Anda di halaman 1dari 19

BAB VI

NEGARA DAN KONSTITUSI

Secara umum Negara dan Kostitusi adalah merupakan dua Lembaga yang tidak
bisa dipisahkan satu dengan lainnya, terlebih lagi setelah abad pertengahan yang ditandai
dengan munculnya ide demokrasi. Dapat dikatakan bahwa tanpa konstitusi, suatu negara
tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasar sebuah negara.

Dasar-dasar penyelenggaraan negara didasarkan atas konstitusi sebagai hukum


dasarnya. Penyelenggaraan bernegara Indonesia juga didasarkan atas suatu konstitusi.
Hal ini bisa dicermati dari kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang
berbunyi :

… Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia


yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang - undang Dasar Negara Indonesia.

6.1 Arti dan Fungsi Konstitusi


1. Arti Konstitusi
Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang
bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Karena aturan atau hukum yang terdapat
dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang sangat mendasar dari sebuah negara,
konstitusi disebut juga sebagai hukum dasar sebuah negara yang dijadikan sebagai
pegangan dalam penyelenggaraan bernegara.

2. Fungsi Konstitusi
a. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak
warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini disebut konstitusionalisme yang
oleh Carl Joachim Friedrich (dalam buku Kemristekdikti, Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, 2016) dijelaskan sebagai gagasan
71
bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh
dan atas nama rakyat, tetapi dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan
akan dapat menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu
tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah

b. Konstitusi juga berfungsi untuk :


1) Membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan
kekuasaannya tidak sewenang wenang terhadap rakyatnya,
2) Memberi suatu kerangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicita-
citakan,
3) Menjadi landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem
ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warganegaranya, dan
4) Menjamin hak asasi warga negaranya.

Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan Negara


Konstitusional (Constitutional State). Akan tetapi untuk dapat dikatakan secara
ideal sebagai Negara Konstitusional, konstitusi negara tersebut harus memenuhi
sifat atau ciri-ciri Konstitusionalisme. Jadi, negara tersebut harus pula menganut
gagasan tentang kostitusionalisme. Konstitusionalisme merupakan ide, gagasan,
faham atau konsep yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi
agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang atau otoriter.

Seperti diketahui bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang terdiri
atas unsur-unsur Rakyat (penduduk), Wilayah, dan Pemerintah. Pemerintah adalah
unsur negara. Pemerintah menyelenggarakan dan melaksanakan tugas demi
terwujudnya tujuan bernegara. Di negara Demokrasi, pemerintah yang baik adalah
pemerintah yang menjamin sepenuhnya kepentingan rakyat serta hak-hak dasar
rakyat. Disamping itu pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya perlu dibatasi
agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak sewenang-wenang serta benar benar
untuk kepentingan rakyat. Kekuasan perlu dibatasi karena kekuasaan itu cenderung
untuk disalahgunakan. Seorang filsuf Inggris Lord Acton mengemukakan bahwa :
Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.

72
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak-hak dasar rakyat serta
kekuasaan yang terbatas itu, dituangkan ke dalam suatu aturan bernegara yang
umumnya disebut konstitusi (hukum dasar atau Undang-undang Dasar Negara).
Konstitusi atau Undang-undang Dasar Negara, mengatur dan menetapkan
kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan pemerintahan negara
berjalan efektif untuk kepentingan rakyat serta tercegah dari penyalahgunaan
kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa
kekuasaan pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak dasar rakyat tidak
dilanggar.

6.2 Konstitusionalisme, Negara Konstitusional dan Kekuasaan Negara Sebelum dan


Sesudah Amandemen UUD 1945
1. Konstitusionalisme
Arti Konstitualisme sudah dikemukakan di bagian sebelumnya. Namun perlu
diketahui bahwa tidak semua negara yang berdasar pada konstitusi memiliki sifat
konstitusionalisme. Dalam gagasan konstitusionalisme, Undang-undang Dasar
sebagai Lembaga, mempunyai fungsi khusus yaitu menentukan dan membatasi
kekuasaan di satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi warga negara. Jadi,
di dalam gagasan, ide, faham konstitusionalisme, isi dari konstitusi negara bercirikan
dua hal pokok, yaitu :
a. Konstitusi harus bisa membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, dan
b. Konstitusi menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negaranya.

Konstitusi atau Undang-undang Dasar dianggap sebagai perwujudan dari hukum


tertinggi yang harus ditaati oleh semua baik oleh para penguasa maupun rakyatnya.

