Anda di halaman 1dari 118

PENGARUH VARIASI SUHU TAHAN HIDROTERMAL TERHADAP

STRUKTUR KRISTAL DAN KONDUKTIVITAS MATERIAL


KOMPOSIT GRAPHENE-TiO2

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Oleh :

MELITA REZKI PUSPITHASARI


F1B1 14 031

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
ii
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa

melimpahkan rahmat, taufik, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Suhu Tahan Hidrotermal

Terhadap Struktur Kristal dan Konduktivitas Material Komposit Graphene-

TiO2” yang disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana

S1 pada Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, sahabatnya, pengikutnya dan

kita semua. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir, aamiin.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak baik bimbingan,

nasehat, arahan, serta doa maka penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan

baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Eng La Agusu,

M.Si. selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Alimin, S.Si., M.Si. Yang telah banyak

mengorbankan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan, kritik, saran

dan nasehat yang sangat berharga selama penelitian tugas akhir ini.

Ucapan terimakasih tak lupa pula penulis sampaikan kepada kedua orang tua,

Ayahanda tersayang Maharuddin, S.Tp. dan Ibunda tercinta Hasmawati yang telah

iii
menjadi orang tua terhebat sepanjang masa sekaligus sebagai sahabat dan tempat

curhat yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil, motivasi, nasehat,

cinta, kasih sayang, perhatian yang sangat luar biasa serta do’a yang tulus dan ikhlas

yang takkan pernah bisa penulis balas. Dan juga kepada seluruh keluarga besar yang

telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis serta terima kasih banyak telah

menjadi penyemangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini.

Penyusunan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati secara khusus penulis mengucapkan terima

kasih kepada bapak Dr. Eng. La Agusu, S.Si.,M.Si selaku penasehat akademik

sekaligus pembimbing I dan bapak Dr. Alimin, S.Si., M.Si. selaku pembimbing II

yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan,

koreksi, arahan, dan saran dalam menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini.

Ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah memberikan

dorongan, dukungan dan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikanhasil

penelitian ini. Tanpa mengurangi rasa hormat dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M,Si., M.Sc. selaku Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Dr. Ida Usman, S.Si., M.Si. selaku Dekan FMIPA Universitas Halu Oleo

dan segenap jajarannya.

iv
3. Ibu Lina Lestari, S.Pd., M.Si. dan Ibu Wa Ode Sitti Ilmawati, S.Si.,M.Sc. selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA Universitas Halu Oleo.

4. Seluruh tim penguji, yaitu Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M,Si.,

M.Sc, Bapak Dr. Eng. I Nyoman Sudiana, S.Pd., M.Si, dan Bapak Ismail Saleh,

S.Si., M.Si yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat.

5. Dosen-dosen pengajar Universitas Halu Oleo, khususnya kepada seluruh dosen di

Jurusan Fisika, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang sangat

bermanfaat.

6. Ibu Viska Variani, S.Si., M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Fisika FMIPA

Universitas Halu Oleo, Bapak Dr. Imran M.Si. selaku Kepala Laboratorium

Kimia dan Ibu Andi Septiana, S.Si., M.Si., M.Sc. selaku Kepala Laboratorium

Bilogi Forensik FMIPA Universitas Halu Oleo yang telah mengizinkan penulis

untuk melakukan penelitian.

7. Keluarga besar penulis yang turut mendoakan kesuksesan penulis dan selalu

memberikan dorongan semangat maupun materi kepada penulis.

8. Terkhusus buat sahabat dan teman panel sekaligus teman penelitian material

Graphene-TiO Nurul Khairah Lamela yang selalu membantu dan bekerja sama

dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Tim Penelitian Graphene dari Jurusan Fisika : Elvi Novita Ega Siti hajayanti, dan

Nelvida Aslim, serta Tim Penelitian Grapehene dari Jurusan Kimia : Nova Ade

Firmanto, Takdir Anis, Apriani, Rita Yanti dan Sugianti Tahir, yang telah

memberikan dukungan serta bantuan dalam melakukan Penelitian.

v
10. Teman- teman seangkatan yang senantiasa membantu dan memberikan dukungan

kepada penulis Nurjanna Bolu, Sitti Nurfitriyanti, Wa Ode Sitti Harni, Sukma

Pramitha Anan Sari, Rian Julianto, Suharziamah Al Aqsa, La Ode Sucirman,

Vicka Vaulia, Ahmad Mujtahid Anas, Hikma Purwati, Akhiruddin, Evi Yusianti,

Anita Dewi Titi Dewiyanti, Fahmi dan Mirsal.

11. Kakak-kakak tingkat yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang

telah berbagi ilmu, suka dan duka selama Proses perkuliahan serta semua adik

adik Tingkat yang penulis sayangi.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Allah

Subhanahu Wa Ta’ala selalu melimpahkan karunia-Nya dan membalas semua amal

baik dan pengorbanan yang telah di berikan dan semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa hasil

penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritikan yang

sifatnya membangun dari semua pihak senantiasa penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Kendari, Oktober 2020

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………..i
HALAMAN PENGESAHAN... ………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI... ………………………………………………………………………vii
DAFTAR TABEL. ……………………………………………………………………x
DAFTAR GAMBAR ... ………………………………………………………………xi
DAFTAR LAMPIRAN... ……………………………………………………………xii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ………………………………………xiii
ABSTRAK .. …………………………………………………………………………xv
ABSTRACT………………………………………………………………………...xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................4
C. Tujuan penelitian .........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kristal ......................................................................................................... 6
B. Karbon ....................................................................................................... 10
C. Grafit.......................................................................................................... 11
D. Graphene ................................................................................................... 13
E. Titanium Dioksida (TiO2).......................................................................... 19
F. Komposit ................................................................................................... 21
G. Metode Hidrotermal .................................................................................. 24
H. Elektroda.................................................................................................... 27
I. Konduktivitas Listrik................................................................................. 28
J. Karakterisasi dan Pengujian Elektroda...................................................... 31

vii
1. X-Ray Difraction (XRD) .................................................................... 31
2. Scanning Electron Microscopy (SEM)............................................... 37
3. Four-Point Probe (FPP) ..................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 44
B. Jenis Penelitian ......................................................................................... 44
C. Alat dan Bahan .......................................................................................... 44
D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 46
1. Sintesis Grafit menjadi Grafit Oksida ................................................ 46
2. Sintesis Grafit Oksida menjadi Graphene Oksida ............................. 47
3. Preparasi Lapisan dan Pembuatan Elektroda Komposit Graphene-
TiO2 .................................................................................................... 48
E. Karakterisasi .............................................................................................. 49
1. Analisis struktur Kristal graphene-TiO2 dengan XRD ..................... 49
2. Analisis dengan SEM ........................................................................ 50
3. Analisis Konduktivitas dengan Four-point Probe ............................ 50
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Komposit Graphene-TiO2 ...................................................... 51
1. Sintesis Grafit menjadi Grafit Oksida .............................................. 51
2. Sintesis Grafit Oksida menjadi Graphene Oksida ........................... 53
3. Preprasi Lapisan dan Pembuatan Elektroda Komposit Graphene-
TiO2 .................................................................................................. 54
B. Karakterisasi Komposit Graphene-TiO2 ................................................... 55
1. Karakterisasi komposit Graphene-TiO2 mengggunakan XRD........ 55
2. Karakterisasi komposit Graphene-TiO2 mengggunakan SEM ........ 60
C. Pengujian Konduktivitas komposit Graphene-TiO2 dengan Four-Point
Probe (FPP) ............................................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 66

viii
B. Saran .......................................................................................................... 66
DAFTARPUSTAKA ................................................................................................. 67
LAMPIRAN............................................................................................................... 75

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sistem Kristal dan Kisi Bravais ................……………………………..9


Tabel 2.2. Sifat Fisik Grafit .....................................……………………………..12
Tabel 2.3. Parameter Kristal TiO2 anatase, rutile, dan brookite....………………21
Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada Penelitian....................……………………44
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada Penelitian ................……………………45
Tabel 4.1. Konduktivitas sampel graphene-TiO2 hasil pengujian FPP .…………63
Tabel 4.2. Perbandingan Nilai Konduktivitas sampel graphene-TiO2 dengan Nilai
Ukuran Kristal rata-rata dan rata XRD komposit graphene-
TiO2……….......................................................................................…64

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Susunan Atom .........................................……………………………7


Gambar 2.2. Sumbu Kristal..........................................……………………………8
Gambar 2.3. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais ..…………………9
Gambar 2.4. Perpotongan Bidang dan Sumbu ...........……………………………10
Gambar 2.5. Struktur material graphene....................……………………………14
Gambar 2.6. Graphene sebagai material penyusun bentuk alotrop ...……………14
Gambar 2.7. Dispersi graphene .................................……………………………15
Gambar 2.8. Struktur TiO2 fasa anatase dan rutile ....……………………………20
Gambar 2.9.Hydrotermal Synthesis Autoclave Reactor …………………………24
Gambar 2.10.Autoklave (alat sintesis secara hidrotermal) ………………………25
Gambar 2.11. Skema metode four point probe ..........……………………………31
Gambar 2.12. Difraksi sinar X pada kristal ..............……………………………32
Gambar 2.13. Puncak difraksi sinar-X.................................................................. 33
Gambar 2.14. Skematik teknik XRD .........................……………………………35
Gambar 2.15. XRD patter pada grafit, grafit oksida dan graphene………………36
Gambar 2.16. XRD patter pada grafit, grafit oksida dan rGO ...…………………36
Gambar 2.17. Ilustrasi cara kerja SEM ......................……………………………38
Gambar 2.18. Four Point Probe (FPP) ......................……………………………40
Gambar 4.1. Skema pembentukan graphene oksida..……………………………53
Gambar 4.2. Difraktogram XRD graphene oksida ....……………………………55
Gambar 4.3. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal
140ºC .......................................................................................………57
Gambar 4.4. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal
160ºC .......................................................................................………58
Gambar 4.5. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal
180ºC……………………………………………………………...…58
Gambar 4.6. Hasil karakterisasi SEM material komposit graphene-TiO2 .………61

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Umum Alur Penelitian ................................................... 75


Lampiran 2 Diagram Alir Prosedur Penelitian ................................................... 76
Lampiran 3 Hasil Karakterisasi Graphene dengan XRD.................................... 78
Lampiran 4 Hasil Karakterisasi Komposit Graphene-TiO2 dengan XRD.......... 81
Lampiran 5 Hasil Karakterisasi Komposit Graphene-TiO2 dengan SEM .......... 92
Lampiran 6 Perhitungan Konduktivitas Listrik................................................... 96
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian................................................................... 97

xii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

LambangdanSingkatan ArtiLambang

I Arus

Cm2 Centimeter kuadrat

R Hambatanatairesistansi

SEM Scanning Electron Microscope

XRD X-Ray diffraction

V Tegangan

K Kelvin

% Persen

ºC DerajatCelcius

θ Theta

β Beta

s Sekon

mL Mililiter

m2 Meter kuadrat

λ Panjanggelombang

TiO2 Titanium dioksida

RGO Reduksigrapheneoksida

g Gram

ρ HambatanjenisatauResistivitas

σ KonduktivitasListrik

Л phi

xiii
LambangdanSingkatan ArtiLambang

Ln Lon

K Konstanta

Hz Hertz

kJ KiloJoule

kJ.mol-1 KiloJoule per mol

M Massa MolekulRelatif

Å Amstrong

t Tebal

Nm nanometer

CNT Carbon Nanotube

Ti Titanium

C Carbon

BET Brunaeuer-Emmett-Teller

μm Mikro meter

S/cm Siemens per sentimeter

M2/g Meter kuadrat per gram

GO Graphene oxide

A Ampere

V Volt

pH DerajatKeasamanlarutan

xiv
PENGARUH VARIASI SUHU TAHAN HIDROTERMAL TERHADAP
STRUKTUR KRISTAL DAN KONDUKTIVITAS MATERIAL
KOMPOSIT GRAPHENE-TiO2

Oleh:
MELITA REZKI PUSPITHASARI
F1B1 14 031

ABSTRAK

Nanosains adalah ilmu yang mempelajari berbagai gejala-gejala alam yang


berukuran nanometer. Nanosains sangat berkaitan dengan sintesis, karakterisasi,
eksploitasi dan eksplorasi bahan berstruktur nano. Graphene dan TiO2 merupakan
material berukuran nano dan pada penelitian ini kedua material tersebut
dikompositkan lalu disintesis menggunakan metode hidrotermal dengan variasi
suhu 140 ºC, 160 ºC, dan 180 ºC. Perbandingan komposit material adalah 80%
graphene : 20% TiO2. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh suhu tahan
hidrotermal terhadap struktur kristal dan nilai konduktivitas dari material
komposit graphene-TiO2. Pengujian karakterisasi menggunakan XRD dan SEM
untuk melihat struktur dan morfologi kristal dan FPP untuk melihat nilai
konduktivitas sampel. Hasil penelitian menunjukkan semakin naik suhu
hidrotermal maka ukuran rata-rata kristal akan semakin kecil. Semakin kecil
ukuran rata-rata kristal komposit graphene-TiO2 maka semakin tinggi nilai
konduktivitas listrik komposit. Hal ini dapat dilihat dari ukuran Kristal rata rata
suhu 180 ºC sebesar 22.97 nm yang lebih kecil dibandingkan ukuran Kristal suhu
140 ºC 31.47 nm sebesar dan suhu 160 ºC sebesar 23.63 nm. Dimana suhu 180 ºC
konduktivitas lebih tinggi dengan nilai konduktivitas 1,34 S/cm sedangkan suhu
140 ºC memiliki nilai konduktivitas sebesar 0.62 S/cm dan suhu 160 ºC memiliki
nilai konduktivitas sebesar 0.74 S/cm

Kata kunci : Grephene, TiO2, komposit, hidrotermal, suhu, struktur kristal,


konduktivitas listrik,

xiv
THE EFFECT OF HYDROTERMAL HOLDING TEMPERATURE
VARIATION ON CRYSTAL STRUCTURE AND CONDUCTIVITY OF
GRAPHENE-TiO2 COMPOSITE MATERIALS

By:

MELITA REZKI PUSPITHASARI


F1B1 14 031

ABSTRACT

Nanoscience is the study of various natural phenomena that are nanometers in


size. Nanoscience is closely related to the synthesis, characterization, exploitation
and exploration of nanostructured materials. In this study Graphene and TiO2 are
nano-sized materials and these materials were composited then synthesized using
the hydrothermal method with temperature variations of 140ºC, 160ºC, and 180ºC.
The ratio of Graphene and TiO2 is 80% : 20% . This study aims to see the effect
of hydrothermal resistance temperature on the crystal structure and the
conductivity value of the graphene-TiO2 composite material. Characterization
testing using XRD and SEM to see the crystal structure and FPP to see the
conductivity value of the sample. The results show that the higher the
hydrothermal temperature, the smaller the crystal size. The smaller the average
size of the crystal from graphene-TiO2 composite, the higher the electrical
conductivity value. This can be seen from the average crystal size at 180ºC which
measures 22.97nm, this size is smaller than the temperature of 140ºC which
measures 31.47nm and the temperature is 160ºC which measures 23.63nm. This
shows that the temperature of 180°C has the highest conductivity value of 1.34
S/cm, while a temperature of 140°C has a conductivity value of 0.62 S/cm and a
temperature of 160 ° C has a conductivity value of 0.74 S/cm.

Keywords : Grephene, TiO2, composite, hydrothermal, temperature, crystal


structure, electrical conductivity.

xiv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ilmu pengetahuan yang sedang berkembang dengan pesat saat ini

adalah nanosains. Sesuai dengan namanya, nanosains adalah ilmu dimana

manusia berusaha untuk mempelajari berbagai gejala-gejala alam yang berukuran

nanometer. Perlu diketahui bahwa 1 nanometer sama dengan 10-9 meter. Sebagai

ilustrasi ukuran nanometer ini, jika dianggap bahwa jari-jari bumi ini adalah 1

meter, maka jari-jari sepakbola adalah sekitar 1 nanometer. Berbagai contoh

gejala maupun obyek alam yang berada pada ukuran nanometer, di antaranya

adalah protein sintesis, partikel virus, partikel titanium dioksida, dan carbon

nanotube (Wipsar, 2012).

Nanosains sangat berkaitan dengan sintesis, karakterisasi, eksplorasi, dan

eksploitasi bahan berstruktur nano. Pengolahan, struktur dan sifat bahan dengan

ukuran butir dalam kisaran puluhan sampai beberapa tahun terakhir. Sebuah

revolusi dalam ilmu pengetahuan dan teknik material sedang berlangsung saat

para peneliti menemukan cara untuk mengelompokkan dan mengkarakterisasi

bahan pada skala panjang nanometer. Bahan baru dengan sifat listrik, optik,

magnetik dan mekanik yang luar biasa dengan cepat dikembangkan untuk

digunakan dalam teknologi informasi, bioteknologi, dan aplikasi energi dan

lingkungan (Nuryadin. 2020).

