1 Pengertian Pneumothoraks
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma, (British Thoracic Society 2003).
2.4 Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena
iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut :
1) Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral
atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak
menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2) Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya
vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3) Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke
Tension Pneumotoraks.
4) Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5) Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks.
2.6 Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme
check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada
saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara
di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau
tidak akan berakibat fatal.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2 Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow
Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks,
biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1. A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
3. P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong,
misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh
penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali
tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3.1.3 Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus
didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka
dapat digolongkan P1 (Emergency).
3.1.4 Primary Survey
1. Airway
a. Assessment :
1)Perhatikan patensi airway
2) Dengar suara napas
3)Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b. Management
1)Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan ja
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
2)Re-posisi kepala, pasang collar-neck
2. Breathing
a. Assesment
1) Periksa frekwensi napas
2) Perhatikan gerakan respirasi
3) Palpasi toraks
4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
1) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa tekanan darah
3) Pemeriksaan pulse oxymetri
4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2) Torakotomi emergency bila diperlukan
3) Operasi Eksplorasi vaskular emergency
3.1.5 Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S: Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada thorak,
Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan
krepitasi pada saat palpasi
A: Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M: Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan
yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
P : Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L: Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E: Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang
kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop,
nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda
homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan
udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam
atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas
menurun/ hilang
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1.6 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut:
P: Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q: Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri
dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R: Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri
doarasakan.
S: Skala
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik
ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau
kualitas nyeri.
T: Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus
menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.