Diabetes yang terus dibiarkan tanpa pengobatan lama-lama menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan peningkatan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Penumpukan lemak
ini dapat meningkatkan risiko pembuluh darah menyempit karena tersumbat hingga akhirnya
mengeras. Kondisi ini disebut aterosklerosis. Aliran darah yang kencang dari jantung jadi
terhambat karema tidak semuanya bisa melewati pembuluh yang sempit. Akibatnya, jantung
harus bekerja lebih keras lagi untuk memompa darah. Inilah yang menyebabkan tekanan darah
lama-lama meningkat kalau Anda punya diabetes.
Efek resistensi insulin akibat diabetes itu sendiri juga dapat menyebabkan hipertensi. Resistensi
insulin membuat tubuh tidak merespon hormon insulin dengan baik, sehingga gagal menyerap
gula dalam darah (glukosa) untuk dijadikan energi atau simpanan lemak. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan lemak tubuh. Penumpukan lemak dalam tubuh bisa mengganggu
kerja sistem saraf, termasuk sinyal yang mengatur tekanan darah.
Selain itu, resistensi insulin memicu ketidakseimbangan kadar garam dan kalium yang
menyebabkan peningkatan volume cairan tubuh. Hal ini juga dapat menyebabkan penyempitan
arteri, yang lama-lama menaikkan tekanan darah hingga berisiko hipertensi.
Peningkatan kadar gula darah yang tidak terkendali pada diabetesi dapat berpotensi bahaya,
termasuk kerusakan pembuluh darah kapiler. Kerusakan kapiler bisa mengganggu kerja ginjal
untuk mengatur tekanan darah, yang mana akan meningkatkan risiko seseorang terkena
hipertensi.
Di sisi lain, orang yang punya tekanan darah tinggi juga dapat berisiko mengalami diabetes
karena peningkatan tensi bisa memengaruhi produksi insulin dari pankreas. Kerusakan pankreas
dan hormon insulin yang tidak bekerja dengan baik dapat membuat tubuh menghasilkan lebih
banyak gula darah. Peningkatan gula darah berlebihan berisiko menimbulkan gejala diabetes.
Terapi penderita Diabetes dengan Hipertensi
Neurofatik Diabetik
setiap ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Nefron adalah struktur terkecil yang menyaring sisa
kotoran dari darah Anda. Diabetes dapat menyebabkan nefron menebal dan menimbulkan bekas
luka. Akibatnya, kemampuan nefron untuk menyaring sisa kotoran dan mengeluarkan cairan dari
tubuh pun menurun. Hal itu dapat mengakibatkan bocornya sejenis protein yang disebut albumin
dalam urin Anda, yang menyebabkan nefropati diabetik.
Alasan tepat mengenai kenapa hal ini terjadi pada orang dengan diabetes tidak diketahui. Akan
tetapi kadar gula darah yang tidak stabil dan tekanan darah tinggi terbukti dapat memicu
nefropati diabetik. Kadar gula atau tekanan darah yang terus-menerus tinggi adalah dua hal yang
dapat merusak ginjal, membuat ginjal tidak dapat menyaring sisa kotoran dan membuang air dari
tubuh
Kelelahan
Perasaan tidak enak badan secara keseluruhan
Kehilangan selera makan
Sakit kepala
Kulit gatal dan kering
Mual atau muntah
Pembengkakan lengan dan kakiTe
1. Stress oksidatif
Stress oksidatif adalah keadaan di mana kebutuhan makanan sel tubuh tidak terpenuhi, kemudian
timbul kelaparan. Kondisi hiperglikemi atau kadar gula darah tinggi yang terjadi pada penderita
dapat menyebabkan sel-sel tubuh kelaparan. Saat tubuh mengalami resistensi insulin (diabetes
tipe 2) atau tidak cukup insulin (diabetes tipe 1), gula yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat
diolah menjadi simpanan diotot oleh insulin. Jika hal ini terus-menerus terjadi, maka akan
mengakibatkan hiperglikemik kronis. Gula yang dibutuhkan sel untuk dijadikan bahan bakar
tidak dapat disalurkan, sehingga sel-sel tersebut mengalami kelaparan, yang akan berujung pada
kerusakan sel lalu kematian sel.