Tahun 2004 kelompok riset dari universitas manchester yang dipimpin oleh

Andre K. Geim dan Konstantin Novoselov menemukan suatu bahan

semikonduktor yang disebut ‘graphene’. Bahan yang merupakan alotrop karbon

1
2

ini mempunyai ketebalan hanya satu atom saja, yaitu karbon yang disusun

menyamping pada kisi yang menyerupai sarang lebah dan diperkirakan sebagai

bahan semikonduktor tertipis didunia. Lapisan tunggal dari grafit sebelumnya

(sekitar tahun 1970an) ditumbuhkan secara epitaksial diatas material-material

lainnya dan biasa disebut ‘graphena epitaksial’. Graphena epitaksial ini

mengandung lapisan setebal satu atom berbentuk heksagonal dengan ikatan sp 2

antara atom karbonnya. Pada proses penumbuhan kristal grafena ini terjadi

transfer muatan dari substrat ke grafena epitaksial, dan dalam beberapa kasus

terjadi hibridisasi orbital d dari atom substrat dengan orbital p dari grafena, yang

secara signifikan mengubah stuktur elektronik grafena (Shioyama, H., 2001).

Graphene adalah material baru tertipis, terkuat dan terunggul di dunia saat

ini yang terbentuk dari satu lapis atom karbon yang memiliki struktur hexagonal

menyerupai sarang lebah. Graphene merupakan allotropi karbon yang menjadi

struktur dasar dari material berbasis karbon seperti graphite, carbon nano tube

(CNT) dan fullerene. Lembaran-lembaran graphene yang ditumpuk akan

membentuk material berbasis karbon seperti graphite. Lembaran-lembaran

tersebut diikat oleh ikatan van der Waals dengan jarak antar lembarnya 0,335 nm.

Graphene memiliki jarak antar atom 0,142 nm dan diikat oleh ikatan kovalen.

Material graphene pertama kali berhasil disintesis oleh Andre K. Geim dan

Konstantin Novoselov pada tahun 2004. Geim dan Novoselov mensintesis

graphene dengan cara mengelupas lapisan-lapisan kristalin graphite hingga skala

nanometer menggunakan selotip. Graphene merupakan material yang sangat

berkembang saat ini, menarik untuk dikaji oleh para peneliti dari berbagai bidang
3

ilmu baik Fisika, Kimia, Biologi maupun bidang Teknik material. Pada dasarnya

Graphene adalah allotropi karbon yang menjadi struktur dasar untuk

pembentukan material berbasis karbon seperti grafit (stacked Graphene), CNT

(beberapa lapis Graphene yang digulung melingkar terhadap aksial) dan

Fullerene ( Zhou, Xin,2011).

Lapisan-lapisan graphene yang diikat oleh ikatan van der Walls terkelupas

menjadi satu lembar graphene yang teramati menggantung pada subtrat silikon

oksida. Metode sintesis yang dilakukan oleh Andre K. Geim dan Konstantin

Novoselov ini dinamakan metode mechanical exfoliation. Material graphene

sangat menarik untuk dikaji lebih dalam karena memiliki sifat yang unggul

dibandingkan material yang lain. Sifat-sifat unggul tersebut diantaranya adalah

mobilitas elektron yang tinggi mencapai 200.000 cm2/Vs, konduktivitas yang

tinggi (0,96 x 106 Ù-1 cm-1), konduktivitas termal yang tinggi (5000 W/mK),

transparansi optik yang baik (97,7%), dan modulus Young 1 TPa. Sifat-sifat

graphene yang unggul tersebut dapat diaplikasikan secara luas di berbagai bidang.

Salah satu contohnya yaitu di bidang industri elektronik graphene dapat

diaplikasikan untuk pembuatan super kapasitor dan transistor (Fikri, 2016).

Titanium dioksida (TiO2) merupakan oksida logam transisi yang secara

kimia bersifat inert, tidak mahal serta stabil secara kimia (tidak mengalami

fotokorosi dan korosi kimiawi) hampir dalam semua pelarut kecuali larutan yang

sangat asam atau mengandung florida (Brown et al., 1992). Titanium dioksida

(TiO2) telah banyak diteliti dalam beragam aplikasi karena memiliki sifat inert,

stabil terhadap korosi yang disebabkan cahaya ataupun bahan kimia, relatif
4

murah, dan tidak beracun. Beberapa metode yang telah dikembangkan dalam

sintesis TiO2 seperti sol gel, solvotermal, dekomposisi termal, dan hidrotermal.

Metode hidrotermal memiliki banyak keuntungan seperti persiapannya yang

sederhana, suhu reaksi yang relatif rendah, dispersi yang seragam untuk doping

ion logam, serta kontrol stoikiometri dan memberikan kehomogenan secara kimia

yang baik. Kim et al. (2007) melaporkan sintesis TiO2 mesopori melalui metode

hidrotermal dapat meningkatkan kristalinitas, stabilitas termal, luas permukaan

dan aktivitas fotokatalitik (Amir, 2014).

Berdasarkan latar belakang diatas maka, Penulis memiliki kenginginan

untuk meneliti komposit material graphene-TiO2 menggunakan metode sintesis

Hidrotermal dengan judul Penelitian “Pengaruh Variasi Suhu Tahan

Hidrotermal Terhadap Struktur Kristal Dan Konduktivitas Material

Komposit Graphene-TiO2”

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

- Bagaimana pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap struktur kristal dari

komposit graphene-TiO2 dengan variasi suhu 140ºC, 160ºC, dan 180ºC?

- Bagaimana pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap nilai konduktivitas

elektroda material komposit graphene-TiO2 yang dihidrotermal dengan

variasi suhu 140ºC, 160ºC, dan 180ºC?


5

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Mengamati pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap struktur kristal dari

komposit graphene-TiO2 yang dihidrotermal dengan variasi suhu 140ºC,

160ºC, dan 180ºC

- Mengetahui pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap nilai konduktivitas

elektroda material komposit graphene-TiO2 yang dihidrotermal dengan

variasi suhu 140ºC, 160ºC, dan 180ºC.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin peneliti dapatkan dalam melakukan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

- Menemukan manfaat baru dari komposit material graphene-TiO2 yang

diaplikasikan sebagai elektroda untuk melihat nilai konduktivitasnya.

- Menambah wawasan keilmuan peneliti di bidang riset sintesis komposit

graphene dan TiO2.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kristal

Kristal merupakan komposisi atom-atom zat padat yang mempunyai

susunan periodik dalam tiga dimensi. Kristal bersifat zat padat, tetapi tidak semua

zat padat berstruktur kristal. Zat padat merupakan zat yang tersusun dari sejumlah

atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang sangat berdekatan atau sangat

rapat dan memiliki bentuk yang utuh atau berbentuk padatan. Suatu benda padat

berbentuk kristal apabila atom, ion, atau molekulnya (selanjutnya disebut atom

saja) teratur dan periodik dalam rentang yang panjang dalam ruang (Parno, 2006).

Kristal terbentuk dari komposisi atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul

zat padat yang memiliki susunan berulang dan jarak yang teratur dalam tiga

dimensi. Kristal tunggal merupakan keteraturan didapat dalam seluruh tubuh

padat (Ariswan, 2016). Ditinjau dari struktur atom penyusunnya, bahan padat

dibedakan menjadi tiga yaitu kristal tunggal (monocrystal), polikristal

(polycrystal), dan amorf. Pada kristal tunggal, atom atau penyusunnya mempunyai

struktur tetap karena atom-atom atau molekul-molekul penyusunnya tersusun

secara teratur dalam pola tiga dimensi dan pola-pola ini berulang secara periodik

dalam rentang yang panjang tak berhingga. Polikristal dapat didefinisikan sebagai

kumpulan dari kristal-kristal tunggal yang memiliki ukuran sangat kecil dan saling

menumpuk yang membentuk benda padat (Smallman, 2000). Sedangkan amorf

memiliki atom-atom atau molekul-molekul penyusun yang acak dan tidak teratur

secara berulang.
7

Gambar 1.1. Susunan atom (a). Kristal, (b). Amorf. (Smallman,2000)

1. Struktur Kristal

Susunan khas atom-atom dalam kristal disebut struktur kristal. Struktur

kristal dibangun oleh sel satuan (unit cell) yang merupakan sekumpulan atom

yang tersusun secara khusus, secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam

suatu kisi kristal (crystal lattice)(Ariswan, 2016). Struktur kristal dibangun oleh

sel satuan yang merupakan sekumpulan atom yang tersusun secara periodik dalam

kisi ruang. Kisi ruang merupakan pertemuan dari titik-titik sumbu dalam ruang

tiga dimensi. Pada satu sel satuan terdapat tiga buah sumbu yang merupakan

sumbu kristal teratur dan berhubungan dengan atom atau ion yang sama (Istiyono,

2000).

Geometri kristal dalam ruang dimensi tiga yang merupakan karakteristik

kristal memiliki pola yang berbeda-beda. Suatu kristal yang terdiri dari jutaan

atom dapat dinyatakan dengan ukuran, bentuk, dan susunan sel satuan yang

berulang dengan pola pengulangan yang menjadi ciri khas dari suatu kristal.

Kristal dilukiskan oleh sel satuannya dan bentuk sel satuan ditentukan besar
8

sumbu kristal a, b, c, serta sudut kristal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6

(Ariswan, 2016).

Gambar 2.2. Sumbu Kristal (Ariswan, 2016)

Berdasarkan sumbu-sumbu a, b, dan c (kisi bidang) dan sudut a, ß, dan γ

(kisi ruang), kristal dikelompokkan menjadi 7 sistem kristal dengan 14 kisi

bravais. Kubik merupakan sistem kristal yang paling sederhana dimana semua

rusuk dan sudut yang dimiliki sama besarnya, yaitu a-a-a dan a = ß = γ = 90°.

Sistem kristal kubik memiliki tiga jenis bentuk, yaitu kubus sederhana (primitive),

face centered cubic, dan body centered cubic.


9

Tabel 2.1. Sistem Kristal dan Kisi Bravais


Parameter Maksimal
Sistem Kristal Bravais Simbol
Kisi Simetri
Sederhana P
a=b=c 9 bidang
Kubik Pusat Badan I
a = ß = γ = 90° 13 sumbu
Pusat Muka F
a≠b≠c Sederhana P 1 bidang
Monoklinik
a = γ = 90°≠ ß Pusat Dasar C 1 sumbu
a≠b≠c
Triklinik Sederhana P -
a ≠ γ ≠ ß ≠ 90°
a=b≠c Sederhana P 3 bidang
Tetragonal
a = γ = ß = 90° Pusat badan I 5 sumbu
Sederhana P
a≠b≠c Pusat Dasar C 3 bidang
Orthorombik
a = γ = ß = 90° Pusat Badan I 5 sumbu
Pusat Muka F
Rhombohedral a=b=c
Sederhana P -
(Trigonal) a = γ = ß ≠ 90°
a=b≠c
Rombus 7 bidang
a = ß = 90° Sederhana P
(Heksagonal) 7 sumbu
γ ≠ 120°
(Cullity, 1956)

Gambar 2.3. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais (Van Vlack,

2004)

2. Indeks Miller

Kisi kristal akan membentuk pasangan bidang-bidang sejajar dan berjarak

sama yang dalam sistem tiga dimensi, disebut bidang-bidang kisi. Bidang-bidang
10

kisi inilah yang akan menentukan arah permukaan dari suatu kristal. Arah suatu

bidang dapat dinyatakan dengan parameter numeriknya (Ariswan,2016). Indeks

Miller adalah kebalikan dari perpotongan suatu bidang dengan ketiga sumbu x, y,

dan z yang kemudian dinyatakan dengan simbol (hkl). Indeks Miller dinyatakan

dalam bilangan utuh bukan pecahan. Indeks Miller dapat digunakan untuk

menggambarkan semua bidang dalam kristal (Kittel, 2005).

Secara umum perpotongan bidang dengan sumbu dinyatakan dengan 2a, 2b,

dan 3c pada Gambar 9 sehingga parameter numeriknya adalah 2, 2, 3 dan indeks

Miller dari bidang di bawah adalah: (Ariswan, 2016:5).

(hkl) = h : k : l = ½ : ½ : 1/3.

(hkl) = (1/2 ½ 1/3 ) atau (3 3 2).

Gambar 2.4. Perpotongan Bidang dan Sumbu (Ariswan, 2016)

B. Karbon

Karbon merupakan unsur yang unik karena begitu banyak senyawa yang

dapat dibentuknya dan keragaman strukturnya. Dalam tabel periodik unsur karbon

memilikisimbol C dengan nomor atom 6 dan terletak pada golongan 4A atau 14,

periode 2 dantermasuk blok p. Konfigurasi elektron atom karbon adalah 1s2

2s22p2atau [He] 2s22p2dengan sususan elektron dalam kulit atomnya adalah 2,4.
11

Berdasarkan konfigurasi elektronnya diketahui bahwa karbon memiliki 4 elektron

valensi. Empat elektron valensikarbon ini dapat digunakan untuk membentuk

ikatan kovalen dengan atom lain maupundengan atom karbon yang lain (Noorden,

2011).

A. Sifat Fisika

Fasa pada suhu kamar : Padat

Bentuk kristalin : Intan dan Grafit

Massa jenis : 2,267 g/cm3 (grafit) dan 3,513 g/cm3 (diamond)

Titik leleh : 4.300-4.700 K

Titik didih : 4.000 K

Densitas : 2,267 g/cm3 (grafit) dan 3,515 g/cm3 (diamond)

Kalor lebur : 100 kj/mol (grafit) dan 120 kj/mol (diamond)

Kalor uap : 355,8 kj/mol

Kalor jenis : 8.517 kj/mol

B. Sifat Kimia

Bilangan oksidasi : 4,3,2,1,0,-1,-2,-3,-4

Elektronegatifitas : 2,55 (skala pauli)

Energi ionisasi : 1.086 kj/mol

Energi ionisasi ke-2 : 2352,6 kj/mol

Energi ionisasi ke-3 : 4620,5 kj/mol

Jari-jari atom : 70 pm

Jari jari kovalen : 170 pm

Jari jari vander wals : 119-165 (grafit) 900-2300 (diamond) W/mK


12

Konduktifitas termal : Heksagonal

Keistimewaan karbon yang unik adalah kecenderungannya secara alamiah

untuk mengikat dirinya sendiri dalam rantai-rantai atau cincin-cincin, tidak hanya

dengan ikatan tunggal C-C, tetapi juga mengandung ikatan ganda C=C, serta

rangkap tiga C≡C, akibatnya jenis senyawa karbon luar biasa banyaknya. Kini

diperkirakan terdapat sekitar dua juta jenis senyawa karbon, dan jumlah itu makin

meningkat dengan laju kira-kira lima persen pertahun. Alasan bagi kestabilan

termal rantai-rantai karbon adalah kekuatan yang tinggi dari ikatan tunggal C-C

(Hirata. 2004).

C. Grafit

Grafit merupakan bentuk kristalin karbon berbentuk serbuk dan berwarna

hitam. Grafit alam terdapat dalam bentuk endapan dengan kemurnian, ukuran

kristal dan kesempurnaan yang beragam. Beberapa sifar fisik grafit adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. 2. Sifat fisik grafit

Rapat massa -3
2,267 g.cm
Panas Fusi 100 kJ.mol-1
Kapasitas panas (25 ºC) -1 -1
8,517 J.mol .K
Konduktivitas termal (300K) -1 -1
119-165W.m K
Struktur kristal grafit terdiri atas pelat-pelat karbon yang disebut lapisan

grafena, yang tersususn secara sempurna pada sumbu tegak dan tersusun pada

posisi tumpang tindih secara paralel menurut susunan ABAB... dimana A

menunjukkan lapisan grafena bentuk pertama dan B lapisan bentuk kedua.


13

Jarak antar lapisan grafena ini sebesar 3,35 Å dengan energi ikatan antar

lapisan grafena sebesar 477 kJ.mol-1 (Dayrs, 2012).

Grafit memiliki struktur kristal yang tidak semua elektron velensinya

digunakan untuk ikatan. Hanya 3 elektron dari 4 elektron valensinya yang

digunakan untuk ikatan. Satu elektron yang tak berikatan ini dalam keadaan

bebas. Karena itulah grafit dapat menhantar listrik, sehingga dapat digunakan

sebagai konduktor, salah satunya sebagai elektroda inert. Tampak struktur

grafit adalah heksagonal datar dan berlapis-lapis. Namun ikatan antar lapisan

ini sangat lemah, sehingga grafit mudah patah (Slonczewski, 1958).

Sifat-sifat grafit yang disukai adalah: kekuatan tinggi, kestabilan kimia

pada temperatur tinggi, konduktivitas termal tinggi, koefisien ekspansi termal

rendah dan mempunyai tahanan kejut tinggi, absorpsi gas tinggi, kemampuan

pemesinan baik. Grafit umumnya digunakan untuk elemen pemanas pada dapur

listrik, elektroda las, cetakan untuk pengecoran paduan logam dan keramik,

nosel roket, kontak listrik, sikat dan tahanan, elektroda pada baterai, dan piranti

permunian udara. (Shioyama,2001).

D. Graphene

1. Morfologi Graphene

Graphene merupakan meterial karbon dalam bentuk monolayer dasar atom

dalam bentuk 2 dimensi yang membentuk pola hexagonal seperti sarang lebah

dengan susunannya berupa lembaran dengan ketebalan sebesar satu atom

karbon. Bentuk lembaran dapat dilihat pada Gambar 2.5.


14

Gambar 2.5. Struktur Material graphene (Netro, 2009)

Jenis ikatan yang terdapat pada graphene adalah jenis ikatan dengan

hibridisasi sp2 seperti ikatan yang dimiliki oleh benzene. Jarak antar atom

karbon pada satu ikatan antar karbon pada graphene tersebut adalah 0,142

nanometer. Sedangkan untuk membuat suatu grafit, jarak antar lembar

graphene-nya adalah 0,335 nanometer.

Lembaran graphene yang digulung menjadi sebuah bol akan menjadi

material fullerene (0D), graphene yang digulung mejadi semacam tabung akan

menjadi material karbon nanotube (CNT) (1D), lembaran graphene itu sendiri

(2D), graphene yang disusun menjadi berlapis-lapis maka membentuk material

grafit (3D).

A B C D

Gambar 2.6. Graphene sebagai material penyusun bentuk alotrop karbon


lainnya yaitu: (a) fullerene, (b) karbon nanotube (CNT), (c) graphene, (d)
grafit (Zhou et al., 2014)
15

2. Sifat Graphene

a. Sifat Elektronik Graphen

Sifat elektronik pada graphene dapat ditinjau melalui bagaimana sifat dari

mobilitas pembawa muatannya, konduktivitas, band gap serta kurva

dispersinya. Susunan atom graphene merupakan susunan heksagonal dua

dimensi dari atom karbon. Oleh karena itu, graphene memiliki mobilitas

elektron diprediksi pada suhu kamar pada tingkatan 106 cm2/Vs dan secara

eksperimental dapat diketahui bahwa mobilitas elektonnya adalah 15.000

cm2/Vs (Prasetyo, 2012). Pada pojok-pojok zona Brillouin pertama,

ditunjukkan pada Gambar 3, energi elektron pada pita konduksi tepat bertemu

dengan pita valensi membentuk kerucut, sehingga band gapnya bernilai nol

(Rohman, 2012). Pada tempat ini dinamakan titik Dirac, nilai energi

berbanding lurus dengan momentum, sehingga massa efektif elektron adalah

nol.

Dengan massa efektif yang nol maka graphene mempunyai mobilitas yang

tinggi serta konduktivitasnya.

Gambar 2.7. Dispersi graphene (Hidayah, 2015)


16

b. Sifat Termal Graphene

Graphene memiliki konduktivitas termal yang sangat besar. Pengukuran ini

dilakukan pada suhu kamar dengan hasil bahwa konduktivitas graphene lebih

besar dibandingkan dengan material dengan struktur karbon yang lain seperti

karbon nanotube serta grafit. Besar konduktivitas termalnya berkisar > 5.000

W/m/K dimana jauh 5 kali lebih besar dibandingkan dengan grafit (1.000

WmK) (Rohman, 2012). Bahkan graphene memiliki konduktivitas termal 50 %

lebih tinggi dibandingkan logam, seperti tembaga dan aluminium.

c. Graphene

Luas Sifat Permukaan permukaan dari graphene diprediksi sekitar 2600

m2/g, sedangkan dari pengukuran dengan metode Brunauer-Emmett-

Teller(BET) didapatkan hasil bahwa material graphene mempunyai luas

perukaan speifik pada rentang 270-1550 m2/g. Dan dengan luas permukaan

yang besar dan juga bentuk dua dimensi maka graphene mempunyai

kemampuan menyerap yang sangat baik, sehingga berpeluang digunakan

sebagai material penyimpan, misalnya hydrogen ataupun sebagai material

sensor (Prasetyo,2012).

d. Transport Spin pada Graphene

Graphene dianggap sebagai bahan yang ideal untuk spintronik oleh karena

interaksi orbit-spin yang kecil dan hamper tidak adanya momen magnet inti

dalam karbon. Injeksi spin-arus listrik dan deteksi pada graphene telah

didemonstrasikan pada suhu kamar (Hishi, 2007). Koherensi spin yang lebih

besar daripada satu telah terpantau pada suhu kamar (Nikolas etat, 2007) dan
17

polaritas arus spin yang melewati gerbang listrik telah diamati pada

temperature rendah (Cho et al, 2007).

3. Konduktivitas Elektrik Graphene

Graphene memiliki beberapa kelebihan dari segi fisis mekanik, elektronik,

termodinamik, optic dan lainnnya. Pengukuran transport electron graphene

secara experimental menunjukkan nilai mobilitas elektron elektron yang begitu

tinggi pada suhu ruang yaitu 15.000 cm2 /V.s, karena pita konduksi dan pita

valensi bersinggungan tapi tidak saling tindih maka graphene mempunyai

karakter semi metal. Simetri konduktansi yang terukur mengindikasi bahwa

mobilitas electron dan hole memiliki nilai yang hamper sama (Katsnelson et

al., 2006).

Struktur elektronik dari graphene agak berbeda dari material tiga dimensi

yang biasanya.Permukaan Fermi ditandai dengan enam kerucut ganda, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Secara intrinsic (undoped) tingkat Fermi

dari graphene terletak pada titik sambungan kerucut terebut. Karena kepadatan

material pada saat itu adalah nol, Konduktivitas listrik graphene intrinsik

cukup rendah dan dari urutan konduktansi quantum − 2/ℎ: namun tingkat

Fermi dapat diubah oleh medan listrik sehingga material menjadi baik n-doped

(dengan electron) atau p-doped (dengan hole) tergantung pada polaritas medan

terapan. Graphene juga bisa disoping dengan penyerapan, misalnya, air atau

ammonia di permukaannya. Koduktivitas listrik untuk graphene yang didoping

berpotensi cukup tinggi pada suhu kamar bahkan lebih tinggi dibandingkan

dengan tembaga (Schedin et al., 2007).


18

Tiap atom karbon dalam graphene mempunyai satu orbital s dan tiga

orbital p. Satu orbital s dan dua orbital p digunakan untuk membentuk ikatan

kovalen yang kuat dan tidak berkontribusi dalam konduktivitas sedangkan satu

electron bebas yang berada pada subkulit p membentuk orbital phi yang tegak

lurus dengan lembaran graphene yang akhirnya akan menentukan sifat-sifat

elektrik dari graphene. Elektron-elektron ini seperti tidak memiliki massa,

seperti partikel-partikel tanpa massa yang digambarkan dalam teori relativitas,

= . Hasil percobaan dari pengukuran transport electron menunjukkkan

bahwa graphene memiliki mobilitas electron yang tinggi pada suhu ruang

dengan nilai lebih dari 15.000 (Liao et al., 2010).

Konduktivitas electron yang kian berubah sebagai fungsi absorbs

permukaan. Saat molekul diserap oleh permukaan graphene, lokasi penyerapan

akan terpengaruh oleh molekul yang bertingkah sebagai donor dan akseptor

yang akan memengaruhi asas Fermi, rapat muatan, dan resitansi elektriknya

(Zhang et al., 2006).

4. Reduksi Graphene (GO)

Graphene oksida merupakan senyawa turunan dari graphene yang

mengandung tidak hanya karbon, tetapi juga oksigen dan hydrogen. Tahapan

sintesisnya adalah GO dilarutkan dalam air. Lembaran-lembaran GO langsung

terpisah dari Kristal asalnya. Kemudian, untuk mendapatkan graphene, GO

diendapkan dan diresuksi dengan hidrazin atau zat pereduksi lain. Graphene

yang dihasilkan ternyata tidak rata dan memiliki konduktivitas yang rendah,

yaitu 0.05 – 2 S/cm karena masih adanya atom impuritas yaitu sisa pereduksi
19

dan pelarut yang menempel pada graphene.Tetapi bukan berarti metode ini

tidak bisa diterapkan. Metode ini berguna jika graphene yang dihasilkan

diaplikasikan untuk tinta, cat, dan elektroda dimana tidak membutuhkan

tingkat konduktivitas terlalu tinggi.Selain itu, kelebihan metode ini yaitu hasil

produksi dalam jumlah besar dan biaya produksi murah (Widiatmoko, 2009).

Ilhami dan susanti (2014) telah mensintesis graphene dengan mereduksi

GO dengan agen pereduksi Zn sebesar 1.6 gram dengan temperature

hydrothermal 200ºC yaitu sebesar 0.012526 S/cm.

E. Titanium Oksida (TiO2)

Titanium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki

simbol Ti dan nomor atom 22 merupakan logam transisi yang ringan, kuat,

tahan korosi (termasuk tahan terhadap air laut dan chlorine dengan warna putih

metalik keperakan). Sedangkan TiO2 merupakan nanomaterial yang bersifat

semikonduktor yang dapat menghantarkan listrik, sifat logam yang kuat,

ringan dan memiliki kerapatan yang rendah.

Nanopartikel TiO2 merupakan material semikonduktor tipe-n yang

mempunyai ukuran partikel antara 10 sampai 50 nanometer. TiO2 berperan

penting dalam pemanfaatan fotoenergi karena memiliki daya oksidatif dan

stabilitas yang tinggi terhadap fotokorosi, murah, mudah didapat dan tidak

beracun (Rahmawati, 2011). TiO2 mempunyai kemampuan untuk menyerap

warna lebih banyak karena di dalamnya terdapat rongga dan ukurannya dalam

nano, maka disebut nanoporous.


20

Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan

brukit. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa

disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher,

oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur

tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan

TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fase anatase umumnya

stabil pada ukuran partikel kurang dari 11nm, fasa brookite stabil pada ukuran

11-35 nm, dan fasa rutile stabil pada ukuran diatas 35 nm (Septina dkk, 2007).

Hanya rutil dan anatase yang cukup stabil keberadaannya. Selain itu, dapat

digunakan sebagai fotokatalis, denganstruktur terlihat pada Gambar 2.4.

Perbedaan struktur kristal yang terlihat pada gambar tersebut mengakibatkan

perbedaan tingkat energi struktur pada pita elektroniknya (Gunlazuardi, 2001).

Gambar 2.8. Struktur TiO2 fasa anatase dan rutile (Satoh et al., 2013)

Titanium diksida (TiO2) memiliki kegunaan, yaitu sebagai pigmen,

fotokatalis, fotoelektrokatalis, meningkatkan efisiensi pada sel surya dan


21

sebagai elektroda. Oleh karena itu, nanopartikel TiO2 dapat digunakan sebagai

modifier karena memiliki luas permukaan yang tinggi, transparasi optic,

biokompatibilitas yang baik dan konduktivitas yang relative baik (Kalanur et

al., 2010; Tashkhourian et al., 2013).

Tabel 2.3. Parameter Kristal TiO2 anatase, rutile, dan brookite (Gupta dan
Tripathi, 2011)

F. Komposit

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi atau

material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material

pembentuknya melalui pencampuran tidak homogeny, dimana sifat mekanik

dari masing – masing material pembentuknya berbeda beda. Dari pencampuran

tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan

karakteristik yang berbeda dari material yang umum atau biasa digunakan.

Sedangkan proses pembuatannya melalui pencampuran yang tidak homogen


22

sehingga dapat lebih leluasa dalam merencanakan kekuatan material komposit

yang di gunakan dengan cara mengatur komposisi dari material pembentuknya

(Urquhart, 1991).

Komposit juga dapat didefinisikan sebagai perpaduan dari bahan yang

dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun

untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat

material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antar masing-

masing material penyusun. Sifat maupun karakteristik komposit ditentukan ole

material yang menjadi penyusun karakteristik komposit, dapat ditentukan

secara teoritis dengan pendekatan metode rule of mixture (ROM). Bentuk dan

penyusun struktural dari penyusun serta interaksi antar penyusun akan

berbanding secara proporsional. Bentuk (dimensi) dan struktur (ikatan)

penyusun komposit juga akan mempengaruhi karekteristik komposit, begitu

pula bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari

komposit (Ramadhani, 2011).

Komposit tersusun dari mikrostruktur yang membentuk menjadi,

makrostruktur. Komposit mempunyai bagian atau fraksi volume yang tersusun

dari dua atom atau lebih yang terletak pada molekul tunggal dan kisi Kristal,

contohnya senyawa, paduan (alloy) polimer, keramik. Mikrostruktur

merupakan material yang disusun dari dua fase atau senyawa. Makrostruktur

merupakan material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun

makro yang berbeda dalam bentuk dan komposisi yang tidak larut satu sama

lain (Roylance, 2000).


23

Komposit memiliki definisi dasar yaitu submikro (nano), mikrostruktur,

makrostruktur. Submikro (nano) adalah material matrik dapat didefinisikan

sebagai fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume

terbesar disusun dari dua atom atau lebih yang terletak pada molekul tunggal

dan kisi Kristal, contohnya senyawa, paduan (alloy) polimer, keramik.

Mikrostruktur merupakan material yang disusun dari dua fase atau senyawa.

Makrostruktur merupakan material yang disusun dari campuran dua atau lebih

penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan komposisi yang tidak larut

satu sama lain (Roylance, 2000). Komponen penyusun dari komposit, yaitu

berupa penguat (reinforcement) dan pengikat (matrix). Penguat merupakan

material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi untuk

memberikan kekuatan Tarik. Matriks berfungsi sebagai media transfer beban

ke penguat. Konsep umum bahan komposit memiliki daya Tarik besar

(Byrappa dan Yoshimura, 2001)

Dalam sistem komposit terdapat suatu fasa pembatas (boundary) yang

berisis ikatan antarmuka (interface) kedua material. Menurut Lestari (2008),

interface adalah suatu fasa atau media yang terdapat pada komposit yang

berfungsi untuk mentransfer beban dari penguat-matriks-penguat membentuk

boundary. Interface dapat berupa ikatan atom sederhana, reaksi antar matriks,

atau penguat pada pelapisan. Pada umumnya boundary diusahakan tanpa

ketebalan. Byrappa dan Yoshimura (2001), dalam bukunya memberi batasan

ketebalan boundary komposit dalam proses hidrotermal adalah sekitar 40-200


24

μm. Dengan meningkatnya ketebalan boundary, konsentrasi logam TiO2 pada

komposit akan semakin menurun.

G. Metode Hidrotermal

Metode hidrotermal adalah suatu proses yang menggunakan reaksi-reaksi

fasa tunggal atau heterogen di dalam larutan air pada termperatur tinggi

(T>25ºC) dan tekanan >100 kPa (Sadat-Shojai et al., 2011). Reaksi hidrotermal

dilakukan pada suhu tinggi (lebih dari 100ºC) dalam autoklaf yang berfungsi

menjaga laju penguapan sama dengan laju kondensasi (Cundy dan Cox, 2003).

Keadaan hidrotermal memiliki sifat fisik yang spesifik, solvasi dan tekanan

tinggi, serta transport massa pelarut yang tinggi. Keuntungan sintesis

hidrotermal adalah diperoleh Kristal tunggal yang lebih besar, lebih murni dan

bebas dislokasi, serta struktur yang terbuka (Cejka et al., 2007).

Gambar 2.9. Hydrotermal Synthesis Autoclave Reactor

Perbedaan dari serbuk dan Proses di Antara Hidrothermal dan Teknologi lain

antara lain

1. Serbuk dibentuk secara langsung dari solute.


25

2. Serbuk adalah tak berair, terdiri dari Kristal, atau tak berbentuk bergantung

kepada suhu hidrotermal.

3. Ukuran partikel dikontrol oleh suhu hidrotermal.

4. Bentuk partikel terkontrol oleh bahan dasar.

5. Kemampuan untuk mengontrol komposisi kimia, stoikiometri, dsb.

6. Serbuk sangat reaktif dalam sintering.

7. Dalam banyak kesempatan, serbuk tdak memerlukan caltination.

8. Dalam banyak kesempatan, serbuk tidak memerlukan satu proses giling.

(Walujodjati, 2008).

Gambar 2.10. Autoklaf (alat sintesis secara hidrotermal) (Aisyah, 2015).

Metode hidrotermal telah banyak dikembangkan tidak hanya untuk sintesis

material berpori seperti zeolite tetapi juga untuk material anorganik penting

seperti superionik konduktor, sensor kimia, keramik oksida kompleks, dan

material magnetic (Cejka et al., 2007). Sintesis hidrotermal dapat didefinisikan

sebagai metode sintesis dari kristal tunggal yang bergantung pada kesolutan

dari mineral pada air panas dibawah tekanan tinggi. Pertumbuhan Kristal

dibentuk dalam apparatus yang terdiri dari tekanan vessel baja yang disebut
26

autoclave, yang mana nutrient disuplai terus bersama air. Gradien suhu

ditentukan pada akhir kebalikan dari ruang pertumbuhan (Walujodjati, 2008).

Tahun 2014, graphene berhasil disintesis menggunakan metode Hummer

dengan melakukan variasi pada waktu ultrasonikasi dan waktu tahan

hidrotermal dan mendapatkan hasil graphene yang memiliki konduktifitas

terbaik (0.00021 S/cm) dengan waktu ultrasonikasi 120 menit dan waktu tahan

hidrotermal 12 jam. Pada tahun yang sama graphene juga berhasil disintesis

dengan metode hummer dan reduksi Zn dan melakukan variasi waktu

ultrasonikasi dan temperature hidrotermal terhadap sifat kapasitif graphene.

Hasil yang didapatkan adalah sifat kapasitansi tertinggi diperoleh pada waktu

ultrasonikasi 90 menit dan temperature 160 C yaitu sebesar 491,36 F/gr

(Suwandana dan Susanti, 2015).

Metode hidrotermal dengan suhu rendah merupakan metode menggunakan

sitesis nanopartikel dalam pelarut air destilled dan pemanasan pada suhu

rendah. Metode ini sesuai untuk menghasilkan bentuk dan komposisi Kristal

yang diinginkan. Metode hidrotermal suhu rendah mempunyai beberapa

kelebihan, yaitu:

1. Temperatur relative rendah untuk reaksi.

2. Menghasilkan partikel dengan kristalinitas tinggi.

3. Kemurnian tinggi.

4. Distribusi ukuran partikel yang homogeny

(Alqap dan Sopyan, 2009).


27

H. Elektroda

Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan

bagian atau media non-logam dari sebuah sirkuit (seperti semikonduktor,

elektrolit atau vakum). Hal ini diungkapkan oleh ilmuan Michael Faraday dari

bahasa Yunani yaitu elektron berarti amber, dan hodos berarti sebuah cara.

Elektroda dalam sel elekrokimia dapat disebut sabagai anoda atau katoda, kata

ini juga diungkapkan oleh Faraday.

Adapun syarat-syarat elektroda yang baik yaitu memiliki konduktor listrik

yang baik, potensial yang terbentuk disekitar elektoda harus rendah, tidak

mudah bereaksi dengan metal yang lain, tidak membentuk campuran yang

dapat mengganggu proses elektrolisa, mudah diperoleh atau disiapkan dengan

murah, tahan korosi dalam zat pelarut, stabil, kuat dan tidak mudak terkikis

serta harganya murah. Ada dua jenis elekroda yaitu anoda dan katoda :

1. Anoda

Pada sel galvanik, anoda adalah tempat terjadinya oksidasi yang

bermuatan negatif disebabkan oleh reaksi kimia yang spontan, elektron

akan dilepas oleh elektroda ini. Pada sel elektrolisis, sumber eksternal

tegangan didapat dari luar, sehingga anoda bermuatan positif apabila

dihubungkan dengan katoda. Ion-ion bermuatan negatif akan engalir pada

anoda untuk dioksidasi (Dogra, 1990).

2. Katoda

Katoda merupakan elektroda tempat terjadinya reduksi sebagai zat

kimia. Katoda bermuatan positif bila dihubugkan dngan anoda yang terjadi
28

pada selgalvanik. Ion bermuatan positif mengalir ke elektroda ini untuk

direduksi oleh elektron-elektron yang datang dari anoda. Pada sel

elektrolisis, katoda adalah elektroda yang bermuatan nagatif. Ion-ion

bermuatan positif (kation) mengalir ke elektroda ini untuk direduksi.

Dengan demikian, pada sel galvanik, elektron bergerak dari anoda ke

katoda dalam sirkuit eksternal (Bird, 1993).

I. Konduktifitas Listrik (σ)

Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan arus

listrik. Konduktivitas merupakan sifat suatu bahan tidak tergantung kepada

temperatur dan contoh bahannya. Konduktivitas listrik memiliki hubungan

dengan resitivitas suatu bahan. Hubungan antara keduanya adalah berbanding

terbalik

artinya bahan memiliki potensi untuk menghantarkan listrik dengan

baik (konduktivitas tinggi) memiliki resistivitas yang kecil dan sebaliknya.

Nilai konduktivitas listrik suatu bahan dapat digunakan untuk mengetahui

kecenderungan bahan terhadap listrik (Chaudhuri dan Sarma, 2006).

Konduktivitas kebalikan dari resistivitas. Nilai konduktivitas yang baik

dimiliki oleh logam. Nilai konduktivitas adalah perbandingan antara sifat

kelistrikan dengan konduktivitas termal. Logam memiliki daya hantar listrik

dan kepekaan terhadap perubahan suhu yang baik. Ini dikarenakan dalam

logam terdapat banyak elektron bebas yang menyangkut muatan baik dalam

konduksi listrik maupun konduksi termal. Satuan dari konduktivitas adalah

(Ω.m) (Mafahir, 2015).


29

Nilai konduktivitas juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu

semakin tinggi pula nilai konduktivitas bahan tersebut.

Sifat listrik dari suatu bahan dapat diketahui dengan melihat nilai konduktivitas

(s) dan resistivitas (ρ). Resistivitas dan konduktivitas adalah suatu besaran

yang menggambarkan baik buruknya suatu bahan menghantarkan listrik. Nilai

resistivitas berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas (Suyoso, 2003).

Suatu bahan konduktor yang baik akan memiliki nilai resistivitas yang sangat

rendah dan konduktivitas tinggi, sedangkan untuk bahan isolator mempunyai

resistivitas tinggi dan konduktivitas rendah.

Resistivitas (ρ) dapat dihitung dari pengukuran rapat pembawa muatan dan

mobilitas. Mobilitas dan rapat pembawa muatan secara umum tidak diketahui.

Untuk itu harus dicari teknik pengukuran yang cocok untuk mengukur

resitivitas (Mafahir, 2015).

Berdasarkan hokum Ohm resistansi dari material adalah tegangan (V)

dibagi dengan arus (I) yang melewati material dan melewati dua electrode.

Dengan :

R = resistansi (Ω)

V = tegangan (V)

I = arus (A)

Konduktivitas dari suatu bahan dapat ditentukan dengan hubungan

persamaan sebagai berikut :


30

1
=

Dengan:

σ = konduktivitas (Ω.m)-1

ρ =resistivitas (Ω.m)

Bila ujung-ujung dari suatu bahan semikonduktor dihubungkan dengan

beda potensial maka akan timbul medan listrik E pada setiap titik di dalam

semikonduktor tersebut. Menurut hukum ohm, rapat arus (J) sebanding dengan

kuat medan listrik E. Rapat arus merupakan hasil kali antara konduktivitas

bahan (σ) dengan medan listrik (E). Secara matematis dapat dituliskan sebagai

berikut:

= .

Dengan J merupakan rapat arus (A/m2), σ merupakan konduktivitas listrik

semikonduktor (Ω-1m-1), dan E merupakan kuat medan listrik (V/m).

Untuk mengamati sifat listrik suatu bahan biasanya digunakan metode four

point probe/FPP (probe empat titik) atau two-point probe. Pada penelitian ini,

konduktivitas sampel diukur dengan menggunakan four point probe karena

sampel berbentuk lapisan. Disebut probe empat titik, karena ada empat titik

kontak yang disentuhkan pada permukaan sampel.

Keempat titik kontak (probe) itu dibuat berderet dalam satu garis lurus

dengan jarak antar probe diatur sedemikian rupa sehingga satu sama lain

mempunyai jarak yang sama. Arus listrik yang konstan dialirkan sepanjang

permukaan sampel melalui dua probe terluar. Jika sampel mempunyai resistansi,
31

maka akan ada penurunan tegangan ketika arus mengalir sepanjang sampel

tersebut. Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam.

Besaran listrik yang menunjukkan kualitas konduktivitas bahan, seperti tegangan

output dan arus output dapat ditentukan secara teliti dengan metode four point

probe.

Gambar 2.11. Skema metode four point probe (Ellingsong dan haben, 2011)

J. Karakterisasi dan Pengujian Elektroda

1. X-RAY Difraction (XRD)

Sinar-X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang

(λ=0,1 nm) yang lebih pendek dibandingkan gelombang cahaya tampak (λ=400

800 nm). Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada

tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui saat itu maka disebut sinar-X.

Sinar-X digunakan untuk tujuan pemeriksaan yang tidak merusak pada

material maupun manusia. Disamping itu, sinar-X dapat juga digunakan untuk

menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis

kualitatif dan kuantitatif material (Ratnasari, 2009). Ketika suatu material

dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari
32

intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material

dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut.

Berkas sinar monokromatik yang jatuh pada sebuah kristal akan

dihamburkan ke segala arah, namun karena keteraturan letak atom-atom

penyusunnya, maka pada arah tertentu gelombang hambur tersebut akan

berinterferensi konstruktif sedangkan yang lain akan berinterferensi destruktif

(Vlanck, 2004). Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut

sebagai berkas difraksi. Gambar 2.9 menjelaskan pengertian tersebut.

Gambar 2.12. Difraksi sinar X pada kristal (E. Budi, 2011).

Tujuan dari analisis XRD adalah untuk menentukan morfologi polimer,

antara lain derajat kristanilitas polimer. Keuntungan utama penggunaan sinar-X

dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X

memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek

(Pratapa, 2004).
33

Gambar 2.13. Puncak difraksi sinar-X (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).

Prinsip dasar dari XRD, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel

Kristal, maka bidang Kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki

panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar

yang dibiaskan akan ditangkap oleh detector kemudian diterjemahkan sebagai

sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang Kristal yang terdapat dalam

sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak

yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang Kristal yang memiliki

orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan

dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X

untuk hampir semua jenis material (Masrukan, 2008).

Prinsip kerja dari difraksi sinar-X adalah elektron menembak sampel

padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan

memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang

konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel.

Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang-bidang kisis yang

tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula

partikel-partikel Kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan bidang


34

kisis tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga

difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :

= 2

Dimana:

n : orde difraksi (1,2,3…)

λ : panjang sinar-X

d : Jarak kisi

θ : Sudut difraksi

Hukum Bragg merupakan perumusan tentang persyaratan yang harus

dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas

difraksi. Difraksi sinar X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin.

Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material

kristalin yang sesuai di dalam sampel. Karena itu sangat mungkin mendapatkan

analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa

padatan (Ewing, 1960). Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron

kecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka dibuatlah

berbagai jenis alat yang memanfaatkan prinsip dari Hukum Bragg ini. XRD

atau X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang memanfaatkan prinsip

tersebut dengan menggunakan metoda karakterisasi material yang paling tua

dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk

mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan

parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.


35

Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital.

Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang tereka per menit sinkron,

dengan detector dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan

sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X

terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan

berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relative bervariasi

sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relative dari deretan puncak-

puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan

distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan

kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi Kristal, unit parameter dan

panjang gelombong sinar-X yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil

kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin

yang berbeda (Warren, 1990).

Gambar 2.14. Skematik teknik XRD (X-Ray Diffraction) (Masrukan,2008)

Perbandingan hasil XRD dari grafit, grafit oksida, dan rGO (tereduksi Zn)

dapat dilihat pada Gambar 2.12. Grafit teridentifikasi pada puncak 2θ =

26.4866º (JCPDS-41-1487). Pada grafit oksida puncak 2θ = 26.4866º tidak

tampak, tetapi terbentuk puncak pada 2θ = 12.0433º. Hal ini menunjukkan

bahwa grafit telah teroksidasi seluruhnya menjadi grafit oksida. Grafit oksida
36

memiliki d-spacing =7.3400 Å, lebih lebar daripada grafit dengan d-spacing =

3.3612 Å. Hal ini menunjukkan adanya gugus-gugus fungsi oksigen dalam

lapisan grafit oksigen. Sedangkan rGO teridentifikasi pada puncak 2θ =

24.1093º dengan d-spacing 3.3612 Å. Nilai d-spacing yang menjadi lebih kecil

menunjukkan bahwa grafit oksida telah tereduksi menjadi graphene. Selain itu

nilai d-spacing rGO yang lebih besar daripada grafit mengindikasikan bahwa

telah terjadi pengelupasan lapisan grafit menjadi single layer graphene.

Gambar 2.15. XRD patter pada grafit, grafit oksida dan graphene (Johra,

2014) .

Gambar 2.16. XRD patter pada grafit, grafit oksida dan rGO (tereduksi

Zn) (Adhytiawan dan Susanti, 2013) .


37

2. Scanning Electron microscopy (SEM)

SEM sangat berguna untuk mendapatkan gambaran perbesaran dari

berbagai jenis material. Perbedaan kontras warna yang terdeteksi mewakili

topografi permukaan dan komposisi elemen yang berbeda. Alat tersebut

menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objeknya yang

sangat kecil dalam bentuk stereo dengan skala pembesaran tinggi (Nuwaiir,

2009).

Analisis SEM merupakan suatu metode analisis permukaan berupa

mikroskop yang menggunakan elektron, bukan cahaya untuk menghasilkan

citra. Pancaran elektron dihasilkan dari atas mikroskop oleh pemancar elektron.

Elektron dipancarkan vertikal ke bawah melalui medan elektromagnetik yang

memfokuskan pancaran menuju sampel. Detektor di dalam SEM mendeteksi

elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan

dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi profil permukaan

benda seperti seberapa landai dan ke mana arah kemiringan atau dengan kata

lain, citra diperoleh melalui pendeteksian elektron yang terpantulkan setelah

pancaran elektron mencapai sampel.Analisis mikroskop (SEM) digunakan

untuk melihat permukaan penampang melintang dan membujur spesimen

secara mikroskopis, sehingga topografi, tonjolan, lekukan dan pori-pori pada

permukaan dapat terlihat (Daulay, 2005). Sebelum dianalisis dengan SEM,

sampel harus disiapkan terlebih dahulu. Hal-hal yang harus dipenuhi untuk

menyiapkan sampel, yaitu menghilangkanseluruh pelarut, air, atau bahan lain


38

yang dapat menguap ketika di dalam vakum dan menipiskan sampel yang akan

dianalisis (Nuwaiir, 2009).

Foto yang dihasilkan SEM beresolusi tinggi dan dapat mencapai

perbesaran yang besar karena menggunakan elektromagnet menggantikan lensa

sehingga perbesaran dapat diatur dengan lebih baik. Hal ini disebabkan oleh

panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada

gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka

makin tinggi resolusi mikroskop (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).

Gambar 2.17. Ilustrasi cara kerja SEM

Prinsip kerja SEM yaitu gelombang elektron yang dipancarkan electron

gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh

lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik
39

bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan

menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor

sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan

titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai

topografi gambar (Kroschwitz, 1990).

SEM banyak digunakan untuk mengkarekterisasi material. SEM banyak

digunakan untuk aplikasi berikut :

1. Pemeriksaan struktur mikro sampeluji metalografi dengan magnifikasi

(perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optic biasa.

2. Pemeriksaanpermukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman

tertentu yang tidakmungkin diperiksa dengan mikroskop optic.

3. Evaluasi orientasikristal dari permukaan specimen metalografi.

4. Analisis unsur pada objek dalam skala skala mikro pada bulk specimen.

5. Distribusi komposisi kimia pada permukaan bulk specimen

sampaijarakmendekati 1 mikro.

Pemeriksaan dengan SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan

data analisis permukaan. Tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan

yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang

diperoleh merupakan gambar topografi dari penangkapan electron sekunder

yang dipancarkan oleh specimen. Pada sebuah mikroskop electron (SEM)

terdapat beberapa peralatan utama antara lain:

a. Pistol electron, biasanya berupa filament yag terbuat dri unsur yang

mudah melepas electron missal tungsten.


40

b. Lensa untuk electron, berupa lensa magnetis karena electron yang

bermuatan negative dapat dibelokkan oleh medan magnet.

c. Sistem vakum, karena electron sangat kecil dan ringan maka jika ada

molekul udara yang lain electron yang berjalan menuju sasaran akan

terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga

menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting (Annafi, 2009).

3. Four-point Probe (FPP)

Alat ukur probe 4 titik atau FPP adalah salah satu jenis alat yang biasa

digunakan untuk mengukur nilai kerintangan suatu lapisan bahan elktronika.

Seperti namanya, alat ukur ini didasarkan pada 4 buah probe dengan 2 probe

berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dan 2 probe lainnya untuk mengukur

tegangan listrik sewaktu probe-probe tersebut dikenakan pada bahan (sampel).

Gambar 2.18. Four Point Probe (FPP)

Untuk menentukan serta mengkaji sifat-sifat bahan tersebut dapat

dilakukan dengan menentukan nilai kerintangan untuk suatu luasan dan

ketebalan tertentu. Beberapa parameter lain yang dapat diperoleh dari

pengukuran bahan dengan menggunakan peralatan ini antara lain adalah

mengetahui jenis doping suatu bahan semikonduktor (positif atau negatif),

mobilitas elektron dari suatu bahan, dan lain-lain.


41

Untuk mengamati sifat listrik suatu bahan biasanya digunakan metode four

point probe/FPP (probe empat titik) atau two-point probe. Disebut probe empat

titik, karena ada empat titik kontak yang disentuhkan pada permukaan sampel.

Keempat titik kontak (probe) itu dibuat berderet dalam satu garis lurus dengan

jarak antar probe diatur sedemikian rupa sehingga satu sama lain mempunyai

jarak yang sama. Arus listrik yang konstan dialirkan sepanjang permukaan

sampel melalui dua probe terluar. Jika sampel mempunyai resistansi, maka

akan ada penurunan tegangan ketika arus mengalir sepanjang sampel tersebut.

Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam. Besaran

listrik yang menunjukkan kualitas konduktivitas bahan, seperti tegangan output

dan arus output dapat ditentukan secara teliti dengan metode four point probe

(Ekawita, 2009).

Prinsip dari alat tersebut yaitu, sebelum arus dialirkan (diberikan) melaluin

probe, keempat probe diturunkan sehingga menyentuh permukaan sample.

Setelah itu arus I dialirkan melalui probe 1 dan 4. Dengan cara seperti ini arus

akan dialirkan / di distribusikan secara laminer melalui sampel dari probe yang

satu menuju probe yang lainnya. Pada daerah dimana probe 2 dan 3

bersentuhan dengan sampel tegangan ‘drop’ diukur dengan volt meter. Dari

variasi perubahan arus yang diberikan, akan diperoleh perubahan tegangan

yang diukur. Aliran arus pada probe 2 dan 3 sangat kecil dan dapat diabaikan

sebab tegangan diukur dengan menggunakan voltmeter rintangan tinggi.


42

Ada dua persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai resistivitas

tergantung jenis sampelnya,yaitu untuk specimen tebal (bulk sample) dan

berupa lembaran (sheet).

Spesimen tebal memiliki ketentuan bahwa tebal specimen harus lebih dari

3/2 jarak antar probe dan untuk tebal sampel lembaran harus kurang dari 3/2

jarak antar probe. Karena graphene termasuk material berupa lembaran tipis,

maka mekanisme aliran arusnya membentuk pola menyerupai lingkaran seperti

bola. Dengan bentuk bidang tersebut, luasan dapat diasumsikan A = 2Лxt,

dimana x adalah jari-jari bola dan t adalah tebal sampel. Untuk perhitungan

resistivitas, penurunan rumusnya :

Dimana,

ρ= Resistivitas (Ωcm)

t = Tebal graphene (cm)

V = Tegangan output (Volt)

I = Arus (Ampere)
43

Dari nilai resistivitas, dapat diketahui besar konduktivitas sampel dengan

persamaan:
44

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 3 tahun 2018 sampai selesai.Yang

bertempat di Laboratorium Kimia, Biologi dan Fisika Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Univeritas Halu Oleo.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang kajian Fisika Material

yang berjudul “Pengaruh Variasi Suhu Tahan Hidrotermal Terhadap

Struktur Kristal Dan Konduktivitas Material Komposit Graphene-TiO2”

C. Alat Dan Bahan

- Alat

Adapun Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada Penelitian


No. Alat Spesifikasi Fungsi
1. Mortal - Untuk menghaluskan Grafit
batangan
2. Ayakan 250 Mesh Untuk menyaring grafit yang
telah dihaluskan
3. Spatula - Untuk mengaduk larutan
4. Batang magnet 3 cm Sebagai pengaduk pada saat
stirrer
5. Gelas ukur Pyrex 25 ml, 50 ml Sebagai wadah sampel
6. Gelas kimia (50, 200, 500) ml Sebagai wadah sampel
7. Evendorf 50 ml
8. Erlenmeyer Pyrex 25 ml, 50 ml Sebagai wadah untuk
mencampur sampel
9. Pipet ukur 1 ml, 10 ml, 25 ml Untuk mengambil cairan
10. Botol vial - Sebagai tempat sampel
kering
11. Aluminium voil - Sebagai penutup wadah agar
larutan tidak menguap
12. Tissue - Untuk membersihkan alat
yang digunakan
13. Neraca digital - Untuk mengukur massa
45

sampel
14. Hot plat stirer Thermo Scientifil
Sebagai alat untuk mengaduk
Cimarec dan memanaskan
15. Ice Bath - Tempat melakukan
pencampuran bahan yang
bersifat asam
16. Lemari Asam ESCO Laboratory Tempat melakukan
Fume Hood pencampuran bahan yang
bersifat asam
17. Ultrasonikasi Sebagai alat sonikasi
18. Oven - Untuk memanaskan dan
mengeringkan sampel
19. Microwave Sharp R-728 (W)-IN Untuk memanaskan sampel
20. Sentrifuge - Untuk mempercepat
pengendapan larutan
21. Spray gun EINHILL, 0.3 Mpa, Untuk membuat lapisan tipis
200 ml
22. Grafit batang - Sebagai bahan dasar
23. Aquades,alkohol - Untuk mengencerkan larutan
dan membersihkan wadah
24. Pt -
25. Nickel Foam - Elektroda bantu
26. Potensiostat Pengatur tegangan
27. PC - Untuk running program
28. SEM - Karakterisasai Sampel
29. XRD - Karakterisasi Sampel

- Bahan

Adapun Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan pada Penelitian

No Bahan Spesifikasi Kegunaan

1. Graphene 2 grafit Sebagai bahan dasar superkapasitor


2. TiO2 Sebagai bahan dasar superkapasitor
3. H2SO4 98% 80 ml Sebagai bahan sintesis grafit
4. NaNO3 4g Sebagai bahan sintesis grafit
5. KMnO4 8g Sebagai bahan sintesis grafit
46

6. H2O2 Sebagai bahan sintesis grafit


Sebagai bahan sintesis grafit dan
7. HCl 10 ml
gfarena
8. BaCl3 Sebagai bahan sintesis grafena
9. Zn 1,6 g Sebagai bahan sintesis grafena
Sebagai bahan sintesis grafit dan
10. Aquades 40 ml
grafena

D. Prosedur Penelitian

1. Sintesis Grafit Menjadi Grafit Oksida

Inti dari proses sintesis grafit oksida adalah mengoksidasi grafit sehingga

menjadi grafit oksida. Metode yang digunakan untuk mensintesis grafit oksida

dalam penelitian ini adalah modifikasi Metode Hummer. Metode ini

menggunakan berbagai reaksi kimia unrtuk mengoksidasi grafit menjadi grafit

oksida.

Proses sintesis dimulai dengan melarutkan 2 g grafit di dalam 80ml H2SO4

98%. Proses pelarutan ini dalam kondisi stirring di dalam ice bath untuk

menjaga temperatur di bawah 25 ºC selama 1 jam. Lalu ditambahkan 4 g

NaNO3 dan 8 g KMnO4 secara bertahap selama 3 jam. Setelah proses

penambahan ini maka larutan akan berubah warna, yang sebelumnya berwarna

hitam pekat menjadi hitam kehijauan. Hasil dari reaksi tersebut adalah ion

permanganat yang merupakan oksidator kuat. Oksidator ini akan mengoksidasi

grafit sehingga dihasilkan grafit oksida.

Prosesnya selanjutnya adalah proses homogenisasi dengan stirring pada

temperatur 35ºC selama 24 jam. Setelah 4 jam larutan akan mengental

kemudian ditambahkan aquades 120-200 ml sampai larutan encer kembali.


47

Setalah 24 jam stirring dimatikan dan ditambahkan H2O2 ke dalam larutan.

Penambahan H2O2 menyebabkan warna larutan menjadi kuning muda. Setelah

30 menit, larutan di-centrifuge untuk memisahkan antara endapan grafit oksida

dengan pengotornya. Endapan grafit oksida akan berwarna kuning dan endapan

pengotornya akan berwarna putih. Setelah di-centrifuge, HCl ditambahkan ke

grafit oksida untuk menghilangkan pengotor logam yang terlarut. Lalu

dilakukan pencucian berkala pada grafit oksida dengan menggunakan aquades

sebanyak 1000 ml untuk menghilangkan ion-ion terlarut, seperti SO42-. Selain

itu, proses pencucian bertujuan untuk menetralkan pH. Selama proses

pencucian, warna larutan akan semakin gelap akibat adanya pengelupasan dari

grafit menjadi grafit oksida.

Larutan grafit diuji dengan BaCl2 untuk memastikan kandungan SO42- di

dalam larutan dan uji pH untuk memastikan tingkat keasaman larutan maka

larutan grafit oksida. Untuk pengujian pH dilakukan dengan menggunakan

indikator pH dan dinyatakan berhasil jika pH larutan adalah 7. Setelah diuji,

maka grafit oksida dapat di drying untuk mengeringkan larutan dengan

menghilangkan kadungan air di dalamnya. Larutan grafit oksida dimasukkan

ke dalam crusible. Proses drying dilakukan dengan furnace muffle

menggunakan temperatur 110 ºC dengan waktu 12 jam.

2. Sintesis Grafit Oksida menjadi Graphene Oksida

Proses sintesis graphene menggunakan metode reduksi grafit oksida, 40

mg grafit oksida dilarutkan dalam 40 ml aquades. Proses ini dilakukan hingga

larutan diultrasonikasi dengan ultrasonic cleaner yang memiliki kemampuan


48

memancarkan gelombang ultrasonic sebesar 50/60 Hz. Ultrasonikasi dilakukan

dalam waktu 90 menit. Akibat gelombang ultrasonic, maka grafit oksida akan

terkelupas menjadi graphene oksida (GO) (Adhytiawan dan Susanti, 2013).

3. Preparasi Lapisan dan Pembuatan Elektroda Komposit Graphene-TiO2

Lapisan komposit laminat Graphene- TiO2 dibuat menggunakan metode

spincoating, Graphene oksida (GO) dan Titanium oksida dicampurkan dengan

perbandingan 80%:20% ke dalam Gelas kimia yang sudah disiapkan, dan

ditambahkan 120 mg serbuk Urea ((NH)2CO). Menurut Safitri dan Susanti

(2017) penambahan doping nitrogen dapat meningkatkan konduktivitas

graphene. Penambahan urea bertujuan untuk meningkatkan nilai konduktivitas

komposit graphene- TiO2. Apabila atom karbon berikatan dengan atom

nitrogen, maka interaksi antara elektron dengan ion menjadi negative terhadap

interaksi coulomb sehingga nilai potensial penghambur (V) menjadi negative

(Brindan et al, 2015).

Graphene-N memainkan peran penting dalam mengatur sifat elektronik

dan kimiawi dari bahan karbon karena ukuran atom dan elektron valensi yang

sebanding dapat membentuk ikatan valensi yang kuat antara atom nitrogen

dengan atom karbon. Selain itu graphene-N telah menunjukkan kinerja yang

lebih baik pada aplikasi baterai lithium ion (Geng et al). Kemudian distirer

magnetic selama 1 jam. Hal ini dimaksudkan untuk membuat larutan homogen.

Karena apabila larutan belum homogen maka pada saat coating penyebaran

graphene- TiO2 tidak akan merata dan tidak sesuai yang diharapkan. Larutan

NGO yang telah ditambahkan TiO2 10 mg lalu dihidrotermal untuk mereduksi


49

gugus oksida NGO dan TiO2 sehingga membentuk serbuk NGO dan TiO2 yang

berukuran nano. Proses hidrotermal dilakukan dalam selama 12 jam dengan

temperature 140ºC, 160ºC, dan 180ºC.

Larutan rGO dan TiO2 dimasukkan ke dalam wadah Teflon yang

kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dan dikencangkan dengan sekrup

agar benar benar vakum. Air dalam larutan rGO dan TiO2 akan mencapai

kondisi kritis dan memiliki tekanan tinggi akibat temperatur yang tinggi

sehingga dapat berperan sebagai agen kristalisasi fasa.

Elektroda superkapasitor material graphene- TiO2 dibuat dengan cara

mencelupkan nickel foam ukuran 10 x 1 cm di dalam larutan graphene- TiO2

(50 mg/ml). Bagian yang tercelup adalah sebesar 1 cm3. Lalu distirring selama

30 menit, kemudian graphene telah masuk ke dalam pori-pori nickel foam.

Setelah itu specimen di-drying di dalam muffle furnace pada T=110ºC selama

12 jam. Setelah kering, specimen di press dengan menggunakan mesin

pengepres dengan waktu 10 detik, setelah itu dilakukan pengujian elektroda.

E. Karakterisasi

1. Analisis struktur kristal graphene- TiO2 dengan XRD

Analisis menggunakan XRD dilakukan untuk mengamati struktur

kristal, komposisi kimia dan ukuran kristal serta untuk mengetahui

bagaimana pengaruh variasi suhu tahan hidrotermal 140ºC, 160ºC, dan

180ºC terhadap jarak antar layer (interlayer distance) dari komposit

graphene- TiO2 dengan menggunakan persamaan Bragg.


50

2. Analisis morfologi permukaan dengan SEM

Analisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy)

dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan dari komposit

graphene-TiO2 untuk mengidentifikasi adanya pembentukan pori dan

penyebaran pada sampel dengan perbesaran gambar SEM 500-2500 kali.

3. Analisis Konduktivitas dengan Four-point Probe

Pengukuran konduktivitas listrik dapat diukur dengan

menggunakan metode four-point probe yang telah dimodifikasi dengan

sumber arus tetap yang dirakir sendiri dan nano voltmeter AC/DC Current

Source sebagai pengukur tegangan. Cara pengukuran konduktivitas

dengan metode FPP, keempat titik kontak (probe) dibuat berderet dalam

satu Gris lurus dengan jarak antar probe diatur sedemikian rupa sehingga

satu sama lain mempunyai jarak yang sama. Arus listrik yang konstan

dialirkan sepanjang permukaan sampel melalui dua probe terluar.

Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Komposit Graphene-TiO2

1. Sintesis Grafit menjadi Grafit Oksida

Pembuatan Elektroda komposit Graphene-TiO2 diawali dari proses sintesis

grafit menjadi grafit oksida menggunakan metode Hummers termodifikasi. Serbuk

grafit sebagai prekursor terbentuknya graphene, natrium nitrat (NaNO3) sebagai

katalis, dan pada proses oksidasi ini menggunakan oksidator kuat yaitu Kalium

permanganat (KMnO4). Menurut Nasimul Alam Syed (2017) Metode Hummer

memiliki keunggulan dibandingkan teknik reduksi lain. Pertama, reaksi dapat

diselesaikan beberapa jam. Kedua Penggunaan KMnO4 yang lebih aman

digunakan sebagi oksidator saat bereaksi dengan H2SO4 dibandingkan Oksidator

lain seperti KClO3. Ketiga, Penggunaan NaNO3 yang sebagai katalis juga dapat

mengurangi terbentuknya kabut asap saat proses reaksi.. Proses oksidasi grafit

hanya dapat terjadi pada kondisi asam, sehingga digunakan larutan H2SO4 98%

sebagai pembuat suasana asam.

Reaksi oksidasi yang berlangsung dalam suasana asam akan menghasilkan

campuran berwarna coklat tua kehijau hijauan. Pada proses ini terjadi suatu

perubahan warna dari hijau menjadi cokelat tua akibat reaksi antara grafit, H2SO4,

NaNO3 dan KMnO4. Permanganat adalah oksidan (dihydrixilations) berupa

Mn2O7. Reaksi KMnO4 dengan H2SO4akan membentuk lapisan berwarna merah

tua. Aktivasi ion yang sangat reaktif hanya terjadi pada kondisi asam.

Perubahan ion menjadi Mn2O7 akan membantu oksidasi grafit, tetapi

bentuk metal dari permanganate oksida dapat meledak jika dipanaskan melebihi

51
52

temperature 55 ºC (Dreyer, 2009).Oleh sebab itu proses sintesis grafit dilakukan

dalam ice bath untuk menghasilkan reaksi oksidasi yang baik.

Penambahan asam-asam kuat dengan pengadukan mekanis menggunakan

magnetic stirrer dan lamanya waktu dalam proses pembuatan graphene oksida

bertujuan untuk menghomogenkan dan mempercepat proses pemutusan ikatan

antara lapisan-lapisan dalam karbon. Pada proses ini akan terbentuk gugus fenol,

gugus epoksi, gugus keton, gugus karboksil, dan gugus karbonil kemudian terikat

pada graphite (Shao et al., 2012). Pada akhir proses dilakukan penambahan H2O2

dan HCl. H2O2 sebagai zat pengoksidasi yang berperan penting untuk membantu

pemutusan ikatan menjadi satu lapisan atom, selain itu pernambahan H2O2 untuk

mengurangi sisa KMnO4 yang telah bereaksi, Sehingga campuran tersebut akan

berubah warna menjadi Kuning cerah.

Campuran kemudian dicuci menggunakan HCl yang merupakan asam kuat.

HCl berfungsi untuk menghentikan proses oksidasi yang terjadi pada larutan dan

menghilangkan ion-ion logam, dan diikuti dengan pencucian air aquades secara

bertahap sehingga pH menjadi netral dan sisa-sisa oksidator dapat dihilangkan

dalam pencucian tersebut.

2. Sintesis Grafit Oksida menjadi Graphene Oksida

Proses terbentuknya Graphene oksida diperoleh dari pengelupasan grafit

oksida di dalam air dengan metode sonikasi pada frekuensi 53 kHz selama 90

menit. Proses pengelupasan diakibatkan oleh gelombang ultrasonik yang memiliki

daerah frekuensi gelombang lebih dari 20 kHz. Pengelupasan dengan gelombang

ultrasonik terjadi secara mekanik (Adhytiawan dan Diah, 2013).


53

Gambar 4.1. Skema pembentukan graphene oksida (Song B. et al, 2016)

Pengelupasan graphite oksida menjadi graphene oksida terjadi akibat

adanya interaksi antara gelombang ultrasonik dengan proses kavitasi (perubahan

fase uap dari zat cair karena tekanannya berkurang hingga di bawah tekanan uap

jenuhnya) yang dialami oleh medium berupa air mengakibatkan pergeseran pada

lapisan graphite oksida. Proses akvitasi disebabkan adanya perbedaan tekanan

pada saat proses ultrasonikasi, sehingga menyebabkan terjadinya pengelupasan

graphite oksida menjadi graphene oksida (Ilhami dan Diah, 2014).

Graphene oksida merupakan material nanopartikel yang tersusun dari ikatan

rangkap karbon dengan rumus kimia C140H42O20 (Pubchem. 2017). Graphene

oksida yang telah terbentuk kemudian dikeringkan dan dihaluskan sebelum

dikompositkan dengan material TiO2 dengan perbandingan material grapheme

80% : TiO2 20% lalu disintesis menggunakan metode hidrotermal dengan variasi

Suhu 140ºC, 160ºC dan 180ºC jam dengan lama pemanasan 12 jam. Metode

hidrotermal digunakan karena memiliki banyak keuntungan seperti persiapannya

yang sederhana, suhu reaksi yang relative rendah, dispersi yang seragam untuk

doping ion logam, serta kontrol stoikiometri dan memberikan kehomogenan

secara kimia yang baik. Kim et al. (2007) melaporkan sintesis TiO2 mesopori
54

melalui metode hidrotermal dapat meningkatkan kristalinitas, stabilitas termal,

luas permukaan dan aktivitas fotokatalik. Menurut Bunga (2017) Hasil sintesis

dengan metode hidrotermal sangat dipengaruhi oleh rasio komposisi molar

reaktan, suhu dan waktu reaksi hidrotermal.

3. Preparasi Lapisan dan Pembuatan Elektroda Komposit Graphene-TiO2

Sampel komposit graphene-TiO2 yang telah disintesis dengan metode

hidrotermal kemudian didepositkan ke dalam nickel foam yang berongga agar

dapat dilakukan pengujian konduktivitas. Menurut Yan Wang (2012) Nickel foam

adalah bahan atau material permiabel yang memiliki kepadatan yang rendah dan

porositas yang tinggi. Porositas nickel foam adalah 95 %. Metode pelapisan yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode dip-coating. Metode dip-coating atau

metode celupan sering digunakan karena prosesnya mudah dan tidak memerlukan

biaya yang mahal. Ketika sampel dicampurkan dengan air akan menghasilkan

larutan graphene yang didepositkan kedalam porous nickel foam. Metode dip-

coating ini telah sukses digunakan untuk membuat suatu lapisan tipis material

fotoelektrik, semikonduktor elektronik dan transparent conducting film (Sanjaya

et al., 2015).

B. Karakterisasi Komposit Graphene-TiO2


1. Karakterisasi komposit graphene-TiO2 menggunakan XRD

Pengujian menggunakan analisis XRD dilakukan untuk mengetahui struktur

kristal dari lapisan yang terbentuk, dan mengetahui apakah sintesis graphene,

dan komposit graphene-TiO2 telah terbentuk. Karakterisasi XRD menggunakan

sumber Cu dengan panjang gelombang (λ) adalah 1,54 Å source Cu serta

rentang 2θ yang digunakan yaitu 5º-80º. Data hasil pengujian XRD menyatakan
55

hubungan antara sudut hamburan (2θ) dengan intensitas (I) puncak spectrum.

Sampel yang digunakan pada karakterisasi XRD ini yaitu sampel graphene dan

komposit graphene-TiO2 dengan variasi suhu hidrotermal yaitu 140ºC, 160ºC,

dan 180ºC jam pada waktu 12 jam.

a. Analisis graphene oksida menggunakan XRD

Gambar 4.2. Difraktogram XRD graphene oksida

Berdasarkan hasil analisis data XRD sampel graphene oksida pada Gambar

4.2. dapat dilihat bahwa terdapat puncak pada rentang 2θ 20º-30º, grafik

tersebut memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian sebelumnya (Johra, 2014)

dimana puncak XRD graphene terletak pada rentang sudut 20º sampai 30º.

Berdasarkan grafik XRD, puncak tertinggi graphene yang ditunjukkan pada

Gambar 4.2. terletak pada sudut 2θ 24.6º dengan d-spacing 3.60438. Hal ini

sesuai dengan penelitian (Yuliana, 2016), dimana pola XRD graphene berada

pada puncak 2θ 24.61º dengan d-spacing 3.61388. Adhytiawan dan susanti

(2013) menyatakan bahwa adanya single layer graphene ditandai dengan


56

puncak pada daerah puncak 2θ: 23º sampai 24º. Berdasarkan data XRD tersebut

dapat diketahui bahwa pembuatan graphene yang disintesis dari serbuk grafit

dapat disintesis menggunakan metode Hummer termodifikasi. Namun dapat

dilihat pada grafik hasil analisis XRD pada Gambar 4.2. terdapat puncak-

puncak tinggi yang tajam dan menyerupai garis yang menandakan adanya

kristal yang berasal dari pengotor. Pengotor ini kemungkinan berasal dari proses

pencucian yang tidak bersih sehingga sisa dari reaksi kimia sintesis masih

tertinggal. Berdasarkan JCPDS no 65-1798 diketahui bahwa pengotor ini

merupakan kristal mangan oksida. Mangan oksida kemungkinan berasal dari

sisa reaksi KMnO4 yang digunakan sebagai oksidator pada sintesis grafit.

b. Analisis komposit graphene-TiO2 menggunakan XRD

Analisis XRD digunakan untuk mengetahui apakah sintesis komposit

graphene-TiO2 berhasil dilakukan menggunakan metode hidrotermal. Sintesis

TiO2 menggunakan metode hidrotermal dilakukan untuk mendapatkan TiO2

dengan fase anatase. Menurut Afrozi (2010) fase anatase merupakan fase

Kristal TiO2 yang memiliki luas permukaan lebih kecil daripada fase rutile.

Srinivasu et al (2011) menyatakan bahwa TiO2 fase anatase memiliki afinitas

permukaan yang lebih besar untuk senyawa organik dan laju rekombinasi yang

lebih kecil antara elektron dan hole. Afinitas permukaan yang lebih besar maka

mempengaruhi ukuran kristalnya menjadi lebih kecil sehingga luas permukaan

partikel akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran

Kristal maka luas permukaan partikel akan semakin besar.


57

Gambar 4.3. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal

140ºC.

Gambar 4.4. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal

160ºC.
58

Gambar 4.5. Difraktogram XRD graphene-TiO2 variasi suhu tahan hidrotermal

180ºC.

Berdasarkan puncak difraktogram XRD untuk ketiga variasi suhu tahan

hidrotermal dapat diketahui bahwa penelitian ini berhasil mensintesis TiO2

menghasilkan struktur kristal TiO2 fase anatase dan rutile, dimana Kristal TiO2

fase anatase dan Rutile memiliki sifat yang lebih stabil dan memiliki nilai

fotokatalis yang baik. Berdasarkan data XRD dan dengan menggunakan

persamaan Bragg dapat diketahui indeks miller Kristal TiO2 sehingga dapat

dicocokkan dengan data base (JCPDS card 21-1272 untuk kristal TiO2 fase

anatase dan JCPDS card 21-1276 untuk kristal TiO2 fase rutile) kristal TiO2

diperoleh indeks miller sehingga dapat diperkirakan jenis-jenis kristal TiO2

berdasarkan analisis puncak difraktogram XRD.

Struktur kristal TiO2 fase anatase pada penelitian ini sesuai dengan

penelitian terkait sintesis TiO2 anatase seperti yang dilakukan Srinivasu et al


59

(2011). Menjelaskan bahwa intensitas tertinggi yang menjadi ciri khas TiO 2

anatase yaitu terletak pada sudut 2θ = 25,2º dengan nilai bidang Kristal (101)

(JCPDS file card no.21-1272). Pada puncak kristal dari ketiga hasil penelitian

tersebut terdapat puncak TiO2 yang tidak memiliki kecocokan dengan puncak

TiO2 pada JCPDS TiO2 anatase dan rutile akan tetapi menurut penelitian Tian

(2012), Muraoka (2002), Zhang (2009) dan Yang (2008) menyatakan bahwa

TiO2 (001) mengarah pada TiO2 fase anatase.

Pada karakterisasi XRD tidak nampak puncak difraksi graphene pada data

XRD. Hal ini dikarenakan material graphene dalam komposit graphene-TiO2

memiliki kristalinitas lebih rendah dengan kristalinitas TiO2, karena graphene

bersifat amorf (tidak memiliki struktur Kristal), sehingga ketika didifraksi

dengan sinar-x, tidak memunculkan puncak pada data difraksi XRD

sebagaimana yang telah dilaporkan N.R.Khalid, et al.(2013). Pada

kompositisasi graphene dengan TiO2, puncak graphene yang memiliki

intensitas relative lemah akan mengalami overlap dengan puncak TiO2 anatase

yang memiliki intensitas jauh lebih tinggi daripada puncak graphene tersebut.

Untuk mengukur nilai konduktivitas lisrik digunakan metode Four Point Probe

(FPP).

2. Karakterisasi Komposit Graphene-TiO2 menggunakan Scanning

Electron Microscopy (SEM)

SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan mikfroskop elektronik

yang dapat mengamati suatu permukaan objek secara langsung. SEM digunakan

untuk mendapatkan gambaran perbesaran dari berbagai jenis material. Perbedaan


60

kontras warna yang terdeteksi mewakili topografi permukaan dan komposisi

elemen yang berbeda. Analisis SEM bertujuan untuk melihat pengaruh

pemansan terhadap morfologi Kristal. Hasil analisi sampel dapat dilihat dalam

gambar 4.10.

(a) (b)

(c)

Gambar 4.6. Hasil karakterisasi SEM material komposit graphene-TiO2 : (a)


140ºC (b) 160ºC, dan (c) 180ºC.
61

Pengamatan morfologi komposit material graphene-TiO2 dilakukan

dengan menggunakan pengujian SEM dengan perbesaran 5000

kali.Karakterisasi SEM dilakukan pada semua variasi Suhu tahan hidrotermal.

Pengujian sampel menggunakan SEM menghasilkan gambar struktur morfologi

permukaan. Sampel yang diamati merupakan komposit material graphene-TiO2.

Hasil SEM diperoleh berupa gambar struktur morfologi untuk masing-masing

variasi suhu hidrotermal.

Analisis SEM bertujuan untuk melihat pengaruh pemanasan terhadap

morfologi material Kristal. Hasil analisis SEM dapat dilihatpada Gambar 4.9

yang menunjukkan perbandingan hasil SEM dengan pemberian variasi suhu

hidrotermal 140ºC, 160ºC, dan 180 ºC. Gambar a, b dan c menunjukkan struktur

morfologi graphene tertutupi oleh material TiO2 yang terlihat putih seperti

butiran butiran kecil. Hasil analisis sampel menunjukkan Kristal TiO2

mengalami penggumpalan, hal ini dikarenakan TiO2 bersifat menggumpal jika

terkena udara. Penggumpalan juga disebabkan tidak adanya pengadukan saat

proses hidrotermal dan tidak dilakukan proses kalsinasi pada sampel TiO2. Pada

variasi suhu 140 ºC,160ºC dan 180ºC dapat diamati bahwa morfologi graphene

tertutupi partikel-partikel TiO2 secara keseluiruhan. Dapat diamati bahwa

tampak hasil analisis SEM memperlihatkan morfologi komposit yang semakin

halus seiring bertambahnya suhu tahan hidrotermal. Dapat dilihat pada analisis

SEM untuk suhu 180ºC morfologi kristalnya terlihat butirannya lebih halus dan

tersebar merata dan homogen. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran Kristal akan
62

semakin kecil dan struktur Kristal akan semakin halus dan teratur seiring

bertambahnya suhu tahan hidrotermal.

C. Analisis Konduktivitas Graphene-TiO2 menggunakan Four Point Probe

(FPP)

Elektroda komposit graphene-TiO2 dibuat dengan cara mendepositkan

komposit masing-masing sampel graphene-TiO2 dengan variasi suhu hidrotermal

140ºC, 160ºC, dan 180 ºC pada nickel foam kemudian dilakukan pengujian

konduktivitasnya dengan Four Point Probe. Four Point Probe merupakan alat

pengujian elektrik yang bertujuan untuk menentukan nilai resistivitas dan

konduktivitas sampel baik material berupa padatan maupun lembaran. Pada

penelitian ini, konduktivitas sampel diukur dengan menggunakan four point probe

karena sampel berbentuk lapisan. Rangkaian disusun dimana sumber tegangan,

amperemeter dan sampel disusun secara seri, sementara voltmeter dihubungkan

secara parallel pada sampel. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat nilai konduktivitas

sampel graphene terhadap variasi suhu hidrotermal berdasarkan hasil pengujian

FPP.

Tabel 4.1. Nilai Konduktivitas sampel graphene-TiO2 hasil pengujian FPP


Tebal
Tegangan Resistivitas Konduktivitas
Suhu (ºC) rata-rata
Output (V) (Ωcm) (S/cm)
(cm)
140 0.028 0.0085 1.609 0.621
160 0.028 0.0044 0.845 1.182
180 0.028 0.0038 0.741 1.348

Untuk mengetahui kemampuan suatu bahan dalam menghantarkan arus

listrik ditunjukkan oleh besarnya harga konduktivitas listrik (σ), yang merupakan

kebalikan dari nilai resistivitas listrik (ρ).Perhitungan nilai konduktivitas


63

berdasarkan persamaan 3.4 dan 3.5. Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh nilai

konduktivitas terbesar terdapat pada variasi suhu tahan hidrotermal 180ºC

dengan nilai konduktivitas sebesar 1,34 S/cm diikuti dengan variasi suhu tahan

hidrotermal 140ºC dengan nilai konduktivitas sebesar 0,96S/cm dan variasi suhu

tahan hidrotermal 160ºC dengan nilai konduktivitas terendah 0,74 S/cm.

Tabel 4.2.Perbandingan Nilai Konduktivitas sampel graphene-TiO2 dengan Nilai


Ukuran Kristal rata-rata dan Nilai Intensitas rata rata XRD komposit
graphene-TiO2
Ukuran kristal rata-
Konduktivitas
Suhu (ºC) rata
(S/cm)
(nm)
140 0.62 31.65
160 0.74 23.63
180 1.34 22.97

Berdasarkan difraktogram dari hasil difraksi sinar-X, maka ukuran rata rata

partikel TiO2 hasil sintesis dapat ditentukan menggunakan persamaan Debye-

Scherrer

Keterangan :

D = ukuran partikel (nm)

K = konstanta radian (0.89)

λ = panjang gelombang radiasi

β = integrasi puncak refleksi (FWHM, radian)

(Rizqiya, 2019)

Dapat dilihat nilai rata rata ukuran kristal, data TiO2 menunjukkan bahwa

semakin lama suhu tahan hidrotermal maka ukuran kristal semakin kecil. Hal ini
64

dapat dilihat dari rata rata ukuran kristal komposit graphene-TiO2 pada variasi

suhu 140 ºC adalah sebesar 31.47 nm, pada variasi suhu 160 ºC ukuran kristal

rata ratanya sebesar 23.63 nm dan pada variasi suhu 180 ºC sebesar 22.97 nm .

