Anda di halaman 1dari 26

BAB III.

LANDASAN TEORI

3.1. Kegiatan Peledakan

Peledakan merupakan kegiatan memberai atau menghancurkan batuan untuk


memisahkan bahan galian dengan batuan induk menggunakan bahan dan
peralatan peledakan. Kegiatan peledakan dilakukan karena alat gali tidak mampu
mengerjakan proses penggalian dengan efektif dan efesien, oleh sebab itu
peledakan sangat penting dilakukan. Tujuan dari peledakan adalah
menghancurkan batuan dari batuan induknya menjadi ukuran fragmentasi tertentu
guna memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumupukan material
sehingga muda untuk digali dan dimuat ke dalam alat angkut, Koesnaryo (2011).

Menurut Koesnaryo (2011), suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan


baik pada kegiatan penambangan apabila :
1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang
berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut Powder Factor).
3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah
(kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).
4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang,
retakan – retakan).
5. Dampak terhadap lingkungan seperti debu, gas beracun, Fly Rock, kebisingan
dan getaran minimal.
Untuk mendapatkan hasil peledakan yang baik dalam suatu aktivitas peledakan,
perencanaan parameter perlu dilakukan. Pada pemberaian batuan dengan metode
pemboran dan peledakan, ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan
suatu faktor yang sangat penting, dimana ukuran fragmentasi batuan
diharapkankan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya.
3.2. Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan
Proses pecahnya batuan akibat peledakan adalah proses pecahnya batuan akibat
adanya tenaga yang dihasilkan akibat peledakan itu sendiri, dan prosesnya dibagi
tiga proses berupa Dynamic Loading, Quasi-StaticLoading dan Release of
Loading. Kutter dan Fairhust (1971)

1) Proses pemecahan tingkat I


Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di daerah
sekitar lubang ledak. Gelombang kejut (shock wave) yang meninggalkan lubang
ledak merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/det, akan mengakibatkan
tegangan tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar (radial crack) dari
daerah lubang ledak. Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.

2) Proses pemecahan tingkat II


Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan lubang ledak
pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang
bebas akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah
menjadi negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang tarik (tensile wave) ini
merambat kembali di dalam batuan.

Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap tarikan daripada tekanan,
maka akan terjadi rekahan–rekahan primer (primary failure cracks) disebabkan
karena tegangan tarik (tensile stress) dari gelombang yang dipantulkan.Apabila
tegangan tarik cukup kuat akan menyebabkan slambing atau spalling pada bidang
bebas.

Dalam proses pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut
adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan–rekahan kecil. Secara teoritis
energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 – 15 % dari energi total bahan
peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir

III - 2
3) Proses pemecahan tingkat III
Dibawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas–gas hasil peledakan maka
rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh kombinasi
efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian (pneumatic
wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi yang
berada dalam batuan akan dilepaskan (unloaded) seperti spiral kawat yang ditekan
kemudian dilepaskan.

Pada tahap pertama terjadi


penghancuran batuan disekitar
lubang tembak dan diteruskannya
energi ledakan kesegala arah.

Retakan disekitar lubang tembak


Energi ledakan menghancurkan
batuan disekitar lubang tembak
Energi ledakan diteruskan ke segala arah

Bidang Bebas
Pada tahap kedua energi
ledakan yang bergerak sampai
bidang bebas menghancurkan
batuan pada dinding jenjang
tersebut
Pecahnya batuan pada dinding
jenjang

Pada tahap terakhir, energi


ledakan yang dipantulkan oleh
Bidang Bebas
bidang bebas pada tahap
sebelumnya, akan
menghancurkan batuan dengan
lebih sempurna

Lubang
tembak
Batas bidang bebas

Gambar 3.1 Proses Pemecahan Batuan. Sunaryadi (2011).

