Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

Oleh: Abdul Aziz 1230318307

(Tasawuf & Psikoterapi UIN SATU Tulunaggung)

I. Judul Penelitian
Nilai Eko Sufisme Petani Dalam Menggarap Sawah (Studi Fenomenologi Petani Desa
Kebonsari, Madiun)
II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Alam merupakan produk atau hasil ciptaan Tuhan. Segala macam ciptaan Tuhan tersebut
disebut dengan makhluk. Seluruh makhluk Tuhan tersebut diciptakan untuk saling berinteraksi.
Interaksi yang terjadi antar makhluk seharusnya berjalan seperti halnya sebuahrantai atau
lingkaran. Selalu ada hubungan timbal balik antara makhluksatu dengan makhluk lainya.
Hubungan yang saling melengkapi akan membentuk kualitas kehidupan yang lebih baik. Setiap
makhluk yang dicipakan Tuhan selalu memiliki fungsi dan tujuan masing-masing. Seperti halnya
manusia, esensi penciptaan manusia adalah pemberian tugas dari Allah sebagai khalifah Allah di
bumi, yaitu melaksanakan perintah (amanah) sesuai tuntunan Allah dan rasul-Nya sesuai karunia
yang diberikan pada tiap-tiap manusia.1

Sebagai khalifah, manusia memiliki kewajiban kolektif untuk memelihara bumi dari
upaya-upaya perusakan dan penghancurkan alam. Sebagai khalifah, manusia juga diberikan
anugerah dan amanah untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di darat
dan dilautan untuk mendukung kelangsungan hidupnya dan memakmurkan bumi beserta
paramakhluknya.2

1
Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Quran, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),

2
Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam perspektif Islam dan Sains, (Malang: UIN Malang Press,
2008), Cet. ke-1, h.7)
Allah berfirman:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu sekutu bagi Allah,
Padahal kamu mengetahui.”

Ada dua hal penting dalam eko-sufisme. Pertama, eko-sufisme adalah etika berlingkungan yang
dibangun melalui kearifan sufisme dengan menggunakan pola takhalli, tahalli, dan tajalli.
Takhalli adalah proses pengurasan sifat buruk dalam diri manusia, tahalli adalah proses
pengisian diri dengan kebaikan-kebaikan, dan terakhir tajalli adalah manifestasi, aplikasi dan
praktek kebaikan itu sehingga memancar ke luar sekitar dirinya. Jadi, eko-sufisme adalah ekologi
yang dimaknai sebagai praktik tasawuf. Sufisme yang cenderung bersifat egoistik diubah untuk
berdampak kepada lingkungan dan keselamatan diri atau komunalistik (Suwito, 2011: 33-40).
Pemahaman, pengetahuan, dan cinta kepada Tuhan dan alam serta relasinya, yang selama ini
dijadikan pembahasan para sufi, dijadikan sebagai dasar etika lingkungan. Kedua, Eko-sufisme
juga berarti bersufi atau belajar tentang kearifan melalui media lingkungan. Artinya, kesadaran
spiritual yang diperoleh dengan cara memaknai interaksi antar sistem wujud terutama pada
lingkungan sekitar. Eko-sufisme merupakan salah satu dimensi filsafat mistis di dunia islam
(tasawuf) yang mengkaji hakikat manusia dan alam sebagai jalan 0menuju pendekatan dan
penyatuan diri dengan Tuhan. Istilah ini dekat dengan pengertian spiritual ecology, ecological
spirituality, greening religion, green spirituality (Suwito, 2011: 5-15).

Namun dalam usaha-usahanya manusia harus selalu mengedepankan prinsip keselarasan


(mizan) dalam hidup, yaitu menjalani keseimbangan hidup dengan alam, karena segala sesuatu
telah Allah susun dalam prinsip keseimbangan. Maka keseimbangan itulah yang akan menjaga
keberlangsungan hidup seluruh makhluk di alam ini, kelangsungan para penghuninya termasuk
manusia.3 Dalam konsep eko-sufisme, sangat ditekankan adanya keselarasan antara Tuhan, alam
dan manusia. Konstruk pemikiran eko-sufisme digagas melalui adanya kesadaran untuk menjaga
keseimbangan alam sebagai sebuah paradigma lingkungan berketuhanan, gagasan tersebut
memuat dua pokok pemikiran. Pertama, bahwa kesadaran berlingkungan adalah bagian tidak
terpisahkan dari kesadaran spiritual. Mencintai alam merupakan bagian dari mencintai Tuhan

3
Rachmad K Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2008), h. 28.)
karena alam merupakan menifestasi dari Zat Tuhan. Alam semesta adalah Kalamullah. Karena ia
adalah ayat al-Kauniyah yang sejajar dengan ayat qawliyah (al-Qur’an). Kedua, adanya upaya
proses transformasi dari kesadaran spiritual menuju tataran implementasi.