Nilai kristalinitas menggambarkan keteraturan susunan struktur atom kristal.

Dapat dilihat perbandingan nilai konduktivitas sampel graphene-TiO2 dengan

nilai ukuran kristal rata-rata komposit graphene-TiO2 pada Tabel 4.2

menunjukkan bahwa semakin lama suhu hidrotermal, maka nilai ukuran kristal

akan semakin kecil. Menurut Allen (2016) kristalinitas merupakan tingkat

keteraturan susunan atom-atom/ ion-ion yang menyusun padatan kristal.

Semakin baik nilai kristalinitas, semakin teratur susunan atom materialnya.

Dengan semakin teraturnya susunan atom maka elektron akan semakin mudah

untuk mengalir yang akan meningkatkan nilai konduktivitas listrik material

tersebut.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahu bahwa semakin kecil ukuran Kristal

komposit graphene-TiO2 maka nilai konduktivitas akan semakin tinggi. Menurut

Sumaryo (2020) semakin besar baik ukuran kristal maupun kristalitnya

menyebabkan luas kontak permukaan semakin kecil sehingga menyebabkan

nilai konduktivitas semakin menurun. Nilai ukuran Kristal rata-rata TiO2 suhu

180 ºC lebih kecil dibandingkan nilai ukuran Kristal rata-rata variasi suhu 140

ºC dan 160 ºC, sehingga memiliki nilai konduktivitas yang lebih besar. Menurut

Oktaviani (2015) Semakin tinggi temperature hidrotermal yang digunakan

mengakibatkan turunnya nilai resistansi, sehingga nilai konduktivitas listrik


65

meningkat. Hal ini disebabkan dengan naiknya temperatur, susunan Kristal akan

semakin teratur dan elektron akan semakin mudah mengalir.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap Struktur Kristal material

komposit graphene-TiO2 mengalami kristalinitas yang semakin baik

dengan semakin naiknya suhu hidrotermal. Dapat diketahui bahwa pada

struktur kristal TiO2 berhasil disentesis menghasilkan TiO2 fase anatase

dan rutile.

2. Pengaruh suhu tahan hidrotermal terhadap nilai konduktivitas

menyebabkan semakin tinggi suhu hidrotermal maka nilai konduktivitas

semakin besar seiring dengan semakin kecilnya ukuran kristal komposit

graphene-TiO2. Dapat diketahui bahwa pada suhu 140 ºC nilai ukuran

kristal rata rata sebesar 31.47 nm dan memiliki nilai konduktivitas

sebesar 0.62 S/cm, suhu 160 ºC nilai ukuran kristal rata rata 23.63 nm

dan memiliki nilai konduktivitas 0.74 S/cm, dan suhu 180 nilai ukuran

kristal rata rata sebesar 22.97 nm dan memiliki nilai konduktivitas 1.34

S/cm.

A. Saran

Saran yang penulis berikan pada penelitian yaitu:

1. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variasi

komposisi komposit graphene-TiO2 dan aplikasi komposit graphene-

TiO2.

66
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin san Khairurrijal. Review:Karakterisasi Nanomaterial.J.


Nanosains dan Teknologi. Vol2 No.1, Februari 2009.
Adhytiawan, A., Susanti, D. 2013. Pengaruh Variasi Waktu Tahan Hidrotermal
terhadap sifat kapasitif Superkapasitor Material Graphene. JurnalTeknik
Pomits.Vol.2.No.1.ISSN:2337-3539.
Afrozi, 2010,Pengembangan Sensor Analisis, Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, Jakarta.
Aisyah, S. J. 2015. Ekstraksi Silika dari Ampas Tebu Sebagai Prekusor dalam
Sintesis Zeolit Analsim (Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Allen, Von Willy. 2016. Analisis Pengaruh Temperatur Hidrotermal Terhadap
Sifat Kapasitif Superkapasitor Berbahan Graphene.Jurusan Teknik
Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS. Surabaya.
Alqap, A., dan Sopyan, I. 2009. Low Temperaturehydrotermal Syntesis of
Calcium Phosphate Ceramics: Effect of excess Ca Precursor on phase
behavior, Indian Journal of Chemistry 48: 1492-1500.
Anis, Takdir.2018.Sintesi Komposit Graphene-N/Mn3O4/ TiO2 Sebagai Bahan
Elektroda Baterai Lithium-Ion (LI-ION).[Skripsi]. Kendari: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Halu Oleo.
Arepalli, S., Fireman, H., Huffman, C., Moloney, P., Nikolaev, P., Yowell, L.,
Higgins, C. D., Kim, K., Kohl, P.A., Turano, S. P. and Ready W. J. 2005.
Carbon Nanotube Based Electrochemical Double Layer Capacitor
Technologies For Spacefligh Applications.Journal of The Minerals,
Metals and Materials Society, 57:26-31.
Amir, Amelia. 2019. Sintesis Karakterisasi Nanosporik TiO2 Melalui Metode
Hidrotermal Gelombang Mikro. Jurnal Riset Kimia. Vol 7. No.2.
Annafi, M., 2009, Studi Biodegradasi Poliblendantara Polistirena-Kitosan
Menggunakan Lumpur Aktif, Skripsi. Jurusan Kimia ITB. Bandung.
Apriliani, R., 2009, Studi enggunaan Kurkumin sebagai Modifier elektroda pasta
Karbon untuk Analisis Timbal (II) Secara stripping Voltammetry,
Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Ariswan. 2016. Hand Out Teknik Karakterisasi Semikonduktor. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta

67
68

Aslan, L. K. 2015. Suprkapasitor Berbasis Komposit TiO2-Arang Aktif dari Kulit


Biji Mete :Efek Ukuran Butir. Universita sHalu Oleo: Kendari.
Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Brindan T., Vikrant S. and Sonia G., 2015, Heavily Nitrogen Doped Graphene
Supercapacitor from Silk Cocoon, Electrochimica Acta,160 (2015) : 244–
253.
Byrappa K and Masahiro Yushimura. 2001. Handbook of Hydrothermal
Technology
Cejka, J., Bekkum H., Corma.,dan Schuth, F. 2007. Introduction od Science and
Practice- 3rd Revised Editiion, 39-103.
Chaudhuri dan D Sarma.2006. BF3-Doped Polyaniline: A Novel Conducting
Polymer. Journal of Physics. 135 – 139.
Cho,Sungjae., Yung-Fu Chen. And Michael S. Fuhrer (19 september 2007).”
GatetunableGraphene Spin Valve”. Applied Physics Letter.
91:12305.doi:101063/1.2784934
Cundy, C.S., Cox. P. A., 2003. The Hydrothermal Synthesis of Zeolites: History
and Development from The Earliest Days to the Present Time.J. Chemical
Reviews: 103. 663-702.
Daulay, S.B.2005. Pengeringan Padi (Metode dan Peralatan). Jurusan Teknologi
Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Dey RS, Hajra S, Sahu RK, Raj RC, Panigrahi MK. (2012). A rapid room
temperature chemical route for the synthesis of graphene: metal- mediated
reduction of graphene oxide. Chem. Comm. 48(12): 1787-1789.
Dogra, S., 1990, Kimia FisikdanSoal-Soal, Universitasindonesia: Jakarta.
Dongale, T.D., P.R., Jashav, G.J. Navathe, J.H. Kim, M.M. Karanjkar, P.S. Patil.
2015. Material Scince in Semiconductor Processing. 36, 43-48.
E. Budi, 2011, Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 11(1): 35-40
Ellingson, R., and Heben, M. (2011). Sheet Resistance: Measurement and
Significance. University of Toledo: PHYS 4580, PHYS 6/7280.
Ekawita, R.2009. RancangBangunSistemPengukurMetode Four Point Probe
BerbasisSoC LOG112 dan C8051F006.ITB.Bandung.
Ewing.1960. Instrumental Methods of Chemical Analysis.
Fikri, Ainul A dkk. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi surfaktan dan Waktu
Ultrasonikas iTerhadap Sintesis Material Graphene dengan Metode
69

Liquid Sonification exfoliation menggunakan tweeter ultrasonication


graphite Oxide-generator. UNI. Jakarta.
Geim, A. K. &Novoselov, K. S. (2007). The Rise of Graphene. Nature Materials,
vol.6. 1-14.
Geng., D., Songlan Y., Yong Z., Jinli Y., Jian L., Ruying L., Tsun K. S.,
Xuenliang S., Siyu Y. and Shanna K., 2011, Nitrogen Doping Effects on
the Structure of Graphene, Applied Surface Science257 (2011): 9193–
9198.
Gibson, Ronald F. 1994. Principles ofComposite Material Mechanics. New York.
McGraw-Hill. Inc. (1994) 27-29.
Gunawandkk. 1979. KarakterisasiSpektrofotometri IR dan Scanning Electron
Microskopy (SEM) Sensor Gas dariBahanPolimer Poly EthelinGlicol
(PEG). Surabaya. ITS
Gunzulazuardi, J., 2001. FotokatalispadaPermukaan TiO2: Aspek Fundamental
danAplikasinya, Departemen Kimia F-MIPA, Universitas Indonesia
Jakarta, Makara, JurnalPenelitianUniversitas Indonesia.
Gupta, S.M. dan Triphathi M., 2011, A Review of TiO2Nanoparticles,
PhysicalChemistry,56 (1) :1639-1657.
Halper, M., and Ellenbogen, S.2006.Supercapacitor: A Brief Overview. Virginia,
USA: The MITRE Corporation.Pp 1-14.
Harper, J.C., Christensen P. A., Egerton T. A., Curtis T. P., danGunlazuardi J.,
2001, Effect of Catalyst Type on The Kinetics of The
PhotoelectrochemicalDisinfection of Water Inoculated with E. Coli, J.
Applied Electrochemistry,31 (6) : 623-628.
Hidayah, IN. (2015). AplikasiGrapheneUntuk Lithium Ion Battery. Surakarta:
UniversitasSebelasMaret.
Hirata, M., Gotou, T., Horiuchi, S., Fujiwara, M., Ohba, M. 2004. Carbon. 42.
2929-2937.
Hishi,Megumi., et al.2007.”Spin Injection Into a Graphene Thin Film at Room
Temperature”. Jpn.J.Appl.Phys.46:L605-L607.
Husnah, Fiftahul.,Fakhril., Hafizh. A., Effza. E, Namaz.,Aimon, Akfiny. A.,
danIskandar, Ferry. 2015. PengembanganMetodeSederhanapadaSintesis
Reduced Graphene Oxide (rGO)
danPengaruhnyaTerhadapKonduktivitasListrik yang Dihasilkan. Prosiding
SKF. 978-602-19655-9-7.
70

Ilhami,L.N. danSusanti D. (2014).”PengaruhVariasi Kadar Zn Dan


TemperaurHydrotermalTerhadapStruktur Dan NilaiKonduktivitasElektrik
Material Graphene”. JurnalTeknikPomits. Vol.3.no.2:2337-3539.
Istiyono, Edi. Fisika Zat Padat I. Diktat Kuliah, Yogyakarta. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Johan, A. 2009. KarakterisasiSifatFisikdanMekanikBahanRefraktori α-
AL2O3PengaruhPenambahan TiO2. JurnalPenelitianSains. Vol. 12, No.
2(B). pp 1-8.
Kalanur, S.S., Jaldappagari S. dan Prashanth S.N., 2010, Voltammetric Sensor for
Buzepide Methiodide Determination Based on TiO2 Nanoparticle-
Modified Carbon Paste Electrode, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces,
78 (1): 1-5.
Katsnelson., M.I., Novoselov., K.S., and Geim., A.K., Nature Physics2, 620
(2006).
Kroschwitz, Jacquelin I. (1990), “Polymer Characterization and Analysis”, Jhon
Wiley & Sons Inc., USA.
Lestari, FranciskaPramuji. 2008. The effect of sintering temperature and Al2O3
reinforcement volume fraction on the characteristic oh Al/SiCAl/Al2O3
hybrid laminate composite as a powder metallurgy product.
SkripsiTidakditerbitkan. FakultasTeknik. UniversitasIndonesia : Jakarta
Liao, L., Bai, J., Lin, Y., Qu, Y., and Huang, V., Advanced Materials 22. 1941
(2010).
M.G. Sullivan, B. Schnyder, M. Bartsch, D. Alliata. C. Barbero, R. Imhof, and R.
Kotz, J. 2000.Electrochem. Sos., 147 2636-2643.
Mafahir, lim abdul. 2015. Pengaruh suhu subtract Terhadap Sifat-sifat lisatrik
Bahan Semikonduktor Lapisan Tipis Pbs, Pbse, Pbte Hasil Preparasi
dengan Teknik Vakum Avaporasi. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Marcano, Daniela C., et al. “Improved Synthesis of Graphene Oxide”. Acsnano
(2010) vol 4 No. 8 : 4806-4814.
Martinez,M. 2010. SebuahPemahamanDasar Scanning Electron Microscopy
(SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Detection (EDX) .
Masrukan, 2008, Analisis Kualitatif Dengan Menggunakan Teknik Difraksi Sinar-
X Pada Penambahan Unsur Zr Terhadap Pembentukan Fasa Paduan U-
Zr, Urania, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan
Pi\uspiptek Serpong, Tanggerang.
Morey, G.W., Hydrotermal synthesis.J.Am.Ceram.Soc.,36, 279, 1953.
71

Nikolas.,et al.2007.”Electronic Spin Transport and Spin Preccession in Single


Graphene Layers at Room Temperature”.Nature (PDF) 448: 571-575. Doi:
10.1038/nature06037
Netro, Castro., A. H. et al., 2009, The Electronic Properties of Graphene, Rev.
Modern Physics, Journal of The American Physical Society.
Noorden, R.V. 2011. The Trials of New Carbon Natuire. Macmillan Publisher
Limited. 469.
Novoselov, K.S., Geim, Morozov, Jiang, Zhang, Dubonos, Grigorieva, Firsov.
2004. Electric Field Effect in Atomically Thin Carbon Films. Science 306.
Nuryadin Wahid B. 2020. Buku Pengantar Fisika Material. UIN Sunan Gunung
Jati Bandung.
Nuwaiir, 2009, Kajian Impedansi dan Kapasitansi Listrik pada membrane telur
ayam Ras Skripsi, Departemen Fisika F-MIPA IPB, Bogor.
Oktaviani, Yunisa dan Afdhal Muttaqin. Pengaruh Temperatur Hidrotermal
terhadap Konduktivitas Zeolit Sintesis dari Abu Dasar Batubara dengan
Metode Alkali Hidrotermal. Jurnal Fisika Unand. Vol. 4, No. 4. ISSN
2302-8491.
Prasetyo, A. 2004. Kajian Mekanika dalam Penentuan Plastisitas lempung secara
Uji Geser dan Tekan-Tidak-Terlengkung. Thesis. Tidak diterbitkan.
Bandung: Departemen Kimia ITB.
Parno. 2006. Fisika Zat Padat. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Pratapa, S., 2004, Prinsip-prinsip Difraksi Sinar-X Erlangga. Jakarta.
Prasetyo, Anton.2012.Graphene. Bandung: ITB
Rahmawati, Fitria., Nuryani, Wijayanti, Liviana., (2010), TiO2/Grafitdan CU-
TiO2/GrafitSebagaiElektrodaBaterai Ion-Litium, seminar nasional basic
science II, ISBN: 978-602-97522-0-5, Surakarta: UniversitasSebelasMaret.
Ramadhani, D., 2011, Penelitian Material Komposit Berpenguat Serat Alam untuk
Wadah Ikan Hidup Portable, Jurnal Teknik Kimia, 1 (1) : 8-9
Rao, C. N. R., & Cheetam, A. K. (2006). Nanomaterial Handbooks: Materials
Science at The Nanoscale. New York: CRC Press.
Ratnasari, Septa Tri.2009. Analisis Resiko Keselamatan Kerja Pada Proses
Pengeboran Panas Bumi Rig Darat #4 PT Apexindo Pratama Duta Tbk
Tahun 2009. Skrip[si. Jakarta : Universitas Indonesia.
72