2. Negara Konstitusional
Setiap negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar, namun tidak semua
negara memiliki Undang-undang Dasar. Inggris merupakan negara konstitusional,
meskipun tidak memiliki Undang-undang Dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas
berbagai aturan pokok yang timbul dan berkembang dalam sejarah bangsa tersebut.
Konstitusi Inggris tersebar dalam beberapa dokumen, seperti Magna Charta (1215),
Bill of Right (1689), dan Parliament Act (1911). Konstitusi dalam hal seperti ini

73
memiliki pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar. Pengertian
Undang-undang Dasar hanya meliputi Konstitusi Tertulis saja. Selain itu masih ada
yang disebut Konstitusi Tidak Tertulis (Konvensi) yang tidak tercakup dalam
Undang-undang Dasar.

Pemerintahan yang berdasarkan atas sistem Konstitusi (Hukum Dasar) tidak


bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan
bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi
yang dengan sendirinya juga dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perpu), dan lain-lain. Dengan
demikian, sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum. Dengan
landasan kedua sistem, yaitu sistem negara hukum dan sistem konstitusional,
diciptakan sistem mekanisme hubungan dan mekanisme hukum antar Lembaga-
lembaga negara yang akan dapat menjamin terlaksananya pencapaian cita-cita
nasional.

6.3 Kekuasaan Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen


1. Sistem kekuasaan negara tertinggi sebelum amandemen dinyatakan dalam
penjelasan Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut :

Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR (Majelis


Permusyawaratan Rakyat) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini
menetapkan Undang Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara
(Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi.
Sedangkan Presiden harus menjalankan Haluan Negara menurut Garis-garis Besar
yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, harus tunduk
dan bertanggungjawab kepada Majelis (sebagai Mandataris), Presiden wajib
menjalankan putusan-putusan Majelis.

74
Namun menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002, kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Hal ini berarti telah
terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara.

MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menurut Undang-undang Dasar 1945 hasil


Amandemen hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik
Presiden dan Wakil Presiden yang telah dipilih secara langsung oleh Rakyat, serta
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai masa jabatan atau apabila
melanggar Konstitusi. Kedudukan Presiden menjadi sejajar dengan atau berada
disamping MPR dan bukan berada di bawah MPR

2. Kekuasaan Presiden atau Kepala Negara Menurut UUD 1945.


a. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara Tertinggi di Samping Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan Amandemen
adalah di bawah MPR atau mandataris MPR. Artinya, Presiden ialah
Penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan
Pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggungjawab berada di tangan Presiden.
Berdasarkan hasil Amandemen, saat ini Presiden merupakan penyelenggara
Pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih
langsung oleh rakyat. Dengan demikian, Presiden bukan lagi sebagai Mandataris
MPR.
b. Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum dan sesudah Amandemen sama
menegaskan bahwa Presiden adalah DPR. Presiden harus mendapat persetujuan
DPR untuk membentuk Undang-undang dan untuk menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Presiden harus
bekerjasama dengan Dewan. Akan tetapi, Presiden tidak bertanggungjawab
kepada Dewan. Artinya, kedudukan Presiden tidak tergantung pada Dewan.

3. Kekuasaan Kepala Negara Tidak tak Terbatas.


Sistem ini tidak secara eksplisit dicantumkan dalam UUD 1945 hasil amandemen, dan
masih sesuai dengan penjelasan UUD 1945.

75
Menurut UUD 1945 hasil amandemen, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh
rakyat secara langsung. Dengan demikian, dalam sistem kekuasaan kelembagaan
negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR, akan tetapi sejajar dengan
DPR dan MPR. Hanya apabila Presiden melanggar Undang-undang dan Undang-
undang Dasar 1945, maka MPR dapat melakukan impeachment (proses penjatuhan
dakwaan terhadap seorang pejabat) atas usul DPR. Sidang impeachment dilakukan
oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun hasil pembuktianya, harus diserahkan kepada
MPR untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan benar.

Impeachment berasal dari kata to impeach mengandung dua definisi, yaitu


suatu dugaan dakwaan atau panggilan pertanggungjawaban. Jadi, impeachment adalah
proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi terhadap
seorang pejabat. Jika istilah tersebut disandingkan dengan presiden, maka tujuan hal
itu adalah proses pendakwaan terhadap dugaan perbuatan pelanggaran hukum yang
harus dipertanggungjawabkan oleh Presiden tersebut. Impeachment adalah proses
awal menuju pemakzulan atau turun tahta (Rizky Putra Zulkarnain, Jawa Pos, 2019).

