharusnya bisa cermat, tidak
ceroboh, dan tidak asal-asalan.
c. Kesadaran lingkungan yang amat rendah, kurangnya pemahaman akan arti kesehatan
lingkungan, sehingga mereka tidak mempedulikan bahaya limbah terhadap lingkungan
dan pada akhirnya akan berimbas ke manusia juga. Dampak dari ketiga kekurangan
tersebut, akibatnya bengkel mudah sekali menimbulkan pencemaran terhadap udara, air,

16
dan tanah di sekitarnya.

B. Identifikasi Limbah B3

Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Berbagai peraturan perundang-undangan telah mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup,
khususnya pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah
No. 18 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, setiap kegiatan perlu diupayakan untuk melakukan pengelolaan
terhadap limbah yang dikeluarkannya, terutama dalam hal ini adalah limbah B3.

Menurut PP No. 101 Tahun 2014, limbah B3 dibagi menjadi dua yaitu :
1) Berdasarkan sumber

2) Berdasarkan karakteristik

Berasarkan sumber, limbah B3 terdiri atas :


1) Limbah B3 dari sumber spesifik
: Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan limbah B3 sisa proses suatu industri atau
kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.

Segala macam limbah berbahaya yang berasal dari kegiatan utama industri dapat
dikategorikan sebagai jenis limbah B3 dari sumber spesifik. Contoh dari limbah jenis ini
di antaranya adalah pelarut terhalogensi seperti klorobenzena dan metilen klorida, pelarut
yang tak terhalogensi seperti toluena, aseton dan nitrobenzema, asam atau basa seperti
natrium hidroksida, asal sulfat dan asam fostat serta limbah yang tidak spesifik seperti aki
bekas dan limbah laboratorium.

17
Limbah B3 dari sumber spesifik sendiri masih dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni
limbah B3 dari sumber spesifik umum dan khusus.

Untuk limbah B3 dari sumber spesifik umum, beberapa contohnya adalah katalis
bekas dan limbah karbon aktif dari pabrik pupuk, residu proses produksi dan abu
insinerator dari pabrik pestisida serta residu dasar tangki dan sludge dari proses produksi
kilang minyak bumi.

Sedangkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus beberapa contohnya


meliputi slag nikel, copper slag, slag timah putih dan sludge IPAL.

2) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik


: Limbah B3 dari sumber tidak spesifik merupakan limbah B3 yang pada umumnya
bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan antara lain pemeliharaan
alat, pencucian, pencegahan korosi atau inhibitor korosi pelarutan kerak dan pengemasan.

Sama halnya dengan limbah B3 dari sumber spesifik, limbah jenis ini juga berasal
dari aktivitas industri. Hanya saja, limbah jenis ini bukan berasal dari kegiatan utama
industri melainkan dari kegiatan sampingannya seperti kegiatan pemeliharaan alat,
pencucian, pengemasan, pelarutan kerak dan sejenisnya.

Selain itu, limbah B3 yang tidak jelas sumbernya dan belum diketahui secara pasti
kandungan racun di dalamnya juga bisa dimasukkan ke dalam jenis limbah B3 dari
sumber tidak spesifik.

3) Limbah B3 dari bahan kadarluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.
: Limbah yang sudah kadaluwarsa ini pun tidak kalah berbahaya. Namun karena
memiliki karakter yang berbeda, limbah jenis ini dipisahkan ke dalam kategori sendiri.

18
Limbah B3 yang tumpah dan bekas kemasan limbah B3 masuk ke dalam jenis
limbah yang satu ini. Beberapa contoh limbah lain yang juga masuk ke dalam jenis ini di
antaranya adalah tembaga sianida, karbon disulfida, barium sianida, endrin dan gas fluor.

Meski banyak dari limbah B3 yang berasal dari kegiatan industri, beberapa limbah
B3 juga ada yang berasal dari kegiatan rumah tangga. Misalnya saja seperti bekas
pengharum ruangan, deterjen pakaian dan pemutih pakaian. Hanya saja, pengelolaan
limbah B3 industri memang lebih rumit, terlebih mengingat kuantitasnya yang tidak
sedikit.

Mengingat hal di atas, perlu sumber daya khusus untuk mengelolanya. Di saat seperti
inilah, peran jasa pengelolaan limbah B3 seperti Wastec International akan sangat
dibutuhkan.

Berdasarkan kategori bahayanya, limbah B3 terdiri atas :


1) Kategori I adalah limbah B3

: yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan
berdampak negatif terhadap lingkungan hidup.

2) Kategori II adalah limbah B3


: yang mengandung B3, memiliki efek tunda, dan berdampak tidak langsung terhadap
manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.

Limbah B3 dapat diidentifikasi berdasarkan sumber dan karakteristiknya. Menurut PP


101 Tahun 2014, berdasarkan sumber dari limbah B3 adalah:
1. Mudah Meledak
: Pada suhu dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg) maka limbah akan mudah meledak
atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan

19
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitar karena terjadi
ledakan tersebut.

2. Mudah Menyala
: Limbah mudah terbakar : termasuk limbah bertekanan yang mudah terbakar, limbah
pengoksidasi, limbah cair yang mengandung alkohol 24% volume, dan atau pada titik
nyala ≤ 60°F akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber
menyala lainnya. Sedangkan yang bukan berupa cairan, yang pada temperature dan
tekanan standar (25°C , 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui
gesekan , penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar
dapat menyebabkan kebakaran terus menerus.

3. Reaktif
Yang dimaksud dengan reaktif adalah :
a) Pada kedalaman normal tidak stabil dan dapat menyebabkan

b) perubahan tanpa peledakan


c) Dapat berekasi hebat dengan air, apabila bercampur air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan
bagi kesehatn manusia dan lingkungan

d) Limbah Sianida, Sulfia, atau Amoniak yang paa konisi pH antara 2-12,5 apat
menghasilkan gas, uap atau asap bercun alam jumlah yang membahayakan bagi
kesehatan manusia dan lingkungan

e) Yang mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25°C , 760
mmHg)

f) Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah


organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

20
4. Beracun
: Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkugan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

5. Korosif
: Limbah yang memiliki dari salah satu sifat berupa :
a) Menyebabkan iritasi ( terbakar ) pada kulit

b) Menyebabkan proses pengkaratanpada lempeng baja

c) Mempunyai pH sama tau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau
lebih besar dari 12,5 untuk bersifat basa.

6. Infeksius
Sifat limbah sebagai berikut:
a) Limbah mengandung kuman atau bakteri yang dapat menginfeksi tubuh dan bersifat
menular mengakibatkan penyakit seperti hepatitis, kolera, dan lain-lain

b) Umumnya limbah buangan dari kegiatan medis.

C. Pengelolaan Limbah B3

Mengidentifikasi limbah umum yang dihasilkan adalah langkah utama, digunakan untuk
memisahkan antara limbah umum dan limbah B3. Hasil identifikasi berupa limbah B3 dapat
dipastikan kembali dengan melakukan survey, serta pengamatan langsung, data limbah B3
seharusnya dilakukan karakterisasi. Ada 4 karakter umum dari limbah B3; Mudah menyala,
korosif, reaktif, dan beracun (Mudgal et.al, 2007).

Limbah B3 dapat diserahkan ke Treatment, Storage and Disposal Facilities (TSDF).


TSDF akan membantu industri kecil dan menengah yang menghasilkan limbah B3 untuk

21
membuang limbah mereka secara efisien. Perencanaan pengelolaan limbah B3 terdiri dari
beberapa aspek mulai dari identifikasi, kuantifikasi, untuk memantau dan mengembangkan
TSDF (Babu, et.al, 2004).

Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar
penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan
disyaratkan:
1) Merupakan daerah bebas banjir

2) Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50 meter

Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah:


a) Merupakan daerah bebas banjir;

b) Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan
lainnya.
c) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit,
pelayanan kesehatan atau kegiata social, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan
pendidikan;

d) Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang
surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk;

e) Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan
lindung dan lain-lain).

D. Penyimpanan Limbah B3

22
Menurut PP 101 tahun 2014 penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah
B3 yang dilakukan oleh penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara limbah B3
yang dihasilkan nya. Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tidak dapat diolah
dengan segera mungkin karena alasan tertentu. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan
untuk mencegah limbah B3 berkontaminasi dengan lingkungan sekitar sehingga potensi bahaya
terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindari. Menurut PP No 101 tahun 2014 pasal 28,
waktu maksimal dalam penyimpanan limbah B3 dengan rata-rata maksimal menghasilkan 50 Kg
limbah perhari adalah selama 90 hari.
Penyimpanan limbah B3 harus sesuai dengan karakteristik limbah tersebut karena setiap
limbah B3 memiliki karakteristik bahaya yang berbeda-beda agar tidak membahayakan atau
mencegah terjadinya kontak fisik dan kimia antar limbah yang mengakibatkan kemungkinan
buruk.

Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 Tentang Tata


Cara Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 adalah berikut:
1) Penyimpanan kemasan limbah B3 dibuat dengan sistem perblokan. Sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terjadi
kerusakan atau kecelakan dapat langsung di tangani.

2) Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan. Lebar gang untuk lalu lintas
manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkat (forklift)
disesuaikan dengan kelayakan pengoprasiannya.
3) Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum
adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi drum).

4) Jika kemasan lebih dari 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik maka harus di
pergunakan rak. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar
terhadap atap dan dinding bangunan penyimpan tidak boleh lebih dari 1 meter.

23
5) Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak cocok harus disimpan secara terpisah,
tidak dalam satu blok dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan
kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah tersebut
jika terguling/ tumpah atau tercampur masuk kedalam bak penampungan bagian
penyimpanan lain.

E. Pelabelan dan Penyimbolan Kemasan Limbah B3

Faktor penting yang berhubungan dengan keamanan adalah penandaan pada tempat
penyimpanan, pengumpulan serta pada setiap kemasan limbah B3. Penandaan limbah B3
dimaksudkan untuk memberikan identitas limbah sehingga kehadiran limbah B3 dalam suatu
tempat akan dikenali. Melalui penandaan dapat diketahui informasi dasar tentang jenis dan
karakteristik/ sifat limbah B3 bagi orang yang melaksanakan kegiatan limbah B3, diantaranya
menyimpan dan mengumpulkan limbah B3, dan bagi pengawas pengelolaan limbah B3 serta
bagi orang sekitarnya. Penandaan terhadap limbah B3 sangat penting guna menelusuri dan
menentukan pengolahan limbah B3.

a) Label
Menurut PP No. 101 Tahun 2014 Label limbah B3 adalah keterangan mengenai limbah
B3 yang berbentuk tulisan yang berisi informasi mengenai limbah B3, alamat pengahasil
limbah B3, waktu pengemasan, jumlah dan karakteristik limbah B3. Sedangkan
pengertian pelabelan limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang
dilekatkan atau dibubuhkan pada kemasan langsung limbah B3. Terdapat 3 jenis label
limbah B3 yang berkaitan dengan system pengemasan limbah B3 yaitu:

1. Label Limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3


Berikut gambar label limbah B3:

24
Gambar 2.1 Label Limbah B3

Label limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul limbah B3,
identittas limbah B3, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan limbah B3. Berikut contoh
label limbah B3 yang benar:

Pada gambar 2.1 label limbah B3 harus berukuran paling rendah 15 cm x 2 cm, dengan
warna dasar kuning serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan identitas berwarna hitam serta
tulisan PERINGATAN! Dengan huruf yang lebih besar berwarna merah.

2. Label limbah B3 untuk wadah dan/ atau kemasan limbah B3 kosong


Bentuk dasar label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong sama
dengan bentuk dasar simbol limbah B3. Label limbah B3 yang dipasang pada wadah dan/atau

25
kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan
KOSONG hitam ditengahnya.

Berikut label limbah B3 untuk wadah kosong:

Gambar 2.2 Label Limbah B3 Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 Kosong

3. Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan


Label berukuran paling rendah 7 cm x 15 cm dengan warna dasar putih dan terdapat
gambar yang terdiri dari 2 buah anak panah mengarah keatas yang berdiri sejajar diatas blok
hitam terdapat dalam frame hitam. Label terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak karena
goresan atau akibat terkena limbah dan bahan kimia lainnya. Berikut label limbah B3 untuk
petunjuk tutup wadah:

26
Gambar 2.3 Penandaan Posisi Tutup Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3

b. Simbol
Menurut PP No. 101 Tahun 2014 Simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukan
karakteristik limbah B3. Simbol limbah B3 berbentuk bujur sangkar dengan ketentuan bentuk
dasar, ukuran, bahan, dan pemasangan simbol diatur oleh PERMEN LH N0. 14 Tahun 2013
yang mengatur tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Simbol limbah B3 berbetuk bujur sangkar diputar 45° sehingga membentuk belah
ketupat. Pada keempat sisi belah ktupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga
membentuk bidang belah ketupat dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna
garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol limbah B3. Pada
bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut
terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada
bagian sudut terlancip adala 1/3 dari garis vertical simbol limbah B3 dengan lebar ½ dari panjang
garis horizontal belah ketupat. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran
paling rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah
B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm x 25 cm, sebanding
dengan ukuran box pengangkut yang ditandai sehingga tulisan pada simbol limbah B3 dapat
terlihat jelas dari jarak 20m.

27
Simbol limbah B3 harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan/bahan kimia
yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya plastic, kertas atau plat logam dan harus
melekat kuat pada kemasan. Warna simbol limbah B3 untuk dipasang pada kendaraan
pengangkut limbah B3 harus dengan cat yang dapat berpendar (tampak jelas dari kejauhan).

Setiap simbol limbah B3 adalah satu gambar tertentu untuk menandakan karakteristik
limbah B3 dalam suatu pengemasan penyimpanan, pengumpulan, atau pengangkutan. Terdapat 8
jenis simbol limbah B3 untuk penandaan karakteristik limbah B3 yaitu :

1. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Mudah Meledak


Warna dasar bahan jingga atau oranye memuat gambar berupa suatu materi limbah
yang berwarna hitam terletak dibawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian
terdapat tulisan MUDAH MELEDAK berwarna hitam yang diapit oleh 2 garis sejajar
berwarna hitam sehingga membentuk 2 bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam
belah ketupat. Terdapat pula blok segi lima berwarna merah. Berikut simbol limbah B3

28
mudah meledak yang sesuai:

Gambar 2.4 Simbol Limbah B3 Mudah Meledak

2. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Cairan Mudah Menyala


Bahan dasar berwarna merah, memuat gambar berupa lidah api berwarna putih yang
menyala pada suatu permukaan berwarna putih terletak dibawah sudut atas garis ketupat
bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan CAIRAN dan dibawahnya terdapat
tulisan MUDAH MENYALA berwarna putih serta blok segi lima berwarna putih.
Berikut simbol limbah B3 mudah menyala yang sesuai:

29
Gambar 2.5 Simbol Limbah B3 Cairan Mudah Menyala

3. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Padatan Mudah Menyala


Dasar simbol limbah B3 terdiri dari warna merah dan putih yang berjajar vertical
berselingan, memuat gambar berupa lidah api berwarna hitam yang menyala pada suatu
bidang berwarna hitam. Pada bagian tengah terdapat tulisan PADATAN dan dibawahnya
terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna hitam. Terdapat pula blok segi lima
berwarna kebalikan dari warna dasar simbol limbah B3. Berikut simbol limbah B3

30
padatan mudah menyala yang sesuai:

Gambar 2.6 Simbol Limbah B3 Padatan Mudah Menyala

4. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Reaktif


Bahan dasar berwarna kuning, memuat gambar berupa lingkaran hitam dengan asap
berwarna hitam mengarah ke atas yang terletak pada suatu permukaan garis berwarna
hitam. Disebelah bawah gambar terdapat tulisan REAKTIF berwarna hitam serta blok
segi lima berwarna merah. Berikut simbol limbah B3 reaktif yang sesuai:

31
Gambar 2.7 Simbol Limbah B3 Reaktif

5. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Beracun


Bahan dasar berwarna puti memuat gambar berupa tengkorak manusia dengan tulang
bersilang berwarna putih dengan garis tepi berwarna hitam. Pada sebelah bawah gambar
simbol terdapat tulisan BERACUN berwarna hitam serta blok segi lima berwarna merah.
Berikut simbol limbah B3 beracun yang sesuai:

32
Gambar 2.8 Simbol Limbah B3 Beracun

6. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Korosif


Belah ketupat terbagi pada garis horizontal menjadi 2 bidang segitiga. Pada bagian
atas yang berwarna putih terdapat 2 gambar, yaitu di sebelah kiri adalah gambar tetesan
limbah korosif yang merusak pelat bahan berwarna hitam, dan disebelah kanan adalah
gambar telapak tangan kanan yang terkena tetesan limbah B3 korosif. Pada bagian

33
bawah, bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan KOROSIF berwarna putih, serta
blok segi lima berwarna merah. Berikut simbol limbah B3 korosif:

Gambar 2.9 Simbol Limbah Korosif

7. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 infeksius


Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam
berwarna hitam, memuat gambar infeksius berwarna hitam terletak disebelah bawah
sudut atas garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan
INFEKSIUS berwarna hitam dan dibawahnya terdapat blok segi lima berwarna merah.

34
Berikut simbol limbah B3 infeksius:

Gambar 2.10 Simbol Limbah B3 Infeksius

8. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan


Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam
berwarna hitam, gambar ikan berwarna putih, dan gambar tumpahan limbah B3 berwarna
hitam yang terletak disebelah garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah
bawah terdapat tulisan BERBAHAYA TERHADAP dan dibawahnya terdapat tulisan

35
LINGKUNGAN berwarna hitam serta blok segi lima berwarna merah. Berikut simbol
limbah B3 berbahaya terhadap lingkungan:

Gambar 2.11 Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan

Untuk pelekatan simbol dan label terhadap kemasan limbah B3 dapat dilihat pada
gambar 2.12 berikut:

36
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) dibutuhkan untuk tempat menyimpan limbah B3
yang tidak lakukan pengolahan sementara. Penyimpanan dilkakukan untuk mencegah
terkontaminasinya lingkungan sekitar dengan limbah B3 yang akan berdampak bagi kesehatan
manusia maupun kesehatan lingkungan sekitar.

Berdasarkan PP No 30 Tahun 2009 terkait persyaratan pembangunan bangunan TPS


limbah B3 harus memperhatikan hal berikut:

37
a. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis,
karakteristik dan jumlah limbah B3 yang disimpan.

b. Bangunan beratap dari bahan yang tidak mudah terbakar, dan memiliki ventilasi udara
yang memadai.

c. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai.

e. Lantai harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.

f. Mempunyai dinding dari bahan yang tidak mudah terbakar.

g. Bangunan dilengkapi dengan simbol.

h. Dilengkapi dengan penangkal petir jika diperlukan.

i. Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan limbah B3 yang mudah
terbakar maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus:
a) Tembok beton bertulang atau bata merah atau bata tahan api

b) Lokasi harus dijauhkan dari sumber pemicu kebakaran dan atau sumber panas
j. Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3 yang mudah
meledak maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus:
a) Kontruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat dari bahan
tahan ledakan dan kedap air. Kontruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari
kontruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke
atas (tidak kesamping).

b) Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal.

k. Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3 yang mudah
reaktif, korosif dan beracun maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus:

38
a) kontruksi dinding harus dibuat mudah lepas, guna memudahkan pengamanan
limbah B3 dalam keadaan darurat.

b) kontruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap

c) korosi dan api.

BAB III

39
PENUTUP
Kesimpulan
: Limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan baik industri maupun non industri
seringkali kurang mendapat perhatian dalam masalah penanganannya. Limbah pada dasarnya
memerlukan perhatian yang khusus, terutama limbah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun atau yang lebih dikenal dengan limbah B3. Pengaruh Limbah B3 terhadap Kesehatan
dan Lingkungan dengan karakteristik yang dimilikinya, B3 mempengaruhi kesehatan dengan
mencelakakan manusia secara langsung (akibat ledakan, kebakaran, reaktif dan korosif) maupun
tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi manusia.
Faktor penting yang berhubungan dengan keamanan adalah penandaan pada tempat
penyimpanan, pengumpulan serta pada setiap kemasan limbah B3. Penandaan limbah B3
dimaksudkan untuk memberikan identitas limbah sehingga kehadiran limbah B3 dalam suatu
tempat akan dikenali.

40
DAFTAR PUSTAKA

http://bbkk.kemenperin.go.id/page/bacaartikel.php?id=eU3YJpVUfHOH2TRZcW3POF5OTx-
UfuvlPdN2-lEPIT0

http://eprints.polsri.ac.id/1906/3/BAB%20II.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1175/3/4%20BAB%20II.pdf

Chandra, Budiman. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGB
Budioro, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat Penerbit Fakultas Kesehatan masyarakat
Universitas Diponegoro Semarang 2006
Amstrong, S. 1992. Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan. Jakarta: Arcan. Damanhuri, E. 2010.
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bandung: Institusi Teknologi Bandung.

41

Anda mungkin juga menyukai