Ketika sel-sel mati, maka jaringan tubuh yang membentuk berbagai organ akan terganggu,
termasuk pada jantung. Saat ada sebagian jaringan jantung rusak dan tidak dapat melakukan
fungsinya dengan baik, maka jaringan jantung lainnya akan bekerja lebih keras untuk
mempertahankan fungsinya. Hal ini akan menimbulkan kelelahan pada jantung dan jika terus
terjadi, jantung akan berhenti untuk melakukan fungsinya dan terjadilah gagal jantung.
2. Aterosklerosis
Insulin memiliki berbagai dampak pada jaringan tubuh. Dampak yang ditimbulkan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk obesitas dan akumulasi lemak yang ada pada bagian
perut atau abdomen. Ketika diabetes tipe 2 terjadi, tubuh menjadi tidak peka dengan hormon
insulin yang diproduksi dan mengakibatkan resistensi insulin. Resistensi insulin yang terjadi
berulang-uang dapat menyebabkan inflamasi pada jaringan tubuh. Semakin banyaknya gula yang
masuk, tubuh semakin resisten terhadap insulin, kemudian menyebabkan inflamasi yang terjadi
semakin parah. Padahal, inflamasi tersebutlah yang memicu gagal jantung pada penderita
diabetes. Sel-sel inflamasi akan memenuhi pembuluh darah, yang semakin lama akan semakin
menutupi pembuluh darah dan berakhir pada aterosklerosis yang dapat meningkatkan risiko
gagal jantung.
3. Hipertrigliserida
Pada penderita diabetes, dalam pembuluh darahnya tidak hanya mengandung kadar gula yang
tinggi, namun cenderung memiliki tingkat trigliserida yang tinggi pula. Hipertrigliserida yang
terjadi pada penderita diabetes terjadi karena insulin juga memiliki peran untuk mengatur kadar
lemak dalam tubuh. Ketika tubuh resisten terhadap insulin, fungsi insulin pun terganggu dan
membuat kadar lemak dalam darah tidak terkontrol.
Hipertrigliserida dapat menyebabkan kolesterol jahat dalam tubuh meningkat dan kolesterol baik
menurun. Jika keadaan ini terjadi terus-menerus maka akan terjadi aterosklerosis atau
penumpukan lemak dalam pembuluh darah. Aterosklerosis yang terjadi pada tubuh
menyebabkan tekanan darah meningkat dan mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk
memompa darah. Jantung yang terus bekerja keras akan mengalami kelelahan dan berhenti
bekerja pada satu waktu.
Jika merasakan beberapa gejala di atas, segera berkonsultasi dengan dokter. Sebab, ketoasidosis
diabetik yang tidak ditangani bisa berakibat fatal.
Pemeriksaan fisik.
Tes darah untuk mengetahui kadar gula darah, kadar keton, dan tingkat keasaman darah
(analisis gas darah), dan elektrolit darah.
Tes urine untuk melihat kadar keton urin dan kemungkinan infeksi saluran kemih.
Rontgen dada untuk melihat kemungkinan pneumonia.
Tes elektrokardiografi (EKG) untuk merekam aktivitas listrik jantung.
Pengobatan dan Komplikasi Ketoasidosis Diabetik
Untuk mengobati ketoasidosis diabetik, dokter akan menilai separah apa gejala yang dirasakan
penderita dan pengaobatan yang dilakukan sesuai dengan tingkat keparahannya. Biasanya
penderita akan ditangani dengan kombinasi dari tiga jenis pengobatan di bawah ini:
Namun disisi lain, pengobatan tersebut dapat menimbulkan komplikasi terhadap penderita.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat pengobatan dari ketoasidosis diabetik adalah:
Walaupun bukan komplikasi utama, penurunan densitas tulang sering dialami penderita DM,
bahkan dapat terjadi fraktur. Penurunan masa tulang bersama sama dengan onset DM, namun
patogenesisnya masih belum jelas, ada dugaan diakibatkan defisiensi insulin, terbuangnya
kalsium pada saat glikosuria, atau peningkatan resorpsi karena sebab lainnya. Pada diabetes
mellitus tipe 1, telah diamati dalam beberapa penelitian ternyata didapatkan gambaran radiologis
pada tulang padat terdapat penipisan struktur tulang. Hal ini diduga disebabkan akibat kontrol
gula darah yang buruk. Tetapi dalam penelitian yang lebih besar tidak ditemukan hubungan
kejadian fraktur dengan DM tipe 1. Ketidaksesuaian ini disebabkan adanya perbedaan antara
pemeriksaan densitas tulang dengan tempat terjadinya fraktur. Pengukuran dengan densitometri
ternyata tidak adekuat pada penderita DM tipe 1 disebabkan adanya perbedaan/perubahan berat
badan, sedangkan pada penderita dengan resiko tinggi terhadap fraktur biasa terjadi pada tulang
berongga biasanya pada penderita dengan neurapati perifer, yaitu pada pergelangan kaki. Pada
DM tipe 2, densitas tulang pada wanita tidak terjadi penurunan. Hal ini disebabkan pembentukan
massa tulang yang lebih dari pada normal, yang berhubungan dengan peningkatan Indeks massa
tubuh pada DM tipe 2. Beberapa penelitian menduga hal tersebut karena penderita dalam
keadaan obese, mungkin juga adanya kadar estrogen dan amylin yang lebih tinggi pada
menopause.
