Anda di halaman 1dari 3

Laporan : Perekonomian pada Masa Pandemi COVID-19

Nama : Davia Kayla Sahrani


Kelas : X MIPA 2
Judul esei : Kondisi Ekonomi Indonesia di Masa Pandemi COVID-19
Isi esei :
Indonesia di hadapkan dengan banyak persoalan dalam aspek ekonomi akibat dari
pandemi Covid-19. Kondisi ekonomi di Indonesia nampak memprihatinkan,
ekonomi secara global 2020 diperkirakan bisa jatuh seperti depresi 1930, bukan
lagi seperti tahun 2008 atau 1998. Kondisi ini juga memicu penurunan
perdagangan bahkan perdagangan internasional. Di Indonesia sendiri berbagai
sektor harus terkendala dalam proses operasi, seperti pabrik-pabrik yang harus
menghentikan proses operasi karena kondisi tidak memungkinkan.
Kondisi perekonomian di Indonesia dan upaya pemulihannya saat ini menjadi
fokus baru dalam upaya penanganan. Trend ekonomi ini menjadi topik kajian
Ekonomi dalam Pandemi: Asa Ekonomi dan Langkah Pemulihan yang diadakan
oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII),
secara daring pada Selasa, (30/6).
Dosen program studi Manajemen Institut Teknologi & Bisnis Ahmad Dahlan
Jakarta, Muhammad Sarwani, S.E., M.M. selaku pembicara menjelaskan adanya
dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah yang besar, sebagai
bagian dari krisis ekonomi. “PHK sendiri sudah pasti. Kementerian
ketenagakerjaan sendiri melaporkan ada 2,9 Juta karyawan yang di PHK (per Mei
2020), sedangkan KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) justru lebih
tinggi, ada 6,4 juta karyawan,” Jelasnya.
Tidak hanya PHK secara massal, dari bagian pemilik usaha sendiri juga mendapati
kerugian. “Selain PHK, permintaan, suplai, produksi, tersendat. Kemudian usaha-
usaha jadi gulung tikar, ya itu sudah pasti seperti yang kita sering lihat,”
Imbuhnya.
Wartawan Senior sekaligus dosen manajemen ini juga menyampaikan beberapa
perkiraan pelemahan ekonomi akibat pandemi. Di antaranya adalah penurunan
angka perekonomian Indonesia dalam beberapa kuartal. “Pada Kuartal II 2020,
diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 3,8 persen. Lalu pada kuartal ke
III diperkirakan akan menurun sebesar 1,6 persen. Jadi kalau berturut-turut minus,
Indonesia sudah masuk resesi,” tuturnya.
Sarwani menambahkan dampak pelemahan ekonomi tersebut secara global.
“Bahkan perekonomian dunia akan menurun sebesar tujuh persen, terparah sejak
perang dunia kedua,” tandasnya.
Dalam menghadapi pelemahan terhadap ekonomi, diperlukan langkah antisipasi ke
depan. Pemerintah tidak bisa tinggal diam, atau stagnan dalam mengambil langkah.
“Pelemahan ini bisa diantisipasi dengan beberapa kebijakan. Pertama pemulihan
ekonomi nasional (PEN). Kemudian pelonggaran PSBB secara berhati-hati, mall,
pasar, kantor sudah mulai dibuka di masa transisi, selain itu pemerintah juga
mencoba mempercepat reformasi ekonomi (RUU Cipta Kerja),” terang Sarwani.
Selain melakukan pemulihan melalui jalur kebijakan, pihak pemerintah juga bisa
memberikan bantuan terhadap masyarakat. “Kemudian bisa dengan stimulasi daya
beli masyarakat, yang tidak hanya bertumpu pada bansos. Lalu kembangkan
aktivitas masyarakat. Percepat realisasi stimulus fiskal. Serta memberikan bantuan
kepada UMKM,” imbuhnya.
Rintangan Pemulihan
Walaupun tindakan pemulihan ekonomi menjadi hal yang harus segera
dicanangkan, tidak dapat dipungkiri apabila dalam upaya pemulihan tersebut
menemui rintangan. Sarwani menggaris bawahi terkait rintangan ini. Dirinya
berujar bahwa upaya pemulihan ini bukan perkara yang mudah. “Penopang
pertumbuhan ekonomi cenderung rendah, dilihat dari rendahnya konsumsi rumah
tangga. Dimana konsumsi rumah tangga yang menjadi tumpuan 60 persen bagian
dari PDB”, jelasnya. Selain daya beli, minat belanja masyarakat juga menurun.
“Sekarang orang kalo punya uang cenderung akan dia tabung,” pungkasnya.
Sarwani mengatakan jika lapangan kerja tak segera dibuka, maka akan muncul
masalah baru. “Pengangguran baru 6,4 juta karyawan, lama kelamaan juga akan
menjadi bebas ekonomi tersendiri yang akan ditanggung negara,” tandasnya. Hal
ini juga akan berpengaruh terhadap kemampuan (Skill) dari para pekerja. “Karena
lama tidak bekerja, skill mereka akan ketinggalan. Perlu re-skilling dan up-skilling,
yang tentu saja kembali lagi ongkosnya juga besar,” tekannya.
Bantuan yang diberikan pemerintah untuk menstimulasi UMKM tidak berjalan
lancar distubisinya. Dari pemaparan Sarwani, baru sejumlah kecil bantuan yang
sudah tersalurkan. “Dari stimulus yang disediakan sebesar 123 Triliun, baru
terserap 0,06 persen. Jadi satu persen pun belum ada per-Mei 2020. Jadi bagaimana
ekonomi mau pulih jika hal-hal seperti ini malah menjadi perintang,” ujarnya.
(FSP/RS)
Sumber : https://www.uii.ac.id/ekonomi-di-masa-pandemi-covid-19/
Catatan : “Dari stimulus yang disediakan sebesar 123 Triliun, baru terserap 0,06
persen. Jadi satu persen pun belum ada per-Mei 2020. Jadi bagaimana ekonomi
mau pulih jika hal-hal seperti ini malah menjadi perintang,” - Sarwani

Anda mungkin juga menyukai