Proses Impeachment tidak selalu diakhiri dengan pemakzulan. Apabila unsur


dugaan itu terbukti, maka hukumannya adalah “ removal from office” atau
pemakzulan Presiden dari jabatannya. Pemakzulan menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) berasal dari kata makzul yang berarti berhenti memegang jabatan
atau turun tahta. Hamdan Zoelva (2011) mengemukakan makzul berasal dari bahasa
Arab, azala yang berarti 1) isolate, set apart, separate, segregate, atau seclude, dan 2)
dismiss, discharge, recall, atau remove (from office).

Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, Presiden


bukan “diktator”. Artinya, kekuasaan Presiden tidak tak terbatas. Presiden tidak
dapat membubarkan DPR ataupun MPR, karena anggota DPR dan MPR adalah hasil
pilihan rakyat. Selain itu Presiden harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh
suara Dewan.

76
6.4 Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Menurut Penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang
berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat Negara Hukum
hanya dapat ditunjukkan apabila alat-alat perlengkapannya bertindak menurut dan terikat
kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang
dikuasai untuk mengadakan aturan-aturan itu.

Ciri-ciri Suatu Negara Hukum adalah :

a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam


bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan,
b. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak
memihak, dan
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat
difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

Pancasila sebagai Dasar Negara mencerminkan bahwa jiwa Bangsa Indonesia


harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya. Ketentuan ini
menunjukkan bahwa di Indonesia dijamin adanya perlindungan Hak-hak Asasi Manusia
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum, dan bukan atas kemauan seseorang yang
menjadi dasar kekuasaannya. Dengan demikian, menjadi suatu kewajiban bagi setiap
penyelenggara negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan
Pancasila yang selanjutnya melakukan Pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan.
Disamping itu sifat hukum yang berdasarkan Pancasila, hukum memiliki fungsi
pengayoman agar cita-cita luhur Bangsa Indonesia tercapai dan terpelihara. Namun
demikian, untuk menegakkan hukum demi keaslian dan kebenaran, perlu adanya
badan-badan Kehakiman yang kuat yang tidak mudah dipengaruhi oleh Lembaga-
lembaga lainnya.

Tugas Negara saat ini adalah mengembalikan peranan hukum, pembersihan


aparat penegak hukum, memperbaiki seluruh aturan hukum dan perundang-undangan
atas dasar Pancasila. Sebagai Negara Hukum Indonesia harus menjamin bahwa
Demokrasi dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dapat diwujudkan.

77
6.5 UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketentuan Diadakannya UU Dasar
Negara
1. UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945. Dalam Tata Susunan Peraturan Perundang-undangan Negara, UUD
1945 merupakan tempat yang tertinggi. Menurut jenjang norma hukum, UUD 1945
adalah Aturan Dasar / Pokok Negara yang berada di bawah Pancasila, sebagai norma
dasarnya.

UUD 1945 terdiri atas dua bagian, yaitu Pembukaan dan bagian Pasal-pasalnya
sesuai dengan hasil Amandemen UUD 1945 pasal 2 Aturan Tambahan Naskah UUD
1945. Bagian Pembukaan, pada umumnya, berisi pernyataan luhur dan cita-cita bagsa
Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian penting dalam Konstitusi
Negara, yang berisi empat Alinea sebagai pernyataan luhur Bangsa Indonesia. Selain
berisi pernyataan Kemerdekaan, Pembukaan UUD 1945 juga berisi cita-cita dan
keinginan bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu .. mencapai masyarakat yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Setiap alinea Pembukaan UUD 1945
memiliki makna dan cita-cita tersendiri, namun semuanya adalah sebagai satu
kesatuan.

Alinea pertama :

“… Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan


oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…”

Alinea pertama ini berisi pernyataan objektif adanya penjajahan terhadap


Indonesia. Kalimat selanjutnya adalah pernyataan subjektif yang menyatakan bahwa
penjajahan harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.

Adapula yang berpendapat bahwa dalam alinea pertama ini terkandung suatu
pengakuan tentang nilai “hak kodrat” yang tertulis dalam kalimat : “… bahwa
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa ...” yang artinya bukan hak individu saja.