Berangkat dari kesadaran bahwa alam semesta adalah ayat al-Kauniyah yang sejajar
dengan ayat qawliyah (al-Qur’an), maka seharusnya manusia memperlakukan alam semesta
tidak ubahnya sebagaimana seorang hamba memperlakukan Kitabullah, yaitu disakralkan.
Secara tidak langsungdapat dikatakan bahwa upaya kita untuk menjaga alam semestaadalah
bagian bentuk ketakwaan kita kepada Allah SWT Akan tetapi, tidak sedikit manusia yang
mengenyampingkan arti dari keselarasan tersebut. Banyak individu ataupun kelompok yang
berperilaku negatif dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengganggu keseimbangan kehidupan
alam dan kehidupan sosial secara umum. Misalnya, membuang sampah sembarangan, dan
menggunakan teknologi untuk mengekplorasisumber daya alam secara berlebihan. Perilaku
negatif tersebut secara langsung maupun tidaklangsung akan mengganggu keseimbangan alam
semesta dan kehidupan.Manusia sering kali hanya berfikir untuk mengambil manfaat dan
keuntungan yang sebesar-besarnya dari alam tanpa memperdulikan etika berlingkungan dan
dampak negatifnya, akhirnya eksplorasi-eksplorasi yang berlebihan terhadap lingkungan terjadi
di mana-mana, karenakekeliruan manusia dalam memahami konsep taskhir.Dalam tradisi Islam
yang merupakan rahim dari ajaran sufisme memandang bahwa semua unsur dari alam semesta,
baik yang di darat atau di laut, yang hidup atau yang mati memiliki manfaat dan diciptakan
tanpa kesia-siaan dan bertasbih.

Dalam hal ini kedudukan manusia dengan makhluk lainya memiliki fungsi yang sama,
yakni sebagai ‘Abd, yang dalam terminologi ini Ibn ‘Arabi mengartikan kedudukan manusia
sebagai “makhluk” (khalq). Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dianugerahi moral
dan intelektual. Dengan dilengkapai akal manusia diberi petunjuk beruapa wahyu oleh
Tuhannya. Wahyu tersebut merupakan aturan dan petunjuk bagi manusia dalam menjalankan
tugasnya sebagai khalifah fil ‘ardh. Alam ini baginya adalah wahana ujian, entah itu dalam
bentuk cobaan maupun nikmat. Tanggung jawab kekhalifahan tersebut nantinya akan
dipertangungjawabkan dihadapan Tuhannya.

Krisis lingkungan di Indonesia terjadi begitu cepat. Di era modern ini, lingkungan adalah
salah satu korban dari proses pengeksploitasian manusia demi memenuhi kebutuhan dan bahkan
nafsu keduniawianya. Serta kurangya kesadaran terhadap pentingnya merawat dan peduli pada
lingkungan. Berdasarkan data kementrian lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia dan forest
watch Indonesia, dalam kurun waktu 61 tahun saja, Indonesia telah kehilangan hutan seluas 66
juta ha dari sebelumnya seluas 162 juta ha. Dari data tersebut, Indonesia dapat dikatakan dalam
keadaan siaga bencana alam disebabkan oleh kerusakan-kerusakan lingkungan tersebut.Tentunya
hal ini perlu dijadikan perhatian, Mengingat kerugian-kerugian yang disebabkan oleh perhatian
yang kurang dari manusia terhadap lingkunganya.

Di samping itu, Sampai dengan dilaksanakannya pembangunan Nasional Negara


Indonesia di era reformasi ini, fakta menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan
mata pencaharian terbesar penduduk Indonesia, merupakan sektor paling dominan (leading
sector) dalam perekonomian Nasional, serta terbukti merupakan sektor yang paling tahan
terhadap terpaan gelombang krisis ekonomi dan moneter selama ini. Usaha-usaha di sektor
pertanian tersebut lebih banyak dilakukan di kawasan perdesaan (rural area). Dengan demikian
setiap pembahasan sektor pertanian tidak akan lepas dengan pembahasan perkembangan
kawasan perdesaan, demikian pula sebaliknya.

