Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Pengertian Pneumothoraks
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma, (British Thoracic Society 2003).

2.1.1 Etiologi/ Penyebab


1. Spontan
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Pneumotoraks
spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan
Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya
disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang
tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan
Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
2. Luka Tusuk Dada
3. Barotrauma Pada Paru

2.1.2 Tanda dan Gejala


 Sesak napas tiba-tiba
 Napas pendek
 Batuk kering
 Sianosis, dan
 nyeri dada, punggung dan lengan merupakan gejala utama.

2.2 Pengertian Tension Pneumothoraks

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan penimbunan udara di ikuti


peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga
paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara
alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan,
kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil
yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension
pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena
perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x
dada. (Pneumothoraks, Albert. C.S./Journal of Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)
2.3 Anatomi Fisiologi
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
1) Depan : Sternum dan tulang iga.
2) Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
3) Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4) Bawah : Diafragma
5) Atas : Dasar leher.
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus
pleuranya. Mediastinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens,
duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar
kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

2.4 Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena
iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut :
1) Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral
atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak
menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2) Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya
vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3) Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke
Tension Pneumotoraks.
4) Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5) Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks.

2.5  Tanda Dan Gejala


Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
 Ada jejas pada thorak
 Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
 Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
 Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
 Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
 Penurunan tekanan darah

2.6  Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme
check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada
saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara
di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau
tidak akan berakibat fatal.

3.1 Pengkajian
3.1.1  Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2   Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow
Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks,
biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
3. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong,
misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh
penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali
tidak bereaksi pada rangsang nyeri.

3.1.3   Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus
didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka
dapat digolongkan P1 (Emergency).

3.1.4    Primary Survey
1. Airway
a. Assessment :
1)Perhatikan patensi airway
2) Dengar suara napas
3)Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b. Management
1)Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan ja
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
2)Re-posisi kepala, pasang collar-neck
2. Breathing
a. Assesment
1) Periksa frekwensi napas
2) Perhatikan gerakan respirasi
3) Palpasi toraks
4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
1) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa tekanan darah
3) Pemeriksaan pulse oxymetri
4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2) Torakotomi emergency bila diperlukan
3) Operasi Eksplorasi vaskular emergency

3.1.5    Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S: Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada thorak,
Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan
krepitasi pada saat palpasi
A: Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M: Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan
yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P : Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L: Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E: Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang
kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop,
nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda
homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan
udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam
atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas
menurun/ hilang
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

3.1.6   Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut:
P: Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q: Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri
dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R: Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri
doarasakan.
S: Skala
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik
ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau
kualitas nyeri.
T: Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus
menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.

3.1.7        Pemeriksaan Diagnostik


1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
4. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

3.2   Diagnosa Keperawatan


1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan
kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan
pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan
keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman
pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang menerima
informasi ditandai dengan kurang menerima informasi, mengekspresikan
masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.
4. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Anda mungkin juga menyukai