78
Sifatnya sebagai hak kodrat, bermakna bersifat mutlak dan asasi. Sifatnya sebagai hak
kodrat, bermakna bersifat mutlak dan asasi dan hak tersebut merupakan hak moral
juga. Bagi penjajah yang merampas kemerdekaan bangsa lain harus memberikan hak
kemerdekaan yang merupakan wajib kodrat dan wajib moral, karena sifatnya yang
mutlak dan asasi tersebut. Pelanggaran atas hak kemerdekaan tersebut, tidak sesuai
dengan hakikat manusia (perikemanusiaan) dan hakikat adil (perikeadilan) dan
penjajahan itu harus dihapuskan.

Deklarasi kemerdekaan atas seluruh bangsa di dunia yang terkandung dalam


alinea pertama tersebut adalah merupakan suatu pernyataan yang bersifat universal.
Oleh karena itu, pernyataan tersebut merupakan prinsip bagi bangsa Indonesia dalam
pergaulan internasional dalam merealisasikan Hak Asasi Manusia sebagai individu
maupun sebagai mahluk sosial yaitu manusia dalam kesatuannya sebagai sebuah
bangsa.

Alinea kedua :

”...dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa, mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur…”

Alinea ini berisi pernyataan bahwa perjuangan yang telah dilakukan oleh bangsa
Indonesia telah mampu menghasilkan kemerdekaan, yang bebas dari penjajah. Akan
tetapi, kemerdekaan bukanlah suatu tujuan akhir perjuangan. Kemerdekaan adalah
jembatan menuju terwujudnya masyarakat yang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Hal inilah yang harus tetap diperjuangkan dan hal ini menjadi tugas generasi saat ini
untuk memperjuangkannya.

Pengertian negara yang merdeka adalah negara yang bebas dari kekuasaan
bangsa lain, dapat menentukan nasibnya sendiri. Artinya, Indonesia menjadi suatu
bangsa dan negara yang bebas dari kekuasaan dan campur tangan bangsa lain.

79
Alinea ketiga :

“… Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakanb dengan ini kemerdekaannya…”

Alinea ini mengandung makna bahwa adanya motivasi spiritual bangsa


Indonesia. Artinya, kemerdekaan Indonesia diyakini bukan hanya sebagai hasil
perjuangan dan keinginan luhur bangsa semata, akan tetapi juga atas berkat Rakhmat
Allah Yang Maha Kuasa.

Pernyataan Proklamasi pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, menunjukkan


bahwa antara Pembukaan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu
kesatuan. Namun, Proklamasi 17 Agustus 1945 perlu diikuti dengan suatu tindak
lanjut, yaitu membentuk negara dan dalam hal ini dirinci dalam Pembukaan UUD
1945. Pernyataan Proklamasi yang tercantum dalam alinea ketiga tidak bisa
dilepaskan dari pernyataan pada alinea kesatu dan kedua, sehingga alinea ketiga
merupakan titik kulminasi yang pada akhirnya dilanjutkan pada alinea keempat, yaitu
tentang pendirian negara Indonesia.

Pengakuan nilai religius dalam pernyataan “… Atas berkat Rahmat Allah Yang
Maha Kuasa …” mengandung makna, bahwa negara Indonesia mengakui nilai-nilai
religius bahkan merupakan suatu Dasar Negara (Sila pertama) sehingga
konsekuensinya merupakan dasar dari hukum positif negara maupun dasar moral
negara. Secara filosofis bangsa Indonesia mengakui, bahwa manusia adalah mahluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga kemerdekaan dan negara Indonesia
disamping merupakan hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia adalah rahmat
dari Allah Yang Maha Kuasa.

Pengakuan nilai moral yang terkandung dalam pernyataan “… didorongkan oleh


keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas ...”. Hal ini
mengandung makna bahwa negara dan bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai moral
dan hak-hak kodrat untuk segala bangsa. Demikian pula, nilai-nilai moral dan nilai
kodrat merupakan asas bagi kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Kalimat
“…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya…” merupakan

80
pernyataan kembali Proklamasi, dimaksudkan sebagai penegasan dan rincian lebih
lanjut dari naskah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Alinea keempat.

“… Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada KeTuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Setelah dalam alinea pertama, kedua dan ketiga dijelaskan tentang alasan dasar,
serta hubungan langsung dengan kemerdekaan, maka dalam alinea keempat sebagai
kelanjutan berdirinya negara Republik Indonesia, dirinci lebih lanjut tentang prinsip-
prinsip serta pokok-pokok kaidah pembentukan pemerintahan negara Indonesia
seperti dalam kalimat “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia…”. Hal ini dimaksudkan dalam pengertian sebagai
penyelenggara keseluruhan aspek kegiatan negara dan segala kelengkapannya.

