Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AGAMA

“PEDOMAN DALAM KELUARGA SEJAHTERA”

DOSEN PENGAJAR Dr. AYIP ROSIDI,M.A

DISUSUN OLEH :

TRY AZWIN SAPUTRA

P07120120088

41/TINGKAT 1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN

KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

T.A. 2020/20
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh.

Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik,


hidayah serta inayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah pedoman dalam keluarga sejahtera ini tanpa
adanya halangan dan hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tidak
lupa juga penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi MuhammadSAW.

Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi


dan menjadi gambaran bagi  pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya
yang berkaitan dengan pedoman dalam keluarga sejahtera

Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui


hambatan dan juga kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta
bantuan dari banyak pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah di tentukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah inimasih jauh


dari sempurna. Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi lebih sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata, penulis
hanya  dapat berharap agar hasil makalah ini dapat berguna bagi semua
pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha penulis selama ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mataram, 16 november 2020


Penulis
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1        Latar Belakang Masalah...........................................................................4
1.2     Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3         Tujuan Penelitian....................................................................................4
BAB II........................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1         Pengertian Iddah.....................................................................................5
2.2       Macam – macam Iddah............................................................................5
2.3       Hikmah Iddah............................................................................................8
2.4         Tujuan Iddah.........................................................................................10
2.5         Hak dan Kewajiban Suami Istri pada Masa Iddah..................................10
2.6         Larangan Bagi Wanita yang Menjalani Iddah........................................12
2.7         Hukum Iddah.........................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................14
PENUTUP...............................................................................................................14
3.1         Simpulan...............................................................................................14
3.2         Saran.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang Masalah


Seks merupakan kebutuhan biologis laki-laki terhadap lawan
jenisnya atau sebaliknya. Ia merupakan naluri yang kuat serta
selalu menuntut untuk dipenuhi.Pernikahan merupakan suatu
ikatan perkawinan yang menghalalkan antara suami istri untuk
melakukan hubungan suami istri. Sesungguhnya tujuan nikah itu
tidak hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan biologis manusia
berupa seks. Tetapi ia punya tujuan lain yang lebih mulia
sebagaimana dituangkan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 Pasal 1 yang berbunyi, “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Di dalam pernikahan dituntut untuk selalu dapat menjaga dan
mempertahankan keharmonisan dan keutuhan rumah tangga
sehingga tercipta keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
Namun, terkadang di dalam rumah tangga sering terjadi konflik
keluarga. Hal inilah yang dapat menyebabkan suatu keluarga
tersebut terjadi perceraian. Di dalam agama Islam perceraian
merupakan perbuatan yang halal namun sangat dibenci oleh Allah
SWT. Untuk itu agama Islam menetapkan suatu aturan hukum
yang mengatur pernikahan, perceraian hingga kembali bersatu
menjadi keluarga yang utuh. Akibat dari adanya perceraian inilah
yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan
untuk “beriddah” atau dalam istilah lain disebut “masa tunggu”.
1.2     Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian iddah?
2.             Ada berapa macam – macam iddah?
3.             Apa hikmah iddah?
4.             Apa tujuan iddah?
5.             Apa hak dan kewajiban dalam iddah?
6.             Apa saja larangan saat beriddah?
7.             Apa hukum iddah?
1.3         Tujuan Penelitian
Memahami dan mengerti apa pengertian iddah, fungsi, dan
hikmahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Iddah
Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti menghitung,
menduga, mengira. Menurut istilah   Fuqaha’ Iddah  berarti masa
menunggu wanita sehingga halal bagi suami lain.  Para ulama
memberikan pengertian iddah sebagai berikut :
1.             Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj mendifinisikan
iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk
mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas
meninggal suaminya.
2.             Drs. Abdul Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan
pengertian iddah adalah masa yang tertentu untuk menungu,
hingga seorang perempuan diketahui kebersihan rahimnya sesudah
bercerai.
3.             Prof. Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah
adalah suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin
lagi setelah kematian suaminya atau bercerai darinya.
4.             Sayyid Sabiq memberikan pengertian iddah adalah masa lamanya
bagi perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah
kematian suaminya.
Allah berfirman:
)228 A: A‫ة‬A‫ر‬A‫ق‬A‫ب‬A‫ل‬A‫ (ا‬A.A.A.A.A.A.A.A.A‫ء‬A‫و‬A‫ر‬A‫ ق‬A‫ه‬A‫ث‬A‫ال‬A‫ ث‬A‫ن‬A‫ه‬A‫س‬A‫ف‬A‫ن‬A‫أ‬A‫ ب‬A‫ن‬A‫ص‬A‫ب‬A‫ر‬A‫ت‬A‫ ي‬A‫ت‬A‫ا‬A‫ق‬A‫ل‬A‫ط‬A‫م‬A‫ل‬A‫ا‬A‫و‬
Artinya: “Wanita yang di tholak hendaknya menahan diri
menunggu (tiga kali kuru’)”…. (al-Baqoroh [2]: 228)
Nabi Muhammad bersabda kepada Fatimah binti Qais:
A‫م‬A‫و‬A‫ت‬A‫ك‬A‫ م‬A‫م‬A‫ أ‬A‫ن‬A‫ب‬A‫ ا‬A‫ت‬A‫ي‬A‫ ب‬A‫ي‬A‫ ف‬A‫ي‬A‫د‬A‫ت‬A‫ع‬A‫ إ‬A: A‫ش‬A‫ي‬A‫ ق‬A‫ت‬A‫ن‬A‫ ب‬A‫ة‬A‫ن‬A‫ط‬A‫ا‬A‫ف‬A‫ ل‬A‫م‬A‫ل‬A‫س‬A‫ و‬A‫ه‬A‫ي‬A‫ل‬A‫ ع‬A ‫ هللا‬A‫ى‬A‫ل‬A‫ ص‬A‫ه‬A‫ل‬A‫و‬A‫ق‬A‫و‬
Artinya: “Beriddahlah kamu di rumah Ibnu ummi maktum”
Dari pengertian diatas kami dapat menyimpulkan
bahwa Iddah  adalah masa menanti atau menunggu yang
diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh  
suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya untuk
mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau
tidak serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.

