Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL APPRAISAL JOURNAL

DISUSUN OLEH:
AGUS WAHYUDI (B832012001)

PRODI S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)

STIKES NAZHATUT THULLAB SAMPANG

2021
JURNAL

STUDI KUALITATIF PERILAKU PASIEN TUBERKULOSIS MULTI DRUGS


RESISTANT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI TAHUN
2017

Devica Sarah Putri Kusuma Hapsari1 La Dupai2 Fikki Prasetya3 23


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123 devicasarahputri@gmail.com1
ladupai1954@gmail.com2 fikki85@gmail.com3

ABSTRAK

Tuberkulosis Multi Drugs Resistant (TB-MDR) adalah kasus TB yang disebabkan basil
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap rifampicin dan isoniazid .Penelitian ini
bertujuan untuk perilaku pasien Tuberkulosis Multi Drugs Resistant di Wilayah Kerja Puskesmas
Poasia Kota Kendari tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode
pendekatan studi kasus. Informan dalam penelitian ini yaitu, 8 orang yang terdiri dari 3 orang
informan kunci dan 5 orang informan biasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap
riwayat pengobatan yakni kebiasaan minum obat yang dilakukan pasien TB-MDR sebagian
teratur dan tidak teratur. Gejala dan efek samping yang dirasakan pasien, nyeri sendi, mual dan
muntah, gangguan psikologis, gangguan `pendengaran dan penglihatan, susah tidur, nafsu makan
berkurang. Penyebab pasien putus berobat yaitu, kelalaian pasien mengingat jadwal minum obat,
adanya rasa malas dikarenakan efek samping obat. Motivasi untuk sembuh dari diri pasien
menjalani pengobatan secara teratur, selalu sabar dan mengingat Tuhan, serta kebiasaan
mendengarkan musik yang slow. Motivasi dari keluarga, diingatkan untuk selalu meminum obat
dan menjaga kesehatan diri, sebagian keluarga menolak pengobatan yang dijalani pasien
dikarenakan stigma tidak ada riwayat TB dalam keluarganya. Motivasi dari lingkungan pasien,
lingkungan pasien memberikan motivasi seadanya sehingga tidak ada umpan balik pasien merasa
termotivasi untuk sembuh. Motivasi dari petugas kesehatan, diberikan saran dan solusi kepada
pasien. Untuk pasien agar memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh. Diharapkan adanya
kerjasama antara keluarga dan petugas kesehatan untuk memberikan motivasi yang baik bagi
pasien TB-MDR. Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik mengambil tema yang sama perlu
untuk mengkaji lebih lanjut melalui beberapa penelitian tentang perilaku pasien TB-MDR.

Kata Kunci: Perilaku, Pasien, TB-MDR, Motivasi, Sikap, Riwayat Pengobatan

ABSTRACT

Multi Drugs Resistant Tuberculosis (MDR-TB) defined as TB that’s resistant to the two most
effective first line therapeutic drugs, isoniazid and rifampicin. The study about behavior of
MDR-TB patients in the work area of Primary Health Center Poasia Kendari City in 2017. Using
qualitative research with case study method. Informants in this research are, 8 people consisting
of 3 key informants and 5 ordinary informants. This study shows drug history taking of MDR-
TB patients, less of patients taking drug irregular and disorganized. Most of side effect that occur
is joint pain, nausea, vomiting, psychological disorders, hearing and eyesight disorders,
insomnia, and decreased appetite. Causes of patients who drop out for treatment are, negligence
of patients remembering the schedule of taking drugs, the sense of laziness due to drug side
effects. Patients motivation to get healing is taking regular treatment, being patient and keep in
faith as well as listening slow music habits. Motivation from family are reminding the patient to
take medicine regularly and maintain personal health, several family reject treatment for patient
due to stigma of no history TB in family. Motivation from environment patient shows that the
environment didn’t support patient in healing process from MDR-TB. Motivation from health
workers is given advice and solutions to patients have a strong motivation in healing process.
The cooperation between family and health workers are expected to provide good motivation for
MDR-TB. For next researcher that interesting take same study need to research more about
patient behavior in MDR-TB.

Keywords: Behavior, Patient, MDR-TB, Motivation, Attitude, Medical History.

PENDAHULUAN

Menurut WHO Global Tuberculosis Report (2016) TB-MDR disebabkan oleh bakteri
yang tidak merespon OAT (Obat Anti Tuberkolosis) paling sedikit rifampicin dan isoniazid, di
mana keduanya merupakan OAT yang paling ampuh untuk menyembuhkan penyakit TB. WHO
Global Tuberculosis Control (2011) mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke delapan di
antara 27 negara yang mempunyai beban tinggi untuk TB-MDR. Hal ini terjadi karena program
TB-MDR di negara Indonesia belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. WHO (2017a)
menyatakan bahwa prevalensi TB-MDR di dunia diperkirakan 2-3 kali lipat lebih tinggi dari
angka insidens. Beban TB-MDR terdapat di 3 negara yaitu, Cina, India, dan Federasi Rusia yang
memiliki kasus TB hampir setengah dari kasus TB global.

Berdasarkan survei resistansi OAT yang dilakukan di Indonesia, di Kabupaten Timika


Papua tahun 2004 data kasus TB-MDR di antara kasus baru TB sebesar 2%, di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2006 data kasus TB-MDR di antara kasus baru TB sebesar 1,9%, di Kota
Makassar tahun 2007 data kasus TB- MDR di antara kasus baru TB sebesar 4,1%, di Provinsi
Jawa Timur menunjukkan angka 2% untuk kasus baru dan 9,7% untuk pengobatan ulang
(Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara (2016), menyatakan


bahwa kasus TB di provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2014 sebanyak 4.498 kasus, tahun 2015
sebanyak 3.625 kasus, dan di tahun 2016 sebanyak 3.043 kasus. Data tersebut menunjukkan
penurunan sampai tahun 2016.
Penemuan kasus TB bervariasi antara kabupaten/kota. Tahun 2016, penemuan kasus TB
terbanyak di Kota Kendari 543 kasus, Kabupaten Muna sebanyak 463 kasus, Kabupaten Konawe
446 kasus, dan Kabupaten Buton sebanyak 309 kasus. Di samping itu, terjadi peningkatan
penemuan kasus TB-MDR, jumlah kasus TB-MDR tahun 2014 sebanyak 7 kasus, tahun 2015 8
kasus, dan tahun 2016 sebanyak 23 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2016).

Jumlah suspek dan penderita TB resisten terbanyak di Kota Kendari sebanyak 155 orang
suspek dan 5 orang penderita TB resisten (4 TB-MDR; 1 TB- XDR(Extensive Drugs Resistant))
serta 2 orang penderita TB-MDR yang tidak berobat. Penderita TB- MDR di Kabupaten Konawe
sebanyak 3 orang, Konawe Selatan 2 orang, Buton 2 orang, Muna 2 orang, Wakatobi 2 orang,
Kabupaten Bombana 1 orang, Konawe Utara 2 orang dan Kota Bau – bau 2 orang, sehingga total
penderita TB-MDR di Sulawesi Tenggara berjumlah 23 orang (Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2016).

Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia, tahun 2015 jumlah penderita TB Paru
ditemukan sebanyak 78 orang dan tahun 2016 sebanyak 94 orang. Penderita TB-MDR sebanyak
5 orang (Puskesmas Poasia, 2017).

Studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada dokter bidang programmer TB-MDR
di Puskesmas Poasia mengatakan bahwa TB-MDR salah satunya dapat disebabkan dari motivasi
pasien untuk sembuh baik dalam diri sendiri ,keluarga, maupun lingkungannya serta riwayat
pengobatan pasien TB- MDR dapat dijadikan landasan alasan pasien tersebut terpapar oleh
penyakit TB-MDR dikarenakan riwayat pengobatan yang tidak mumpuni sehingga sebagian
besar pasien TB mengalami drop out sehingga menjadi TB resisten / MDR.

TB-MDR adalah kasus TB yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis yang


resisten obat minimal terhadap dua OAT yang paling poten, yaitu Isoniazid dan Rifampicin
secara bersamaan atau disertai resisten terhadap OAT lini pertama lainnya seperti Ethambutol,
Streptomicin, dan Pirazinamid.

Di Indonesia masih banyak ditemukan ketidak- berhasilan dalam terapi tuberkolosis. Hal
ini disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat secara rutin sehingga dapat
menyebabkan resistensi kuman tuberkulosis terhadap obat-obat anti tuberkulosis dan kegagalan
terapi (Mapparenta & Ibnu, 2013). Kurangnya motivasi diri dan dukungan keluarga berpengaruh
terhadap tingkat kesembuhan pasien TB Paru dalam menjalani masa pengobatan yang sedang
dilakukan (Sallamena, 2015).

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian
ini mengambil lokasi penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari pada bulan
November 2017.Penelitian ini menggunakan Snowballing Sampling. Sumber data penelitian ini
adalah dari informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah yaitu mereka yang dapat
memberikan informasi secara jelas dan terpercaya, mengetahui dan menjalani secara langsung
pengobatan TB-MDR selama 24 bulan serta menerapkan perilaku kesehatan selama menderita
penyakit TB-MDR. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu, sebanyak 5 orang pasien TB-
MDR. Informan biasa dalam penelitian ini yaitu petugas kesehatan P2M bidang programmer TB
dan keluarga penderita sebanyak 2 orang. Peneliti melakukan penelitian ini untuk mendapatkan
data mengenai objek yang diteliti dengan menggunakan beberapa teknik yaitu wawancara
mendalam (in-depth interview), observasi,dan dokumentasi.

HASIL DAN DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian terkait perilaku pasien TB-MDR di wilayah kerja Puskesmas
Poasia Tahun 2017. Riwayat pengobatan dapat dilihat kebiasaan minum obat yang teratur,
menilai kepatuhan pasien, menilai rasionalitas obat yang di resepkan, membandingkan profil
pengobatan sekarang dan sebelumnya, memverifikasi riwayat pengobatan yang diperoleh yang
dapat mempengaruhi penyebab pasien TB menjadi TB-MDR di Wilayah kerja Puskesmas
Poasia.