Pembukaan UUD 1945 mengandung Pokok-Pokok Pikiran yang Merupakan


Pancaran dari Pancasila dan Prinsip-prinsip Kenegaraan, yaitu :

a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan,
b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
c. Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas asas kerakyatan dan
permusyaratan/perwakilan, dan
d. Negara berdasar atas KeTuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.

81
Dalam alinea keempat terkandung tujuan negara yaitu tujuan khusus dan tujuan
umum :

a. Tujuan khusus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah darah
Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
.. Realisasi dari tujuan khusus ini berhubungan dengan politik dalam negeri
Indonesia
b. Tujuan umumnya adalah “…dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Artinya,
realisasi tujuan umum ini berhubungan dengan politik luar negeri Indonesia, yaitu
di antara bangsa-bangsa di dunia ikut melaksanakan suatu ketertiban dunia yang
berdasarkan pada prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2. Ketentuan Diadakannya Undang-undang Dasar Negara

“... Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu


Undang-undang Dasar Negara Indonesia …”

Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum. Negara yang bersifat Konstitusional. Adalah suatu keharusan bagi negara
Indonesia untuk mengadakan Undang-undang Dasar Negara dan ketentuan ini yang
merupakan sumber hukum bagi adanya Undang-Undang Dasar 1945.

6.6 Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan


1. Bentuk Negara
“… yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat …”

Dalam anak kalimat ini dinyatakan bahwa bentuk negara Indonesia adalah
Republik yang berkedaulatan rakyat. Negara adalah dari, oleh, dan untuk rakyat.
Dengan demikian maka hal ini merupakan suatu norma dasar negara bahwa
kekuasaan adalah di tangan rakyat.

82
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan negara Indonesia, adalah kesatuan
bukan serikat atau federasi. Dasar penetapan ini tertuang dalam pasal 1 ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan “…Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik…”

Negara kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal, suatu bentuk negara
yang tidak terdiri atas negara-negara bagian atau negara yang di dalamnya tidak
terdapat daerah yang bersifat negara. Di dalam negara kesatuan kekuasaan mengatur
seluruh daerahnya ada di tangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat inilah yang pada
tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu yang terjadi di dalam
negara. Dalam negara kesatuan hanya terdapat seorang Kepala Negara, satu UUD
negara yang berlaku untuk seluruh warga negaranya, satu Kepala Pemerintahan dan
satu Parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).

Pemerintah dalam negara kesatuan memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh


urusan pemerintahan dalam negara tersebut. Dalam praktiknya, kekuasaan untuk
mengatur seluruh urusan pemerintahan negara tersebut dapat dijalankan melalui dua
asas, yaitu dengan asas sentralisasi dan asas desentralisasi. Negara kesatuan dengan
asas sentralisasi artinya kekuasaan pemerintahan itu dipusatkan pada pemerintah
pusat. Pemerintah pusat mengatur dan mengurus segala urusan pemerintahan di
seluruh wilayah negara itu. Dalam negara kesatuan dengan asas desentralisasi
terdapat kekuasaan yang melepas dan menjauh dari kekuasaan yang ada di pusat.
Kekuasaan itu berada di daerah. Negara kesatuan dengan asas desentralisasi
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah yang ada di wilayah negara
tersebut. Daerah tersebut menjadi otonom. Artinya, daerah memiliki kekuasaan dan
wewenang sendiri untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut.

Negara Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam


penyelenggaraan kekuasaannya. Hal ini tertuang pada pasal 18 UUD 1945, yang
berbunyi :
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan
daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi,

83
Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
b. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
c. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
d. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis melalui
pemilihan umum.
e. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan
Pemerintah Pusat antara lain adalah urusan Agama, Luar Negeri dan Pertahanan
dan Keamanan Negara.
f. Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah (Perda) dan
Peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
g. Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di atur dalam
Undang-undang.

2. Bentuk Pemerintah
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk Pemerintahan Indonesia adalah
Republik, bukan Monarki atau Kerajaan. Dasar penetapan ini tertuang dalam
pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “…Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik…”

Berdasarkan pasal tersebut, Kesatuan adalah bentuk Negara sedangkan


Republik adalah bentuk Pemerintahan

Secara teoretis ada dua klasifikasi bentuk Pemerintahan di Era Modern, yaitu
Republik dan Monarki atau Kerajaan. Perbedaan ini didasarkan pada cara penunjukan
dan pengangkatan Kepala Negara. Bentuk Pemerintahan Republik, apabila
pengangkatan Kepala Negara melalui pemilihan, sedangkan Kerajaan, pengangkatan
Kepala Negara melalui pewarisan sacara turun menurun.

84
Bentuk Negara Indonesia pernah mengalami perubahan yaitu dari Negara
Kesatuan menjadi Negara Serikat, yang terjadi antara Desember 1949 sampai dengan
Agustus 1950. Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa bentuk Negara-nya adalah
Kesatuan dan bentuk Pemerintahannya adalah Republik. Hal ini telah dituangkan
dalam pasal 37 ayat (5) naskah UUD 1945 hasil amandemen ke empat yang
menyatakan khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.

6.7 Ciri-ciri Sistem Parlementer, Pemerintahan Presidentil, Kelebihan dan


Kekurangan Pemerintahan Presidentil
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, Indonesia menganut sistem
Pemerintahan Presidentil. Secara teoritis sistem Pemerintahan dibagi ke dalam dua
klasifikasi, yaitu sistem Pemerintahan Parlementer dan sistem Pemerintahan Presidentil.
Klasifikasi ini didasarkan atas hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Sistem Pemerintahan disebut Parlementer, apabila ada eksekutif sebagai pelaksana
kekuasaan mendapat pengawasan langsung dari Badan Legislatif. Sedangkan sistem
Pemerintahan disebut Presidentiil, apabila Badan Eksekutif berada di luar pengawasan
langsung Badan Legislatif.

Sistem Parlementer memiliki sejumlah ciri. Ciri-ciri yang dimaksud adalah


sebagai berikut.
a. Badan Legislatif atau Parlemen adalah satu-satunya Badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum. Parlemen memiliki kekuasaan
besar sebagai Badan Perwakilan dan Lembaga Legislatif
b. Anggota Parlemen terdiri atas orang-orang dari Partai Politik yang memenangkan
Pemilihan Umum. Partai Politik yang menang dalam Pemilihan Umum memiliki
peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di Parlemen.
c. Pemerintah atau Kabinet terdiri atas para Menteri dan Perdana Menteri sebagai
pemimpin Kabinet. Perdana Menteri dipilih oleh Parlemen untuk melaksanakan
kekuasaan Eksekutif. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif berada pada Perdana
Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.

85
d. Kabinet bertanggungjawab kepada Parlemen dan dapat bertahan selama mendapat
dukungan mayoritas anggota Parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu
parlemen dapat menjatuhkan Kabinet apabila mayoritas anggota Parlemen
menyampaikan mosi tidak percaya kepada Kabinet.
e. Kepala Negara tidak sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Negara
adalah Presiden, namun Kepala Negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan.
Presiden atau Raja hanya sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
f. Sebagai imbangan, Kepala Negara dapat membubarkan Parlemen. Dengan
demikian maka Presiden atau Raja atas saran Perdana Menteri dapat membubarkan
Parlemen, selanjutnya diadakan kembali Pemilihan Umum untuk membentuk
Parlemen baru.

Dalam sistem pemerintahan Presidentil, Badan Eksekutif dan Legislatif


memiliki kedudukan yang independen. Kedua Badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung seperti dalam sisten Pemerintahan Parlementer. Kedua badan tersebut
dipilih oleh Rakyat secara terpisah.

Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah ciri. Ciri-ciri yang


dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Penyelenggara negara berada di tangan Presiden. Presiden adalah Kepala Negara
dan sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh Parlemen
tetapi dipilih langsung oleh Rakyat.
b. Kabinet (Dewan Menteri) dibentuk oleh Presiden. Kabinet bertanggungjawab
kepada Presiden dan tidak kepada Parlemen (Legislatif).
c. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Parlemen, karena Presiden tidak dipilih
oleh Parlemen tetapi oleh Rakyat secara langsung.
d. Presiden tidak dapat membubarkan Parlemen karena anggota Parlemen dipilih
oleh Rakyat secara langsung dalam Pemilihan Umum.
e. Parlemen memiliki kekuasaan Legislatif dan sebagai Lembaga Perwakilan.
Anggota Parlemen dipilih oleh Rakyat.
f. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung Parlemen.

