Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

KONSEP RECOVERY, SUPPORTIVE ENVIRONMENT, DAN


PERAN PERAWAT JIWA SERTA INTERDISIPLINARY
APPROACH DALAM KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pembimbing:

Ns. Gajali Rahman, S. Kep., M. Kep

Disusun oleh:

Cantika Laksmi Bunga


Jessy Yanti
Nina Nurul Chasanah
Nugroho Adi Saputra
Yusri Yadi Anas

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2021
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

KONSEP RECOVERY, SUPPORTIVE ENVIRONMENT, DAN


PERAN PERAWAT JIWA SERTA INTERDISIPLINARY
APPROACH DALAM KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pembimbing:

Ns. Gajali Rahman, S. Kep., M. Kep

Disusun oleh:

Cantika Laksmi Bunga


Jessy Yanti
Nina Nurul Chasanah
Nugroho Adi Saputra
Yusri Yadi Anas

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah keperawatan jiwa
dengan judul Konsep Recovery, Supportive Environment, dan Peran Perawat
Jiwa Serta Interdisiplinary Aproach dalam Keperawatan Jiwa pada mata kuliah
ajar Keperawatan Jiwa.

Penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah memberikan bantuan dan partisipasinya saat penyusunana proposal ini
dilakukan, antara lain:
1. Bapak Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim beserta jajaran civitas
akademika
2. Ns. Andi Parellangi, S.Kep., M.H.Kes selaku Ketua Prodi Profesi Ners
3. Bapak Ns. Gajali Rahman, S.Kep., M.Kep selaku dosen mata kuliah
keperawatan jiwa
4. Seluruh Mahasiswa Ners Poltekkes Kemenkes Kaltim
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh
karena itu sangat diperlukan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
kegiatan pengabdian masyarakat nantinya.

Samarinda, 05 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Recovery..................................................................................................2
B. Manfaat dan Peran Perawat..................................................................................3
C. Model Recovery..................................................................................................18
D. Supportive Environment......................................................................................20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................23
B. Saran....................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan

menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan

untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan,

perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan

tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik,

saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan

klien klien berubah.

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan

menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa

adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal

dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan.

Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri

dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta

memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang

konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang

merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

1
B. Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah ini terarah dan lebih tertata, maka
perlu menuliskan sebuah rumusan masalah. Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Recovery ?
2. Bagaimana Supportive Environment Therapy itu ?
3. Bagaimana Mental Health Recovery Model & The Recovery
Model in Psychiatric Nursing ?
4. Bagaimana Manfaat dan Peran Perawat pada Pemberian Terapi
pada proses Penyembuhan ?
5. Apa saja yang termasuk dalam terapi generalis ?
6. Apa saja yang termasuk dalam terapi spesialis ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk;
1. Mengetahui Konsep Recovery
2. Mengetahui supportive environment therapy.
3. Mengetahui Mental Health Recovery Model & The
Recovery Model in Psychiatric Nursing
4. Mengetahui Manfaat dan Peran Perawat pada Pemberian Terapi
pada proses Penyembuhan
5. Mengetahui tentang berbagai terapi generalis
6. Mengetahui tentang berbagai terapi spesialis

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Recovery
Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan tepat
dan secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki kehidupan
yang memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu proses perjalanan
mencapai kesembuhan dan transformasi yang memampukan seseorang dengan
gangguan jiwa untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk
mencapai potensi yang dimilikinya (USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013).
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja,
belajar dan berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya. Recovery
berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejala secara keseluruhan
(Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery
yang berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari
recovery didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari pemberi
layanan kesehatan jiwa dan orang-orang yang sangat penting dalam
kehidupannya (Stuart, 2010). Individu menerima dukungan pemulihan melalui
aktivitas yang didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan proses
menolong seseorang kembali kepada level fungsi tertinggi yang dapat dicapai.
Recovery gangguan jiwa merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi,
okupasi, perilaku dan kognitif yang bertujuan pada pemulihan jangka panjang
dan memaksimalkan kecukupan diri (Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan
pemulihan meliputi: treatment asertif komunitas komunitas, dukungan bekerja,
manajemen dan pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk mendampingi
kejadian berulang gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat, psikoedukasi
keluarga, manajemen pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan
keperawatan jiwa meliputi bekerja dengan tim tritmen multidisiplin yang

2
meliputi psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor, terapis okupasi, pakar
konsumen dan teman sejawat, manajer kasus, pengacara keluarga, pakar
pengambil kebijakan. Dukungan ini juga membutuhkan perawat untuk
berfokus pda tiga elemen yaitu: individu, keluarga dan komunitas (Stuart,
2013)

B. Manfaat dan Peran Perawat pada Pemberian Terapi pada Proses


Penyembuhan
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien
gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien
dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif. Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien
sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai
macam terapi Generalis maupun Spesialis. Dalam pemberian terapi perawat
seabagai terapis senantiasa berdasarkan pada kompetensi yang dia miliki dan
kondisi pasien yang menjadi titik tolak terapi atau penyembuhan.
Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah banyak
dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai terapi
tunggal ataupu terapi tambahan dalam terapi konvensional. Terapi CAM dapat
memberi dampak penting dalam praktik keperawatan kesehatan jiwa. Terapi
alternatif telah banyak dirasakan bermanfaat, aman, hemat biaya, dan mudah
dilaksanakan di tatanan kesehtan jiwa. Terapi alternatif komplementer (CAM)
dapat dilakukan oleh perawat (Stuart, 2013).
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan
perawatan dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi gejala
yang dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM
yang memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan
klien dalam meningkatkan proses pemulihan (Stuart, 2013).
1. Terapi Generalis
a. Terapi Psikofarmakologi