2.2       Macam – macam Iddah


2.2.1                 Iddah Talak
Iddah talak adalah terjadi karena perceraian, perempuan yang
berada dalam iddahtalak antara lain:
a)       Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa
haid. Iddahnya 3 kali suci (3 kali haid atau 3 kali Quru’).
Firman Allah SWT:
Aُ ‫ هَّللا‬A‫ق‬ َ AAAَ‫ ل‬A‫ َخ‬A‫ ا‬A‫ َم‬A‫ن‬Aَ A‫ ْم‬Aُ‫ ت‬A‫ ْك‬Aَ‫ ي‬A‫ن‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ن‬ َّ Aُ‫ ه‬Aَ‫ ل‬AُّA‫ ل‬A‫ح‬Aِ Aَ‫ ي‬A‫ ال‬A‫ َو‬A‫ ٍء‬A‫ و‬A‫ ُر‬Aُ‫ ق‬Aَ‫ ة‬Aَ‫ث‬A‫ال‬AAَ‫ ث‬A‫ن‬ َّ A‫ ِه‬A‫س‬Aِ Aُ‫ ف‬A‫ ْن‬Aَ‫ أ‬Aِ‫ ب‬A‫ن‬Aَ A‫ص‬ َ A‫ ُم‬A‫ ْل‬A‫ ا‬A‫َو‬
Aُ A‫ ا‬Aَ‫َّ ق‬A‫ ل‬A‫ط‬
Aْ َّA‫ ب‬A‫ َر‬Aَ‫ ت‬Aَ‫ ي‬A‫ت‬
َ AAAِ‫ ل‬A‫ َذ‬A‫ ي‬Aِ‫َّ ف‬A‫ ن‬A‫ ِه‬AِّA‫ د‬A‫ر‬Aَ AAAِ‫ ب‬A‫ق‬
A‫ك‬ ُّ A‫ح‬Aَ Aَ‫ أ‬A‫ن‬ َّ Aُ‫ ه‬Aُ‫ ت‬Aَ‫ل‬A‫ و‬A‫ ُع‬Aُ‫ ب‬A‫ َو‬A‫ ِر‬A‫ ِخ‬A‫آل‬A‫ ا‬A‫م‬Aِ A‫و‬Aْ Aَ‫ ي‬A‫ ْل‬A‫ ا‬A‫ َو‬Aِ ‫هَّلل‬A‫ ا‬Aِ‫َّ ب‬A‫ ن‬A‫ ِم‬A‫ؤ‬Aْ Aُ‫ن ي‬ َّA A‫ ُك‬A‫ن‬Aْ Aِ‫َّ إ‬A‫ ن‬A‫ ِه‬A‫ ِم‬A‫ ا‬A‫ َح‬A‫ر‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ ي‬Aِ‫ف‬
Aٌ‫ ة‬AA‫ َج‬A‫ َر‬A‫ َد‬A‫ن‬ َّ A‫ ِه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ ِل‬A‫ ا‬AA‫ َج‬AِّA‫ر‬A‫ ل‬Aِ‫ ل‬A‫و‬Aَ A‫ف‬ ْ ْ
Aِ A‫ و‬A‫ ُر‬A‫ ْع‬A‫ َم‬A‫ل‬A‫ ا‬AAِ‫َّ ب‬A‫ ن‬A‫ ِه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ ي‬A‫َّ ِذ‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫ ُل‬AA‫ ث‬A‫َّ ِم‬A‫ ن‬Aُ‫ ه‬Aَ‫ ل‬A‫و‬Aَ A‫ ا‬A‫ ًح‬A‫ ال‬A‫ص‬ Aْ Aِ‫ إ‬A‫ا‬A‫ و‬A‫ ُد‬A‫ ا‬A‫ َر‬Aَ‫ أ‬A‫ن‬Aْ Aِ‫إ‬
)228 A: A‫ة‬A‫ر‬A‫ق‬A‫ب‬A‫ل‬A‫ (ا‬A‫ ٌم‬A‫ ي‬A‫ ِك‬A‫ َح‬A‫ ٌز‬A‫ ي‬A‫ ِز‬A‫ َع‬Aُ ‫ هَّللا‬A‫و‬Aَ
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan
tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al
baqarah:228)
Mengenai quru’ para ulama’ fiqih berpendapat berbeda-beda:
1)         Fuqaha berpendapat bahwa quru’ itu artinya suci yaitu masa
diantara haid.
2)         Fuqaha lain berpendapat bahwa quru’ itu haid, terdiri dari
Imam Abu Hanifah, Ats-tsauri Al-Auzali, Ibnu Abi Laila.
Alasanya adalah untuk mengetahui kolongnya rahim, tidak hamil
bagi wanita yang di talak, sedangkan kekosongan rahim hanya di
ketahui dengan haid.
3)         Fuqaha Anshor berpendapat bahwa quru’ adalah suci terdiri
dari Imam Mahit dan Syaf i’. alasanya adalah menjadi pedoman
bagi kosongnya rahim dimana masa suci pada haid bukan bukan
berarti berpegang pada haid terakhir maka tiga yang di syaratkan
harus lengkap masa suci diantara 2 haid.
Nabi SAW bersabda :
A‫ن‬A‫ ا‬A‫ل‬A ‫ب‬A‫ ق‬ A‫ء‬A‫آ‬A ‫ ش‬A‫ن‬A‫ا‬A‫ا‬A ‫ه‬A‫ق‬A‫ل‬A‫ط‬A‫ ي‬A‫ ّم‬A ‫ ش‬A‫ر‬A ‫ه‬A‫ط‬A‫ ت‬A‫ى‬A‫ت‬A‫ ح‬A‫ض‬A‫ي‬A‫ح‬A‫ ث‬A‫ر‬A‫ه‬A‫ط‬A‫ ت‬A‫ ّم‬A‫ ش‬A‫ض‬A‫ي‬A‫ح‬A‫ ي‬A‫ى‬A‫ت‬A‫ ح‬A‫ا‬A‫ه‬A‫ع‬A‫ج‬A‫ا‬A‫ر‬A‫ي‬A‫ل‬A‫ ف‬A‫ة‬A‫ر‬A‫م‬
A‫ا‬A‫ ه‬A‫ ّس‬A‫م‬A‫ي‬
Artinya :  “Suruhlah dia, hendaklah ia
merujuk istrinya sehinggah iahaid, kemudian
suci kemudian haid lagi kemudian
menceraikanya juga mau sebelum ia
menyentuhnya. Demikian itulah iddah yang
diperintahkan oleh Alloh SWT untuk
.”menceraikan istri
b)       Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik ia perempuan
belum balig atau perempuan tua yang tidak haid, maka iddahnya
untuk 3 bulan menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu
pada permulaan bulan.
A‫ض‬A‫ح‬A‫ ي‬A‫م‬A‫ ل‬A‫ئ‬A‫ ل‬Aّ‫ا‬A‫ و‬A‫ر‬A‫ه‬A ‫ش‬A‫ ا‬A‫ة‬A ‫ث‬A‫ل‬A‫ ث‬A‫ن‬A‫ه‬A‫ ت‬A‫ ّر‬A ‫ع‬A‫ ف‬A‫م‬A‫ت‬A‫ب‬A‫ت‬A‫ر‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫ ا‬A‫م‬A‫ك‬A‫ئ‬A‫ا‬A ‫س‬A‫ ن‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ى‬A ‫ض‬A‫ي‬A‫ح‬A‫م‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ن‬A‫س‬A‫ئ‬A‫ ي‬A‫ء‬A‫ى‬A‫ل‬A‫ا‬A‫و‬
)4A: A‫ق‬A‫ال‬A‫ط‬A‫ل‬A‫(ا‬
Artinya : “Dan perempuan yang putus asa dari haid diantara
perempuan jika kamu ragu (tentang  masa iddahnya) maka iddah
mereka untuk tiga bulan, dan begitu pula perempuan yang tidak
haid.”(Q.S. At Talak : 28 :4) 

c)       Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum di setubuhi,


perempuan ini, tidak ada iddahnya.
Firman Allah SWT :
A‫ن‬A‫ ا‬A‫ل‬AAA‫ب‬A‫ ق‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ن‬Aّ A‫ه‬A‫و‬AAA‫م‬A‫ت‬A‫ق‬A‫ل‬A‫ ط‬A‫ ّم‬A‫ ث‬A‫ت‬A‫ن‬A‫م‬A‫ؤ‬AAA‫م‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫م‬A‫ت‬A‫ح‬A‫ك‬A‫ن‬A‫ا‬A‫ذ‬A‫ا‬A‫ا‬A‫و‬AAA‫ن‬A‫م‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫ي‬A‫ذ‬AAA‫ل‬A‫ا‬A‫ا‬A‫ه‬A‫ي‬A‫ا‬A‫ا‬A‫ي‬
)94A: A‫ب‬A‫ا‬A‫ز‬A‫ح‬A‫ال‬A‫ل‬A‫ (ل‬ A‫ا‬A‫ه‬A‫ن‬A‫ و‬A‫ر‬A‫ت‬A‫ع‬A‫ ت‬A‫ة‬A‫ر‬A‫ ع‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ن‬Aّ A‫ه‬A‫ي‬A‫ل‬A‫ ع‬A‫م‬A‫ك‬A‫ ل‬A‫ا‬A‫م‬A‫ ف‬A‫ن‬Aّ A‫ه‬A‫و‬A‫س‬A‫م‬A‫ت‬A‫ال‬
Artinya : ‘’Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi
perempuan yang beriman, kemudian k-moe ceraikan mereka
sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas
mereka iddah bagimoe yang kamu minta menyempurnakanya (Q.S
Al Ahzab (22):49)
Jika perempuan belum pernah di setubuhi dan di tinggal mati
maka iddahnya seperti iddahnya orang i’lah di setubuhi’’
Firman Allah
SWT :                                                                                         
A‫ا‬A‫ر‬A‫ش‬A‫ع‬A‫ و‬A‫ر‬A‫ه‬A‫ث‬A‫ ا‬A‫ة‬A‫ع‬A‫ب‬A‫ر‬A‫ ا‬A‫ن‬Aّ A‫ه‬A‫س‬A‫ف‬A‫ن‬A‫ا‬A‫ ب‬A‫ن‬A‫ص‬A‫ب‬A‫ر‬A‫ت‬A‫ ي‬A‫ا‬A‫ج‬A‫و‬A‫ز‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫و‬A‫ر‬A‫ذ‬A‫ي‬A‫ و‬A‫م‬A‫ك‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ن‬A‫ و‬Aّ‫ف‬A‫و‬A‫ت‬A‫ ي‬A‫ن‬A‫ي‬A‫ذ‬A‫ل‬A‫ا‬A‫و‬
Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu
dengan meninggalkan istri-istri (hendaknya para istri itu)
menangguhkan dirinya (A‫ة‬A‫د‬AAA‫)ع‬ untuk 4 bulan 10 hari” (Q.S. Al-
Baqoroh 2 : 234)

2.2.2                 Iddah Hamil


Yaitu iddah yang terjadi apabila perempuan-perempuan
yangdiceraikan itu sedang hamil, iddahnya samapai melahirkan.
Firman Allah SWT :
A‫ا‬A‫ر‬AAA‫س‬A‫ ي‬A‫ه‬A‫ر‬AAA‫م‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫ م‬A‫ه‬AAA‫ ل‬A‫ل‬AAA‫ع‬A‫ج‬A‫ ي‬A ‫ هللا‬A‫ق‬AAA‫ت‬A‫ ي‬A‫ن‬A‫م‬A‫ و‬A‫ن‬Aّ A‫ه‬A‫ل‬A‫م‬A‫ ح‬A‫ن‬A‫ع‬AAA‫ض‬A‫ ي‬A‫ن‬A‫ ا‬A‫ن‬A‫ه‬A‫ل‬A‫م‬A‫ج‬A‫ ا‬A‫ل‬A‫ا‬AAA‫م‬A‫ج‬A‫أل‬A‫ ل‬A‫ت‬A‫ل‬A‫و‬A‫ا‬A‫و‬
)4A: A‫ق‬A‫ال‬A‫ط‬A‫ل‬A‫(ا‬
Artinya : “Dan perempuan yang hamil waktu iddah mereka itu
ialah sampaimereka melahirkan kandunganya . dan barang siapa
yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh menjadikan baginya
kemudian dalam urusnya”. (Q.S. At-talaq 28 : 4)
Apabila ia hamil dengan anak kembar maka iddahnya belum
habis sebelum anak kembarnya lahir semua jika perempuan itu
keguguran maka iddahnya ialah sesudah melahikan baik baginya
hidup, mati, sempurna badanya / cacat, ruhya telah ditiup /belum.

2.2.3                 Iddah Wafat


Iddah wafat adalah iddah yang terjadi apabila seseorang
(perempuan) di tinggal mati suaminya dan masa iddahnya selama
4 bulan 10 hari.
Firman Allah SWT :
Aْ Aَ‫ أ‬Aَ‫ ة‬AAAAA‫ َع‬Aَ‫ ب‬A‫ر‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ن‬
Aٍ‫ ر‬Aُ‫ ه‬AAAA‫ش‬A Aِ Aُ‫ ف‬A‫ ْن‬Aَ‫ أ‬Aِ‫ ب‬A‫ن‬Aَ AAAA‫َّص‬
َّ A‫ ِه‬AAAA‫س‬A Aْ A‫ ب‬A‫ َر‬Aَ‫ ت‬Aَ‫ ي‬A‫ ا‬AAAAًA‫ج‬A‫ ا‬A‫و‬Aَ A‫ز‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ن‬Aَ A‫ و‬A‫ ُر‬A‫ َذ‬AAAAAَ‫ ي‬A‫ َو‬A‫ ْم‬A‫ ُك‬A‫ ْن‬A‫ ِم‬A‫ن‬Aَ A‫و‬Aْ َّA‫ ف‬A‫و‬Aَ Aَ‫ ت‬Aُ‫ ي‬A‫ن‬Aَ A‫ ي‬A‫َّ ِذ‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫َو‬
)234 A: A‫ة‬A‫ر‬A‫ق‬A‫ب‬A‫ل‬A‫ (ا‬ A‫ ا‬A‫ ًر‬A‫ ْش‬A‫ َع‬A‫َو‬
Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu
dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari”.
(Q.S. Al-Baqoroh: 234)

2.2.4                 Iddah Wanita yang Kehilangan Suami


Seseorang perempuan yang kehilangan suaminya (tidak di
ketahui keberadaan suami, apakah dia telah mati atau hidup) maka
wajiblah di menunggu selama 4 tahun lamanya sesudah itu
hendaknya dia beriddah 4 bulan 10 hari.
A‫ر‬A ‫ظ‬A‫ت‬A‫ن‬A‫ ت‬A‫ا‬A ‫ه‬A‫ن‬A‫إ‬A‫ ف‬A‫و‬A ‫ ه‬A‫ن‬A‫ي‬A‫ أ‬A‫ر‬A‫د‬A ‫ ن‬A‫م‬A‫ ل‬A‫ا‬A ‫ه‬A‫ج‬A‫و‬A‫ ز‬A‫ت‬A‫د‬A ‫ق‬A‫ ف‬A‫ة‬A‫أ‬A‫ر‬A ‫م‬A‫ ا‬A‫ا‬A ‫م‬A‫ي‬A‫ أ‬A: A‫ل‬A‫ا‬A‫ ق‬A‫ه‬A‫ن‬A‫ ع‬A ‫ هللا‬A‫ي‬A‫ض‬A‫ ر‬A‫ر‬A‫م‬A‫ ع‬A‫ن‬A‫ع‬
A‫ل‬A‫ح‬A‫ ت‬A‫م‬A‫ ث‬A‫ا‬A‫ر‬A‫ش‬A‫ع‬A‫ و‬A‫ر‬A‫ه‬A‫ش‬A‫ أ‬A‫ة‬A‫ع‬A‫ب‬A‫ر‬A‫ أ‬A‫د‬A‫ت‬A‫ع‬A‫ ت‬A‫م‬A‫ ث‬A‫ن‬A‫ي‬A‫ن‬A‫ س‬A‫ة‬A‫ع‬A‫ب‬A‫ر‬A‫أ‬.
Artinya: “Dari Umar R.A berkata: bagi perempuan yang
kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui dimana ia berada
sesungguhnya perempuan itu wajib menunggu 4 tahun, kemudian
hendaknya ia beriddah 4 bulan 10 hari barulah ia boleh menikah.
(H.R Malik)
2.2.5                 Iddah Wanita yang di Ila’
Bagi perempuan yang di ila’ timbul perbedaan pendapat apakah
ia harus menjalani iddah atau tidak, diantaranya:
a)             Jumhur Fuqoha’ mengatakan bahwa ia harus menjalani Iddah.
b)             Zabir bib Zaid berpendapat bahwa ia tidak wajib iddah.
Perbedaan pendapat ini di sebabkan iddah itu menghabungkan
antara iddah dan maslahat bersama-sama. Oleh karena itu bagi
fuqoha’ yang lebih memperhatikan segi kemaslahatan, mereka
tidak memandang perlu adanya iddah, sedangkan fuqoha’ yang
lebih memperhatikan segi ibadah maka mereka mewajibkan iddah
atasnya.

2.3       Hikmah Iddah
Sebagai peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Mengetahui,
aturan tetntang ‘iddah pastimempunyai rahasia serta manfaat
tersendiri.Kadang kala manfaat itu dapat langsung kita rasakan,
namun acapkali baru kita rasakan setelah kejadian lama berlalu.
Al-Jurjawy mengatakan sebagai berikut:
1.             Kita dapat mengetahui kebersihan rahim si wanita yang telah
ditalak atau karena kematian suami. Kalau tidak ada syari’at
tentang ‘iddah, si wanita dapat langsung menikah dengan laki-laki
lain, sehingga terjadi percampuran keturunan dan menghasilkan
generasi yang samar. Tujuan dharury Hukum Islam yitu hifdzun
nasli atau memelihara keturunan tidak akan tercapai.
2.             Memperpanjang masa kembali bagi suami pertama (untuk
meruju’ mantan istri) dalam kasus talak raj’i. Menurut penulis
inilah yang menjadi yang menjadi esensi dari syari’ tentang ‘iddah
ini, yaitu dalam upaya menyelamatkan institusi perkawinan dari
kehancuran yang lebih fatal. Nasa tenggang waktu yang relative
lama hendaknya dipergunakan untuk instrokpeksi diri, menyadari
kekeliruan, memaafkan kesalahan istri atau suaminya dan harapan
bersatuya mereka kembali melalui ruju’, menyambung kembali
silaturrahmi yang nyaris putus.
3.             Masa berkabung bagi istri yang ditinggal mati suami dan
digunakan untuk sedikit mengenang kembali kenangan lama
dengan suaminya. Sangat tidak etis, seandainya sang istri dengan
cepat melangsungkan perkawinan dengan laki-laki lain, sementara
sang suami baru saja meninggalkan dirinya. Oleh karena itu,
‘iddah bagi wanita yang ditinggal suami adalah masa berkabung.
4.             Sutu masa yang harus dipergunakanan oleh calon terutama suami
yang akan menikahinya, untuk tidak cepat-cepat masuk ke dalam
kehidupan si wanita yang baru dicerai mantan suaminya. Ada
kemungkinan si wanita masih memiliki persoalan, mungkin
masalah harta atau yang lainnya. Biarkan mereka selesaikan pada
masa ‘iddahnya sampai semua persoalan dengan mantan suaminya
telah selesai.  Seandainya kita (suami kedua) masuk disaat
persoalan dengan suami pertama belum selesai, hal itu dapat
merunyamkan keadaan. Bahkan, mungkin terjadi suami pertama
tadi – karena cemburu – akan cepat meruju’nya kembali
walaupun  itu hanya sekedar kesesalan akibat ulah calon si suami
kedua yang nekat dan terburu-buru tadi.
5.             Iddah sebagai ta’abbudi kepada Allah. Pelaksanaan beriddah juga
merupakan gambaran tingkat ketaatan makhluk kepada aturan Khaliknya
yakni Allah. Terhadap aturan-aturan Allah itu, merupakan kewajiban bagi
wanita muslim untuk mentaatinya. Apabila wanita muslim yang bercerai
dari suaminya, apakah karena cerai hidup atau mati. Disana ada tenggang
waktu yang harus dilalui sebelum menikah lagi dengan laki-laki lain.
Kemauan untuk mentaati aturan beriddah inilah yang merupakan gambaran
ketaatan, dan kemauan untuk taat itulah yang didalamnya terkandung nilai
ta’abbudi itu. Pelaksanaan nilai ta’abbudi ini selain akan mendapatkan
manfaat beriddah sebagaimana digambarkan diatas, juga akan bernilai
pahala apabila ditaati dan berdosa bila dilangar dari Allah SWT.
6.             Menjunjung tinggi masalah perkawinan yaitu agar dapat
menghimpunkan orang-orang yang arif mengkaji masalahnya dan
memberikan tempo berpikir panjang. Jika tidak diberikan
kesempatan demikian, maka tak ubahnya seperti anak-anak kecil
bermain, sebentar disusun, sebentar lagi dirusaknya.
2.4         Tujuan Iddah
Sebagaimana pertanyaan yang sering dipertanyakan, kenapa
seorang perempuan yang bercerai dengan suaminya baik karena
cerai hidup atau karena suaminya meninggal dunia diwajibkan
beriddah, dan kenapa pula harus selama itu masa iddahnya.Adanya
iddah itu ada beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut .
Menurut Drs. Sudarsono, SH. yaitu :
1.             Bagi suami mempunyai kesempatansaat berfikir untuk memilih
antara rujuk dengan istri atau melanjutkan talak yang telah
dilakukan.
2.             Bagi istri  mempunyai kesempatan   saat untuk  mengetahui keadaan
sebenarnya  yaitu sedang hamil atau tidak sedang hamil.
3.             Sebagai masa transisi.
Menurut KH. Azhar Basyir, MA. iddah diadakan dengan tujuan
sebagai berikut:
1.             Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan
dalam ajaran Islam.
2.             Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup
manusia itu harus diusahakan agar kekal.
3.             Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk
menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersama-sama
keluarga suami.
4.             Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah
melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan
kekosongan rahim.”

2.5         Hak dan Kewajiban Suami Istri pada Masa Iddah


1.         Para fuqoha sepakat bahwa istri yang berdara pada talak raj’i
mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal. Hak yang sama juga
diberikan kepada wanita yang hamil sampai melahirkan.
Ketentuan ini didasarkan Firman Allah SWT :
Aَّ‫ ن‬A‫ ُك‬A‫ن‬Aْ Aِ‫ ا‬A‫و‬Aَ َّA‫ ن‬A‫ ِه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ا‬A‫ و‬Aُ‫ِّ ق‬A‫ ي‬AAA‫ض‬A
Aَ Aُ‫ ت‬Aِ‫ن ل‬ َّA Aُ‫ ه‬A‫و‬Aْ A‫ر‬Aُ Aْ‫ ا‬AAA‫ض‬A Aَ A‫ َو‬A‫ ْم‬A‫ ُك‬A‫ ِد‬AAAْA‫ ج‬A‫ ُو‬A‫ن‬Aْ A‫ ِم‬A‫ ْم‬Aُ‫ ت‬A‫ ْن‬A‫ َك‬AAA‫س‬
Aَ Aُ‫ ت‬A‫ال‬ Aَ A‫ث‬ Aُ A‫ ْي‬A‫ َح‬A‫ن‬Aْ A‫َّ ِم‬A‫ ن‬Aُ‫ه‬A‫و‬A‫ ن‬A‫ ِك‬AAA‫س‬A
Aْ Aَ‫ا‬
) 6 A: A‫ق‬A‫ال‬A‫ط‬A‫ل‬A‫ ( ا‬      Aَّ‫ ن‬Aُ‫ ه‬Aَ‫ ل‬A‫ ْم‬A‫ َح‬A‫ن‬Aَ A‫ ْع‬A‫ض‬ Aَ Aَ‫ ي‬A‫َّ ى‬A‫ ت‬A‫ َح‬A‫ن‬ َ
َّ A‫ ِه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ا‬A‫ و‬Aُ‫ ق‬Aِ‫ ف‬A‫ ْن‬A‫ أ‬Aَ‫ ف‬A‫ ٍل‬A‫ م‬A‫ َح‬A‫ت‬ِ A‫ل‬A‫ و‬Aُ‫ا‬
Artinya :“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka. Dan jika
mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu hamil, maka berikanlah
mereka nafkah hingga mereka melahirkan kendungan”(Q.S. Ath-
Thalaq : 6)
2.         Bagi istri yang ditalak ba’in, terjadi perbedaan pendapat.
Sebagian mengharuskan nafkah dan tempat tinggal, sebagian lagi
meniadakan semua pemberian tersebut dan sebagian lainnya hanya
memberikan tempat tinggal saja tanpa nafkah. Mereka yang
meniadakan nafkah dan tempat tinggal bagi tertalak ba’in
mendasar pendapatnya pada hadis dari Ibnu Abbas dan Ali r.a
sebagai berikut :
Aُ‫ ة‬A‫ َع‬A‫ج‬Aْ Aَّ‫ر‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫ ا‬Aَ‫ ه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ ا‬Aَ‫ ه‬A‫ ِج‬A‫و‬Aْ A‫ز‬Aَ Aِ‫ ل‬A‫ن‬Aْ A‫ َم‬Aِ‫ ل‬Aُ‫ ة‬Aَ‫ ق‬Aَ‫َّ ف‬A‫ن‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫و‬Aَ A‫ ى‬Aَ‫ ن‬A‫ُّ ْك‬A‫س‬A‫ل‬A‫ ا‬A‫ ا‬A‫َّ َم‬A‫ ن‬Aِ‫ا‬
Artinya :“Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya
tempat tinggal dan nafkah hanya bagi wanita yang ditalak raj’I’”
Mereka yang memberikan tempat tinggal saha mendasarkan
pendapatnya pada hadis Fatimah yang diriwayatkan Imam Malik
dalam Muwaththa :
ٌA‫ ة‬Aَ‫ ق‬Aَ‫ ف‬Aَ‫ ن‬A‫ ا‬Aَ‫ ه‬A‫ ْي‬Aَ‫ ل‬A‫ َع‬A‫ك‬
ِ Aَ‫ ل‬A‫س‬ Aَ A‫ ْي‬Aَ‫ل‬
Artinya :
“Berkata Rasulullah SAW, ‘ Tidak ada bagimu atasnya
nafkah’”             
Dalam hadist tersebut tidak disebutkan mengenai tempat
tinggal.Mereka berpendapat dengan tidak disebutnya berarti
tempat tinggal tetap diberikan kepada mereka.Adapun bagi mereka
yang mewajibkan keduanya beralasan keumuman Ath thalaq ayat
6.
3.         Perempuan dalam iddah wafat, mereka tidak mempunyai hak
sama sekali meskipun ia mengandung, karna ia dan anak yang
berada dalam kandungannya telah mendapat pusaka dari suaminya
yang meninggal dunia itu.
Seperti Sabda Rasulillah Saw:
“ Janda hamil yang kematian suaminya tidak berhak mendapat
nafkah.”( Riwayat Daruqutni)
Polemik para ulama bahwa kewajiban suami meberikan
tempat tinggal dan nafkah bagi istri yang ditalak, terutama yang
ditalak raj’I disebabkan pada waktu ‘iddah istri tersebut tidak
menerima dari orang lain, apalagi paitu tidak boleh dipinang
orang lain sebab hak suami masih melekat pada kasus talak raj’i.
Seperti kita ketahui, wanita dalam talak raj’i itu tidak boleh
dipinang orang lain sebab hak suami masih melekat pada wanita
tersebut. Karena itu, si istri tidak akan menerima sesuatu, kecuali
dari mantan suaminya. Hak yang dia miliki yang melekat pada
mantan suami dan pada saat yang sama menjadi  .kewajiban istri
untuk menaati hak suami yang masih melekat pada dirinya. Dia
harus menyadari bahwa mantan suaminya dalam kasus talak raj’i
mempunyai hak kembali kepadanya, yang tidak dipunyai orang
lain.

2.6         Larangan Bagi Wanita yang Menjalani Iddah


Di antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang
ber`iddah adalah:
1.         Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain
kecuali dalam bentuk sindiran.
2.         Tidak boleh menikah.
3.         Tidak boleh keluar rumah.
4.         Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad) .
Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk
berhias atau bercantik-cantik. Dan di antara kategori berhias itu
antara lain adalah:
·                   Menggunakan alat perhiasan seperti emas, perak atau sutera .
·                   Menggunakan parfum atau wewangian .
·                   Menggunakan celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang
membolehkannya memakai untuk malam hari karena darurat.
·                   Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku ( hinna‘) dan bentuk-
bentuk pewarna lainnya.
·                   Memakai pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-
warna seperti merah dan kuning.
Di dalam kitab Fiqhus-Sunnah,  As-Sayyid Sabiq
mengatakan:“Isteri yang sedang menjalani masa ‘iddah
berkewajiban untuk menetap di rumahyang ia dahulu tinggal
bersama sang suami, hingga selesai masa ‘iddahnya. Dan tidak
diperbolehkan baginya keluar dan rumah tensebut.Sedangkan
suaminya juga tidak diperbolehkan untuk mengeluarkannya dari
rumahnya.Seandainya terjadi perceraian di antara mereka
berdua, sedang isterlnya tidak berada di rumah di mana mereka
berdua menjalani kehidupan rumah tangga, maka si isteri wajib
kembali kepada suaminya untuk sekedar suaminya mengetahuinya
di mana ia berada.”
Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala pada surat Ath-Thalaq ayat pertama.
Apabila isteri yang dithalak itu melakukan perbuatan keji
secara terang- terangan memperlihatkan sesuatu yang tidak baik
bagi keluarga suaminya, maka dibolehkan bagi suami untuk
mengusirnya dari rumah tersebut, demikian menurut Ibnu Abbas.
Pendapat Sayyid Sabiq di atas juga ditentang oleh Aisyah
Radhiyallahu Anha, Ibnu Abbas, Jabir bin Zaid, Hasan, Atha’, dan
diriwayatkan dan Ali dan Jabir; di mana Aisyah sendiri pernah
mengeluarkan fatwa kepada isteri yang ditinggal mati suaminya
untuk keluar dan rumah pada saat menjalani masa ‘iddahnya. Lalu
isteri tersebut keluar rumah bersama dengan saudara
perempuannya, Ummu Kultsum berangkat ke Makkah untuk
menjalankan ibadah umrah, yaitu ketika Thalhah bin Ubaid
terbunuh.

2.7         Hukum Iddah
Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun,
cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau
tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu, sesuai dengan
firman allah swt. :
Aُ ‫ هَّللا‬A‫ق‬ َ AAAَ‫ ل‬A‫ َخ‬A‫ ا‬A‫ َم‬A‫ن‬Aَ A‫ ْم‬Aُ‫ ت‬A‫ ْك‬Aَ‫ ي‬A‫ن‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ن‬ َّ A‫ ِه‬A‫س‬Aِ Aُ‫ ف‬A‫ ْن‬Aَ‫ أ‬Aِ‫ ب‬A‫ن‬Aَ A‫ص‬
َّ Aُ‫ ه‬Aَ‫ ل‬AُّA‫ ل‬A‫ح‬Aِ Aَ‫ ي‬A‫ ال‬A‫ َو‬A‫ ٍء‬A‫ و‬A‫ ُر‬Aُ‫ ق‬Aَ‫ ة‬Aَ‫ث‬A‫ال‬AAَ‫ ث‬A‫ن‬ Aُ A‫ ا‬Aَ‫َّ ق‬A‫ ل‬Aَ‫ ط‬A‫ ُم‬A‫ ْل‬A‫ ا‬A‫َو‬
Aْ َّA‫ ب‬A‫ َر‬Aَ‫ ت‬Aَ‫ ي‬A‫ت‬
َّA‫ ن‬A‫ ِه‬A‫ ِم‬A‫ ا‬A‫ح‬Aَ A‫ر‬Aْ Aَ‫ أ‬A‫ ي‬Aِ‫ف‬
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya.”(QS. Al-Baqarah (2):
228).
Diantara hadis nabi yang menyuruh menjalani masa iddah
tersebut adalah apa yang disampaikan oleh aisyah menurut
riwayah ibnu majah dengan sanad yang kuat yang artinya :  “nabi
saw. Menyuruh baurairah untuk beriddah selama tiga kali
haid.Dari ijma’ para ulamak juga sepakat wajibnya iddah sejak
masa Rasulullah saw. Ampai sekarang.
BAB III
PENUTUP
3.1         Simpulan
Iddah ialah satu masa  dimana perempuan yang telah di
ceraikan, baik cerai hidup maupun cerai mati, harus menunggu
untuk meyakinkan apakah rahimnya kosong atau berisi
kandungan.
Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun,
cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau
tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu.  Iddah terdiri
dari beberapa macam yaitu :
1.         Iddah talak.
2.         Iddah hamil.
3.         Iddah wafat.
4.         Iddah wanita yang kehilangan suaminya.
5.         Iddah perempuan yang di-Ila’.
Adapun Hikmah Iddah antara
lain :                                                                        
1.         Kita dapat mengetahui kebersihan rahim si wanita yang telah
ditalak atau karena kematian suami.
2.         Memperpanjang masa kembali bagi suami pertama (untuk
meruju’ mantan istri) dalam kasus talak raj’i
3.         Masa berkabung bagi istri yang ditinggal mati suami dan
digunakan untuk sedikit mengenang kembali kenangan lama
dengan suaminya
4.         Sutu masa yang harus dipergunakanan oleh calon terutama suami
yang akan menikahinya, untuk tidak cepat-cepat masuk ke dalam
kehidupan si wanita yang baru dicerai mantan suaminya.
5.         Iddah sebagai ta’abbudi kepada Allah
6.         Menjunjung tinggi masalah perkawinan yaitu agar dapat
menghimpunkan orang-orang yang arif mengkaji masalahnya dan
memberikan tempo berpikir panjang.
Hak dan kewajiban suami istri pada masa Iddah
1.         Para fuqoha sepakat bahwa istri yang berdara pada talak raj’i
mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal.
2.         Bagi istri yang ditalak ba’in, terjadi perbedaan pendapat.
Sebagian mengharuskan nafkah dan tempat tinggal, sebagian lagi
meniadakan semua pemberian tersebut dan sebagian lainnya hanya
memberikan tempat tinggal saja tanpa nafkah.
3.         Perempuan dalam iddah wafat, mereka tidak mempunyai hak
sama sekali meskipun ia mengandung.
Di antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang
ber`iddah adalah:
1.         Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain
kecuali dalam bentuk sindiran.
2.         Tidak boleh menikah
3.         Tidak boleh keluar rumah
4.         Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad)
3.2         Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat
memenuhi kebutuhan materi bacaan, terutama bagi para
mahasiswa syariah. Namun, tidak menutup kemungkinan makalah
ini bisa terselesaikan dengan sempurna, maka dari itu kritik dan
saran dari para pembaca kami harapkan terutama dari Bapak dosen
pengampuh.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Drs. H. Rahmat. 2000. Hukum Perkawinan Islam.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Mardiana. 2011. Makalah iddah.
Hasanah, Mauizatul. 2013. Makalah tentang
iddah.  http://mauilyadit.blogspot.com/2013/06/makalah-tentang-
iddah.html.
http://diana-cmar.blogspot.com/2011/12/iddah_17.html .

Anda mungkin juga menyukai