a. Kebiasaan Minum Obat


Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah rata – rata kebiasaan minum obat
pasien TB-MDR memiliki dosis yang tinggi bahkan dapat mencapai 20 butir obat perhari
dan pengobatan TB-MDR menghabiskan waktu sekitar 2 tahun untuk sembuh sempurna
sehingga pasien TB-MDR kadang merasa jenuh. Lamanya pasien dalam mengonsumsi
obat dapat menyebabkan kejenuhan pasien dan akan memengaruhi tingkat kerutinan
pasien dalam mengonsumsi obat 43 Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Biasa sa minum obat TB-MDR itu perhari sekitar 20 biji..” (Informan Kunci
S, 53 tahun, wc: 27 November 2017)
“..Kadang 15 [biji obat] tapi di kurangi 2 [biji obat] jadi 13 [biji obat], kan sa mau
tambah berat badan. Waktu masuk di bahteramas 35 [biji obat], bertahap – tahap..”
(Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
“..Tiap hari harus minum, baru 15 biji perhari..” (Informan Kunci AH, 29
tahun, wc: 23 November 2017)
Kebiasaan minum obat yang diungkapkan informan bahwa mereka memiliki
jadwal tertentu untuk meminum obat untuk menghindari terganggunya aktivitas
keseharian mereka dari efek samping obat. Hal ini dapat dijelaskan semakin positif
presepsi pasien TB-MDR tentang kemanfaatan (benefit), kecenderungan mengambil
tindakan (cues to action) dan kepercayaan diri (self efficacy) dalam menjalankan
pencegahan penularan TB akan semakin baik perilaku pencegahannya dan sebaliknya 31
Berikut cuplikan wawancara informan :
“Saya minum obat sekarang mulai setengah 4 sore, karena kalau pagi sa minum
obat nda bisa sa beraktivitas saya. Karena itu kalau minum obat itu [obat TB-MDR],
setelah kita minum obat itu ada – ada saja rasanya [efek samping] kadang, minum obat
itu nda bisa konsentrasi..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
Selain meminum obat – obatan yang diresepkan oleh dokter beberapa informan
bahwa mengatakan bahwa dengan meminum obat herbal, mereka percaya dapat
menyembuhkan penyakit mereka dimana obat herbal yang didapatkan berasal dari teman
maupun keluarga. Cues to action bisa bersifat internal atau faktor eksternal yang
mendukung kecenderungan pasien bertindak. Hal – hal yang terkait berupa pesan – pesan
kesehatan melalui media massa, konsultasi dengan tenaga kesehatan atau anjuran teman
yang mempengaruhi seseorang dalam memutuskan tindakannya31
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Mungkin banyak sekali mi itu obat [obat TB-MDR] yang di coba, ada itu biasa
obat tradisional yang herbal. Sampai di Makassar ini kita berobat. Tapi obat dari
Makassar cuman itu ji yang herbal – herbal..” (Informan Biasa J, 22 tahun, wc: 27
November 2017)
“...Tapi terus terang bukan hanya obat dari dokter saya minum.obat herbal apakah
itu da kasikan saya orang itu..” (Informan Kunci S, 53 tahun, wc: 27 November 2017)
“..jadi sudahmi sa minum mi obat herbal, itu pak R temanku yang di FKIP, selalu
itu stigmanya da selalu tanamkan kalau ramuan herbal itu ada efeknya. Itu selalu herbal
[hanya obat herbal saja yang dikonsumsi]..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28
November 2017)
Hasil penelitian yang didapatkan bahwa keluarga pasien sengaja memutuskan
kebiasaan minum obat pasien TB-MDR di karenakan efek samping yang terjadi pada
pasien sangatlah parah. Hal ini berhubungan dengan respon terhadap sakit yaitu tidak
bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa – apa (no action). Alasannya antara lain
bahwa dengan kondisi tersebut tidak akan memperarah gejala yang dirasakan oleh pasien
TB-MDR30
Berikut cuplikan wawancara informan :
“.. Teratur, itu hari sempat, tapi sudah lama mi toh, sempat dikasi berhenti
[minum obat TB], karena keras sekali obatnya itu. Kadang kalau sudah minum da kejang
– kejang itu, kadang dingin sekali [badannya], pokoknya kayak orang mau meninggal..”
(Informan Biasa J, 22 tahun, wc: 27 November 2017)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan selaku petugas kesehatan bidang
TB- MDR mengungkapkan kebiasaan minum obat pasien TB-MDR yang harus dijalani
adalah selama 2 tahun untuk sembuh secara sempurna walaupun dari sudut pandang
informan sendiri pengobatan TB-MDR bisa saja diperoleh hanya dalam waktu 6 bulan
sampai sembuh asalkan rutin. Harus diakui pengobatan terhadap tuberkulosis dengan
resistensi ganda ini amat sulit dan memerlukan waktu yang lama bahkan sampai 24
bulan39
Berikut cuplikan wawancara informan :
“Dua tahun [masa pengobatan TB-MDR]. Tapi sebenarnya biar sudah di kasi obat
sudah sembuh mi. tapi kalau 6 bulan di kasi obat baru rutin sudah selesai mi itu virusnya.
Tapikan namanya paket pengobatan dua tahun, kita harus antisipasi virusnya itu.
Pokoknya kalau mau sehat betul minimal 24 bulan baru bisa sembuh..” (Informan Biasa
AR, 45 tahun, wc: 23 November 2017)
b. Gejala dan Efek Samping Obat
Hasil penelitian yang didapatkan bahwa informan mengalami gejala dan efek
samping berupa nyeri sendi, nafsu makan berkurang, rasa khawatir yang berlebihan.
Kemudian informan yang memiliki riwayat penyakit lambung mengakui bahwa efek
samping yang dirasakan berupa loyo, pusing, sakit kepala, sesak napas.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Nyeri sendi, baru apalagi nafsu makan mulai berkurang, baru rasa khawatir
terus, lebih berat..” (Informan Kunci F, 15 tahun, wc: 23 November 2017)
“..Tiada nafsu makan itu, otomatis ada hubungannya dengan lambung itu, ini sa
rasa kayak sa loyo terus kune, loyo, panas, kemudian pusing, sakit kepala, kalau sa
halangan tiba sa haid, sakitt, sa rasa loyo, kenapa sesak-sesak napasku kayak da
takancing [terhenti]..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa informan pasien TB-MDR
bahwa gejala yang sering terjadi selama menjalani pengobatan adalah mual dan muntah.
Mual dan muntah (gangguan gastrointestinal) merupakan efek samping yang paling
sering ditemukan dibandingkan efek samping lainnya yaitu 79,8% dan 78,9%17
Berikut cuplikan wawancara informan :
“Gara – gara itu hari sebelumnya toh, kan pernah sa tidak tau, muntah, mual sa
masuk dirawat di periksa di ahli dalam kalau kena TB, tapi itu baru TB.." (Informan
Kunci AH, 29 tahun, wc: 23 November 2017)
“..kalau sudah minum ini [obat TB-MDR] kadang mual – mual kadang sa muntah
habis minum. Disitu mi sa tidak bisa keluar [keluar rumah]..” (Informan Kunci S, 53
tahun, wc: 27 November 2017)
Menurut penjelasan informan bahwa pengaruh efek samping obat berdampak
pada stress dan psikologis serta susah tidur dan makan. Kemudian keluhan yang
disampaikan oleh pasien adalah perasaan akan gila dan susah tidur yang merupakan efek
samping obat.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Banyak sebenarnya, dari pertamakan sampe 8 bulan itu, apalagi nyeri
persendian, stress juga. Kalau minum obat [obat TB-MDR], stress itu, kalau di bilang
tingkat tinggi stresnya. Kemudian apalagi susah tidur, bahkan makan pun juga lain – lain
juga. Jadi kalau malam juga itu sa nda bisa tidur tengah malam pengaruh stress juga,
mungkin pengaruh pengobatan juga, jadi kalau kita berimajinasi juga pasti tinggi sekali
kita berimajinasi, sudah jauh..” (Informan Kunci AL, 20 tahun, wc : 25 November
2017)
“Semua keluhan banyak… ‘ibu sa mau muntah, sa mual, sa pusing, sa tida bisa
biar tidur, kayak sa mau gila’. Itu obatnya 1 bulan belum ada reaksi, 2 bulan sudah mulai
pusing muntah. Ada yang kayak sarap – sarap sampai mau, pokoknya begitu. Jadi kalau
MDR itu harusnya rujuk di rumah sakit jiwa karena efeknya dari itu obatnya, tergantung
kalau dia bisa kendalikan dirinya sendiri [tidak gila].. karena efeknya itukan mereka
kayak mau gila, kayak perasaan lainnya..”..” (Informan Biasa AR, 45 tahun, wc: 23
November 2017)
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terjadi gejala efek samping yang
dirasakan informan pasien berupa gangguan pendengaran dan penglihatan meskipun
gejala tersebut tidak berasal dari riwayat penyakit sebelumnya. Pada penelitian lainnya17
mengemukakan bahwa bahwa gangguan pendengaran cukup banyak ditemukan sebanyak
59,6%.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Kalau efek samping kadang kurang pendengarannya begitu, kadang da buram
mi juga matanya kabur – kabur. Kayaknya efek sampingnya obat itu [obat TB-MDR].
Karena dulu itu penyakitnya diabetes pertama toh, pendengarannya bagus ji tapi tidak
kayak begitu pas yang sekarang. Da stress juga kadang obatnya itu...” (Informan Biasa
J, 22 tahun, wc: 27 November 2017)
“..Bayangkan sa tida’ bisa dengar bunyi besar, sa tida bisa, kayak mau pecah
kepalaku. sa tida’ tandai bagaimanakah itu penglihatannya kita kabur, tuli, kabur.
Bayangkan itu sa tuli sebelah..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November
2017)
“..Kalau pertama kan itu hari da minum obat [pasien TB MDR] biasa kan da
cuman merasakan nyeri kakinya, kalau sekarang lebih nyeri juga kadang susah da jalan.”
(Informan Biasa S, 20 tahun, wc: 25 November 2017)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui beberapa informan pasien TB-
MDR memiliki gejala sering buang air kecil disertai batuk-batuk selama menjalani masa
pengobatan berupa suntikan setiap harinya. Sejalan dengan penelitian lainnya17 yang
menyatakan bahwa efek samping gangguan renal pada penelitian terdapat 59,6%.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..bohamma luar biasa efeknya, da bilang ibu S, 3 hari mulai baru terasa efeknya,
da ta’ kencing – kencing terus [informan M], baru sa ada pergi pake popok, mana impus
pulang bale terus ini, bengkak juga ini tangan, da tida putus – putus itu kencing, batuk –
batuk, kening – kencing terus. Sa heran juga dari malam sampe pagi tida putus itu
kencing, anu itu...” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
c. Penyebab Putus Obat sehingga Menjadi TB- MDR
Informan mengatakan penyebab ia putus berobat karena pada saat sebelumnya
informan tidak tahu tentang penyakit TB-MDR yang ia derita, ia menganggap gejala
yang ia rasakan hanyalah penyakit TB biasa, namun ketika gejala tersebut sudah cukup
parah ia langsung memeriksakan dirinya ke rumah sakit dan kemudian divonis menderita
TB-MDR. Banyaknya pasien yang tidak mengetahui tentang TB-MDR atau TB yang
kebal dengan obat akan berpengaruh terhadap pengobatan pasien itu sendiri41
“..kan pernah sa tidak tau, muntah, mual sa masuk dirawat di periksa di ahli dalam
kalau kena TB, tapi itu baru TB, cuman ditau kalau sudah minum obat toh, tapi sa putus
jadi nda ada yang kasi tau kalau harus pengobatan lagi jadi disitu mi [putus berobat], pas
sa ke rumah sakit lagi, leher ku selalu gatal toh, batuk – batuk terus baru berlendir toh,
diperiksa langsung nae’ itu TB-MDR. Itu karena sa putus sudah banyak kali, lama,
pokoknya belum 3 bulan berobat sa putus mi. tidak tau kalau penyakit ini [TB-MDR]
bagaimana toh, nae’ mi TB-MDR, langsung mi di tau, nanti pi mungkin sa tau itu.
Karena mungkin kalau di kasitau pertama tidak mungkin seperti begitu..” (Informan
Kunci AH, 29 tahun, wc: 23 November 2017).
Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa penyebab pasien putus berobat karena
keperluan pasien untuk pergi ke luar kota sehingga pasien lupa untuk membawa obat,
kelalaian ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang TB- MDR dan ketidakpatuhan
pasien. Penderita akan lebih dituntut mengikuti prosedur pengobatan yang lebih intensif
sehingga pasien harus lebih patuh dalam menjalani pengobatan9
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Bagaimana ddi.. mau jalan terus dia [pasien TB-MDR] tidak mau di rumah, kita
tidak tau apa anu-nya,karena biasa kadang pulang Kendari- Makassar. Jadi kadang dia
lupa bawa obatnya. Karena itu mi pas putus obatnya di diagnosakan di anu, di bahteramas
diagnosakan TB-MDR..” (Informan Biasa S, 20 tahun, wc: 27 November 2017)
Hal yang mempengaruhi penyebab putus obat pasien seperti yang diungkapkan
oleh informan kunci AH bahwa penyebab putus obat bisa terjadi karena ada rasa malas
dari diri sendiri penyebabnya karena efek samping obat yang begitu menganggu sehingga
pasien malas untuk meminum obat TB-MDR.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Hmm, iya malas. Biasa sa terganggu kalau sa kerja apa, yang pertama memang
malas, tidak mau sekali toh dari efeknya..” (Informan Kunci AH, 34 tahun, wc: 23
November 2017)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa motivasi kesembuhan
memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat keberhasilan pengobatan pasien TB-MDR
sampai sembuh. Motivasi yang diberikan untuk pasien berasal dari keluarga, orang lain
dan petugas kesehatan. Tetapi yang memiliki pengaruh cukup besar adalah motivasi dari
petugas kesehatan.
a. Motivasi dari Diri Sendiri untuk sembuh
Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pasien TB-MDR mengatakan bahwa
meminum obat secara rutin, mengikuti anjuran dokter termasuk salah satu cara dalam
memotivasi diri mereka sendiri karena adanya niat keinginan untuk sembuh. Langkah
terakhir dalam proses pemudah sebelum tindakan yang sebenarnya terjadi adalah
merumuskan behavioral intention (niat) sejalan dengan penelitian lainnya30