3
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah
ditetapkan dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis.
Namun, obat tidak dpat berjalan sendiri dalam menangani masalah
personal, sosial atau komponen lingkungan klien atau respon terhadap
penyakit. Kondisi-kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang
terintegrasi dan komperensif dalam merawat individu dan gangguan
jiwa.
Peran perawat dalam psikofarmakologi
1) Pengkajian Klien
Pada proses kolaborasi pemberian obat sangat penting melakukan
pengkajian dasar klien termvsuk riwayat, kondisi fisik dan asil
laboratorium, evaluasi kesehatan jiwa, pengkajian sosial budaya
dan yang paling utama adalah riwayat pengobatan untuk
dilengkapi pada setiap klien sebelum diberikan pengobatan.
2) Koordinasi Treatment Modalitas
Perawat memiliki peran penting dalam merancang program
tritmen yang komprehensif. Pilihan tritmen yang paling tepat pada
setiap klien bersifat individu dan merupakan gambaran dari
rencana tritmen. Kordinasi dalam melakukan perawatan
merupakan tanggung jawab utama perawat yang bersama-sama
dengan klien dalam membina hubungan terapiutik sebagai bagian
dari tim pelayanan kesehatan.
3) Pemberian Obat
Perawat memiliki peran penting terhadap pengealaman klien
dalam mendapatkan pengobatan psikofarmakologi. Pada beberapa
pelayanan perawat bertugas menentukan jadwal dosis berdasarkan
dosis kebutuhan obat seta kebutuhan klien, mengatur pemberian
obat dan selalu waspada terhadap efek serta penanganan efek obat.
4) Monitor Efek Obat
Perawat berperan penting dalam memantau efek obat
psikofarmaka. Peran dalam memantau efek obat seperti membuat

4
standarisasi pengukuran efek obat terhadap target gejala,
mengevaluasi dan meminimalisasi efek samping, mengatasi reaksi
berlawanan dan mencatat efek obat terhadap konsep diri klien,
kepercayaan serta keyakinannya terhadap perawatan. Obat harus
diberikan sesuai dengan dosis yang direnkomendasikan dan dalam
jumlah yang tepat sebelum menentukan apakah memiliki dampak
terapiutik yang adekuat pada klien.
5) Edukasi Pengobatan
Perawat merupakan pemegan posisi utama dalam memberikan
edukasi pada klien dan keluarga tentang pengobatan. Edukasi
meliputi pemberian informasi lengkap kepada klien dan keluarga
sehingga mereka dapat memahami, mendiskusikan dan
menerimanya. Edukasi tentang obat merupakan kunci penting agar
efektif dan aman dalam mengonsumsi obat-obat psikotropika,
kolaborasi klien dalam merencanakan tritmen dan kepatuhan klien
terhadap regimen terapi obat.
b. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)
Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis / ECT) pertama
kali dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen untuk klien skizofrenia,
ketika diyakini bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia,
dan dianggap bahwa pemberian kejang biasa menyembuhkan
skizofrenia.
Terapi Kejang listrik adalah pengobatan dengan pemberian
kejang yang cukup berat melalui alat yang diindukdi pada klien yang
yang dibius dengan memeberikan arus listrik melalui elektroda yang
dipasang pada klien (Manked et al, 2010).
ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif dan
umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa
kasus, stelah program awal tritmen sukses, pemiliharaan ECT
ditambah dengan pemberian obat antridepresan: untuk bulan pertama
setelah remisi program remisi trigmen dilakukan seminggu sekali,

5
kemudian berkurang secara bertahap menjadi sebulan sekali (perbulan)
(APA, 2001). Indikasi utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan
Falcone, 2011). Beberapa ahli menganggap terapi ini digunakan
sebagai standar emas untuk mengatasi kodisi depresi yang bertahan
(Nahas dan Anderson, 2011). Tingkat respon terhadap ECT 80% atau
lebih untuk sebagian besar klien lebih baik daripada tingkat respon
terhadap obat antidepresan, sehingga terapi dianggap sebai
antidepresan yang paling efektif (Keltner dan Boschini, 2009).
Peran perawat
Perawat kesehatan jiwa memiliki peran penting dalam
melakukan ECT. Peran ini meliputi tindakan keperawatan mandiri dan
kolaborasi. Dukungan Emosi dan Pendidikan. Asuhan keperawatan
diberikan kepada klien dan keluarga setelah dijelaskan bahwa ECT
merupakan pilihan program tritmen. Peran paling penting perawat
adalah memberikan kesempatan bagi klien untuk untuk
mengespresikan perasaan, termasuk masalah yang terkait dengan
mitos atau yang berkaitan dengan ECT. Perawat dapat mengajarkan
klien dan keluarga, mempertimbangkan ansietas, kesiapan untuk
belajar, dan kemampuan untuk memahami penjelasan yang diberikan.
Asuhan Keperawatan Sebelum Prosedur Tritmen, pemberian
asuhan keperawatan ini meliputi peninjauan kembali proses
konsultasi, memastikan bahwa setiap kelainan hasil tes laboratorium
telah ditangani, dan memeriksa bahwa peralatan dan perlengkapan
yang diperlukan telah memadai dan berfungsi.
Asuhan keperawatan selama prosedur, klien harus dibawah ke
ruan tritmen, baik dengan berjalan kaki atau dibawah dengan
menggunakan kursi roda, didampingi seorang perwat dan dengan
siapapun klien merasa nyaman. Perawat harus tetap mendapingi klien
selama pelaksanaan terapi untuk memberikan dukungan pada klien.
Asuhan keperawatan setelah prosedur, ruang pemulihan harus
berdekatan dengan dengan ruang tritmen untuk memudahkan akses

