LANDASAN TEORI
Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap tarikan daripada tekanan,
maka akan terjadi rekahan–rekahan primer (primary failure cracks) disebabkan
karena tegangan tarik (tensile stress) dari gelombang yang dipantulkan.Apabila
tegangan tarik cukup kuat akan menyebabkan slambing atau spalling pada bidang
bebas.
Dalam proses pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut
adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan–rekahan kecil. Secara teoritis
energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 – 15 % dari energi total bahan
peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir
III - 2
3) Proses pemecahan tingkat III
Dibawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas–gas hasil peledakan maka
rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh kombinasi
efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian (pneumatic
wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi yang
berada dalam batuan akan dilepaskan (unloaded) seperti spiral kawat yang ditekan
kemudian dilepaskan.
Bidang Bebas
Pada tahap kedua energi
ledakan yang bergerak sampai
bidang bebas menghancurkan
batuan pada dinding jenjang
tersebut
Pecahnya batuan pada dinding
jenjang
Lubang
tembak
Batas bidang bebas
III - 3
3.3. Penentuan Geometri Peledakan
Geometri peledakan sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan itu sendiri, baik
itu dari segi fragmentasi batuan hasil peledakan, jenjang yang terbentuk,
keamanan alat – alat mekanis yang bekerja maupun kondisi lingkungan
sekitarnya. Geometri peledakan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan
untuk mendapat hasil peledakan yang baik dengan fragmentasi yang diinginkan.
Besaran – besaran geometri peledakan berdasarkan geometri peledakan yang
tediri dari: Burden, Spasi, Stemming, Kedalaman lubang bor dan Subdrilling,
Tinggi jenjang Kedalaman lubang ledak dan Panjang kolom isian. Hubungan
antara variabel – variabel tersebut akan menentukan baik atau tidaknya hasil dari
peledakan. RL Ash (1990).
B T
Keterangan
B=Burden
T=Stemming
J=Subdrilling
LPc=Kolom isian
HL= Tinggi jenjang
H=Kedalaman lubang ledak
Pc
J
Gambar 3.2. Geometri Peledakan
Ada beberapa metode yang dikembangkan oleh para ahli peledakan untuk
menentukan besaran-besaran geometri peledakan. Salah satu diantaranya adalah
metoda yang dikembangkan oleh R.L.Ash tentang perhitungan geometri
peledakan secara teoritis.
III-4
3.3.1. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak terhadap bidang bebas
terdekat, dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.
Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi ledakan bisa
secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik
batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan. Burden merupakan sesuatu
yang sangat mempengaruhi arah dan kekuatan pelemparan hasil peledakan.
Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan
seperti diameter lubang tembak, densitas batuan dan struktur geologi dari batuan
tersebut. Semakin besar diameter lubang tembak maka akan semakin besar jarak
burdennya, karena dengan diameter lubang tembak yang semakin besar maka
bahan peledak yang digunakan akan semakin banyak pada setiap lubangnya
sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar. Burden dapat
dihitung dengan persamaan berikut: RL. Ash (1990).
𝐵 = 𝐾𝑏×𝐷 12 ...................................................................................................(2.1)
Keterangan:
B = Burden (m)
Kb = Nisbah Burden yang telah dikoreksi
D = Diameter lubang ledak (m)
Nilai nisbah Burden yang telah dikoreksi dapat dihitung dengan persamaan
berikut
III-5
Flyrock
kkk
Flyrock
Vibrations
Burden terlalu besar Burden terlalu kecil Burden yang baik/cukup
Sumber : https://dokumen.tips/documents/tugas-peledakan-ii.html
Gambar 3.3. Pengaruh burden bagi hasil peledakan .
S = KS x B.......................................................................................................(2.3)
dimana :
S = Spacing (meter)
KS= Ketentuan dari spacing (1 sampai 2)
B = Burden (meter)
III-6
3.3.3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup didalam lubang bor, dan letaknya diatas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan
tekanan dan mengurung gas – gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan
dengan energi yang maksimal.