Hal ini menunjukan bahwa petani dan sektor petanian masihlah merupakan faktor penting dalam
perkembangan Indonesia. Akan tetapi sektor pertanian terus menghadapi masalah pelik, yaitu
ekplolitasi alam dan semakin sempitnya lahan sawah untuk digarap. Barangkat dari masalah
tersebut yang mana menunjukan bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga alam masuhlah
kurang dalam masyarakat indonesia, karena nafsu dir, keserakahan dan ego manusia. Selanjutnya
maka, peneliti bermaksud mengambil tema “Nilai eko sufisme petani dalam menggarap sawah
( studi fenomenologi petani desa kebonsari, madiun)”

B. Perumusan masalah
Dari latar belakang penelitian di atas, dapat disimpulman perumusan masalah
yang akan diteliti adalah:
1. Apa makna nilai tasawuf dan eko sufisme bagi petani desa Kebonsari
2. Bagaimana pengaruh eko sufisme terhadap para petani desa kebonssri
C. Tujuan penelitian
1. Menguraikan makna nilai tasawuf dan eko sufisme bagi petani desa
Kebonsari
2. Menguraikan pengaruh eko sufisme terhadap para petani desa kebonssri
D. Untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai perkembangan eko-sufisme
juga nilai tasawuf dalam menggarap sawah dan sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarajana dalam prigram studi Tasawuf & Psikoterapi IAIN Tulungagung.

III. Metode penelitian


A. Subyek penelitian

Dalam penelitaian ini subyek yang peneliti ambil adalah para petani di Desa
Kebonsari, Kabupaten Madiun. Pertama saya meminta izin untuk melakukan
wawancara kepada kepala desa dan subyek-subyek sasaran penelitian. Setelah
mendapatkan izin maka proses wawancara dapat dilakukan sampai sekiranya
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian terpenuhi.

B. Setting pengumpulan data

Untuk mempurmudah dalam memasuki setting peneilitian, maka peneliti akan


menargetkan terlebih dahulu tetangga dan kerabat yang menjadi petani. Baru
kemudian agar seimbang dan oenelitian dapat bersifat obyektif peneliti akan
menargetkan petani di desa Kebonsari secara acak.

C. Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah: teknik
Utama digunakan indeph interview, sebagai pendukung digunakan observasi dan
analisis dokumen.

D. Analisis data

Pola analisis data yang akan digunakan adalah etnografik, yaitu dari catatan lapangan
(field note) kemudian akan dilakukan pengkodean, kategorisasi atau klasifikasi
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya akan disusun tema-tema
berdasarkan hasil analisis data tersebut. Sebagai bahan pijakan sekaligus pisau
analisis bila perlu digunakan teori-teori yang relevan dan hasil penelitian terdahulu
yang mendukung
E. Keabsahan data

Untuk menghindari kesalahan data yang akan di analisis, maka keabsahan data perlu

diuji dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Pengumpulan data secara terus menerus pada subyek penelitian yang sama.

2. Triangulasi pada sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dan bila perlu

3. Pengecekan oleh subyek penelitian.

F. Daftar Pustaka

Anwar Sutoyo, Manusia Dalam Perspektif Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2015),

Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam perspektif Islam dan Sains, (Malang:
UIN Malang Press, 2008

Rachmad K Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,


2008)

Suwito, Eko-sufisme: Konsep, Strategi dan Dampak, (Purwkerto: STAIN press,


2011)
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

PEDOMAN OBSERVASI

Berdasarkan indicator masalah yang diteliti, dibuat kisi-kisi pedoman observasi


sebagai berikut:

1. Gambaran umum pertanian di Desa Kebonsari Madiun


2. Keadaan petani Desa Kebonsari Madiun
3. Rutinitas kegiatan Bertani di desa Kebonsari Madiun

Lampiran II

PEDOMAN WAWANCARA

I. Jadwal Wawancara
1. Tanggal/Hari :
2. Waktu mulai dan selesai :

II. Identitas responden


1. Nama/inisial :
2. Jenis kelamin :
3. Usia :
4. Alamat :

III. PERTANYAAN
1. Sudah berapa lama menekuni usaha dunia pertanian?
2. Berapa luas lahan pertanian yang dimuliki?
3. Bagaimana keloyalan petani terhadap usaha pertanian?
4. Resiko apa saja yang pernah terjadi dalam usaha pertanian anda?
5. Upaya apa saja yang dilakukan petani Ketika terjadi resiko?
6. Bagaimana usaha petani dalam mengelola lahan dan dari kerusakan
lingkungan atau hama?
7. Bagaimana petani dalam menjaga lahan swah agar tidak mempengaruhi
keseimbangan lingkungan?

Anda mungkin juga menyukai