Berikut cuplikan wawancara informan :


“..Minum obat terus jalani pengobatan terus ikuti anjuran dokter. Untuk
sembuh..” (Informan Kunci F, 15 tahun, wc: 23 November 2017)
“Oh ada, jelasmi ada kalau mau sembuh,.. Nda tau mi dia itu [pasien TB-MDR]..”
(Informan Biasa S, 20 tahun, wc: 25 November 2017)
“Ya pasti itu ada, kalau orang minum obat biasanya pasti ada keinginan untuk
sembuh toh..” (Informan Kunci S, 53 tahun, wc: 27 November 2017)
Pasien juga mengungkapkan motivasi dalam diri sendiri untuk bisa sembuh
dituangkan dengan mendengarkan musik, walaupun sebelumnya pasien tidak melakukan
hal tersebut. Karena dengan mendengarkan musik membantu pasien untuk membuat
perasaannya senang dan terhindar dari stress minum obat. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian lainnya40 yang menyatakan bahwa musik klasik dapat memberikan
rangsangan yang nantinya menghasilkan efek mental dan fisik, yaitu antara lain dapat
menutupi bunyi dan perasaan yang tidak dapat dinyatakan, musik dapat memperlambat
dan menyeimbangkan gelombang otak, musik mempengaruhi pernafasan, musik
mempengaruhi denyut jantung, nadi, tekanan darah, musik dapat mengatur hormon-
hormon yang berkaitan dengan stress, dapat mengubah persepsi tentang ruang dan waktu,
serta musik dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Kalau sa dengar musik toh sa suka, tapi yang slow. Tapi saya sa pintar, sa cari
yang membuatku senang, jadi perasaan tida enak di badanku sa lupakan lagi. Nanti sa
pulang di rumah sendiriku sa begini [sambil menirukan senandung lagu] kalau sa tidak
begitu tida’ enak, sa pusing..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
Pasien mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan kedekatan dengan Tuhan
dalam spiritualitas dapat menjadikan salah satu motivasi mereka untuk sembuh sehingga
ia merasakan beban gejala dan efek samping yang ada selama menjalani pengobatan
terasa ringan. Peran spiritualitas merupakan hal yang tidak boleh diabaikan guna
mengatasi permasalahan seputar kejiwaan15
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Sa cerita sama Allah kayak enak itu ceritanya kayak rasanya heeh enak sekali
jadi ringan apa semua. Jadi kita pasien MDR ini memang punya berbagai macam rasa,
karena apa? Efeknya pengobatan itu macam – macam , karena dia pasien tidak boleh
dimarahi, dikucilkan, tidak boleh dia di bentak – bentak..” (Informan Kunci M, 34
tahun, wc: 28 November 2017)
Informasi yang didapatkan dari petugas kesehatan bahwa salah satu motivasi diri
pasien TB-MDR untuk sembuh dan dapat menjalani masa pengobatan adalah karena
imbalan uang. Dengan adanya uang yang diberikan rutin dari puskesmas setiap bulannya,
hal tersebut dijadikan motivasi sendiri bagi pasien untuk mau menjalani tahap
pengobatan. Pasien yang datang berobat membawa harapan yang ingin dipenuhi yakni
untuk mendapat imbalan uang24
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..itu tiap bulan mereka [pasien TB-MDR] di gaji, di gaji itu tiap bulan untuk
berobat selama dua tahun. Sementara kita petugas tidak dapat apa – apa. Untuk apa di
gaji ? supaya mau berobat, ko mau kah itu disuntik terus tiap bulan ? selama 8 bulan ?
kalau tidak di kasi begitu mana mereka mau datang suntik. Uang, ini saja [informan F] ‘
ibu sudah ada uangku?’ hahaha. Ini sa kasi tau lagi dokter pokoknya sa tidak mau mi, sa
mau potong mi juga, Perbulan 750 itu he, biasa sa kasi per 600. Bulan-bulan ini sa kasi
600..” (Informan Biasa AR, 45 tahun, wc: 23 November 2017)
b. Motivasi dari Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan informasi yang didapatkan bahwa
pasien secara langsung ikut termotivasi dengan adanya motivasi yang penuh dari
keluarga serta perlakuan yang membuat mereka merasa senang dan bahagia. Dorongan
anggota keluarga untuk berobat secara teratur dan adanya dukungan keluarga yang
menjalin hubungan yang harmonis dengan penderita membuat penderita diuntungkan
lebih dari sekedar obat saja, melainkan juga membantu pasien tetap baik dan patuh
meminum obatnya16
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Ya pertamakan motivasi terbesar saya kan dari keluarga juga ketika ada
dorongan ada dukungan maka itu yang membuat kita kuat, pokoknya motivasinya full itu
semua, artinya dengan itu saya termotivasi juga..” (Informan `Kunci AL, 20 tahun, wc:
25 November 2017)
“..karena dari teman – temanku dan terutama anak – anak, saya apa ddi saya
bernaung dengan kehidupannya mereka yang serba hanya tertawa ketika tertawa-tertawa,
da ngomong sembarang dan membuat lucu saya tertawa. Ternyata saya suka , saya
ikuti..” (Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
Informasi lain yang didapatkan bahwa pasien tidak diberikan motivasi sama sekali
dari saudara – saudaranya malahan ada perlakuan untuk sengaja memberhentikan
kebiasaan minum obat pasien karena stigma keluarga pasien yaitu meminum obat
berbahaya serta penyakit TB tidak ada dalam garis keturunan keluarga pasien. Hal ini
sejalan dengan penelitian lainnya9 bahwa budaya masyarakat yang menganggap TB
merupakan penyakit keturunan, atau penyakit kutukan, mengakibatkan meningkatnya
angka kematian.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Sebenarnya kalau keluargaku itu, terus terang saja nda usah mi kita sembunyi.
Keluargaku malah da tidak dukung saya minum obat begini, dorang bilang ‘kenapa kamu
minum obat begini, nah kamu ini bukan penyakitmu TBC, tida ada kita punya turunan
TBC’ tapi saya tetap minum [obat TB-MDR]. Harus minum karena itu sa pikirkan,
istriku, keluargaku, nah kan sa punya anak 7. Kalau istriku itu dia selalu ji dukung saya,
kalau sa tidak minum da marah, hanya sa punya sodara mereka bilang ‘ jangan mi ko
minum obat begitu, obat begitu katanya bahaya juga’ tapi saya tetap minum karena saya
mau sembuh..” (Informan Kunci S, 53 tahun, wc: 27 November 2017)
Dilihat dari hasil penelitian, petugas kesehatan mengungkapkan bahwa biasanya
keluarga pasien memberikan motivasi, tetapi jika keluarga pasien tersebut tidak peduli
yang terjadi adalah pasien tidak memiliki motivasi sama sekali untuk sembuh ataupun
berobat.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Iya dikasi motivasi dari keluarganya supaya da bisa bimbing ini seperti itu, tapi
bagaimana kalau keluarganya cuek? Nda ada [motivasi untuk sembuh]. (Informan Biasa
AR, 45 tahun, wc: 23 November 2017)
c. Motivasi dari Lingkungan Pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar teman – teman
pasien bersikap biasa saja terhadap pasien TB-MDR dan diberikan motivasi seadanya
yaitu diingatkan selalu sabar dan selalu minum obat.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Ko sabar ehh,, itu bagaimana. Sebenarnya ada yang tau ada yang tidak [teman –
teman informan AH], iya di dukung ji...” (Informan Kunci AH, 29 tahun, wc: 23
November 2017)
“..Nda ada ji dorang [teman-teman informan F] perlakukan ji saya seperti biasa,
tapi maksudnya bemana ddi, tidak peduli juga tidak, mereka peduli juga tidak,
maksudnya biasa – biasa ji..” (Informan Kunci F, 15 tahun, wc: 23 November 2017)
“..Mereka bilang [kepada pasien TB], ‘selalu saja berobat ko saja terus jangan
sampai anu, kalau mau sembuh, berobat saja’. Di dukung ji terus harus di semangati..”
(Informan Biasa S, 20 tahun, wc: 25 November 2017)
Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa pasien mendapatkan bantuan dari
lembaga – lembaga tertentu dan dari Puskesmas yaitu berupa makanan yang
meningkatkan nutrisi pasien serta uang yang diberikan tiap bulannya dari Puskesmas.
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain,
teman, waktu dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap program –
program medis9
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Banyak orang ini sa nda bisa hitung, dengan adanya AISYAH, masya Allah
tiap bulan kita dikasi nutrisi, dari puskesmas kita di kasi uang, ada uangnya kita
itu..”(Informan Kunci M, 34 tahun, wc: 28 November 2017)
d. Motivasi dari Petugas Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap informan bahwa
motivasi yang diberikan oleh petugas kesehatan ke pasien TB-MDR berupa pemantauan
minum obat diberikan semangat untuk tetap bersabar dalam menjalani pengobatan dan
rutin datang ke rumah pasien setiap harinya untuk memantau pasien meminum obat
selama pasien menjalani masa pengobatannya. Peran PMO atau petugas kesehatan dalam
proses pengobatan TB adalah membawa pasien TB ke tenaga kesehatan, mengingatkan
pasien dalam meminum obat, member obat untuk diminum setiap malam, memotivasi
pasien serta mengantarkan pasien dalam melakukan pengobatan di Puskesmas33
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Dari ini hee ([menunjuk ke petugas kesehatan TB-MDR yang menjadi informan
biasa AR]. Nda ada juga motivasi bemana tapi sa sering ji di suruh datang begitu [datang
berobat]..” (Informan Kunci AH, 29 tahun, wc: 23 November 2017)
“..Da suruh saya minum obat terus dia yang ingatkan [petugas kesehatan informan
biasa AR]. Mereka juga yang belikan [obat]. Ada juga perawat yang sering datang di
rumah setiap bulan..” (Informan Kunci F, 15 tahun, wc: 23 November 2017)
“..Iyaa, di kasi ji terus motivasi dikasitau ji minum terus obat mu jangan sampai
putus..” (Informan Biasa S, 20 tahun, wc: 25 November 2017)
“..Iya, ibu AR [informan biasa AR] baik sekali itu, itu kan berapa kali sa suntik
sama dia, 6 bulan. Terus ada pendampingku [PMO] selalu ji datang tiap bulan, dokter
juga biasa datang ji juga.. (Informan Kunci S, 53 tahun, wc: 27 November 2017)
Menurut informasi dari petugas kesehatan bahwa salah satu bentuk motivasi yang
diberikan kepada pasien selama ia menjadi petugas kesehatan bidang TB-MDR yaitu
memberikan perlakuan lembut, sering memberi perhatian serta semangat dan juga doa.
Sehingga pasien TB- MDR dapat merasakan motivasi tersebut dan dapat ditanamkan
untuk dirinya sendiri selama tahap penyembuhannya.
Berikut cuplikan wawancara informan :
“..Di kasi motivasi yang masuk akal supaya mereka mau minum obat itu
tantangan itu. Pertama kita hadapi pasien dan saya itu doaku pertama bagaimana caranya
da bisa menyesuaikan suntikan selama 8 bulan, sehingga harus dikasi motivasi untuk bisa
minum obat[obat TB], jadi kayak bagaimana kita lembutkan mereka. Sehingga mereka
mau minum obat. Saya hadapi dengan tenang [pasien TB-MDR], da bicara – bicara
[berkeluh kesah] setelah da berhenti bicara baru sa bicara mi juga, jangan lawan dia..”
(Informan Biasa AR, 45 tahun, wc: 23 November 2017)

SIMPULAN
1. Attitude towards the behavior (sikap terhadap riwayat pengobatan pasien TB-
MDR). Sikap terhadap riwayat pengobatan yakni kebiasaan minum obat yang
dilakukan pasien TB- MDR sebagian teratur dan tidak teratur. Gejala dan efek
samping yang dirasakan pasien, nyeri sendi, mual dan muntah, gangguan
psikologis, gangguan pendengaran dan penglihatan, susah tidur, nafsu makan
berkurang. Penyebab pasien putus berobat yaitu, kelalaian pasien mengingat
jadwal minum obat, adanya rasa malas dikarenakan efek samping obat.
2. Subjective Norms (motivasi untuk sembuh pasien TB-MDR) Motivasi untuk
sembuh dari diri pasien menjalani pengobatan secara teratur, selalu sabar dan
mengingat Tuhan, serta kebiasaan mendengarkan musik yang slow. Motivasi dari
keluarga, diingatkan untuk selalu meminum obat dan menjaga kesehatan diri,
sebagian keluarga menolak pengobatan yang dijalani pasien dikarenakan stigma
tidak ada riwayat TB dalam keluarganya. Motivasi dari lingkungan pasien,
lingkungan pasien memberikan motivasi seadanya sehingga tidak ada umpan
balik pasien merasa termotivasi untuk sembuh. Motivasi dari petugas kesehatan,
diberikan saran dan solusi kepada pasien.

SARAN
1. Diharapkan pasien TB-MDR dapat menanamkan motivasi yang lebih baik pada
diri sendiri dan memiliki niat secara utuh untuk sembuh.
2. Perlu adanya kerjasama antara keluarga dan petugas kesehatan untuk memberikan
motivasi yang baik bagi pasien TB-MDR.
3. Diperlukan konseling kepada pasien terkait penyakit TB-MDR sehingga dengan
adanya pengetahuan pasien ataupun masyarakat dapat mencegah peningkatan
kasus TB-MDR di Kota Kendari.
4. Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik mengambil tema yang sama perlu
untuk mengkaji lebih lanjut melalui beberapa penelitian tentang perilaku –
perilaku pasien TB-MDR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anias. (2006). Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi Pencegahan


dari. Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
2. BPS Kota Kendari. (2016). Kecamatan Poasia dalam Angka 2016. Kendari:
Badan Pusat Statistik Kota Kendari.
3. Bungin, B. (2015). Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.
4. Carolia, N., & Mardhiyyah, A. (2016). Multi Drug Resistant Tuberculosis pada
Pasien Drop Out dan Tatalaksana OAT Lini Kedua. Jurnal Majority, 5(2), 11-16.
5. Depkes RI. (2007). Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.
6. Dinas Kesehatan Kota Kendari. (2017). Data Kesehatan Kota Kendari. Kendari.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2016). Profil Kesehatan
Tuberkolosis Sultra. Kendari.
8. Fajri, T. (2013). Hubungan Motivasi Kesembuhan Dengan Kepatuhan
Penatalaksanaan Pengobatan Pada Pasien TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mojosari Mojokerto. Medica Majapahit, 5(2).
9. Farida P. Situmorang, Kendek, R., & Putra, W. F. (2016). Solusi Mengatasi
Ketidakpatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis. Papuan Youth Health Journal
10. Ghony, M. D., & Almanshur, F. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
11. Kemenkes RI. (2014). Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian
Tuberkolosis Resistan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
12. Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
13. Kemenkes RI. (2016a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkolosis.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
14. Kemenkes RI. (2016b). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
15. Kinasih, K. D., & Wahyuningsih, A. (2012). Peran Pendampingan Spiritual
Terhadap Motivasi Kesembuhan Pada Pasien Lanjut Usia. Jurnal STIKES, 5(1).
16. Kurniawati, E. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Menular Pada Pasien Mdr-Tb Paru Di RSUD Dr Soedarso Pontianak. UM
Pontianak.
17. Kusnanto, P., Eko, V., Pakiding, H., & Nurwidiasih, D. (2014). Multidrug
Resistant Tuberculosis (MDR- TB): Tinjauan Epidemiologi dan Faktor Risiko
Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis. Majalah Kedokteran Bandung, 46(4), 189-
196.
18. Kurniawan, N., Rahmalia, S., & Indriati, G. (2015). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru. JOM, 2(1).
19. Linda. (2012). Hubungan karateristik Klien tuberkolosis dengan pengetahuan
Multi Drugs Resisten Tuberkulosis (MDR-TB) di Poli Paru Puskesmas
Kecamatan Jagakarsa. (Skripsi), UI, Depok.
20. Loriana, R., Thaha, M., & Ramdan, I. M. (2014). Efek Konseling Terhadap
Pengetahuan, Sikap Dan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Unhas.
21. Mapparenta, M. A., & Ibnu, I. F. (2013). Perilaku Pasien Tuberkulosis Tipe MDR
di BBKPM dan RSUD Labuang Baji Kota Makassar Tahun 2013. (Artikel
Ilmiah). Universitas Hasanuddin
22. Martha, E., & Kresno, S. (2016). Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bidang
Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press.
23. Munir, M. S., Nawas, A., & Soetoyo, D. K. (2008). Pengamatan pasien
tuberkulosis paru dengan multidrug resistant (TB-MDR) di Poliklinik Paru RSUP
Persahabatan. Jurnal Respirologi Indo 30(2), (91-104)
24. Nirmalawati, L. (2013). Hubungan Motivasi Pasien Datang Ke Rumah Sakit Gigi
Dan Mulut Universitas Jember Terhadap Tingkat Kooperatif Pasien. (Skripsi),
Universitas Jember.
25. Notoatmodjo. (2003). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
26. Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
27. Notoatmodjo. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Jakarta: Rineka Cipta.
28. Notoatmodjo. (2012a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
29. Notoatmodjo. (2012b). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Edisi Revisi
Jakarta: Rineka Cipta.
30. Notoatmodjo. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
31. Nurhayati, I., Kurniawan, T., & Mardiah, W. (2015). Perilaku Pencegahan
Penularan dan Faktor-Faktor yang Melatarbelakanginya pada Pasien Tuberculosis
Multidrugs Resistance (TB MDR). Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 3(3).
32. Priyoto. (2014). Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta Nuha
Medika.
33. Putri, J. A. (2015). Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan PMO
(Pengawas Minum Obat) Terhadap Kepatuhan Minum Obat Antituberkulosis
Pasien TB Paru. Jurnal Majority, 4(8), 81-84.
34. Puskesmas Poasia. (2017). Data Kesehatan Puskesmas Poasia Kota Kendari.
Kendari.
35. Puspasari, N. (2014). Karakteristik Pasien Tuberkulosis yang Memperoleh
Pengobatan Kategori 2 di Pengobatan Penyakit Paru-paru (UP4) Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2009- 2012. (Artikel Ilmiah). Pontianak: Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
36. Sallamena, A. S. (2015). Studi Kualitatif Dukungan Keluarga Dalam Memberikan
Motivasi Kesembuhan Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Santa
Anna Kota Kendari Tahun 2015. (Skripsi). Program Sarjana Universitas Halu
Oleo, Kendari.
37. Suharmiati, S., & Maryani, H. (2011). Analisis Hubungan Penggunaan Obat
FDC/KOMBIPAK Pada Penderita yang di Diagnosis TB Paru Berdasarkan
Karakteristik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 14(2 ).
38. Syahrezki, M. (2015). Faktor Risiko Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB-
MDR). Jurnal Agromedicine, 2(4), 403-418.
39. Tirtana, B. T., & Musrichan, M. (2011). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Resistensi Obat
Tuberkulosis di Wilayah Jawa Tengah. (Artikel Ilmiah). (Faculty of Medicine),
Undip.
40. Utomo, A. W. (2013). Studi Pengembangan Terapi Musik Islami Sebagai
Relaksasi Untuk Lansia. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 3(1).
41. WHO. (2017a). Drug-resistant TB .http://www.who.int/tb/areas-of-work/drug-
resistant-tb/en/. Diakses pada tanggal 24 September 2017
42. WHO. (2017b). Tuberculosis. http://www.who.int/tb/en/. Diakses pada tanggal 24
September 2017
43. WHO. Global Tuberculosis Control. (2011). Global Tuberculosis Control 2011.
France: WHO.
44. WHO. Global Tuberculosis Report. (2016). Global Tuberculosis Report 2016.
http://www.who.int/tb/publications/global_repor t/en/. Diakses pada tanggal 24
September 2017
45. Yuni, I. D. A. M. A. (2016). Hubungan Fase Pengobatan TB Dan Pengetahuan
Tentang MDR TB dengan Kepatuhan Pengobatan Pasien TB. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 4(3), 3 iu 01-312
CRITICAL APPRAISAL JOURNAL

JUDUL : Studi Kualitatif Perilaku Pasien Tuberkulosis Multi Drugs Resistant Di


Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017
PENULIS : Devica Sarah Putri Kusuma Hapsari1 La Dupai dan Fikki Prasetya
SUMBER : Jimkesmas Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat VOL.3 /NO.
1/Januari 2018; ISSN 2502-731X
PENELAAH : Agus Wahyudi
TANGGAL : 20 Juli 2021

APA ISI JURNAL INI SECARA UMUM?


1. Apakah latar belakang penelitian Ya, latar belakang penelitian ini dinyatakan secara
dinyatakan secara jelas? (Is the background jelas dalam abstrak. Adapun latar belakang
of the study clearly stated?) penelitian ini adalah Tuberkulosis Multi Drugs
Resistant (TB-MDR) adalah kasus TB yang
disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis
yang resisten terhadap rifampicin dan
isoniazid. Penyebab pasien putus berobat yaitu,
kelalaian pasien mengingat jadwal minum
obat, adanya rasa malas dikarenakan efek
samping obat. Solusinya diharapkan adanya
kerjasama antara keluarga dan petugas
kesehatan untuk memberikan motivasi yang
baik bagi pasien TB-MDR.
2. Apa yang menjadi masalah utama penelitian Perilaku pasien tuberkulosis multi drugs
ini? (What is the main problem of this resistant
research?)
3. Apakah tujuan penelitian ini? (What is the Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
objective of this research?) perilaku pasien Tuberkulosis Multi Drugs
Resistant di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia
Kota Kendari tahun 2017

APAKAH REVIEW INI MEMPUNYAI PERTANYAAN YANG JELAS ARAHNYA?

4. Adakah review ini mencakup isu-isu pokok? Ya, review ini mencakup isu-isu pokok,
Apakah ada informasi yang cukup tentang: mencakup populasi yang dipelajari, outcome
yang penting tapi tidak ada intervensi yang
 Populasi yang dipelajari diberikan dari peneliti
 Intervensi yang diberikan  Populasi yang dipelajari pasien
 Outcome yang penting tuberkulosis multi drugs resistant
dengan informan kunci dan informan
biasa
 Outcome yang penting Attitude towards
the behavior (sikap terhadap riwayat
pengobatan pasien TB-MDR) dan
Subjective Norms (motivasi untuk
sembuh pasien TB-MDR)
5. Apakah penulis telah menyeleksi makalah- Tidak, peneliti tidak menyeleksi makalah-
makalah yang sesuai? (Did the authors look makalah yang sesuai, peneliti hanya melakukan
study pendahuluan terkait dengan kasus yang
for the appropriate sort of papers?) akan diteliti
Penelitian-penelitian terbaik haruslah:
 Menjawab pertanyaan review (Address the
review’s question)
 Mempunyai desain studi yang sesuai (Have
an appropriate study design)

APAKAH HASIL-HASIL REVIEW VALID?