6
staf anastesi keluar masuk dalam keadaan darurat. Setelah klien
berada diruan pemulihan perawat harus harus mengokservasi klien
sampai benar-benar pulih. Perawat harus meyakinkan kodisi klien dan
secara periodic mengorentasikan klien. Pemberian penjelasan yang
singkat, sangat membantu klien dalam proses pemulihan. Perawat
harus menjelaskan bahwa sebagian besar masalah memori akan hilang
dalam beberapa minggu.
c. Terapi Tindakan pada Keluarga
Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk
melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta
aktif dalam ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan
keterampilan koping pada klien dan keluarga mereka.
Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk mendorong
hubungan keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan
kekuatan, konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan.
Perawat sudah dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi
keluarga dalam pengaturan klinis tradisional dan nontradisional.
Perawat harus mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan
ilmu tindakan pada keluarga dalam program klinis, memberikan dan
mempromosikan tindakan pada keluarga berbasis-bukti, dan advokasi
untuk keluarga dan penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada
keluarga.
 Advokasi Keluarga merupakan model bekerja dengan orang tua
dan anggota keluarga untuk membantu mereka bertindak sebagai
advokat dengan dan atas nama anggotakeluarga yang memiliki
ketidakmampuan
 Praktik yang berorientasi pada keluarga mengacu pada
tindakan tertentu pada keluarga dan kerangka konseptual yang
lebih luas untuk tindakan yang mencakup asuhan keperawatan
yang berpusat pada keluarga.

7
 Ilmu tindakan keluarga merupakan area keilmuan yang
didefinisikan dengan penelitian dalam mengubah perilaku
keluarga.
d. Iktisas Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota
karena setiap anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain
dengan pemimpin kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai
latar belakang dan masing-masing memiliki kesempatan untuk belajar
dari orang lain diluar lingkaran sosialnya.mereka dihadapkan dengan
rasa iri hati, daya tarik, daya saing, dan banyak emosi lainnya dan
perasaan yang diungkapkan oleh orang lain (Yalom,2005).
Kelompok terapeutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok
memiliki tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara
konsisten terlibat dalam mengidentifikasi hubungan destruktif dan
mengubah perilaku maladaptif mereka.
Peran Perawat
Perawat sebagai pemimpin kelompok harus dapat mengkordinir
dan mempelajari kelompok dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu
bersamaan. Pemimpin harus selalu memantau kelompok dan bila
diperlukan, membantu kelompok mencapai tujuannya.
Kualitas pemimpin perawat yang efektif merupakan kualitas
yang sama pentingnya dalam hubungan terapiutik, secara khusus
kemampuan perawat meliputi sikap responsive dan aktif berimpati,
ketulusan, dan kemampuan konfrontasi.
2. Terapi Spesialis
a. Guided Imagery
Guided Imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran
dengan memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus
pada kondisi untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman
serta suasana hati (Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki
tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dan tingkat depresi, ansietas dan

8
stres yang lebih rendah dibandingkan dengan klien yang tidak
menerima GI (Apostolo dan Kolcaba, 2009). Selain itu teknik imagery
telah digunakan dalam berbagai kondisi dan populasi. Nyeri dan
kanker adalah dua kondisi di mana teknik imagery telah membantu
baik pada orang dewasa ataupun anak-anak (Lindquist, 2014).
b. Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur
penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada individu. Di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia, terapis musik bekerja di
berbagai fasilitas dan perawatan kesehatan. Meskipun terapis musik
secara khusus dilatih untuk menggunakan musik dalam berbagai cara
terapi, ada banyak situasi di mana perawat dapat menerapkan
intervensi musik ke dalam rencana perawatan pasien (Lindquist, 2014).
Musik dan proses fisiologis (detak jantung, tekanan darah,
gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan, dan hormon adrenal)
melibatkan irama dan getaran yang terjadi secara rutin, berkala dan
terdiri dari osilasi (Crowe, 2004 dalam Lindquist, 2014). Intervensi
musik memberikan pasien/klien stimulus menghibur yang dapat
membangkitkan sensasi menyenangkan sambil memfokuskan
perhatian individu ke musik bukan pada pikiran stres, nyeri,
ketidaknyamanan, atau rangsangan lingkungan lainnya (Lindquist,
2014).
c. Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan
utama antara komedi-klub humor dan humor terapi. Tujuan dari
menggunakan humor terapi sebagai terapi komplementer harus jelas
untuk kepentingan klien atau pasien, bukan untuk terapis/perawat
sebagai kepuasan pribadi atau hanya untuk kesenangan "(Steven
Sultanoff, 2012 dalam Lindquist, 2014). Humor terapi telah
didefinisikan sebagai setiap intervensi yang mempromosikan
kesehatan dan kesejahteraan dengan merangsang ekspresi. Intervensi

9
ini dapat meningkatkan kesehatan, sebagai terapi komplementer,
memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosi, kognitif,
sosial, dan spiritual" (AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).
d. Yoga
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan
emosional dengan menggunakan berbagai posisi tubuh, latihan
peregangan, kontrol nafas dan meditasi. Teknik pernapasan yang
digunakn dalam yoga dapat berhubungan dengan stimulasi saraf vagus
dan menyeimbangkan sistem saraf otonom. Kegiatan yoga dapat ini
dapat mengurangi agitasi dan aktivitas pada beberapa klien depresi saat
berlatih meditasi (Stuart, 2013).
Sebuah studi menunjukkan bahwa yoga dua kali seminggu
selama 8 minggu diberikan tritmen standar untuk gangguan makan
lebih bermanfaat dalam mengurangi gejala gangguan makan daripada
tritmen standar saja. Setelah selesai yoga, klien mengalami sedikit
rangsangan terhadap makanan dan cara makan, sehingga hal ini
menunjukkan efektivitas yoga dalam memfokuskan pikiran dan tidak
terokupasi pada pemikiran obsesif patologis (Stuart, 2013).
e. Biofeedback
Biofeedback merupakan suatu tindakan dimana respon
fisiologis, seperti detak jantung, hantaran kulit, suhu kulit, dan aktivasi
otot dipantau dengan tujuan mengajarkan klien untuk secara sadar
mengatur proses tersebut. EEG Biofeedback dikenal juga sebagai
neuroterapi/ neurofeedback adalah biofeedback tertentu yang
menstransmisikan sinyal electroencephalogram (EEG) dan
memberikan informasi tentang aktivitas neuron di korteks serebral.
Melalui pengkondisian operan atau belajar, klien diajarkan
menggunakan informasi tentang otak untuk mengubah atau
meningkatkan fungsinya (Stuart, 2013). Perawat profesional ideal
untuk memberikan biofeedback karena pengetahuannya tentang
fisiologi, psikologi, kesehatan dan penyakit di negaranya. Perawat

10
menggunakan biofeedback harus disertifikasi oleh Sertifikasi
Biofeedback International Alliance (BCIA, www.bcia.org), yang
menawarkan sertifikasi dalam biofeedback umum, neurofeedback, dan
biofeedback disfungsi otot panggul (Lindquist, 2014).
f. Meditation
Meditasi kesadaran (Mindfulness meditation) mengajarkan klien
berfokus pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari
sensasi, pikiran dan perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan
untuk memungkinkan diri mengamati pengalaman membuat tujuan,
tidak menghakimi, serta menerima cara dan menemukan sifat yang
lebih dalam dari pengalaman (Tusaie dan Edds, 2009 dalam Stuart,
2013). Praktik meditasi harus diawasi pada klien dengan masalah
kesehatan jiwa tertentu karena terapi ini memiliki potensi untuk
menginduksi tingkat kesadaran tertentu. Pendekatan meditasi yang
berbeda dapat menghasilkan efek merangsang yang dapat
membangkitkan mania pada klien bipolar (Stuart, 2013).
g. Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara
manusia dan Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara
kepada Tuhan (Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen
(2008) mencatat bahwa orang dapat melihat doa sebagai kerjasama
dengan Tuhan di mana mereka berada dalam kontak dan persekutuan
dengan Tuhan. Doa dapat dilakukan secara individual, dalam suatu
kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau komunitas agama
(Lindquist, 2014). Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan
efektivitas doa sebagai strategi koping. Dari tinjauan studi tentang doa,
Holywell dan Walker (2009) menyimpulkan bahwa doa adalah strategi
koping yang membantu untuk menengahi antara agama dan
kesejahteraan (Lindquist, 2014).
Perawat dapat menanyakan apakah pasien ingin perawat untuk
bergabung dengan mereka dalam doa. Membaca kitab suci atau

11
membaca dari kitab suci adalah salah satu cara untuk berdoa dengan
seseorang. Perawat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk berdoa: bermain musik meditasi, mencegah interupsi, dan
memperoleh buku atau perlengkapan yang dibutuhkan bagi orang
untuk berdoa seperti yarmulke untuk seorang Yahudi atau rosario bagi
seseorang dari iman Katolik. Pasien dari iman Yahudi mungkin ingin
membaca Mazmur dan Muslim dapat memilih untuk membaca doa
dari Al-Qur'an (Al-Quran). Perawat perlu menghormati bentuk apapun
atau ritual doa yang dipilih pasien (Lindquist, 2014).
Doa telah digunakan orang yang mempunyai banyak penyakit,
dari semua kelompok usia, dan dari semua budaya. Literatur juga
menunjukkan tentang kemanjuran doa pada individu yang sakit. Dalam
sejumlah survei, doa menjadi yang paling sering digunakan sebagai
pelengkap terapi (Brown, barner, Richards, & Bohman, 2007; King &
Pettigrew, 2004). Penelitian telah dilakukan pada penggunaan doa
dengan pasien yang memiliki kondisi kronis. Dalam sebuah studi dari
orang dewasa yang HIV-1-positif dan yang terlibat dalam kegiatan
spiritual seperti doa, subjek memiliki penurunan risiko kematian
(Fitzpatrick et al., 2007). Demikian juga, orang dengan depresi dan
kecemasan yang telah berpartisipasi dalam enam sesi doa 1 jam
mingguan menunjukkan perbaikan dalam depresi dan kecemasan
dibandingkan dengan subyek pada kelompok kontrol (Boelens,
Reeves, Replogle, & Koenig, 2009).
h. Journaling
Istilah journal, buku harian, menulis reflektif, dan menulis
ekspresif sering digunakan secara bergantian. Diari lebih sering fokus
pada rekaman peristiwa dan pertemuan, sedangkan journal berfungsi
sebagai alat untuk merekam proses kehidupan seseorang (Cortright
2008 dalam Lindquist, 2014). Peristiwa dan pengalaman yang dicatat
dalam jurnal berisi refleksi seseorang tentang peristiwa dan makna
pribadi yang pernah dialami mereka. Dalam penulisan jurnal, interaksi

12
antara sadar dan tidak sadar sering terjadi. Bentuk penulisan ekspresif
seperti puisi, cerita, dan pesan memo adalah metode individu dapat
menggunakan untuk mengeksplorasi perasaan batin dan pikiran
(Lindquist, 2014).
Pada mereka yang baru didiagnosis dengan penyakit kronis,
journal tentang perspektif mereka tentang bagaimana penyakit dapat
mempengaruhi kehidupan mereka serta dapat membantu mereka
mengungkap kekhawatiran sehingga bisa didiskusikan dengan
profesional kesehatan. Perawat dan keluarga dapat menyiapkan catatan
pasien, Kemudian digunakan dalam program tindak lanjut untuk
membantu subjek memperoleh pemahaman tentang waktu mereka di
unit perawatan intensif, termasuk mimpi dan saat-saat ketika pasien
bingung atau tidak sadar. Program ini terbukti berguna bagi pasien dan
staf. Menulis jurnal juga telah digunakan untuk membantu orang
mengembangkan spiritual. Journal juga dapat membantu dalam
berdoa. Tindakan menulis membantu menjaga seseorang berpusat pada
percakapan dengan Tuhan. Seperti yang disarankan oleh Chittister,
sebuah bagian dari kitab suci dapat menjadi stimulus untuk
menggunakan journal untuk berdoa (Lindquist, 2014).
i. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan
bercerita (Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik
benar atau fiktif, dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk
menarik, menghibur, atau menginstruksikan pendengar atau pembaca.
Penggunaan cerita di layanan kesehatan, penelitian kesehatan, dan
pendidikan tidak terbatas. Perawat dapat menggunakan cerita dalam
beberapa situasi di masa hidup untuk berbagai tujuan. Cerita dapat
digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu anggota dalam
memasuki makna dari masa lalu, sekarang, dan masa depan serta
membantu pasien untuk "membuat makna" dan penyembuhan
(Roberts, 1994 dalam Lindquist, 2014).

13
j. Animal-Assisted Therapy
Terapi dengan bantuan hewan didefinisikan sebagai intervensi
yang diarahkan pada tujuan yang menggunakan ikatan manusia-hewan
sebagai bagian integral dari proses pengobatan (American Veterinary
Medical Association, 2012). Meskipun berbagai spesies hewan dan
keturunan, seperti kucing, burung, kelinci, kuda, dan lumba-lumba,
yang terlibat dalam AAT, anjing memiliki persentase tertinggi dari
hewan yang digunakan untuk AAT (Hart, 2000).
Beberapa kunci dari AAT adalah: (a) tujuan dan sasaran tertentu
yang ditetapkan untuk setiap pasien, (b) mengukur kemajuan, (c)
interaksi didokumentasikan. Tujuan dirancang oleh seorang perawat,
terapis okupasi, terapi fisik, konselor, dokter, atau profesional
perawatan kesehatan lainnya yang menggunakan AAT dalam proses
pengobatan (American Veterinary Medical Association, 2012). Sebuah
tujuan fisik misalnya peningkatan mobilitas dengan berjalan dengan
anjing. Contoh tujuan kognitif termasuk peningkatan ekspresi verbal
(melalui interaksi normal dengan hewan) dan peningkatan memori
jangka panjang (melalui mengingat nama dan aktivitas hewan pada
kunjungan terakhir). Tujuan sosial bisa meliputi meningkatkan
keterampilan sosial dan membangun hubungan dengan orang lain
melalui binatang. Hewan juga dapat membantu meningkatkan
sosialisasi dengan memfasilitasi diskusi piaraan di masa lalu.
Disamping itu tujuan emosionalnya adalah meningkatkan motivasi
yang ditunjukkan oleh berpakaian atau berjalan melihat hewan.
k. Terapi Relaksasi (Terapi Pijat)
Teknik relaksasi adalah teknik untuk menurunkan respon
relaksasi sebagai mekanisme protektif terhadap stress yang
menurunkan denyut nadi, metabolism laju pernafasan dann tonus otot.
Relaksasi adalah suatu kondisi untuk membebaskan fisik dan mental

14
dari tekanan atau stress. Teknik relaksasi memberikan kemapuan
kepada individu untuk dapat mengontrol dirinya sendiri ketika terjadi
ketidak nyamanan atau nyeri dan memperbaiki keadaan fisik dan stress
emosional (Potter & Perry, 2002). Salah satu teknik relaksasi adalah
terapi pijat (Sharon et. All, 2000 dikutip dari Wahyuni, 2002). Terapi
pijat adalah terapi relaksasi dengan memberikan tekanan-tekanan
tertentu pada anggota badan.
Dalam terapi relaksasi, perawat menggunakan pijat sebagai
intervensi untuk menghilangkan stres fisiologis dan psikologis dan
mempromosikan relaksasi (Harris & Richards, 2010). Dalam review
dari 22 studi yang pijat telah digunakan, Richards, Gibson dan
Overton- McCoy (2000) menemukan bahwa hasil yang paling sering
dilaporkan adalah pijat dapat pengurangan kecemasan.
Peran Perawat Dalam Terapi Pijat
Perawat dapat melakukan terapi pijat untuk mengatasi kondisi-
kondisi ketidak nyamanan yang dialami paien, diantaranya:
1) Rasa sakit
Pijat sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa pijat dapat mengurangi rasa
sakit. Dalam review penelitian tentang penggunaan pijat dan
aromaterapi pada penderita kanker, Wang dan Keck (2004)
melaporkan berkurangnya rasa sakit pada pasien pasca operasi, dan
Mok dan Woo (2004) menemukan bahwa pijat juga dapat
mengurangi rasa sakit pada pasien stroke.
2) Mengatasi masalah istirahat tidur
Pada pasien dilakukan pijatan sebelum tidur sehingga
meningkatkan relaksasi atau rasa nyaman pada pasien, sehingga
pasien dapat beristirahat dengan tenang
l. Exercise (Olah Raga)
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai "mengerakan tubuh yang
bertujuan untuk pengeluaran kalori" (American College of Sports

15
Medicine, 2006). Secara umum pengertian olahraga adalah sebagai
salah satu aktivitas fisik maupun psikis seseorang yang berguna untuk
menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan seseorang. Latihan fisik
sangat bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya:
1) Mengurangi risiko kematian dini
2) Mengurangi risiko kematian dini akibat penyakit jantung
3) Mengurangi risiko diabetes tipe 2
4) Mengurangi risiko tekanan darah tinggi
5) Mengurangi tekanan darah tinggi pada individu hipertensi
6) Mengurangi risiko kanker usus
7) Mengurangi perasaan gelisah dan putus asa
8) membantu dalam mengontrol berat badan
9) Membantu dalam penguatan dan pemeliharaan otot, sendi, dan
tulang
10) Membantu orang dewasa yang lebih tua dengan keseimbangan
dan mobilitas
11) Memupuk perasaan kesejahteraan psikologis
Selain manfaat tersebut, ACSM (Garber et al., 2011) dan
USDHHS-PAAC (USDHHS-PAAC, 2008) telah menerbitkan
laporan ilmiah yang menyatakan aktivitas fisik sebagai faktor utama
pencegahan primer dan sekunder penyakit kardiovaskular. Ada
hubungan antara kurangnya aktivitas fisik dan perkembangan
penyakit arteri koroner dan peningkatan mortalitas kardiovaskular
(USDHHSPAAC, 2008; Garber et al, 2011).
Peran Perawat
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien tentang
pentingnya berolahraga, perawat juga dapat selalu memotivasi
pasien untuk dapat melakukan olah raga rutin sesuai kondisi pasien.
Perawat dapat membantu pasien untuk berkonsultasi dengan dokter
untuk menentukan olahraga apa yang tepat dengan kondisi pasien
dan dapat pasien lakukan secara mandiri.

16
m. Aromaterapi
Institute Cancer Nasional mendefinisikan aromaterapi sebagai
"penggunaan terapi menggunakan minyak dari bunga, tumbuh-
tumbuhan, dan pohon-pohon untuk perbaikan fisik, emosional, dan
spiritual kesejahteraan "(National Cancer Institute [NCI], 2012).
Peran Perawat
Perawat memiliki peran penting dalam membantu pasien
untuk membedakan di antara berbagai produk botani yang mudah
tersedia. Pasien sering bingung dengan pilihan yang dapat
digunakan , dan yang terpenting adalah bahwa perawat memahami
perbedaan dari kandungan dari minyak yang digunakan, pemberian
saran pada pasien bertujuan untuk keselamatan pasien. Perawat
harus menyadari pedoman keselamatan umum untuk pendidikan
pasien dan dalam praktek. Ini termasuk:
1) Hindari minyak esensial dari nyala api langsung, minyak tersebut
tidak stabil dan sangat mudah terbakar.
2) Simpan minyak esensial di tempat yang sejuk jauh dari sinar
matahari; menggunakan wadah kaca berwarna biru atau gelap.
Tutup wadah segera setelah digunakan. Minyak atsiri dapat
mengoksidasi pada suhu yang panas, cahaya, dan oksigen dan
dapat mengubah kandungan bahan kimianya
3) Sadarilah bahwa minyak esensial dapat menodai pakaian dan bahan
tekstil, minyak esensial murni juga dapat merusak bahan plastik.
Lakukan tindakan pencegahan yang tepat.
4) Jauhkan minyak esensial dari anak-anak dan hewan peliharaan
kecuali kita yakin bahwa minyak esensial tersebut memang aman
untuk anak-anak dan hewan peliharaan. Pelajari literatur berisi
kasus efek samping atau kematian yang berhubungan dengan
penggunaan yang tidak benar atau tertelan pada anak-anak dan

17
hewan peliharaan (Halicioglu, Astarcioglu, Yaprak, & Aydinlioglu,
2011).
5) Gunakan minyak esensial dari pemasok terkemuka. Mencari
nasihat dari aromaterapis terlatih atau rekomendasi dari penyedia
klinis aromaterapi. Jika menggunakan minyak esensial dalam
percobaan klinis atau penelitian, hasil tes verifikasi kandungan
bahan kimia harus diperoleh.
6) Perawatan khusus diperlukan bila menggunakan minyak esensial
pada orang-orang yang memiliki riwayat asma yang parah atau
beberapa alergi.
7) Penggunaan minyak esensial relatif aman bila digunakan dengan
benar, sensitifitas dan iritasi kulit dapat terjadi. Dalam kasus ini,
minyak esensial yang masih tersisa harus dihapus dengan minyak
atau susu, dibilas dengan air, dan penggunaannya harus dihentikan.
Kebanyakan reaksi seperti ini dapat mengatasi masalah tersebut;
Namun, penyedia layanan kesehatan harus berkonsultasi jika terjadi
nyeri/gatal parah yang berkelanjutan.
8) Jika minyak esensial masuk ke mata, bilas dengan susu atau
pembawa minyak pertama dan kemudian dengan air.

C. Model Recovery
Mental Health Recovery Model & The Recovery Model in Psychiatric
Nursing
Selama ini kita mengetahui bahwa recovery sama halnya dengan kembali
sehat atau sembuh terhadap suatu penyakit, tetapi dalam kesehatan jiwa kita
sepakati bahwa recovery memiliki arti yang berbeda. Recover Model pada
kesehatan jiwa tidak berfokus pada pengobatan, tetapi sebagai gantinya lebih
menekankan dapat hidup beradaptasi dengan sakit jiwa yang sifatnya kronis.
Pada model ini lebih menekankan kepada hubungan sosial, pemberdayaan,
strategi koping, dan makna hidup.

18
Peplau (1952 dalam Varcarolis 2013) menciptakan teori bahwa
pentingnya hubungan interpersonal terapeutik, model recovery berubah dari
hubungan nurse-patient menjadi nurse-partner. Berdasarkan penelitian
Hanrahan et al (2011 dalam Varcarolis 2013) menyatakan pentingnya
meningkatkan peran individu dan keluarga dalam proses recovery. Caldwell et
al (2010 dalam Varcarolis 2013) menegaskan perawat jiwa harus mengajarkan
tenaga kesehatan lain tentang konsep recovery dan menyarankan cara
memberdayakan pasien dan memajukan proses recovery.

Models, Theories, and Therapies in Current Practice

No Theorist Model/Theory Focus of Nursing


1 Dorothy Johnson Behavioral system Membantu pasien kembali
pada keadaan seimbang
ketika mengalami stess
melalui pengurangan atau
menghilangkan sumber
stress dan mendukung proses
adaptif
(Johnson, 1980)
2 Imogene King Goal attainment Membangun hubungan
interpersonal dan membantu
pasien untuk mencapai
tujuan nya berdasakan peran
nya dalam konteks sosial
(King, 1981)
4 Betty Neuman System Model Membangun hubungan
perawat-pasien untuk
membantu menghadapi
respon stres (1982)
5 Dorothes Orem Self-Care Deficit Mengatasi defisit perawatan
diri dan mendorong pasien

19
untuk terlibat secara aktif
pada perawatan diri mereka
(Orem, 2001)
6 Hildegard Interpersonal Menggunakan hubungan
Peplau
Relations interpersonal sebagai alat
terapeutik untuk
menyembuhkan dan
mengurangi kecemasan
(Peplau, 1992)
7 Jean Watson Transpersonal Caring merupakan
Caring
prosedur dan tugas penting;
membangun hubungan
perawat-pasien sehingga
menghasilkan Therapeutic
Outcome (Watson, 2007)

D. Supportive Environment
1. Pengertian Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah suatu tindakan pemyembuhan pasien
dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan
dan berpengaruh terhadap penyembuhan gangguan jiwa.
Terapi lingkungan (terapi Milleu) didefinisikan sebagai tujuan
penggunaan lingkungan untuk tujuan teraupetik. Setiap interaksi dengan
pasien terlihat memiliki hasil yang berpotensi menguntungkan dalam
mempromosikan fungsi optimal.
2. Tujuan Terapi Lingkungan
a. Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami
gangguan mental dengan cara membantu individu dalam
mengembangkan harga diri.
b. Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
c. Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain.
d. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat.

20
e. Mencapai perubahan yang positif.
3. Jenis-Jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
a. Terapi Rekreasi
Terapi rekreasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada waktu
luang, bertujuan agar pasien dapat melakukan kegiatan secara
konstruktif dan menyenangkan juga mengembangkan kemampuan
hubungan sosial.
Didalam ruang perawatan yang bertugas sebagai pemimpin terapi
adalah perawat, dimana perawat harus menyesuaikan kegiatan dengan
tingkat umur pasien. Contohnya, kegiatan yang banyak mengelurkan
tenaga seperti bulu tangkis, berenang, basket, dan lain-lain diberikan
kepada pasien dengan tingkatan umur remaja, sedangkan untuk
kegiatan yang tidak banyak mengeluarkan tenaga seperti bermain catur,
karambol, kartu, dan sebagainya dapat diberikan kepada pasien dengan
tingkatan umur dewasa (orang tua).
b. Terapi Kreasi Seni
Dalam terapi ini perawat berperan sebagai leader dan bekerjasaman
dengan orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus disesuaikan
dengan bakat dan minat, beberapa diantaranya adalah:
 Dance therapy / Menari
Terapi yang menggunakan bentuk ekspresi non verbal
dengan gerakan tubuh dengan tujuan mengkomunikasikan
tentang perasaan dan kebutuhan pasien.
 Terapi Musik
Suatu terapi yang dilakukan melalui musik dengan tujuan
untuk memberikan kesempatan kepada para pasien dalam
mengekspresikan perasaanya seperti kesepian, sedih, dan
bahagia.
 Terapi Menggambar / Melukis
Terapi menggambar/melukis dapat memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan tentang apa

21
yang sedang terjadi pada dirinya. Selain itu terapi ini juga dapat
membantu menurunkan ketengangan dan pasien dapat
memusatkan pikiran pada kegiatan.
 Literature / biblio therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan diri
pasien dan merupakan cara untuk mengekspresikan
perasaan/pikiran sesuai dengan norma yang ada.
Kegiatan dalam terapi ini dapat berupa membaca seperti
novel, buku-buku, majalah, dan kemudian bahan bacaan
didiskusikan bersama oleh para pasien.
c. Pet Therapy
Pet Therapy bertujuan menstimulasi respon pasien yang tidak
mampu melakukan hubungan interaksi dengan orang lain dan biasanya
mereka merasa kesepian dan menyendiri.
Terapi menggunakan sarana binatang yang dapat memberikan
respon menyenangkan kepada pasien dan sering kali digunakan pada
pasien anak dengan autistic.
d. Plant Therapy
Terapi ini mengajarkan pasien untuk memelihara makhluk hidup
dan membantu pasien membina hubungan yang baik antar pribadi yang
satu dengan yang lain. Objek yang digunakan dalam terapi ini adalah
tanaman/tumbuhan.
4. Peran Keluarga dalam Terapi Lingkungan
a. Keluarga harus memiliki pengetahuan, pengalaman tentang kejiwaan
dan gangguan serta terapi agar pasien mendapatkan kebutuhan yang
terbaik
b. Komunikasi terbuka antara penderita dan anggota keluarga
c. Keluarga juga harus bersikap bersahabat atau berteman
d. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
5. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan
a. Menciptakan Lingkungan yang aman dan nyaman

22
b. Menyelenggarakan proses sosialisasi
c. Sebagai teknis perawatan
d. Sebagai leader atau pengelola

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu

mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta

mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya

gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya.

Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga

merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pada diri seseorang.

B. Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya

dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan

jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Caldwell, Barbara A,PhD., A.P.N.-B.C., Sclafani, Michael, MS,M.Ed,


R.N., Swarbrick, Margaret, PhD,O.T.R., C.P.R.P., & Piren,
Karen, MSN,R.N.,
A.P.N. (2010). Psychiatric nursing practice & the recovery
model of care.

Davidson, L., O'Connell, M., Tondora, J., Styron, T., & Kangas, K. (2006).
The top ten concerns about recovery encountered in mental
health system transformation. Psychiatric Services, 57(5), 640-
5.

Drake, R. E., Goldman, H. H., Leff, H. S., Lehman, A. F., Dixon, L.,
Mueser, K. T., & Torrey, W. C. (2001). Implementing
evidence-based practices in routine mental health service
settings. Psychiatric Services, 52, 179-182.

Linquist, R.,Snyder, M.,Tracy, F. Mary. (2014). Complementary &


Alternative Therapies in Nursing. Springer Publishing
Company

O'Connell, M., Tondora, J., Croog, G., Evans, A., & Davidson, L. (2005).
from rhetoric to routine: assessing perceptions of recovery-
oriented practices in a state mental health and addiction
system. Psychiatric Rehabilitation Journal, 28(4), 378-86.

Stuart, W. Gail. (2013). Principles of Psychiatric Nursing, 10 Edition.

ELSEVIER Varcarolis, M. Elizabeth. (2013). Essentials of Psychiatric

Mental Health Nursing; A Communication Approach to Evidence-

Based Care Second Edition.

Anda mungkin juga menyukai