3. Peruntukan fungsi kawasan pada masing-masing tipe zona berdasarkan tingkat kerawanan
5. Mapping lokasi berpotensi tanah longsor di kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Menengah Daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada
zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama
pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau
jika lereng mengalami gangguan.
Tinggi Daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona
ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan
gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
TAMBAHAN
MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR
Upaya mitigasi bencana tanah longsor dibagi menjadi dua bagian, yaitu: upaya mitigasi non-struktural
(bukan upaya pembangunan fisik) dan upaya pembangunan struktural (upaya pembangunan fisik).
1. Mitigasi non-struktural
a. Kenali daerah tempat tinggal, sehingga jika terdapat ciri-ciri rawan tanah longsor dapat
menghindar
b. Identifikasi daerah dengan tanah yang aktif bergerak, ini dapat dikenali dengan adanya
rekahan berbentuk ladam (tapal kuda). Selalu waspada pada saat musim hujan, terutama
pada saat curah hujan sangat tinggi
c. Waspada terhadap mata air atau rembesan air yang berwarna kotor dan berlumpur serta
kejadian longsor skala kecil di sepanjang lereng
d. Melakukan pemeriksaan secara rutin lereng dan tebing di wilayah rawan longsor yang
dibawahnya terdapat pemukiman penduduk
e. Pemerintah daerah melakukan pemamntauan secara berkala terhadap wilayah-wilayah yang
selama ini sering terjadi tanah longsor
f. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan sangat disarankan untuk memindahkan
pemukiman penduduk yang berada di daerah rawan bencana tanah longsor
g. Pemerintah pusat, dalam hal ini BNPB, perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi secara
terus menerus kepada Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan mengenai bencana
tanah longsor dan berbagai risikonya
h. Pemerintah daerah perlu melakukan pengkajian terhadap bencana longsor yang telah
terjadi di suatu wilayah untuk mengetahui penyebabnya, proses terjadinya, kondisi bencana
dan tata cara penanggulangan bencananya.
2. Mitigasi struktural
a. Masyarakat jangan membangun rumah pemukiman dan fasilitas lainnya di tepi lereng terjal,
di bawah tebing, di tepi sungai yang curam dan rawan erosi serta daerah rawan bencana
longsor
b. Masyarakat jangan membuat sawah dan kolam di atas bukit yang di bawahnya terdapat
pemukiman penduduk
c. Masyarakat harus segera menutup dengan tanah padat bila terjadi keretakan tanah di
lereng bukit agar air tidak meresap ke dalam tanah
d. Masyarakat jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal dan memotong tebing
secara tegak lurus
e. Masyarakat jangan menebang pohon yang tumbuh di lereng
f. Mengurangai tingkat keterjalan lereng
g. Pembuatan bangunan beton penahan, jangkat dan tiang-tiang penyangga
h. Melakukan terasiring dengan sistim saluran air yang tepat
i. Melakukan penghijauan dengan tanaman yang sistem perakaran dalam (akar tunggang) dan
kuat serta jarak tanam yang tepat
j. Buat pondasi bangunan yang menyatu untuk menghindari penurunan yang tidak seragam
k. Mengingat tidak tersedianya alat peringatan dini yang tepat untuk mendeteksi saat
terjadinya tanah longsor salah satu cara yang tepat sebagai pengganti alat peringatan dini
tanah longsor adalah degan membentuk satuan tugas pengawas tanah longsor di wilayah
rawan tanah longsor
l. Tutup retakan-retakan yang timbul di atas tebing dengan bahan kedap air untuk mencegah
air hujan masuk ke dalam tanah
m. Satuan tugas berkewajiban untuk mengawasi secara seksama dan setiap saat wilayah tanah
longsor yang sudah mempunya gejala-gejala akan terjadi tanah longsor
n. Satuan tugas harus segera memberi tahu dan memperingatkan masyarakat yang tinggal di
wilayah rawan longsor untuk segera meninggalkan rumah dan wilayah tersebut bila gejala-
gejala dan tanda-tanda terjadinya tanah longsor makin nyata, besar, luas dan kuat
o. Pemberitahuan dan peringatan kepada masyarakat tentang akan terjadinya tanah longsor
dapat di beri tahukan kepada masyarakat antara lain melalui: kentongan, sirine, pengeras
suara, begud, lonceng atau alat pemberitahuan tanda bahaya lainnya yang biasa di pakai
masyarakat.
Sumber:
www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan-tanah/kejadian-gerakan-tanah/1602-laporan-singkat-
pemeriksaan-gerakan-tanah-di-kecamatan-angkona-kabupaten-luwu-timur-provinsi-sulawesi-selatan.
Diakses pada tanggal 02 September 2017 pukul 12.56 WIB.
https://aplikasiergonomi.wordpress.com/2014/01/25/standar-evakuasi-prosedur-waktu-
personil-jalur-dan-fasilitas/. Diakses pada tanggal 03 September 2017 pukul 20.00 WIB.