III - 3
3.3. Penentuan Geometri Peledakan
Geometri peledakan sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan itu sendiri, baik
itu dari segi fragmentasi batuan hasil peledakan, jenjang yang terbentuk,
keamanan alat – alat mekanis yang bekerja maupun kondisi lingkungan
sekitarnya. Geometri peledakan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan
untuk mendapat hasil peledakan yang baik dengan fragmentasi yang diinginkan.
Besaran – besaran geometri peledakan berdasarkan geometri peledakan yang
tediri dari: Burden, Spasi, Stemming, Kedalaman lubang bor dan Subdrilling,
Tinggi jenjang Kedalaman lubang ledak dan Panjang kolom isian. Hubungan
antara variabel – variabel tersebut akan menentukan baik atau tidaknya hasil dari
peledakan. RL Ash (1990).

B T
Keterangan

B=Burden
T=Stemming
J=Subdrilling
LPc=Kolom isian
HL= Tinggi jenjang
H=Kedalaman lubang ledak
Pc

J
Gambar 3.2. Geometri Peledakan

Ada beberapa metode yang dikembangkan oleh para ahli peledakan untuk
menentukan besaran-besaran geometri peledakan. Salah satu diantaranya adalah
metoda yang dikembangkan oleh R.L.Ash tentang perhitungan geometri
peledakan secara teoritis.

III-4
3.3.1. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak terhadap bidang bebas
terdekat, dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.
Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi ledakan bisa
secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik
batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan. Burden merupakan sesuatu
yang sangat mempengaruhi arah dan kekuatan pelemparan hasil peledakan.

Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan
seperti diameter lubang tembak, densitas batuan dan struktur geologi dari batuan
tersebut. Semakin besar diameter lubang tembak maka akan semakin besar jarak
burdennya, karena dengan diameter lubang tembak yang semakin besar maka
bahan peledak yang digunakan akan semakin banyak pada setiap lubangnya
sehingga akan menghasilkan energi ledakan yang semakin besar. Burden dapat
dihitung dengan persamaan berikut: RL. Ash (1990).

𝐵 = 𝐾𝑏×𝐷 12 ...................................................................................................(2.1)
Keterangan:
B = Burden (m)
Kb = Nisbah Burden yang telah dikoreksi
D = Diameter lubang ledak (m)

Nilai nisbah Burden yang telah dikoreksi dapat dihitung dengan persamaan
berikut

Kb= KbStd × AF1 × AF2 ................................................................................(2.2)


Keterangan:
Kb = Nisbah Burden yang telah dikoreksi
KbStd = Nisbah Burden standar (tabel 2.4)
AF1 = Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak
AF2 = Faktor penyesuaian kerapatan batuan

III-5
Flyrock
kkk

Flyrock

Vibrations
Burden terlalu besar Burden terlalu kecil Burden yang baik/cukup

Sumber : https://dokumen.tips/documents/tugas-peledakan-ii.html
Gambar 3.3. Pengaruh burden bagi hasil peledakan .

3.3.2. Spacing (S)


Spacing adalah jarak antara lubang ledak dalam satu baris, jarak Spacing
tergantung pada jarak Burden. Jarak Spacing yang terlalu pendek akan
mengakibatkan waktu dan bahan peledak yang ada menjadi terbuang dan tidak
ekonomis dan efisien, sedangkan jarak spacing yang terlalu jauh akan membuat
peledakan menjadi tidak baik karena adanya bongkah (Boulder) yang tentunya
juga tidak akan efisien karena akan membuat perlunya Secondary Blasting atau
pengerahan alat tambahan berupa Breaker. Rumus menghitung Spacing adalah
(Ash, 1990):

S = KS x B.......................................................................................................(2.3)
dimana :
S = Spacing (meter)
KS= Ketentuan dari spacing (1 sampai 2)
B = Burden (meter)

III-6
3.3.3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup didalam lubang bor, dan letaknya diatas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan
tekanan dan mengurung gas – gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan
dengan energi yang maksimal.