Pengobatan
Dalam penatalaksaan osteoporosis baik pada penderita diabetes maupun non diabetes tetap
berdasarkan patogenesis osteoporosis. Walaupun masih belum dapat dijelaskan secara
keseluruhan patogenesis osteoporosis pada diabetes mellitus, tetapi pengelolaan Osteoporosis
hampir sama dengan pada penderita non-diabetik (gambar 2), disertai pengelolaan diabetesnya
dengan kontrol yang baik, yaitu kadar gula darah dan berat badan dalam keadaan normal. Obat
yang paling banyak digunakan adalah antiresorptif, termasuk estrogen, biphosphonat, calcitonin,
SERMs (selective estrogen receptor modulator), biphosphonate, kalsitonin, strontium dan yang
termasuk dalam kelompok perangsang formasi tulang (bone forming agent) adalah : kalsium,
vitamin D, thiazide, garam flourida, hormon paratiroid (PTH), anabolik steroid dan statin.
Beberapa obat-obatan dalam tatalaksana osteoporosis adalah :
Hormon seks : Hormon seks pada wanita seperti estrogen, SERMs, ipriflavone ataupun
tibolone, sedangkan pada pria, androgen. Testosteron berperan dalam pertumbuhan tulang,
sedang estrogen berperan dalam membatasi pertumbuhan tulang. Seperti halnya pada defisiensi
estrogen, defisiensi androgen juga mengakibatkan bone loss dengan cara merangsang osteoklas
untuk resorpsi tulang. Sampai saat ini informasi terapi sulih estrogen pada fraktur vertebra sangat
terbatas. Walaupun demikian penelitian pada 75 wanita menopause dengan osteoporosis yang
mendapat terapi estrogen transdermal, didapatkan penurunan relative risk 0,39 dibanding tidak
diobati dan terjadi peningkatan densitas tulang lumbal sebesar 5,1 %, dan menurunkan
remodelling tulang. Dan pada penelitian kohort, mendapatkan terapi sulih estrogen ini sebagai
terapi preventif osteoporosis.
Biphosphonat : Biphosphonat adalah analog pyrophosphate yang stabil, mempunyai
Mekanisme pasti belum begitu jelas, tetapi diduga mempengaruhi osteoklas atau prekusornya
sehingga terjadi peningkatan sel sel mati, pada akhirnya terjadi penurunan resorpsi tulang.
Beberapa biphosphonat dapat mempengaruhi : aktivasi prekursor osteoklas, diferensiasi
prekursor osteoklas menjadi osteoklas matang, khemotaksis, perlekatan osteoklas pada tulang
dan apoptosis osteoklas. Disamping itu biphosphonat mempunyai efek secara tidak langsung
terhadap osteoklas, yaitu dengan cara merangsang osteoblas untuk menghasilkan zat yang dapat
menghambat kerja osteoklas dan menurunkan kadar stimulator osteoklas. Dengan demikian
Bisphosphonate menyebabkan peningkatan densitas tulang dan penurunan fraktur tulang.
Preparat yang dianjurkan untuk terapi pencegahan hilangnya massa tulang adalah clodronate,
pamidronate, tiludronate, risedronate, and ibandronate, sedangkan pada penderita yang telah
terjadi fraktur dapat digunakan etidronate dan alendronate. Dosis untuk kasus osteoporosis :
etidronat 400 mg/hari selama 2 minggu, dilanjutkan dosis rendah sebagai terapi intermiten
disertai pemberian 500 mg kalsium selama 76 hari selama 11 bulan. Alendronat 10 mg/hari yang
diberikan secara terus-menerus sebagai terapi pada wanita menopause akan meningkatkan
densitas tulang lumbal sebesar 8.8% dan 5,9% pada tulang leher selama 3 tahun pemberian serta
dapat menurunkan angka fraktur spinal dan nonvertebra sebesar 40%-50%.