0 , 33
T =0 , 45×De×( St v /SGr )
........................................................................(2.4)
dimana :
T = stemming (m)
B = burden (m)
De = diameter lubang ledak (inch)
SGr = spesifik gravity batuan
T = KT x B.................................................................................................(2.5)
dimana :
T = Stemming (m)
Kt = Ketentuan dari stemming (0,7 sampai 0,9)
B = Burden (m)
1. Panjang Stemming.
Secara teoritis, stemming berfungsi sebagai penahan agar energi ledakan
terkurung dengan baik sehingga dapat menekan dengan kekuatan yang maksimal.
Apabila peledakan menerapkan stemming yang pendek, maka akan
mengakibatkan pecahnya energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas
III-7
sebelah atas sehingga menimbulkan batuan terbang dan energi yang menekan
batuan tidak maksimal, serta fragmentasi batuan hasil peledakan secara
keseluruhan akan kurang baik.
Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan yang melewati batas
jenjang (overbreak). Sedangkan stemming yang panjang dapat mengakibatkan
energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada bagian batas
stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energi ledakan tidak mampu
mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak.
Sz = 0,05 x Dh ...........................................................................................(2.6)
Dimana :
Dh = diameter lubang tembak (mm)
Sz = ukuran material stemming (mm)
III-8
jenjangnya.Tonjolan – tonjolan pada lantai setelah terjadi peledakan akan
menyulitkan peledakan selanjutnya, tau pada saat pemuatan dan penggankutan.
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang
yang rata maka digunakan rumus (RL Ash,1990)
J = Kj × B .......................................................................................................(2.7)
Keterangan:
J = Subdrilling (m)
Kj = Subdrilling Ratio (0,2-0,4)
B = Burden (meter)
III-9
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
De =Diameter lubang tembak (inch)
III-10
jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.Untuk diameter
lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.
Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan,
begitu pula sebaliknya. Diameter lubang tembak juga mempengaruhi terhadap
panjang stemming. Untuk menghindari getaran (vibrasi) maupun batuan terbang
(flyrock), apabila lubang tembak berdiameter besar maka stemming harus panjang
sedangkan jika lubang tembak berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek
Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi
batuan hasil peledakan.
Stemming
Stemming pendek
panjang
Ǿ besar Ǿ kecil
III-11
bongkahan dan backbreak disekitar dinding jenjang. Jumlah pemakaian bahan
peledakan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
de = 0,508 x D x SG...........................................................................(2.12)
Dimana:
De = loading density bahan peledak (lb/ft)
D = diameter lubang tembak (inch)
SG = spesifik gravity bahan peledak
Loding density atau kerapatan pengisian (de) merupakan berat bahan peledak
dalam lubang ledak persatuan panjang kolom bahan peledakan dalam satuan feet
(R.L.Ash, 1990). Maka jumlah bahan peledak untuk setip lubang ledak (E) adalah
E = Pc x de .........................................................................................(2.13)
Dimana:
Pc = Panjang kolom isian (ft)
de = Loding density bahan peledak
III-12
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan
waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
2 2 2 2 2 2
3 2 1 2 3
4 3 2 3 4
Keterangan :
1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
= Arah runtuhan batuan
Bidang Bebas CORNER CUT
1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
Keterangan :
3 3 3 3 3 1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
= Arah runtuhan batuan
Gambar 3.5. Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup
kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal sehingga
lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik
batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan
batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama
terhadap lubang tembak.
III-13
3.6. Perhitungan Tonase Batuan Terbongkar
Perhitungan Tonase Batuan Terbongkar Produksi peledakan adalah jumlah
material yang terbongkar apabila dilakukan peledakan, untuk menghitung
produksi peledakan menggunakan rumus:
P = B × S × H × n × SG ..............................................................................(2.14)
Keterangan:
P : Produksi Batuan Terbongkar (ton)
B : Burden (meter)
S : Spacing (meter)
n : Jumlah Lubang Ledak
H : Depth Hole (meter)
SG : Spesific Gravity (ton/m3 )
3.7.1. Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu:
III-14
1. Weight Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.
2. Volume Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite ,yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.
Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi tidak
terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi
III-15
dimana gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak
atau ruang terkurung lainnnya.