Adapun persamaan yang diberikan (R.L.Ash,1990) untuk penentuan tinggi


stemming karena digunakan untuk mengurangi gas yang timbul akibat “air blast”
dan “stress balance” sehingga dapat dihitung sebagai berikut :

0 , 33
T =0 , 45×De×( St v /SGr )
........................................................................(2.4)
dimana :
T = stemming (m)
B = burden (m)
De = diameter lubang ledak (inch)
SGr = spesifik gravity batuan

T = KT x B.................................................................................................(2.5)
dimana :
T = Stemming (m)
Kt = Ketentuan dari stemming (0,7 sampai 0,9)
B = Burden (m)

Ada dua hal yang berhubungan dengan stemming yaitu :

1. Panjang Stemming.
Secara teoritis, stemming berfungsi sebagai penahan agar energi ledakan
terkurung dengan baik sehingga dapat menekan dengan kekuatan yang maksimal.
Apabila peledakan menerapkan stemming yang pendek, maka akan
mengakibatkan pecahnya energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas

III-7
sebelah atas sehingga menimbulkan batuan terbang dan energi yang menekan
batuan tidak maksimal, serta fragmentasi batuan hasil peledakan secara
keseluruhan akan kurang baik.

Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan yang melewati batas
jenjang (overbreak). Sedangkan stemming yang panjang dapat mengakibatkan
energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada bagian batas
stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energi ledakan tidak mampu
mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak.

2. Ukuran material stemming.


Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan hasil peledakan.
Apabila bahan stemming terdiri dari bahan – bahan halus hasil pemboran, maka
kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang
bertekanan tinggi akan mudah mendorong stemming tersebut keluar. Sehingga
energi yang seharusnya terkurung dengan baik dalam lubang tembak akan hilang
keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming.

Untuk mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang memiliki


karakteristik susunan butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming adalah:

Sz = 0,05 x Dh ...........................................................................................(2.6)
Dimana :
Dh = diameter lubang tembak (mm)
Sz = ukuran material stemming (mm)

3.3.4. Subdrilling (J)


Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah lantai jenjang
yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar sebatas lantai
jenjangnya. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan getaran
tanah, sebaliknya jika subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan tonjolan
(toe) pada lantai jenjang karena batuan tidak terbongkar pada batas lantai

III-8
jenjangnya.Tonjolan – tonjolan pada lantai setelah terjadi peledakan akan
menyulitkan peledakan selanjutnya, tau pada saat pemuatan dan penggankutan.
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang
yang rata maka digunakan rumus (RL Ash,1990)

J = Kj × B .......................................................................................................(2.7)
Keterangan:
J = Subdrilling (m)
Kj = Subdrilling Ratio (0,2-0,4)
B = Burden (meter)

3.3.5. Tinggi Jenjang (H)


Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan pemboran dan
alat muat yang tersedia, seberapa dalam alat bor dapat membuat lubang ledak
dengan efektif. Pada tambang kuari diusahakan agar tinggi jenjang ditentukan
terlebih dahulu. Semakin tinggi jenjang maka kedalaman lubang bor akan
semakin dalam, sehingga hal ini dibutuhkan keakuratan sewaktu dilakukan
pemboran.

Dasar pemilihan tinggi jenjang, adalah berdasarkan besarnya ukuran mangkuk


yang terpasang pada alat muat. Untuk perhitungan maka digunakan rumusan
sebagai berikut :

H = 10 + 0,57 (CC – 6)..................................................................................(2.8)


Dimana :
CC = Ukuran mangkuk dari alat muat/shovel (m3)
H = Tinggi jenjang (m)
Tinggi jenjang juga akan berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti
fragmentasi batuan, ledakan udara, batuan terbang dan getaran tanah. Hal ini
dipengaruhi oleh jarak burden. Dimana untuk penentuan ukuran tinggi jenjang
berdasarkan Stiffness Ratio digunakan rumusan sebagai berikut :
L = 5 x De ..................................................................................................(2.9)

III-9
Dimana :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
De =Diameter lubang tembak (inch)

3.4. Kedalaman Lubang Ledak (H)


Kedalaman lubang ledak dipengaruhi oleh tinggi jenjeng dan kedalamannya tidak
boleh lebih kecil dari burden untuk menghindari retakan yang melewati batas
jenjang (over break). Sebaliknya kedalaman lubang ledak yang terlalu dalam
mengakibatkan penghancuran batuan ke arah horizontal lebih besar dibandingkan
dengan penghancuran batuan ke arah vertikal sehingga banyak menghasilkan
boulder dan menimbulkan lubang pada lantai jenjang. maka dapat dirumuskan
sebagai berikut (RL Ash,1990):
H = Kh × B..............................................................................................(2.10)
Keterangan:
H = Kedalaman lubang ledak (m)
Kh = Hole Depth Ratio (m)
B = Burden (meter)

3.4.1. Panjang Kolom Isian (PC)


Panjang kolom isian adalah panjang kolom lubang yang akan diisi bahan peledak
yang merupakan pengurangan antara kedalaman lubang ledak dengan panjang
Stemming dan dapat dirumuskan sebagai berikut (RL Ash,1990):
PC = H - T.............................................................................................(2.11)
dimana :
PC = panjang kolom isian, (m)
H = kedalaman lubang ledak, (m)
T = stemming, (m)

3.4.2. Diameter lubang tembak


Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang
suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan

III-10
jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.Untuk diameter
lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.

Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan,
begitu pula sebaliknya. Diameter lubang tembak juga mempengaruhi terhadap
panjang stemming. Untuk menghindari getaran (vibrasi) maupun batuan terbang
(flyrock), apabila lubang tembak berdiameter besar maka stemming harus panjang
sedangkan jika lubang tembak berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek
Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi
batuan hasil peledakan.

Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan terbentuknya


bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan batuan di
sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan
terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil.

Stemming
Stemming pendek
panjang

Ǿ besar Ǿ kecil

Gambar 3.4. Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi stemming

3.4.3. Pengisian Bahan Peledak


Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap fragmentasi
batuan hasil peledakan. Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak akan
mengakibatkan jarak stemming akan kecil sehingga mengakibatkan terjadinya
lontaran batuan (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast). Sedangkan bila
pengisian terlalu sedikit maka jarak stemming akan besar sehingga menimbulkan

III-11
bongkahan dan backbreak disekitar dinding jenjang. Jumlah pemakaian bahan
peledakan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

de = 0,508 x D x SG...........................................................................(2.12)
Dimana:
De = loading density bahan peledak (lb/ft)
D = diameter lubang tembak (inch)
SG = spesifik gravity bahan peledak

Loding density atau kerapatan pengisian (de) merupakan berat bahan peledak
dalam lubang ledak persatuan panjang kolom bahan peledakan dalam satuan feet
(R.L.Ash, 1990). Maka jumlah bahan peledak untuk setip lubang ledak (E) adalah

E = Pc x de .........................................................................................(2.13)
Dimana:
Pc = Panjang kolom isian (ft)
de = Loding density bahan peledak

3.5. Pola Peledakan


Pola peledakan adalah urutan peledakan antara lubang ledak yang satu dengan
lubang ledak lainnya. Hasil peledakan sangat ditentukan oleh pola peledakan
karena peledakan akan optimal apabila isian diledakan dalam urutan yang
terkendali. Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan dikelompokan
sebagai berikut (Wiggin, 2002).
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk kotak
b. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
salah satu sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan
dan membentuk huruf V.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut : Wiggin (2002).

III-12
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan
waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Bidang Bebas BOX CUT


1 1 1 1 1 1
1 1

2 2 2 2 2 2

Bidang Bebas V CUT


2 1 0 1 2

3 2 1 2 3

4 3 2 3 4

Keterangan :
1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
= Arah runtuhan batuan
Bidang Bebas CORNER CUT
1 1 1 1 1

2 2 2 2 2
Keterangan :
3 3 3 3 3 1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
= Arah runtuhan batuan
Gambar 3.5. Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup
kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal sehingga
lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.

Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik
batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan
batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama
terhadap lubang tembak.

III-13
3.6. Perhitungan Tonase Batuan Terbongkar
Perhitungan Tonase Batuan Terbongkar Produksi peledakan adalah jumlah
material yang terbongkar apabila dilakukan peledakan, untuk menghitung
produksi peledakan menggunakan rumus:
P = B × S × H × n × SG ..............................................................................(2.14)
Keterangan:
P : Produksi Batuan Terbongkar (ton)
B : Burden (meter)
S : Spacing (meter)
n : Jumlah Lubang Ledak
H : Depth Hole (meter)
SG : Spesific Gravity (ton/m3 )

3.7. Sifat Bahan Peledak


Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena
suatu aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi. Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi
peledakan pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan,
bobot isi, tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak
terhadap air.

3.7.1. Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu:

III-14
1. Weight Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.

2. Volume Strenght
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite ,yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.

3. Relative Weight Strenght (RWS)


Pada pengukuran berdasarkan RWS, bahan peledak standar yang digunakan
adalah BG. Formulasi RWS yang digunakan di PERUM DAHANA adalah :

RWS= ( b / a ) 2 x 100 %..............................................................................2.15


Dimana:
a = Simpangan yang disebabkan oleh BG
b = Simpangan yang disebabkan oleh bahan peledak yang diukur
Kekuatan dinyatakan dalam persen (%) dengan Straight Nitroglycerin Dynamite
sebagai bahan peledak standar yang mempunyai bobot isi (spesific grafity) sebesar
1,6 dan kecepatan detonasi (VOD) sebesar 7.700 m/det. Pada umumnya semakin
besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak maka kekuatannya
juga akan semakin besar.

3.7.2. Kecepatan Detonasi


Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui bahan
peledak yang dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Kecepatan
detonasi suatu bahan peledak tergantung dari beberapa factor, yaitu bobot isi
bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari
bahan penyusunnya dan bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak.

Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi tidak
terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi

III-15
dimana gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak
atau ruang terkurung lainnnya.

Sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung adalah suatu kecepatan yang


menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila bahan peledak diledakkan
dalam keadaan terbuka atau tidak terkurung. Untuk peledakan pada batuan keras
dipakai bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan
pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak dengan kecepatan detonasi rendah.
Ukuran butir yang semakin kecil memungkinkan terjadinya kontak permukaan
antar partikel semakin besar sehingga dapat meningkatkan kecepatan reaksi.
Pada umumnya, kecepatan detonasi meningkat apabila diameter semakin besar
besar meskipun tidak secara linear.

3.7.3. Kepekaan (Sensitivity)


Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai bereaksi
menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan.

Jika dimeter bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih
mudah karena permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat
pengurungan cenderung memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian
dan menghindari penyebaran tenaga reaksi.Berbagai pengujian dapat dilakukan
untuk mengetahui kepekaan suatu bahan peledak, misalnya pengujian kepekaan
terhadap benturan, gesekan, panas, dan pengujian kepekaan terhadap gelombang
ledakan dari jarak tertentu.

3.7.4. Bobot Isi Bahan Peledak


Bobot isi bahan peledak merupakan salah satu sifat terpenting bahan peledak yang
dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa cara,
yaitu:

III-16
 Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
 Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
 Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang
isian yang dinyatakan dalam kg/m.Pada umunya bahan peledak yang
mempunyai
 bobot isi tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan
yang tinggi.

3.7.5. Tekanan Detonasi


Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom
isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi bahan
peledak komersial antara 5-150 kb.

3.7.6. Sifat Gas Beracun


Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua jenis gas yang saling
berbeda sifatnya yaitu smoke dan fumes. Smoke terjadi apabila di dalam bahan
peledak terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh
hydrogen akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon
dioksida (CO2) dan nitrogen menjadi N2 bebas, dengan kata lain terjadi
keseimbangan antar oksigen dengan bahan-bahan penyusun lainnya.

Gas – gas beracun ini terbentuk karena hasil suatu proses peledakan yang tidak
Zero Oxygen Balance. Nilai gas beracun dari suatu bahan peledak didasarkan
pada anggan bahwa bahan peledak yang dalam bentuk cartridge. Pengupasan
pembungkus cartidge suatu bahan peledak akan mengganggu Oxgygen Balance
dan akan mempengaruhi kurang baiknya terhadap gas – gas beracun yang
dihasilkan.

3.7.7. Ketahanan Terhadap Air (Resistivity)


Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
tersebut untuk menahan rembesan air dalam waktu tertentu dan masih dapat

III-17
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai parameter dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Disamping itu air dapat melarutkan
sebagian kandungan bahan peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.

3.8. Arah Peledakan


Arah peledakan merupakan suatu penunjukan arah dimana terjadi pemindahan
(displacement) batuan ataupun runtuhan batuan hasil peledakan yang kemudian
membentuk tumpukan. Dalam kegiatan peledakan, arah peledakan dipengaruhi
oleh struktur batuan, posisi alat – alat dan jalan tambang serta posisi bangunan –
bangunan maupun lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan posisi alat – alat
mekanis yang bekerja dan jalan – jalan tambang serta posisi unit pengolahan,
maka arah peledakan diusahakan sedemikan rupa sehingga tidak mengganggu
kerjanya alat mekanis dan memudahkan pengangkutan ke unit pengolahan.

Dari segi kekar batuan, maka arah peledakan yang baik untuk menghasilkan
fragmentasi batuan yang seragam yaitu arah peledakan yang menuju sudut tumpul
perpotongan antara arah umum kedua kekar utama. Apabila arah peledakan
menuju sudut runcing, maka akan terjadi penerobosan energi peledakan melalui
rekahan yang ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan energi ledakan
untuk menghancurkan batuan dan akhirnya terbentuk fragmentasi yang tidak
seragam bahkan terjadinya bongkah.

Sedangkan dari segi perlapisan batuan, untuk mendapatkan fragmentasi batuan


yang baik maka diterapkan arah lubang tembak yang berlawanan arah dengan
perlapisan batuan karena energi yang digunakan untuk menghancurkan batuan
akan menekan batuan secara maksimal. Cara untuk menentukan arah peledakan
dapat dilakukan menurut teori (R.L.Ash,1990) yaitu apabila batuan pecah, batuan
akan terpisah dalam bentuk blok hasil peledakan yang cenderung menyesuaikan
arah kekar. Dengan demikian akan terbentuk sudut lancip dan sudut tumpul pada

III-18
bidang horizontal dari suatu jenjang akibat perpotongan antara kekar mayor dan
kekar minor.
3.9. Powder factor
Powder factor atau spesific charge merupakan suatu bilangan untuk menyatakan
berat bahan peledak yang dibutuhkan untuk menghancurkan batuan (kg/m³).

Dalam menentukan powder factor ada empat macam satuan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan
(kg/m3).
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
c. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan peledak
(m3/kg).
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (ton/kg).

Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit produksi pada
operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan
peledak yang digunakan.

Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan,
pola peledakan, struktur geologi batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan,
pola peledakan, struktur geologi batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Untuk perhitungan berdasarkan volume (m3) tiap lubang ledak dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
E
PF = W dinyatakan dalam kg/m3.......................................................(2.16)
dimana,
PF = Powder Factor, kg/m3
E = Berat bahan peledak yang digunakan, kg.
W = Volume batuan yang berhasil diledakkan, m3.

III-19
3.10. Waktu Tunda
Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang di depan
dengan baris di belakangnya. Penerapan waktu tunda dalam peledakan dengan
menggunakan delay detonator.

Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda atau peledakan secara


beruntun adalah :

 Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik.


 Mengurangi timbulnya getaran.
 Menyediakan bidang bebas yang cukup untuk peledakan pada baris
berikutnya.
 Batuan tidak menumpuk terlalu tinggi.
Pada peledakan yang menerapkan waktu tunda antar baris terlalu pendek, maka
batuan di baris depan akan menghalangi pergeseran batuan pada baris berikutnya
dan mengakibatkan pecahan material pada baris selanjutnya akan tersembur
keatas dan menumpuk diatas batuan dari baris sebelumnya. Tetapi bila waktu
tundanya terlalu lama maka hasil peledakan akan terlempar jauh kedepan serta
kemungkinan akan terjadi batuan terbang, hal ini disebabkan karena tidak adanya
dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan didepannya.

3.10.1. Interval Tunda Antar Lubang Tembak


Waktu delay artinya waktu tunda, dimana batuan diledakkan, maka lubang-lubang
yang diisi bahan peledak tidak meledak secara serentak, tetapi berurutan, selang
waktu meledak satu lubang dengan lubang yang lainnya maka disebut waktu
delay. Dalam kegiatan peledakan selain geometri peledakan (burden, spacing,
stemming, subdrilling), waktu delay ini juga mempengaruhi ukuran fragmentasi
batuan (pecahan batuan hasil peledakan).

Ukuran fragmentasi batuan ini sangat mempengaruhi produktifitas pertambangan.


Karena ukuran fragmentasi besar, tidak bisa dimuat oleh buket shovel, perlu di

III-20
diledakan sekali lagi (secondary blasting), hal ini mengakibatkan waktu dan biaya
yang sangat besar

3.10.2. Volume Setara (Veq)


Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet
pemboran setara dengan sejumlah volume atau material atau batuan yang
diledakkan, dinyatakan dalam m3/m, cuft/ft.
Volume setara sangat berguna untuk menaksir kemampuan dari alat bor yang
digunakan untuk pembuatan lubang ledak. Volume setara dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
V
Veq=
n×H
........................................................................................……(2.17)

dimana,
Veq=Volume setara (m3/m)
V =Volume batuan yang diledakkan (m3)
N =Jumlah lubang yang diledakkan
H =Kedalaman lubang rata-rata (m)

3.11. Pengertian Fragmentasi

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah


batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya.
Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan,
misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di tepi jalan tambang. Namun
kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan
selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh

III-21
dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke
dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.

3.11.1 Metode Pengukuran Fragmentasi

Ada empat metode pengukuran fragmentasi peledakan (Hustrulid, 1999) adalah


sebagai berikut:
1. Pengayakan (sieving)
Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk
mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.
2. Boulder counting (production statistic)
Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah
terdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan digging
rate, secondary breakage dan produktivitas crusher.
3. Image analysis (photographic)
Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam melakukan analisis
fragmentasi. Software tersebut antara lain Fragsize, Split Engineering, gold
size, power sieve, fragscan, wipfrag, dan lain-lain.
4. Manual (Measurement)
Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan, dalam
satuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif).

3.12. Tingkat Fragmentasi Batuan


Fragmentasi merupakan Istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah
ukuran peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk
tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan, misalnya
disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan di
inginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih
mudah. Ukuran fragmentas terbesar biasanya di batasi oleh dimensi mangkok alat
gali yang memuatnya kedlam truck dan oleh ukuran mulut crusher.

Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak :

III-22
1. Ukuran lubang yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh
sebab itu harus di kurangi dengan menggunakan bahan peledak yang kuat

2. Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan


menghasilkan lemparan yang jauh

3. Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak
sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan
fragmentasi kecil.