Rizkiya, Mizanul Ukhrowi. 2020. Sintesis dan Karakterisasi Semikonduktor TiO2


dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan NCTAB menggunakan metode
Sonikasi. Skipsi. Universitas Islam Negeri Malang.
Rochefort, Dominic. 2006. Pseudocapacitive behavior of RuO2 in a exchange
ionic liquid. Electrochemistry Communications vol 8. Hal 1539-1543.
Rohman, Fadli.2012. Aplikasi grapheme untuk Lithium Ion Battery. Bandung:
Intitute Teknilogi Bandung
Roylance, D., 2000, Introduction to Composite Materials, Department of
Materials Science and Engineering Massachusetts Institute of Technology
Cambridge, MA 02139
Safitri, D., Susanti D., Nurdiansyah, Haniffudin.2017. Analisis Pengaruh Doping
Nitrogen Terhadap Sifat Kapasitif Superkapasitor Berbahan Graphene.
JurnalTeknik ITS, Vol 1. No.1.ISSN:2337-3539
S. Yoon, J. Lee, T. Hyeon. And S. M. OH, J. Electrochem. Sos., 147 12.
Sahay, Kuldeep. 2009. Supercapacitor Energy Stroage System For Power Quality
Improvement. J. Electrical Systems Vol X Hal 1-8.
Satoh, N., Nakashima, T., and Yamamoto K. (2013), Metasbility Of Anatase:Size
Dependent And Irreversible Anatase-Rutile Phase Transition In Atomic-
Level Precise Titania. Scientific Reports, 3 : 1959. DOI:
10.1038/srep01959.
Schedin, F., A.K. Geim S.F. Mozorov, E.W.Hill, P. Blake, M.I Katsnelson, and
K.S. Noselov. Nature Materials 6.652 (2007)
Shao, G. et al., GrapheneOxide : The Mechanisms of Oxidation and Exfiliation.
Journal of Materials Science, 47 (10), 2012, PP. 4400-4409.
Shen, Jiang et al., 2010.’Facile Synthesis and Application of Ag-Chemically
Converted Graphene Nanocomposite”. Nano Res. 3: 339-349.
Shioyama, H., 2001. Cleavage of Graphite to Graphene. J.Mat.Sci.Lett. 20, 499-
500.
Slonczewski. J.C., Weiss. P.R. Band Structure of Graphite. Phys.Rev. 109, 272 -
279 (1958).
Smallman, R.E., dan Bishop, R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa
Material. Terjemahan Sriati Djaprie. Jakarta: Erlangga.
Sugiarti, Marlia. 2012. Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Kristal Titanium
Dioksida (TiO2) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
73

Susanti, Diah dan Sahat Marthua.2012.Pengaruh Variasi Temperatur dan Waktu


Tahan Kalsinasi terhadap Unjuk Kerja Semikonduktor TiO2 sebagai Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Dye dari Ekstrak Buah Naga
Merah.Jurnal Teknik ITS Vol,1.ISSN: 2301-9271.
Sumaryo dan Yasef Sarwanto.2020.Pengaruh Ukuran Partikel dan Kristalit
terhadap Konduktivitas Listrik Bahan Blk Ba(2-x)La(x)Fe2O5 (X=0, 0.1,
0.3, dan 0.5) pada Suhu Kamar.Vol. 13. No. 2. eISSN:2502-339x.
Suwandana, Rahman F., Susanti, D.2014. Analisis Pengaruh Massa Reduktor
Zinc Terhadap Sifat Kapasitif Superkapasitor Material Graphene. Jurnal
Teknik ITS. Vol.4.no.1.ISSN:2337-3539
Suyoso. 2003. Listrik Magnet. Yogyakarta:UNY.
Taer, E., Deraman, M., Talib, I. A., Awitdrus, A., Hashmi, S. A., Umar, A. A.
2011. Preparation of a Highly Porous Binderless Activeted Carbon
Monolith from Rubber Wood Sawsudt by a Multi-Step Activation Process
for Aplication in Supercapacitors. International Journal of
Electrochemical Science. 6:3301-3315.
Tashkhourian, J., Nami S.F.A., HashemniadanHormozi, M.R.N., 2013,
Construction of a Modified Carbon Paste Electrode Based on TiO2
Nanoparticles for the Determination of Gallic Acid, Journal Solid State
Electrochem, 17 (1) : 157–165.
Twardowski, Thomas E. 2007. Introduction to Nanocomposite Material. DEStech
Publication Inc.
Urquhart, A. W., 1991, A Review of Lanxide Composite Technologi, Mat. Science
and Technologi. USA.
Walujodjati, A. 2008. Sintesis Hidrotermal dari Serbuk Oksida Keramik.
J.Momentum, Vol. 4, No. 2.
Warren, Bertram Eugene. 1990. X-ray Difrfraction.
Wei, L., Yushin, G. 2012. Nanostructures Activated Carbons From Natural
Precursors For Electrical Double Layer Capacitors. Nano Energy (2012) 1,
552-565.
Widiatmoko, Eko (2009). Graphene :Sifat, Fabrikasi Dan Aplikasinya.
ArtikelIlmiah. (http://102fm-itb.org/uploads/graphene.pdf).
Wipsar Sunu. 2012. Aplikasi Nanosains Dalam Berbagai Bidang.
Zhang, Y. et al. Landou – Level Splittinh in Graphene in High Magnetic Fields.
Phys.Rev.Lett.96. 136806 (2006).
74

Zhang. 2008. TiO2 nanowire membrane for concurrent filtration and


photocatalytic Oxidation of humic acid in Water. Membran313 : 44-51.
Zhou, Xin, et al., (2011). In-plane Vacancy-Enable High-Power Si-Graphene
Composite Electrode for Lhitium-ion Batteries. Journal of Advances
Energy Materials.
Zhou, Q., Zhang, M.C, Shuang, C. D., Li, Z. Q., Li, A. M. 2014, Preparation of A
Novel Magnetic Powder Resin
Zhu, Y., Murali, S., Cai, W., Li, X., Suk, J.W., Potts, J.R., danRuoff, R.S. 2010.
Graphene and Graphene Oxide: Synthesis, Properties, and Applications.
Adv.Mater. 22: 3906–3924.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambaran Umum Alur Penelitian

Preparasi Sampel

Grafit Urea TiO2

Sintesis Grafit Oksida

Sintesis Graphene
Oksida

Proses Pembuatan
Komposit

Karakterisasi

XRD dan SEM

Pembuatan Elektroda

Pengujian dengan Four-Point


Probe (FPP)

75
76

Lampiran 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian

a. Sintesis Grafit dan Grafit Oksida

Preparasi Bahan
- Semua Bahan ditimbang massa dan volume sesuai
perbandingan yang dibutuhkan

Sintesis -Grafit
-
- 4 gram grafitdan 8 gram NaNO3 8 gram dimasukkan
kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Ditambahkan H2SO4 160 ml dan dimasukkan kedalam
ice bath dan distiring
- Setelah satu jam ditambahkan KMnO4 16 gram dan
distirer selama 3 jam
- setelah 4 jam distirer di dalam ice bath proses stirrer
dilanjutkan di suhu ruang selama 20 Jam
- Setelah proses stirrer selesai, larutan dipindahkan
kedalam Erlenmeyer 2 liter dan ditambahkan 100 ml
aquades lalu ditambahkan 30 ml H2O2 di aduk manual
selama 20 menit
- Didiamkan selama 24 jam dan dibuang airnya
kemudian ditambahkan 30 ml HCl 35%
- Dicuci berulang kali menggunakan deionisasi water
(air AC) sampai jernih.
Sintesis Grafit Oksida
-
- Sebelum proses sonikasi, 50 ml GO Erlenmeyer 250
ml dan ditambahkan 150 ml aquades kemudian
distirer selama 30 menit
- Proses sonikasi dilakukan selama 90 menit dengan
frekuensi 53 hertz
- Setelah disonikasi larutan GO dikeringkan dalam
Oven dengan suhu 80º C sampai kering
- Kemudian GO ditumbuk menggunakan mortal dan
alu, kemudian di ayak menggunakan ayakan 250 mesh
- Ditimbang dan dimasukkan ke dalam plastic sampel.
Sampel Grafit Oksida
77

b. Proses PembuatanKomposit

Proses Pembuatan Komposit

- 0.8 GO dilarutkan dalam 160 ml aquades dan distirer


selama 30 menit
- Ditambahkan TiO2 dandistirer kembali selama 20
menit (Untuk peneliti yang menggunakan pendoping
TiO2)
- Kemudian ditambahkan Urea sesuai perbandingan
variasi peneliti.
- Kemudian Komposit larutan tersebut dimasukkan
kedalam wadah Teflon yang kemudian dimasukkan
kedalam autoclave yang telah dilumuri dengan
olisebagai pelican dan dikencangkan dengan sekrup
agar benar benar kedap suara.
- Suhu dan lamanya Proses Hidrotermal dilakukan
sesuai variasi peneliti.
- Setelahdihidrotermal, air di dalamnya dibuang
sebagian, setelah itu dikeringkan dan dihaluskan
menggunakan spatula, kemudian dimasukkan dalam
plastic sampel.

Karakterisasi Sampel

c. Proses PembuatanElektroda

Nickel Foam

- Dipotong dengan ukuran 2x1 cm


- Dicelupkan dalam komposit Graphene-TiO2
- Dikeringkan disuhu ruang
- Dipress
- Diuji sifat konduktivitas menggunakan FPP

Hasil Pengamatan
78

Lampiran 3. Hasil Karakterisasi graphene dengan XRD


79
80
81

Lampiran 4. Hasil Karakterisasi komposit graphene-TiO2 dengan XRD

a.) Menentukan Ukuran Kristal

Dik: 2 = 22,6013

22,6013
= = 11,30065
2
3,14
11,30065 × = 0,197133561
180

= 0,89

= 0,15404

Penyelesaian: = (Scherrer)

, × ,
= ,
, × ,

,
= , × ,

= 25,19

Keterangan:

L = ukuran Kristal (nm) pada bidang hkl

λ = panjang gelombang sinar-x (nm)

β = Full Width at Half Maximum / FWHM (deg)

θ = setengah sudut difraksi (deg)


82

b.) Menentukan Indeks Miller Kristal dengan persamaan Bragg

= 2 sin

=
2 sin

1,54433
=
2 sin 11,30065

1,54433
=
2 ∗ 0.19596

1,54433
=
0,39191

= 3,94

ℎ+ + =

4,89
=
3,94

= 1,24 (0 0 1)
83

1. Ukuran dan indeks miller Kristal dengan variasi suhu 140ºC


No. 2 theta d (Å) I/II FWHM Intensity D Indeks
(deg) (deg) (nm) Miller (hkl)
1 22.6013 3.93096 20 0.3181 543 25.19 (0 0 1)A
2 25.101 3.54487 100 0.3048 2676 26.41 (1 0 1)A
3 33.8164 2.64854 5 0.2758 133 29.78 (0 0 2)R
4 36.7487 2.44366 5 0.2883 146 28.72 (1 0 3)A
5 37.6 2.39023 21 0.3013 546 27.55 (0 0 4)A
6 38.375 2.34376 7 0.2976 180 27.96 (1 1 2)A
7 42.9346 2.10482 7 0.3184 193 26.52 (2 1 0)R
8 47.8602 1.89906 30 0.3146 790 27.33 (2 0 0)A
9 48.22 1.88573 4 0.1416 105 60.8 (2 0 0)A
10 49.1378 1.85263 4 0.2843 116 30.39 (1 0 5)A
11 53.7069 1.7053 19 0.2902 500 30.35 (2 1 1)A
12 54.8805 1.67157 18 0.2891 469 30.63 (2 1 1)A
13 55.8508 1.64481 3 0.2536 80 35.07 (2 2 0)R
14 61.9716 1.49623 4 0.2967 106 30.89 (2 0 4)A
15 62.5118 1.4846 16 0.2915 431 31.53 (2 0 4)A
16 68.6008 1.36691 6 0.3751 163 25.36 (1 1 6)A
17 70.1162 1.34104 6 0.3125 169 30.45 (2 2 0)A
18 74.8906 1.26693 10 0.29 276 34.13 (2 1 5)A
19 77.5336 1.23021 3 0.2382 81 42.3 (2 0 2) R
84
85
86

1. Ukuran dan indeks miller Kristal dengan variasi suhu 160ºC


No. 2 theta d (Å) I/II FWHM Intensity D (nm) Indeks
(deg) Miller (hkl)
1 22.565 3.9371 22 0.4246 365 18.87 (0 0 1)A
2 25.070 3.3492 100 0.4093 1666 19.67 (1 0 1)A
3 33.783 2.6511 5 0.4133 81 19.87 (0 0 2)R
4 36.740 2.4442 5 0.4000 84 20.7 (1 0 3)A
5 37.580 2.3914 20 0.4381 327 18.95 (0 0 4)A
6 38.348 2.3453 6 0.3920 107 21.22 (1 1 2)A
7 42.915 2.1057 7 0.5010 117 16.85 (2 1 0)R
8 47.835 1.8999 29 0.4299 479 20 (2 0 0)A
9 49.119 1.8533 4 0.3786 69 22.82 (2 0 0)A
10 53.667 1.7065 18 0.3895 298 22.61 (1 0 5)A
11 54.841 1.6727 17 0.3940 284 22.47 (2 1 1)A
12 55.832 1.6453 3 0.3760 52 23.65 (2 1 1)A
13 57.463 1.6024 5 0.2169 77 41.31 (2 2 0)R
14 62.460 1.4857 15 0.4122 246 22.29 (2 0 4)A
15 64.395 1.4456 15 0.2692 253 34.49 (2 0 4)A
16 68.640 1.3662 9 0.5005 143 19.01 (1 1 6)A
17 70.079 1.3417 7 0.3827 114 25.08 (2 2 0)A
18 74.857 1.2674 10 0.4173 162 23.71 (2 1 5)A
19 77.505 1.2306 22 0.2836 371 35.52 (2 0 2) R
87
88
89
90

1. Ukuran dan indeks miller dengan variasi suhu 180ºC


No. 2 theta d (Å) I/II FWHM Intensity D Indeks
(deg) (nm) Miller (hkl)
1 22.8203 3.89373 22 0.3789 715 21.16 (0 0 1)A
2 25.3204 3.51465 100 0.3703 3249 21.75 (1 0 1)A
3 34.014 2.63361 4 0.3445 140 23.85 (0 0 2)R
4 36.9675 2.42969 6 0.345 185 24.02 (1 0 3)A
5 37.8196 2.37689 21 0.3469 672 23.95 (0 0 4)A
6 38.5872 2.33135 7 0.3371 219 24.7 (1 1 2)A
7 43.1229 2.09606 8 0.3858 245 21.9 (2 1 0)A
8 48.0655 1.89143 29 0.3741 953 23 (2 0 0)A
9 49.3436 1.84538 4 0.3393 120 25.49 (2 0 0)A
10 53.8983 1.69969 16 0.3837 536 22.97 (1 0 5)A
11 55.072 1.66621 17 0.3774 547 23.48 (2 1 1)A
12 56.0641 1.63906 3 0.3158 99 28.19 (2 2 0)R
13 62.6949 1.48807 14 0.3724 449 24.71 (2 0 4)A
14 68.7723 1.36392 6 0.3939 190 24.17 (1 1 6)A
15 70.2961 1.33804 7 0.3464 213 27.74 (2 2 0)A
16 75.0508 1.26463 9 0.4069 284 24.35 (2 1 5)A
91
92
93

Lampiran 5. Hasil Karakterisasi komposit graphene-TiO2 dengan SEM

a. 140ºC

a b

a. Perbesaran 500x b. Perbesaran 1000x


c d

c. Perbesaran 5000x d. Perbesaran 10000x


94

b. 160 ºC

a b

b. Perbesaran 500x b. Perbesaran 1000x

c d

d. Perbesaran 5000x d. Perbesaran 10000x


95

d. 180ºC

a b

c. Perbesaran 500x b. Perbesaran 1000x

c d

e. Perbesaran 5000x d. Perbesaran 10000x


96

Lampiran 6. Perhitungan Konduktivitas Listrik dan Rata-rata Ukuran Kristal

a. Konduktivitas Listrik

Dik: = 0.0085

= 0.00067

= 0.028

Penyelesaian:

= ( )
ln 2

3,14 0,028 0,0085


= ( )
0,6931 0,00067

0,08792
= 12,6865
0,6931

= (0,12685)( 12,6865)

= 1,609

1
=

1
=
1,609

= 0,621 /
97

b. Ukuran Kristal rata-rata

Dik : Jumlah ukuran Kristal = 601.36

Banyak ukuran Kristal = 19

Penyelesaian:

χ= − =

601.36
=
19

= 31.45

Suhu t (cm) I (A) Voutput (Volt) ρ (Ωcm) σ Χ


(º) (S/cm) (nm)
140 0.028 0.00067 0.0085 1.609 0.621 31.65
160 0.028 0.00066 0.0044 0.845 1.182 23.63
180 0.028 0.00065 0.0038 0.741 1.348 22.97
98

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

A. Preparasi Bahan dan Alat


99

C. Proses Sintesis Grafit dan Graphene Oksida


100
101

E. Proses Pembuatan Komposit Graphene-TiO2


102

G. Pembuatan dan Pengujian Elektroda

Anda mungkin juga menyukai