Kalsitonin : Kalsitonin adalah asam amino 32 peptida diproduksi oleh sel C kelenjar
tiroid dan dihasilkan apabila terjadi penurunan resorpsi tulang, oleh sebab itu bekerja hanya pada
keadaan dimana kadar kalsium dalam darah meningkat seperti pada penderita osteoporosis dan
bukan pada orang keadaan normal. Kalsitonin juga dapat menghambat kelebihan kadar kalsium
dalam darah sesudah seseorang yang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan mampu
melindungi badan terhadap kehilangan cadangan kalsium tubuh, misalnya pada kehamilan,
menyusui, masa pertumbuhan dan intake kalsium yang rendah. Disamping itu pada osteoklast
terdapat reseptor calsitonin dan secara cepat calsitonin akan menghambat aksi osteoklas. Salmon
atau human calsitonin diberikan secara subkutan dengan dosis 100 IU perhari, akan
meningkatkan densitas tulang dan menurunkan fraktur vertebra. Dengan cara pemberian
intaranasal dengan dosis tudak kurang dari 200 IU perhari ternyata tidak memberikan hasil yang
baik pada wanita tua dengan fraktur vertebra.
Kalsium dan Vitamin D : Salah satu kegunaan kalsium dalam tubuh adalah untuk proses
mineralisasi tulang dan juga berfungsi sebagai anti resorptive agent dengan cara meningkatkan
kadar kalsium dalam darah dan menekan kadar hormon paratiroid. Berbagai penelitian telah
membuktikan adanya penambahan densitas tulang pada pemberian kalsium. Dosis yang
dianjurkan adalah antara 1.000 – 1.500 mg/hari. Pemberian vitamin D sebanyak 17,5 µg/hari
selama 2 tahun dapat menghambat penurunan densitas tulang panggul dan kaput femuris.
Kalsitriol : Kalsitriol adalah salah satu hasil metabolit vitamin D atau 1,25
dihydroxyvitamin D suatu bentuk aktif dari vitamin D dan dipakai dalam pengobatan
osteoporosis, menurunkan absorbsi kalsium dan mungkin mempunyai efek langsung pada sel
tulang oleh karena itu pemberian kalsitriol pada penderita osteoporosis rasional terutama pada
penderita lansia.
Hormon paratiroid (PTH) : Dengan pemberian PTH akan meningkatkan biokimiawi
pada proses formasi dan resorpsi tulang sehingga bertindak sebagai pengatur lalu lintas kalsium
dan fosfat melalui membran sel tulang dan ginjal serta akan mengakibatkan peningkatan kadar
kalsium dan penurunan kadar fosfat dalam serum. Pada pemberian PTH injeksi setiap hari
merangsang pembentukan tulang. Pemberian selama 2 tahun, ternyata terjadi peningkatan
densitas tulang vertebra, tetapi pada tulang leher tidak terjadi. Walaupun demikian sampai saat
ini efek PTH terhadap insidensi fraktur belum diketahui.
Anabolik steroid : Anabolik steroid telah lama dipakai untuk pengobatan osteoporosis
pada wanita post menopause dan ternyata terapi ini dapat meningkatkan densitas tulang yang
diduga melalui mekanisme merangsang pembentukan tulang. Akan tetapi marka biokimia
tentang adanya proses pembentukan tulang tidak ditemukan, dengan demikian keadaan ini tidak
menyokong hipotesa tersebut. Bekerjanya anabolik steroid ternyata primer pada penurunan bone
turnover. Apabila anabolik steroid diberikan pada wanita, untuk mengurangi efek samping obat
pemberiannya dianjurkan secara intermiten selama 6-9 bulan.
Raloxifene : Raloxifene merupakan formulasi kombinasi agonis estrogen dan antagonist
estrogen dan mempunyai sifat selektif terhadap modulator reseptor. Pada menopause yang
diberikan raloxipene selama 2 tahun, didapatkan penururunan resorpsi dan peningkatan densitas
tilang limbal ( 2,4% ), Panggul ( 2,4%), dan pada densitas seluruh tulang (2,0%). Raloxipene
juga menurunkan kolesterol LDL tetapi tidak menstimulasi pertumbuhan endometrial, sehingga
raloxipene dapat digunakan sebagai terapi alternative pengganti estrogen.
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah penyakit yang diderita oleh penderita diabetes. Penyakit ini terjadi
ketika gula darah yang tinggi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di retina. Hal ini
menyebabkan pembuluh darah membengkak dan mengalami ‘kebocoran’.
Retina adalah lapisan saraf yang melapisi bagian belakang mata. Retina merupakan bagian dari
mata yang berfungsi untuk ‘mengambil gambar’ dan mengirim gambar itu ke otak. Banyak orang
dengan diabetes mengalami retinopati.
Diabetik retinopati dapat menyebabkan pengelihatan memburuk bahkan kebutaan. Pada awalnya,
pembuluh darah di mata melemah dan semakin lama menderita kencing manis, maka retinopati
akan lebih buruk. Hal ini dapat menyebabkan darah dan cairan lainnya bocor ke dalam retina dari
pembuluh darah. Jika kebocoran cairan menuju ke pusat mata, maka penderita akan
mengeluhkan pandangan yang kabur.
Jika kadar gula darah tetap tinggi, retinopati diabetes akan terus semakin parah. Pembuluh darah
baru akan tumbuh di retina. Hal ini mungkin terdengar baik, tetapi pembuluh darah baru ini
memiliki dinding yang lemah. Pembuluh darah ini dapat pecah dengan sangat mudah, bahkan
saat penderita sedang tidur.
Jika pembuluh darah pecah, darah dapat bocor ke bagian tengah mata di depan retina dan
mengubah pengelihatan. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut,
yang dapat menarik retina dan menyebabkan retina terkelupas dari dinding mata (retinal
detachment). Hal inilah yang disebut retinopati proliferatif. Kadang-kadang orang tidak memiliki
gejala sampai terlambat untuk mendapatkan pengobatan. Inilah sebabnya mengapa pemeriksaan
mata secara teratur sangatlah penting.
Retinopati juga dapat menyebabkan pembengkakan pada makula mata. Ini disebut edema
makula. Makula adalah bagian tengah dari retina, yang memungkinkan seseorang melihat lebih
detail dan jelas. Ketika makula membengkak, pengelihatan seseorang akan terganggu bahkan
dapat menyebabkan kebutaan.
Jika pasien diabetes tidak dapat menjaga kadar gula darah dalam kadar yang ditargetkan, hal ini
dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah di manapun termasuk di mata. Retinopati
diabetikum terjadi ketika darah yang mengandung gula yang tinggi pembuluh darah kecil di
retina.
Bila seseorang memiliki retinopati diabetes, tekanan darah tinggi dapat membuat kondisinya
lebih buruk. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah mata,
yang membuat bocornya cairan atau darah lebih mudah sehingga memperburuk pengelihatan.
Sebagian orang tidak menyadari bahwa dirinya terkena retinopati diabetes sampai akhrinya
mengeluhkan pandangan yang kabur dan tidak dapat melihat lagi. Ketika hal ini terjadi,
retinopati diabetes sudah berada dalam tingkat yang parah. Pemeriksaan mata secara teratur akan
mendiagnosis retinopati diabetik cukup awal untuk diobati dan dibantu agar mencegah
kehilangan penglihatan.
Jika terdapat masalah penglihatan, hubungi dokter mata (ophthalmologist) sesegera mungkin.
Perubahan pengelihatan dapat menjadi tanda kerusakan mata yang parah. Perubahan ini dapat
meliputi adanya floaters atau sensasi benda melayang-layang ketika melihat, nyeri pada mata,
dan pandangan kabur.
Penanganan Retinopati Diabetik
Pemeriksaan mata oleh spesialis mata adalah satu-satunya cara untuk mendeteksi retinopati
diabetik. Anda dapat menurunkan potensi pembuluh darah retina rusak dengan menjaga kadar
gula darah dan tekanan darah dalam kisaran normal. Jika Anda merokok, berhentilah merokok.
Semua ini akan mengurangi risiko kerusakan retina. Hal ini juga dapat membantu memperlambat
seberapa cepat retinopati akan memperburuk pengelihatan dan dapat mencegah kehilangan
pengelihatan di kemudian hari.
Jika Anda melakukan pemeriksaan mata secara teratur, Anda dan dokter dapat menemukan
retinopati diabetes sebelum ia memiliki kesempatan untuk menimbulkan gejala. Bagi
kebanyakan orang, menemukan retinopati pada matanya berarti memerlukan pemeriksaan mata
secara rutin setiap tahun. Menemukan retinopati pada fase awal akan memberi kesempatan yang
lebih baik untuk menghindari kehilangan penglihatan dan kebutaan.