Untuk memperkirakan distribusi fragmentasi batuan hasil peledakan secara teori


dapat digunakan persamaan Kuznetsov (1973), yakni sebagai berikut :

V
X = Ao x
[ ]
Q
0,8
x Q0,17 x ( E / 115 ) -0,63.......................(2.18)

Dimana :

X = rata – rata ukuran fragmentasi (cm)

Ao = faktor batuan (Rock Factor)

V = volume batuan yang terbongkar (m3)

Q = jumlah bahan peledak (kg)

E = Relative Weight Strenght bahan peledak

Untuk menentukan faktor batuan (RF), terlebih dahulu dilakukan pembobotan


batuan berdasarkan nilai Blastability Index (BI). Parameter yang digunakan dalam
pembobotan batuan dapat dilihat pada tabel 3.5. Setelah itu nilai Blastability
Index (BI) dan faktor batuan (RF) dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Nilai Blastibbility Index (BI)

BI = 0,5 x ( RMD + JPS + JPO + SGI + H ) ….....................…….... (2.19)

Nilai Rock Faktor (RF) :

III-23
RF = 0,12 x BI

Tabel 3.1. Pembobotan massa batuan untuk penentuan indeks kemampuan .


ledakan menurut Lilly (1986)

PARAMETER PEMBOBOTAN

1. Deskripsi Massa Batuan (RMD) Nilai


1.1. Kekuatan Merata 10
1.2. Membentuk Blok 20
1.3. Sangat Keras 50
2. Bidang Rekahan (JPS) Nilai 
2.1. Tertutup (Spasi < 0,1) 10
2.2. Sedang (Spasi 0.1-1 m) 20
2.3. Terbuka (Spasi > 1 m) 50
3. Arah Bidang Rekahan (JPO) Nilai
3.1. Horizontal 10
3.2. Dip Kearah Permukaan 20
3.3. Jurus Kearah Permukaan 30
3.4. Dip Kearah Bidang Bebas 40
4. Specific Grafity Influenca (SGI)
SGI = 25 x SG – 50  
5. Kekerasan (H) 1 – 10

Untuk menentukan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan


Roslin – Ramler, yaitu :
x
R = e−( xc ) x 100 %…………………..……….…….…………….....

III-24
X
Xc = (0,693)1/n ……………………..……………………..………....

Dimana :

Rx = presentase material yang tertahan pada ayakan (%)

X = ukuran ayakan (cm)

N = indeks keseragaman

Besarnya n didapatkan dengan persamaan berikut

B W ( A−1) PC
N =
[ 2,2−14
De ] [ ] [
1−
B
1+
2 ] L ….………..
…………... (2.20)

Dimana :

B = burden (m)

De = diameter bahan peledak (mm)

W = standard deviasi dari keakuratan pengeboran (m) = 0.1

A = ratio perbandingan spasi dengan burden

PC = panjang isian (m)

L = tinggi jenjang (m)

Nilai “n” mengindikasikan tingkat keseragaman distribusi ukuran fragmentasi


hasil peledakan. Nilai “n” umumnya antara 0,8 sampai 2,2 dimana semakin besar
nilai “n” maka ukuran fragmentasi semakin seragam sedangkan jika nilai “n”
rendah mengindikasikan ukuran fragmentasi kurang seragam.

3.13. Tumpukan Batuan Hasil Peledakan


Batuan hasil peledakan akan membentuk suatu tumpukan, bentuk tumpukan yang
tercipta oleh peledakan ada yang melebar, terlalu tinggi ataupun menumpuk
dengan tidak melebar dan tidak tinggi Bentuk tumpukan batuan akan berpengaruh
terhadap kemampuan alat muat, secara teoritis tumpukan batuan yang terlalu

III-25
melebar akan mengakibatkan alat muat sulit dalam mengumpulkan dan memuat
batuan ke dalam alat angkut (produktifitas rendah).

Sedangkan apabila tumpukan batuan terlalu tinggi maka akan berbahaya terhadap
keamanan operator dan alat muatnya. Tumpukan yang terbentuk diharapkan
memberikan keamanan terhadap operator dan alat muatnya serta memudahkan
kegiatan alat muat dalam melakukan aktivitasnya

(Sumber: Search Google.com)


Gambar 3.6. Bentuk Tumpukan aktual dilapangan

III-26

Anda mungkin juga menyukai