86
Berdasarkan uraian di atas, sistem Pemerintahan berkaitan dengan keberadaan
Lembaga Eksekutif dan Legislatif serta hubungan antara kedua Lembaga tersebut.
Secara teoretis sistem Pemerintahan Presidentil memiliki kelebihan dan kelemahan.

a. Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah kelebihan, yaitu :


1) Badan Eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung kepada
Parlemen,
2) Masa jabatan Badan Eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu (masa
jabatan Presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya dalam dua
kali masa jabatan),
3) Penyusunan Program Kerja Kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu
masa jabatannya, dan
4) Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan eksekutif.
b. Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah kekurangan, yaitu :

1) Kekuasaan Eksekutif di luar pengawasan langsung Legislatif, sehingga dapat


menciptakan kekuasaan mutlak,

2) Sistem pertanggungjawabannya kurang jelas, dan

3) Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar menawar antara


Eksekutif dan Legislatif, sehingga akan terjedi keputusan tidak tegas dan
memakan banyak waktu lama.

Untuk meminimalkan atau mencegah kekuasaan Presiden agar tidak


cenderung mutlak, diadakan pengawasan atas kekuasaan Presiden serta penguatan
Lembaga DPR (Parlemen) sehingga mengimbangi kekuasaan Presiden. Untuk itu, ada
ketentuan yang telah dituangkan dalam UUD 1945, seperti :

a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR, apabila
Presiden telah melanggar UUD dan melakukan tindak pidana korupsi,
b. Dalam mengangkat pejabat negara, Presiden harus berkonsultasi atau meminta
pertimbangan dan atau persetujuan DPR,
c. Dalam mengeluarkan kebijakan tertentu, Presiden perlu pertimbangan dan atau
persetujuan DPR, Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi,

87
d. Parlemen (DPR) diberi kekuasaan lebih besar dalam hal membentuk Undang-
undang (meskipun DPR juga perlu berkonsultasi dengan Presiden) dan hak
budget (anggaran), dan
e. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki hak Yudicial Review
(Peninjauan Perundang-undangan).
Dengan adanya mekanisme tersebut, antar Lembaga negara akan terjadi saling
mengendalikan dan mengimbangi, sehingga kekuasaan suatu Lembaga negara tidak
berada di atas kekuasaan Lembaga lainnya. Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah
Check and Balances (Pengendalian dan Perimbangan). Sistem Politik yang dianut
Indonesia adalah sistem Demokrasi, sesuai pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :
“…Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar…”.

6.8 Dasar Filsafat Negara dan Tujuan Pembukaan UUD 1945


1. Dasar Filsafat Negara
“…Dengan berdasar kepada KeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

2. Tujuan Pembukaan UUD 1945 :


a. Alinea pertama : Untuk mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan
kemerdekaan sudah selayaknya, karena berdasarkan atas hak kodrat yang bersifat
mutlak dari moral bangsa Indonesia untuk merdeka.
b. Alinea kedua : untuk menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang ingin dicapai
dengan kemerdekaan, yaitu terpeliharanya secara sungguh-sungguh kemerdekaan
dan kedaulatan negara, kesatuan bangsa, negara dan daerah atas keadilan hukum
dan moral bagi diri sendiri dan pihak lain serta kemakmuran bersama yang
berkeadilan.
c. Alinea ketiga : Untuk menegaskan bahwa Proklamasi Kemerdekaan menjadi
permulaan dan dasar hidup kebangsaan bagi seluruh orang Indonesia yang luhur
dan suci dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

88
d. Alinea keempat : Untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan
dasar-dasar tertentu yang tercantum adalah alinea keempat Pembukaan UUD
1945 sebagai ketentuan, pedoman dan pegangan yang tetap dan praktis yaitu
dalam realisasi hidup bersama dalam suatu negara yang berdasarkan Pancasila.

Alinea keempat ini merupakan tindak lanjut dari alinea sebelumnya


Isi yang terkandung dalam alinea keempat ini merupakan konsekuensi logis atas
kemerdekaan, yaitu meliputi pembentukan pemerintahan negara yang meliputi
empat prinsip negara yaitu :
1) Tentang Tujuan Negara,
2) Tentang hal diadakannya UUD Negara,
3) Tentang hal Bentuk Negara, dan
4) Tentang Dasar Filsafat Negara
Semua hal tersebut telah diuraikan di atas.

89

Anda mungkin juga menyukai