Jika dimeter bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih
mudah karena permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat
pengurungan cenderung memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian
dan menghindari penyebaran tenaga reaksi.Berbagai pengujian dapat dilakukan
untuk mengetahui kepekaan suatu bahan peledak, misalnya pengujian kepekaan
terhadap benturan, gesekan, panas, dan pengujian kepekaan terhadap gelombang
ledakan dari jarak tertentu.
III-16
Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang
isian yang dinyatakan dalam kg/m.Pada umunya bahan peledak yang
mempunyai
bobot isi tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan
yang tinggi.
Gas – gas beracun ini terbentuk karena hasil suatu proses peledakan yang tidak
Zero Oxygen Balance. Nilai gas beracun dari suatu bahan peledak didasarkan
pada anggan bahwa bahan peledak yang dalam bentuk cartridge. Pengupasan
pembungkus cartidge suatu bahan peledak akan mengganggu Oxgygen Balance
dan akan mempengaruhi kurang baiknya terhadap gas – gas beracun yang
dihasilkan.
III-17
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai parameter dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Disamping itu air dapat melarutkan
sebagian kandungan bahan peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
Dari segi kekar batuan, maka arah peledakan yang baik untuk menghasilkan
fragmentasi batuan yang seragam yaitu arah peledakan yang menuju sudut tumpul
perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila arah peledakan
menuju sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi peledakan melalui
rekahan yang ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan energi ledakan
untuk menghancurkan batuan dan akhirnya terbentuk fragmentasi yang tidak
seragam bahkan terjadinya bongkah.
III-18
bidang horizontal dari suatu jenjang akibat perpotongan antara kekar mayor dan
kekar minor.
3.9. Powder factor
Powder factor atau spesific charge merupakan suatu bilangan untuk menyatakan
berat bahan peledak yang dibutuhkan untuk menghancurkan batuan (kg/m³).
Dalam menentukan powder factor ada empat macam satuan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan
(kg/m3).
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
c. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan peledak
(m3/kg).
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (ton/kg).
Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit produksi pada
operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan
peledak yang digunakan.
Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan,
pola peledakan, struktur geologi batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan,
pola peledakan, struktur geologi batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Untuk perhitungan berdasarkan volume (m3) tiap lubang ledak dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
E
PF = W dinyatakan dalam kg/m3.......................................................(2.16)
dimana,
PF = Powder Factor, kg/m3
E = Berat bahan peledak yang digunakan, kg.
W = Volume batuan yang berhasil diledakkan, m3.
III-19
3.10. Waktu Tunda
Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang di depan
dengan baris di belakangnya. Penerapan waktu tunda dalam peledakan dengan
menggunakan delay detonator.
III-20
diledakan sekali lagi (secondary blasting), hal ini mengakibatkan waktu dan biaya
yang sangat besar
dimana,
Veq=Volume setara (m3/m)
V =Volume batuan yang diledakkan (m3)
N =Jumlah lubang yang diledakkan
H =Kedalaman lubang rata-rata (m)
III-21
dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke
dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.
III-22
1. Ukuran lubang yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh
sebab itu harus di kurangi dengan menggunakan bahan peledak yang kuat
3. Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak
sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan
fragmentasi kecil.
V
X = Ao x
[ ]
Q
0,8
x Q0,17 x ( E / 115 ) -0,63.......................(2.18)
Dimana :
III-23
RF = 0,12 x BI
PARAMETER PEMBOBOTAN
III-24
X
Xc = (0,693)1/n ……………………..……………………..………....
Dimana :
N = indeks keseragaman
B W ( A−1) PC
N =
[ 2,2−14
De ] [ ] [
1−
B
1+
2 ] L ….………..
…………... (2.20)
Dimana :
B = burden (m)
III-25
melebar akan mengakibatkan alat muat sulit dalam mengumpulkan dan memuat
batuan ke dalam alat angkut (produktifitas rendah).
Sedangkan apabila tumpukan batuan terlalu tinggi maka akan berbahaya terhadap
keamanan operator dan alat muatnya. Tumpukan yang terbentuk diharapkan
memberikan keamanan terhadap operator dan alat muatnya serta memudahkan
kegiatan alat muat dalam melakukan aktivitasnya
III-26