6. Menurut anda, apakah review ini mencakup
studi-studi yang penting dan relevan? (Do
you think the important, relevant studies were
included?)
Cari:
 Data dasar kepustakaan mana yang dipilih
(Which bibliographic databases were used.)
 Kontak person dengan para ahli (Personal
contact with experts)
 Penelusuran studi-studi yang telah dan tidak
dipublikasikan (Search for unpublished as
well as published studies)
 Penelusuran studi-studi yang menggunakan
bahasa selain bahasa Inggris (Search for non-
English language studies)
APAKAH HASIL PENELITIAN DAPAT DIPERCAYA?
(ARE THE RESULT CREDIBLE)?
7. Apakah strategi pengambilan sample - Subjek penelitian dipilih dengan teknik
dinyatakan dengan jelas dan beralasan? Snowballing Sampling di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia Kota Kendari
(Was the sampling strategy clearly defined - Sumber data penelitian ini adalah dari
and justified?) informan kunci dan informan biasa.
Informan kunci adalah yaitu mereka yang
Perhatikan: dapat memberikan informasi secara jelas
dan terpercaya, mengetahui dan menjalani
 Apakah metode pengambilan sampel (baik
secara langsung pengobatan TB-MDR
subjek maupun setting/lokasi) selama 24 bulan serta menerapkan perilaku
dideskripsikan secara jelas? (Has the kesehatan selama menderita penyakit TB-
MDR. Informan kunci dalam penelitian ini
method of sampling (for both the subjects yaitu, sebanyak 5 orang pasien TB-MDR.
and the setting) been adequately Informan biasa dalam penelitian ini yaitu
petugas kesehatan P2M bidang programmer
described?)
TB dan keluarga penderita sebanyak 2
 Apakah karakteristik subjek yang digunakan orang
dalam penelitian ini didefinisikan secara
jelas? (Have the characteristics of the
subjects been defined?)
8. Apa saja metode yang digunakan peneliti Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
untuk mengumpulkan data? (What methods dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini
menggunakan Snowballing Sampling. Sumber
did the researcher use for collecting data?) data penelitian ini adalah dari informan kunci
Consider: dan informan biasa. Informan kunci adalah
yaitu mereka yang dapat memberikan
 Apakah sudah dipelajari sumber data yang
informasi secara jelas dan terpercaya,
tepat? (Have appropriate data sources been mengetahui dan menjalani secara langsung
studied?) pengobatan TB-MDR selama 24 bulan serta
menerapkan perilaku kesehatan selama
 Apakah metode untuk mengumpulkan data menderita penyakit TB-MDR. Informan kunci
telah dideskrisikan secara cukup jelas/detail? dalam penelitian ini yaitu, sebanyak 5 orang
(Have the methods use for data collection
pasien TB-MDR. Informan biasa dalam
penelitian ini yaitu petugas kesehatan P2M
been described in enough detail?) bidang programmer TB dan keluarga penderita
 Apakah metode pengumpulan data yang sebanyak 2 orang. Peneliti melakukan
penelitian ini untuk mendapatkan data
digunakan lebih dari satu cara? (Was more
mengenai objek yang diteliti dengan
than one method of data collection used?) menggunakan beberapa teknik yaitu
 Apakah metode yang digunakan reliable dan wawancara mendalam (in-depth interview),
observasi,dan dokumentasi.
terverifikasi secara independent (misalnya
dengan menggunakan audiotape, videotape,
catatan)? (Were the methods used reliable
and independently verifiable (e.g audiotape,
videotape, fieldnotes)?)
9. Apakah metode yang digunakan peneliti
untuk menganalisis data dan cara kontrol
kualitas apa yang diimplementasikan?
(What methods did the researcher use to
analyze the data, and what quality control
measures were implemented?)
Consider:
 Bagaimana tema dan konsep yang ditarik
dari data? (How were themes and concepts
derived from the data?)
 Apakah analisis dilakukan oleh lebih dari
satu peneliti dan metode apa yang
digunakan untuk mengatasi adanya
perbedaan interpretasi dari setiap peneliti?
(Did more than one researcher perform the
analysis, and what method was used to
resolve differences of interpretation?)
 Apakah hasil yang berbeda atau bersifat
negative dan menyimpang tetap dibahas
atau diabaikan? (Were negative or
discrepant results fully addressed, or just
ignored?)

APA HASIL PENELITIAN INI?


(WHAT ARE THE RESULTS?)
10. Apa hasil penelitian ini dan apakah hasil Iya, hasil penelitian ini adalah
itu dapat menjawab pertanyaan penelitian? - Attitude towards the behavior (sikap
terhadap riwayat pengobatan pasien TB-
(What are the results, and do they address the MDR). Sikap terhadap riwayat pengobatan
research question?) yakni kebiasaan minum obat yang dilakukan
pasien TB- MDR sebagian teratur dan tidak
teratur
- Subjective Norms (motivasi untuk sembuh
pasien TB-MDR) Motivasi untuk sembuh
dari diri pasien menjalani pengobatan secara
teratur, selalu sabar dan mengingat Tuhan,
serta kebiasaan mendengarkan musik yang
slow
11. Apakah hasil penelitian dapat Iya, data original dimasukkan berupa hasil
dipercaya? Contohnya, (Are the result wawancara langsung pada pasien yang telah
dipilih oleh peneliti melalui teknik snowballing
credible? For example,) sampling, dengan memasukkan kalimat asli
 Apakah data original dimasukan ke dalam yang disampaikan oleh subjek yang diteliti.
Dengan dimasukkannya langsung maka
makalah penelitian (misalnya pada
informasi yang disampikan menjadi jelas dan
makalah terdapat kalimat yang langsung logis
diambil dari data original)? (Have
sequences from the original data been
included in the paper (e.g direct
quotation)?)
 Apakah memungkinkan untuk menentukan
sumber data yang disajikan (misalnya
dengan melakukan penomoran data)? (Is it
possible to determine the source of data
presented (e.g by numbering of extracts)?)
 Seberapa banyak informasi yang terkumpul
dapat ditunjukkan untuk penilaian
independen? (How much of the
information collected is available for
independent assessment?)
 Apakah penjelasan yang diberikan logis
dan masuk akal? (Are the explanations
presented plausible and coherent?
12. Apa kesimpulan yang ditarik pada Kesimpulan yang ditarik dari penelitian
penelitian ini, dan apakah kesimpulan tersebut adalah
 Attitude towards the behavior (sikap
tersebut berdasarkan hasil penelitian? terhadap riwayat pengobatan pasien TB-
Terutama, apakah penjelasan alternatif MDR). Sikap terhadap riwayat pengobatan
yakni kebiasaan minum obat yang
sudah dieksplorasi? (What conclusions were
dilakukan pasien TB- MDR sebagian
drawn, and are they justified bye the results? teratur dan tidak teratur. Gejala dan efek
In particular, have alternative explanations samping yang dirasakan pasien, nyeri
for the result been explored?) sendi, mual dan muntah, gangguan
psikologis, gangguan pendengaran dan
penglihatan, susah tidur, nafsu makan
berkurang. Penyebab pasien putus berobat
yaitu, kelalaian pasien mengingat jadwal
minum obat, adanya rasa malas
dikarenakan efek samping obat.
 Subjective Norms (motivasi untuk sembuh
pasien TB-MDR) Motivasi untuk sembuh
dari diri pasien menjalani pengobatan
secara teratur, selalu sabar dan mengingat
Tuhan, serta kebiasaan mendengarkan
musik yang slow. Motivasi dari keluarga,
diingatkan untuk selalu meminum obat dan
menjaga kesehatan diri, sebagian keluarga
menolak pengobatan yang dijalani pasien
dikarenakan stigma tidak ada riwayat TB
dalam keluarganya. Motivasi dari
lingkungan pasien, lingkungan pasien
memberikan motivasi seadanya sehingga
tidak ada umpan balik pasien merasa
termotivasi untuk sembuh. Motivasi dari
petugas kesehatan, diberikan saran dan
solusi kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai