Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.

September 2013

KETENTUAN TENTANG KELUARGA


BERENCANA DAN ASAS NONDISKRIMINASI
DIKAITKAN DENGAN HAK REPRODUKSI
PEREMPUAN

Nung Ati Nurhayati, Agnes Widanti


Akper Dustira
Jalan Rumah Sakit No. I Cimahi

Abstract - The emerged of Keluarga Berencana (KB) movement is a new phenomenon in the early
70’s, and it still become a problem until now. Keluarga Berencana and reproduction health cannot be
separated with status imbalance and gender role. Non-discrimination principle of Keluarga
Berencana’s program in Indonesia still not yet execute, in the result that, it is important to do some
research about description of Keluarga Berencana’s determination and its correlation with non-
discrimination principle, and also research about description of correlation between Keluarga
Berencana’s determination and women’s reproduction rights. Methodological research that is used in
this research is descriptive analytic and also juridical normative as methodological approach. The
type of data in this research is secondary data with primary law, secondary law, and tertiary law as its
material. Methodological collection data that is used is bibliography with qualitative normative
method. The result of this research is Keluarga Berencana’s determination and non-discrimination
principle are related by women’s reproduction rights, in the result that, if Keluarga Berencana’s
determination and women’s reproduction rights were done, it needed a clarity of non-discrimination
rights implementation about women to make sure their reproduction rights and become free from
law’s threats.

Keyword: Keluarga Berencana, No-Discrimination, And Women’s Reproduction Rigths

Abstrak - Gerakan KB di Indonesia muncul sebagai fenomena baru pada awal tahun tujuh puluhan,
dan masih menjadi persoalan sampai dengan sekarang. Masalah KB dan kesehatan reproduksi tidak
dapat lepas dari persoalan ketimpangan status dan peran antara laki-laki dan perempuan. Asas non-
diskriminasi dalam program KB di Indonesia masih belum terlaksana secara nyata, sehingga perlu
diteliti Bagaimana gambaran ketentuan - ketentuan tentang Keluarga Berencana dan hubungannya
dengan azas non Diskriminasi, Bagaimana gambaran hubungan ketentuan-ketentuan tentang Keluarga
Berencana dan asas nondoskriminasi dikaitkan dengan hak reproduksi perempuan. Metode penelitian
yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Jenis data adalah data sekunder dengan bahan, hukum primer, sekunder dan tersier. Metode
pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dengan metode kualitatif normatif.
Hasil penelitian, ketentuan tentang keluarga berencana dan asas non Diskriminasi dikaitkan dengan
hak reproduksi perempuan sangat berkaitan, sehingga jika ketentuan tentang keluarga berencana dan
hak reproduksi perempuan dijalankan perlu ada kejelasan tentang pelaksanaan asas nondiskriminasi
terhadap perempuan untuk menentukan hak reproduksinya secara mandiri dan terbebas dari ancaman
hukum.

Kata Kunci : Keluarga Berencana, Nondiskriminasi dan Hak Reproduksi Perempuan

25
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

PENDAHULUAN Saat itu Program Keluarga Berencana


seolah-olah menjadi program yang wajib diikuti
Gerakan Keluarga Berencana (KB) di oleh seluruh perempuan usia subur tanpa ada
Indonesia muncul sebagai fenomena baru pada kecuali. Untuk mewujudkan hal tersebut seluruh
awal tahun tujuh puluhan. Program Keluarga petugas Keluarga Berencana bergerak untuk
Berencana berkembang sangat pesat dan tetap menarik perempuan tanpa ada proses, seakan-
hidup sampai sekarang meskipun dengan wacana akan para perempuan tersebut tidak mempunyai
yang berbeda sesuai dengan kebijakan pemegang hak terhadap alat reproduksinya untuk
kekuasaan (Udasmoro, 2010 ). Program Keluarga menentukan Kontrasepsi apa yang cocok
Berencana menjadi propaganda nasional yang untuknya, kapan serta berapa banyak akan
berstruktur Top down. Artinya pemerintah mempunyai anak. Para feminis beranggapan
melalui BKKBN membentuk jaringan struktural bahwa program Keluarga Berencana dapat tetap
dari atas ke bawah, dari tingkat pusat ke tingkat dilanjutkan, tetapi pemerintah harus mengubah
provinsi, kabupaten serta kota sampai kelurahan paradigmanya. Pemerintah mengubah konsep
dan posyandu yang tersebar di tingkat-tingkat top-down menjadi konsep horizontal (Gebbie,
rukun tetangga. Perempuan dibawa ke suatu 2002). Paradigma international yang bergerak di
lembaga baru Keluarga Berencana dengan bidang kesehatan reproduksi bahwa Keluarga
orientasi ekonomi dua anak cukup, laki-laki dan Berencana adalah suatu hak bagi perempuan dan
perempuan sama saja. bukan sebuah paksaan membuat para pengambil
kebijakan di Indonesia bersiap-siap memasang
KAJIAN LITERATUR rambu baru untuk Keluarga Berencana.
Hampir semua Negara perempuan
Keluarga Berencana adalah upaya cenderung menjadi objek dari program Keluarga
peningkatan kepedulian dan peran serta Berencana. Faktor budaya terutama sistem
masyarakat melalui pendewasaan usia patriakal merupakan penyebab utama rentannya
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan posisi perempuan dalam setiap kebijakan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan pengendalian fertilitas. Implementasi program
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil Keluarga Berencana di Indonesia yang dalam
bahagia dan sejahtera (Pinem,2009). prakteknya didistribusikan secara masal memiliki
Undang-undang No 52 tahun 2009 tentang konsumen tetap, yakni perempuan. Menurut
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan perkiraan, sekitar 30 juta perempuan Indonesia
Keluarga pasal 1 ayat (8) menjelaskan: Keluarga usia reproduksi menggunakan metode
Berencana adalah upaya mengatur kelahiran kontrasepsi dan merupakan hampir 90% dari
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur keseluruhan pengguna kontrasepsi.
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan Keluarga Berencana merupakan salah
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
mewujudkan keluarga yang berkualitas kesehatan reproduksi yang secara nyata telah
(Undang-undang No 52 tahun 2009). diakui oleh ICPD 1994 yang didalamnya telah
Program Keluarga Berencana di tercantum hak-hak reproduksi.
Indonesia, seperti juga di Negara berkembang Sejalan dengan perkembangannya,
lainnya, lebih menekankan pada pencapaian Keluarga Berencana sekarang berada di bawah
tujuan demografis yakni untuk mencapai target pengelolaanBadan Kependudukan dan Keluarga
penurunan laju pertumbuhan penduduk. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Yang
Berencana lebih sebagai pengendalian populasi berdasarkan kepada Peraturan Presidan RI
yang memberi jalan bagi negara untuk mengatur Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan
fungsi reproduktif warganya khususnya alat Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
reproduksi perempuan. Karena itu program (BKKBN). BKKBN mempunyai tugas
Keluarga Berencana di era orde baru dinilai melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
mengabaikan hak dan kesehatan reproduksi pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
perempuan demi mengejar target pengendalian keluarga berencana.
jumlah penduduk (Yuliani, 2006) Visi program Keluarga Berencana yang
semula adalah Norma Keluarga Kecil Bahagia

26
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

dan Sejahtera (NKKBS) dengan slogan dua anak keadilan gender, terhadap warga negara tersebut
cukup, laki-laki dan perempuan sama saja harus diberikan perlindungan secara maksimum,
dikembangkan menjadi Keluarga berkualitas serta tidak memberikan perlakuan yang
tahun 2015. Visi ini menekankan pentingnya diskriminasi, mengingat warga negara adalah
upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai salah satu unsur terpenting dalam suatu Negara
upaya integral dalam meningkatkan kualitas (Cholil. 1996)
keluarga (Hanafi, 2002). Sasaran dan target program keluarga
Keluarga berkualitas adalah keluarga yang berencana menurut MDGs dapat dilihat dari dua
sejahtera, sehat, maju, mandiri, berwawasan ke sisi yaitu sasaran langsung dan saasaran tidak
depan, bertanggungjawab, memiliki jumlah anak langsung. Sasaran langsung pasangan usia subur
yang ideal, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan yaitu pasangan yang usia perempuannya antara
YME. Visi tersebut dijabarkan ke dalam tujuh 15-49 tahun karena kelompok ini merupakan
misi yaitu: memberdayakan masyarakat untuk pasangan yang aktif melakukan hubungan
membangun keluarga kecil berkualitas. seksual dan setiap kegiatan seksual dapat
Menggalang kemitraan dalam peningkatan mengakibatkan kehamilan. Peningkatan
kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan partisipasi pria dalam program keluarga
keluarga.Menggalang kemitraan dalam berencana dan kesehatan reproduksi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan, kemandirian dan mendorong kesetaraan gender dan menyukseskan
ketahanan keluarga.Meningkatkan kualitas pencapaian pembangunan millennium (Suratun,
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan 2008).
reproduksi. Meningkatkan promosi, perlindungan Di Indonesia, jaminan atas Hak Asasi
dan upaya-upaya mewujudkan hak-hak Manusia secara umum bisa ditemuai di dalam
reproduksi .Meningkatkan pemberdayaan Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak
perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan Asasi Manusia. Lebih khusus lagi, jaminan atas
keadilan gender. Mempersiapkan sumber daya hak asasi perempuan dapat ditemui dalam
manusia berkualitas sejak pembuahan dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang
kandungan sampai dengan lanjut usia (Pinem, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan.
2009). Undang-undang ini merupakan hasil rativikasi
Hak reproduksi merupakan hak asasi Convention on the Elimination of All From of
manusia, pemenuhannya merupakan bentuk Discrimination Against (CEDAW). Undang-
perlindungan bagi setiap individu, serta undang tersebut menyatakan bahwa Negara akan
prakondisi untuk memperoleh hak-hak lainnya melakukan upaya semaksimal mungkin untuk
tanpa diskriminasi. Hak-hak reproduksi berarti menghapuskan segala bentuk diskriminasi
pasangan dan individu berhak untuk memutuskan terhadap perempuan, termasuk adanya kekerasan
apakah dan kapan mereka ingin memiliki anak terhadap perempuan baik yang meliputi kekerasan
tanpa diskriminasi, paksaan dan kekerasan.Hak- di wilayah publik maupun di wilayah domestik.
hak reproduksi berlaku untuk semua perempuan Dalam konvensi CEDAW ini dinyatakan bahwa
dan laki-laki dewasa tanpa memandang status Negara-negara peserta penghapunsan segala
kewarganegaraan.Mereka berhak untuk bentuk diskriminasi terhadap perempuan wajib
mengetahui tentang seksualitas dan kesehatan mengubah hukum nasional agar menghapuskan
reproduksi, serta pelayanannya, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan melindungi
pengaturan kesuburan sesuai dengan asas hak perempuan. Hal ini berdampak kepada
nondiskriminasi. ketentuan-ketentuan yang dilahirkan pemerintah di
Asas non-diskriminasi adalah asas yang Indonesia yang dituntut untuk memperhatikan asas
tidak membedakan perlakuan dalam segala hal non diskriminasi termasuk dalam peraturan
ikhwal yang berhubungan dengan warga tentang program Keluarga Berencana.
negara atas dasar suku ras, agama, golongan, Namun kenyataanya menunjukan
jenis kelamin, serta harus menjamin, diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia
melindungi, dan memuliakan HAM pada masih tetap terjadi baik dalam ketentuan -
umumnya dan hak warga negara pada ketentuan yang dilahirkan pemerintah maupun
khususnya. dalam kehidupan sehari-hari. Undang-undang No
Nondiskriminasi adalah, adanya 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 76
persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara menjelaskan harus adanya ijin suami untuk
di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan tindakan abortus bagi perempuan yang dalam

27
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

keadaan gawat darurat kehamilan. Ketentuan ini permasalahan yang telah diklasifikasikan dan
menggambarkan bahwa perempuan tidak pada akhirnya dikaji secara komprehensif.
mempunyai kekuasaan terhadap hak
reproduksinya, sehingga dalam keadaan darurat Metode Analisis Data
saja masih memerlukan ijin suami, kemudian Metode analisis data yang digunakan dalam
Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang penelitian ini adalah metode kualitatif normatif.
perkawinan pasal 31 (3) menjelaskan bahwa Dalam menganalisis data sekunder tersebut,
suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu penguraian data disajikan dalam bentuk kalimat
rumah tangga. Peraturan ini dengan tegas dan yang konsisten, logis dan efektif serta sistematis
terang-terangan telah mendiskriminasikan sehingga memudahkan untuk interpretasi data
perempuan dengan membatasi kehidupan dan konstruksi data serta pemahaman akan
perempuan didaerah domestik, sedangkan laki- analisis yang dihasilkan, yaitu mencari sebab
laki mempunyai kebebasan didaerah publik yang akibat dari suatu permasalahan serta
pada akhirnya akan memberikan peluang kepada menguraikannya secara konsisten, sistematis dan
laki-laki untuk memperlakukan perempuan diatas logis sesuai dengan perumusan masalah yang
kekuasaanya menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu
Berdasarkan uraian tersebut di atas, hubungan antara Ketentuan tentang Keluarga
dirasakan perlu untuk meneliti tentang Ketentuan Berencana dan Asas Non diskriminasi dikaitkan
Tentang Keluarga Berencana dan Asas Non dengan Hak Reproduksi Perempuan.
diskriminasi dikaitkan dengan Hak Reproduksi
Perempuan. PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Ketentuan Tentang Keluarga Berencana Dan


Hubungannya Dengan Asas Non Diskriminasi
Spesifikasi Penelitian Ketentuan tentang keluarga berencana di
Metode penelitian yang digunakan adalah Indonesia tercantum dengan jelas pada Undang-
penelitian deskriptif dengan spesifikasi penelitian Undang No 52 Tahun 2009 tentang
adalah deskriptif analitis. Metode pendekatan Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Keluargayang merupakan kebijakan dari pihak
yuridis normatif, karena penelitian ini merupakan pemerintah sebagai roda penggerak bagi
penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pelayanan keluarga berencana pada pemerintah
pustaka atau data sekunder saja, dengan daerah sampai ke pelaksana pelayanan.
menggunakan metode berpikir deduktif serta Hal ini dapat di telaah bahwa keluarga
kriterium kebenaran koheren. Di dalam penelitian berencana dilaksanakan untuk membantu calon
hukum, data sekunder tersebut meliputi bahan atau pasangan suami istri dalam mengambil
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan keputusan dan mewujudkan hak reproduksi
bahan hukum tertier. secara bertanggung jawab tentang: usia ideal
perkawinan; usia ideal untuk melahirkan; jumlah
Metode Pengumpulan Data ideal anak; jarak ideal kelahiran anak; dan
Metode pengumpulan data yang Kebijakan keluarga berencana mengandung
dipergunakan adalah studi kepustakaan. pengertian bahwa dengan alasan apapun promosi
Studi kepustakaan adalah suatu kegiatan (praktis aborsi sebagai pengaturan kehamilan dilarang.
dan teoritis) untuk mengumpulkan Pelayanan keluarga berencana sangat
(inventarisasi), dan mempelajari (learning), serta penting, oleh karena itu harus dilaksanakan
memahami (reflektif, kritis dan sistematis serta dengan benar secara profesi maupun hukum guna
logis) data yang merupakan hasil pengolahan kepentingan masyarakat, sehingga dengan
orang lain, dalam bentuk teks otoritatif (peraturan diberlakukannya Undang-Undang No 52 Tahun
perundang-undangan, keputusan hakim, traktat, 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
kontrak, keputusan tata usaha negara, kebijakan Pembangunan Keluarga diharapkan semua lini
publik, dan lainnya), literatur atau buku teks, yang terlibat dalam pelayanan keluarga
jurnal, artikel, arsip atau dokumen, kamus, berencana dapat melaksananakannya sesuai
ensiklopedi dan lainnya yang bersifat publik dengan peraturan dan hak asasi manusia terutama
maupun privat. Bahan hukum primer dan hak reproduksi perempuan yang selama ini selalu
sekunder dikumpulkan berdasarkan topik

28
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

menjadi konsumen terbanyak dalam program menurunkan tingkat populasi. Penyelenggaraan


Keluaraga Berencana. pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara
Namun kenyataan yang terjadi masih jauh yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
dari harapan dan tujuan yang tercantum dalam agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
ketentuan-ketentuan di atas, masih banyak bukti- Permasalahan tentang keluarga berencana
bukti menunjukan terlangarnya hak kesehatan jika dihubungkan dengan asas nondiskriminasi
reproduksi perempuan seperti adanya ketentuan terhadap Perempuan sampai saat ini antara lain
tentang Jampersal yang pada pendistribusiannya masih adanya ketimpangan status dan peran
masih ditunggangi politik untuk mengendalikan antara laki-laki dan perempuan yang berdampak
populasi dibanding memenuhi hak reproduksi tidak terpenuhinya hak reproduksi perempuan.
perempuan. Dalam hal menyangkut fertilitas, perempuan
Hal ini menunjukan bahwa pemerintah menjadi pihak yang tidak diuntungkan, karena
belum sepenuhnya memperhatikan hak fertilitas berhubungan dengan reproduksi
reproduksi seperti yang menjadi tujuan ICPD dan perempuan, maka dalam pengendaliannya
CEDAW semua ketentuan-ketentuan yang dibuat perempuan yang banyak menjadi sasaran
hanya menjadi ketentuan tertulis belum penggunaan alat kontrasepsi, sedangkan laki-laki
dilaksanakan secara nyata dan pelanggaran kurang menjadi target. Menurut catatan Yayasan
terhadap hak reproduksi perempuan masih terus Kesehatan Perempuan (YKP) suntikan dan pil
terjadi. merupakan metode Keluarga Berencana
Seharusnya ketentuan tentang keluarga terbanyak digunakan yaitu 72,3%. Sementara
berencana menjadi aturan yang mengedepankan kondom sebesar 0,9% dan vasektomi hanya
keselamatan dan keamanan bagi perempuan 0,4%.
dalam mendapatkan hak reproduksinya tanpa Ketentuan-ketentuan yang menjelaskan
diskriminasi dan paksaan. Peraturan Presiden bahwa suami istri mempunyai kedudukan yang
Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2010 sama dalam keluarga berencana seolah-olah
tentang Badan Kependudukan dan Keluarga masih menjadi catatan semata, hal ini ditunjukan
Berencana secara umum adalah sebagai dengan jumlah akseptor keluarga berencana
pedoman bagi para pemberi layanan keluarga sampai saat ini masih didominasi kaum
berencana untuk meningkatkan mutu perempuan dan jika keluarga memiliki anak
pelayanannya untuk mencapai Norma Keluarga banyak, sehingga berdampak pada tingginya
Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan pertumbuhan penduduk yang dituntut untuk
konsep catur warga yaitu hanya 2 anak saja, laki- membatasi reproduksinya adalah pihak
laki dan perempuan sama saja. Selanjutnya perempuan, padahal dengan tugas fisiologisnya
berkembang menjadi keluarga berkualitas yaitu dalam proses kehamilan dan persalinan
keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan perempuan telah menghadapi resiko kesehatan
yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, reproduksi yang tinggi jika dibandingkan dengan
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, laki-laki.
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, Peran dan partisipasi kaum pria dalam
harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang program Keluarga Berencana selama ini
Maha Esa dirasakan relatif rendah. Padahal, Keluarga
Materi dan subtansi peraturan tentang Berencana merupakan komitmen berdua, suami
keluarga berencana yang merupakan nilai-nilai dan istri. Keduanya pula yang akan merasakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan dampaknya. Akan tetapi, kenapa selama ini
keluarga berencana pada dasarnya telah hanya perempuan yang dominan menggunakan
mengandung asas-asas nondiskriminasi, sehingga alat kontrasepsi.Ketimpangan inilah yang sering
diharapkan tidak ada yang dirugikan terutama dijadikan topik bahasan belakangan ini pada
para perempuan yang selama ini masih menjadi setiap pertemuan yang mengangkat program
sasaran utama dari program keluarga berencana kependudukan dan Keluarga Berencana. Bila
yang berdampak pada hak reproduksinya.Tetapi ditarik ke belakang, sejarah program ini memang
pandangan yang menganggap perempuan lemah, lebih diarahkan kepada perempuan
dengan tugas reproduksi telah menyudutkan Oleh karena itu kebijakan Keluarga
perempuan kepada keadaan yang Berencana pada Rencana Pembangunan Jangka
memprihatinkan, sehingga mereka dianggap Menengah Nasional 2010-2015, peningkatan
menjadi penyebab utama kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif

29
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

untuk jangka panjang secara merata merupakan pengetahuan yang tidak mencukupi tentang
pemaksaan dari pemerintah dalam membatasi seksualitas serta informasi dan pelayanan
hak reproduksi perempuan dan hal ini kesehatan reproduksi yang tidak tepat atau
diwujudkan melalui ketentuan tentang Jaminan kurang bernilai; kelaziman perilaku seksual
Persalinan yang dengan terang-terangan yang berisiko tinggi; praktek-praktek sosial
memberikan pelayanan pada masa psaca yang diskriminatif; sikap-sikap negatif
melahirkan atau nifas dan disini perempuan harus terhadap perempuan dan anak perempuan;
membayar bantuan tersebut dengan mengikuti dan kekuasaan terbatas yang dimiliki banyak
program Keluarga Berencana sebagai akseptor perempuan dan anak perempuan atas
Keluarga Berencana jangka panjang. kehidupan seksual dan reproduksi mereka.
Bruce (dalam Dwiyanto, 1996) menyatakan 3. Hal ini tercermin dalam Undang-undang No
untuk dapat mewujudkan pelayanan Keluarga 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Berencana yang berorientasi pada perempuan, Kependudukan dan Pembangunan yang
maka setidak-tidaknya harus memenuhi ciri-ciri bertujuan:
sebagai berikut: pertama, memungkinkan klien Mewujudkan pertumbuhan penduduk yang
dan peserta Keluarga Berencana untuk secara seimbang dan keluarga berkualitas melalui
sadar dan bebas memilih alat kontrasepsi sesuai upaya pengendalian angka kelahiran dan
dengan kebutuhannya. Kedua, memberikan penurunan angka kematian, Pengendalian
informasi yang lengkap mengenai pilihan-pilihan kuantitas penduduk dilakukan untuk
kontrasepsi yang tersedia, efek sampingnya mewujudkan keserasian, keselarasan, dan
masing-masing dan cara mengatasinya. Ketiga keseimbangan antara jumlah penduduk
memberikan pelayanan yang aman seperti dengan lingkungan hidup baik yang berupa
ditunjukan oleh kemampuan teknis petugas dan daya dukung alam maupun daya tampung
hubungan interpersonal, sehingga mereka bisa lingkungan serta kondisi perkembangan
mengidentifikasi kontraindikasi peserta Keluarga sosial ekonomi dan budaya, sehingga dalam
Berencana. Keempat, memuaskan klien peserta perkembangannya, Perkembangan
Keluarga Berencana dengan memberi pelayanan kependudukan dan pembangunan keluarga
yang menghargai martabat dan kerahasiaan klien didasarkan pada prinsip pembangunan
peserta KB kependudukan yang salah satunya
berdasarkan pada keadilan dan kesetaraan
Hubungan Ketentuan-Ketentuan Tentang gender.
Keluarga Berencana Dan Asas 4. Pendekatan diatas merupakan cerminan
Nondiskriminasi Dikaitkan Dengan Hak masih adanya upaya pemerintah untuk
Reproduksi Perempuan melaksanakan program Keluarga Berencana
1. Keluarga berencana yang non diskriminasi dengan berdasarkan kepada pengendalian
menjadi pembicaraan global, sehingga pertumbuhan penduduk, sehingga
tercermin dari peraturan-peraturan yang pendekatan yang dilaksanakan merupakan
telah dilahirkan oleh pemerintah, tetapi pendekatan top down dengan
kenyataannya sampai saat ini ketentuan- menugaskanpara petugas Keluarga
ketentuan tersebut belum sepenuhnya Berencana agar program ini berhasil
dirasakan oleh perempuan, pelanggaran- menurunkan jumlah angka melahirkan,
pelanggaran terhadap kesehatanan sehingga para perempuan mengikuti
reproduksi sebagai dampak dari pengaturan program Keluarga Berencana bukan atas
kehamilan masih banyak dialami perempuan, dasar kesadarannya untuk memenuhi hak
dalam menjalankan fungsi reproduksinya kesehatan reproduksi tetapi mereka merasa
para perempuan masih mengalami tekanan bahwa Keluarga Berencana adalah
dan kontrol dari pihak luar terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan dalam
tubuhnya termasuk intervensi pemerintah menjaga jumlah anak yang dilahirkannya,
dalan mengatur kesuburan dengan alasan namun demikian kesetaraan gender sudah
populasi dan demografi. diangkat dengan mengedepankan kesamaan
2. Di dalam konferensi kependudukan sedunia, hak antara laki-laki maupun perempuan.
di Kairo 1994, bahwa Kesehatan reproduksi 5. Masalah keluarga berencana dan hak
tidak tercapai di banyak negara di dunia reproduksi perempuan pada kenyataannya
karena faktor-faktor sebagai berikut: tingkat tidak dapat terlepas dari persoalan

30
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

ketimpangan status peran laki-laki dan tinggi dari perempuan, sehingga tidak jarang para
perempuan yang terbentuk dalam laki-laki memandang bahwa perempuan sebagai
masyarakat atau gender. Nilai-nilai sosial pemuas nafsu belaka yang dapat mengancam
yang membedakan peran laki-laki dan keselamatan kesehatan reproduksi perempuan
perempuan yang dibentuk oleh masyarakat seperti masih maraknya pemerkosaan dan jika hal
cenderung menempatkan perempuan pada ini terjadi perempuan masih dihadapkan pada
posisi subordinated. Konsep gender ketentuan-ketentuan yang dapat mengancam
mengacu pada status peran laki-laki serta keselamatan dalam segi hukum seperti yang
hubungan sosial yang terbentuk antar tercantum dalam Undang-undang No 36 tahun
manusia dengan dua jenis kelamin yang 2009 tentang kesehatan pasal 75 bahwa setiap
berbeda. Dalam hal ini terdapat kategorisasi orang dilarang melakukan aborsi larangan
yang merupakan produk dari nilai-nilai yang tersebut dapat dikecualikan berdasarkan;
dianut oleh masyarakat. indikasi medis yang dideteksi sejak usia dini
6. Ketimpangan status dan peran laki-laki dan kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu
perempuan juga memperoleh legitimasi dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
dalam bentuk produk hukum atau kebijakan berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
publik yang bias gender. Dalam pasal 34 dapat diperbaiki, sehingga menyulitkan bayi
ayat 1 Undang-Undang perkawinan tersebut hidup, trauma psikologis bagi korban
disebutkan bahwa suami adalah pelindung perkosaan.
dan pencari nafkah sedang istri adalah Berdasarkan kajian di atas ketentuan tentang
pengurus rumah tangga. Pembedaan peran keluarga berencana dan asas non Diskriminasi
yang sangat genderistik ini menyebabkan dikaitkan dengan hak reproduksi perempuan
istri tergantung secara ekonomi pada suami sangat berkaitan, sehingga jika ketentuan tentang
yang lebih jauh membuka peluang pada keluarga berencana dan hak reproduksi
suami untuk berkuasa pada istrinya, perempuan dijalankan perlu ada kejelasan
termasuk berkuasa pada hubungan seksual, tentang pelaksanaan asas nondiskriminasi
pengaturan kehamilan dan bahkan pemilihan terhadap perempuan untuk menentukan hak
kontrasepsi. Masalah Hak Perempuan Dalam reproduksinya secara mandiri dan terbebas dari
Kesehatan Reproduksi tidak saja ancaman hukum.
menyangkut aspek kesehatan, tetapi juga Ketentuan tentang Keluarga Berencana yang
meliputi aspek-aspek lainnya seperti ada di Indonesia seperti tercantum dalamUU No
ekonomi, sosial, budaya pendidikan dan lain- 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan
lain.Adalah sulit kalau hanya mengharapkan Kependudukan dan Pembangunan jika ditelaah,
adanya peningkatan kesehatan tanpa adanya sudah mengandung asas nondiskriminasi seperti
peningkatan kesejahteraan ekonomi dan yang tercantum dalam Pasal 24, namun dalam
status sosial perempuan.Oleh karena itulah Pasal 20 menjelaskan bahwa dengan alasan
kesadaran dan pengetahuan tentang hak-hak apapun promosi aborsi sebagai pengaturan
reproduksi tersebut penting diketahui kaum kehamilan dilarang. Pasal ini jika dikaitkan
perempuan. dengan dengan UU kesehatan No 36 Tahun 2009
Begitu besarnya akibat yang ditimbulkan pasal 76 tentang kesehatan reproduksi dan Pasal
dari gangguan kesehatan bermula dari 75 ayat (2), masih menimbulkan kerancuan yang
terabaikannya hak-hak reproduksi perempuan. akan menyebabkan kerugian bagi perempuan
Faktor-faktor yang menjadi masalah dalam hak karena tidak jarang perempuan yang mengalami
kesehatan reproduksi perempuan antara lain kegagalan Keluarga Berencana atau mengalami
adalah morbiditas (gangguan kesehatan) kehamilan yang tidak diinginkan sering
kematian perempuan yang berkaitan dengan mengakhiri kehamilannya dengan aborsi. Hal ini
kehamilan, Kehamilan yang tidak diinginkan menimbulkan kerawanan dalam kehidupan
sebagai akibat kurang terpenuhinya hak perempuan untuk terjerat dalam hukum pidana
kesehatan reproduksi perempuan yang yang disebabkan melakukan aborsi illegal.
menyebabkan terjadinya aborsi illegal, Campur tangan pemerintah dalam
pembunuhan terhadap bayi oleh ibunya. Hal ini membatasi hak reproduksi perempuan masih
disebabkan masih rendahnya pandangan ditemukan dalam peraturan-peraturan yang
masyarakat terhadap hak reproduksi perempuan dibuat, sehingga konsep top down masih tetap
yang masih menempatan bahwa laki-laki lebih nampak dan menjadi program yang tetap

31
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

dijalankan dengan alasan untuk mencapai dalam Pasal 194 setiap orang yang dengan
keluarga berkualitas yang pada akhirnya kembali sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
sebagai tujuan menekan populasi penduduk Salah ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 75
satu bukti yang menunjukan adanya tujuan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
pemerintah untuk mengendalikan fungsi dapat lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.
dilihat pada kebijakan tentang jaminan persalinan 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
(jampersal) yang salah satu pelayanannya adalah
pelayanan KB pasca persalinan. Pada pelayanan PENUTUP
pasca persalinan ini dilakukan upaya
KIE/Konseling untuk memastikan seluruh ibu Kesimpulan
pasca bersalin atau pasangannya menjadi 1. Ketentuan tentang keluarga berencana belum
akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi memenuhi asas nondiskriminasi, seperti yang
jangka panjang seperti alat kontrasepsi dalam terdapat dalam Undang-undang No 52 tahun
rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
(MOW dan MOP) untuk tujuan pembatasan dan dan Pembangunan, perempuan masih menjadi
IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria sasaran utama untuk mengendalikan populasi
disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi penduduk. Selain itu, dalam ketentuan tentang
oleh BKKBN, sehingga Jampersal terkesan Jaminan Persalinan (Jampersal), perempuan
menjadi alat untuk mengarahkan perempuan diarahkan untuk mengikuti program Keluarga
dalam membatasi kehamilan. Harapan adanya Berencana dengan memakai alat kontrasepsi
kesadaran perempuan untuk menjadi akseptor jangka panjang
Keluarga Berencana dengan berdasarkan 2. Ketentuan tentang Keluarga Berencana dan
memenuhi hak kesehatan reproduksinya masih asas nondiskriminasi jika dikaitkan dengan
belum terlaksana secara nyata karena hak reproduksi perempuan, belum terpenuhi
pengetahuan perempuan tentang hak kesehatan yaitu dengan belum terpenuhinya asas
reproduksi masih sangat rendah. nondiskriminasi dalam keluarga berencana
Ketentuan tentang asas non diskriminasi, pada Undang-undang No 52 tahun 2009
tercantum dalam peraturan tentang keluarga tentang Perkembangan Kependudukan dan
berencana yang berusaha untuk selalu melibatkan Pembangunan, adanya pelabelan status antara
pasangan dalam hal ini suami, tetapi dalam UU suami dan istri pada Undang-Undang No 1
kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 76 tentang tahun 1974 tentang perkawinan. Terdapat
kesehatan reproduksi, dinyatakan bahwa dalam ketentuan-ketentuan yang menyudutkan
keadaan darurat seorang perempuan yang perempuan dalam mendapatkan hak
memerlukan tindakan aborsi masih memerlukan reproduksinya dalam Undang-undang No 36
ijin seorang suami Peran sosial yang tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75 dan
menyebabkan perempuan termarginalkan telah pasal 76 serta adanya upaya mengarahkan
menyeret terjadinya kontrol terhadap hak perempuan pasca persalinan untuk mengikuti
reproduksi perempuan oleh pihak luar, KB dengan alat kontrasepsi jangka panjang
perempuan menjadi pihak yang dirugikan, pada peraturan tentang jampersal.
mereka menjalankan kehamilannya seolah-olah
memenuhi pesanan pihak lain, ketentuan ini tidak Saran
menutup kemungkinan akan menimbulkan 1. Kepada pemerintah daerah baik Provinsi,
kekuasaan seorang suami terhadap tubuh Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai
perempuan dalam menenentukan kapan dengan Desa/Kelurahan, Peraturan tentang
perempuan boleh hamil dan kapan perempuan keluarga berencana dan kesehatan
tidah boleh hamil. reproduksi perlu disosialisasikan kepada
Hubungan ketentuan tentang keluarga seluruh lapisan masyarakat, sehingga
berencana dan asas nondiskriminasi dikaitkan pengetahuan untuk mendapatkan hak
dengan hak reproduksi perempuan masih belum reproduksi dapat dinikmati oleh seluruh
terpenuhi. Hal ini ditunjukan dengan masih perempuan yang pada akhirnya
adanya pernyataan-pernyataan dalam peraturan menjarangkan kehamilan bukan hanya
yang dapat membatasi ruang gerak seorang berdasarkan kewajiban warga negara untuk
perempuan dalam memenuhi hak reproduksinya mencapai jumlah penduduk yang ideal
terutama ancaman pidana seperti tercantum tetapi merupakan kesadaran untuk menjaga

32
Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol.I.No.1.September 2013

kesehatan reproduksinya yang menjadi hak Saroha Pinem, Kesehatan Reproduksi dan
asasi perempuan secara nyata. Konmtrasepsi, Jakarta, 2009, Trans
2. Para pemberi pelayanan (petugas Info Media
kesehatan) baik dokter, bidan, perawat dan Suratun, Pelayanan Keluarga Berencana dan
petugas kesehatan lainnya yang terkait pelayanan kontrasepsi , 2008, Jakarta,
dalam pelayanan keluarga berencana agar Trans Info Media.
saatnya mengubah paradigma baru dalam Wening Udasmoro, 2010, Konsep
memperlakukan perempuan sebagai calon Nasionalisme dan Hak Reproduksi
akseptor Keluarga Berencana dari Perempuan Analisis Jender Terhadap
pandangan sebagai objek sekarang sudah Program Keluarga Berencana di
saatnya menganggap mereka sebagai Indonesia
partner dalam memenuhi hak reproduksi UU RI No 52 tahun 2009 tentang
perempuan dengan pendekatan yang penuh Perkembangan Kependudukan dan
empati dan menempatkan perempuan dalam Pembangunan
posisi terhormat tidak memandang UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
kedudukan status sosial, ekonomi dan ras UU RI No.7/1984 Tentang Pengesahan
dan golongan sudah saatnya diwujudkan Konvensi Mengenai Penghapusan
untuk memberikan penghargaan bagi para Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
perempuan yang mempunyai tugas Wanita (Convention on the
fisiologis untuk menghasilkan penerus- Elimination of All Forms of
penerus bangsa, perempuan merupakan Discirmination Against Women)
pondasi bagi terlahirnya penerus bangsa UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
yang sehat baik fisik, mental sosial maupun Manusia
spiritual, anak yang sehat hanya akan lahir Sri Yuliani, 2006, perempuan dan kebijakan
dari ibu yang sehat pula, dan hal ini berawal pengendalian kelahiran, Jurnal
dari terpenuhinya hak reproduksi penduduk dan pembangunan
perempuan, sehingga keluarga yang
berkualitas akan tercapai dengan optimal
3. Pendidikan tentang hak reproduksi
perempuan perlu disampaikan kepada kaum
laki-laki dan seluruh lapisan masyarakat
termasuk remaja laki-laki dan remaja
perempuan, sehingga mereka dapat
menghormati hak reproduksi perempuan
dengan nyata, seorang ibu yang patut
dihormati dijunjung tinggi kehormatannya,
sebagai wujud terhadap perannya dalam
fungsi reproduksi.

REFERENSI

Abdullah Cholil. 1996. Tindak Kekerasan


terhadap Wanita. Seminar Nasional
Perlindungan Perempuan dari
Pelecehan Kekerasan Seksual,
Yogyakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan UG M dan Ford
Foundation
Anna G dan Alisa Gebbie, 2002, Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi,
EGC, Jakarta
Hartanto, Hanafi, 2002, Keluarga Berencana
dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Mas,
Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai