Anda di halaman 1dari 13

Penyebab dan Penanganan pada Pasien Malaria

Kelompok C7

Goza Ralinsa Nahan (102016035)

Nathalie Widjaja (102019016)

Michael Usup (102019042)

Agnes Imelda Sipangkar (102019078)

Lisda Nurhidayatin (102019090)

Theresa Jeanne (102019104)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

JL. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat

Abstrak

Malaria merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium dan hidup
intrasel yang dapat bersifat akut atau kronik. Ada 4 plasmodium yang dapat menginfeksi manusia,
yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Pada
manusia, plasmodium ini menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual pada jaringan hati
dan pada eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh anopheles betina. Infeksi malaria dapat
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Berdasarkan kerjanya pada
tahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan atas skizontosid jaringan dan darah;
gametosid dan sporontosid. Ada beberapa jenis obat yang dikenal secara umum yang dapat digunakan
dalam pengobatan penyakit malaria. Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk
individu yang non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaktis yang
dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya masih sangat
dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan
nyamuk.

Kata kunci : Malaria, Pengobatan, Pencegahan, Plasmodium

Abstract

Malaria is a disease caused by protozoa of the genus Plasmodium and living intracellularly which
can be acute or chronic. There are 4 plasmodiums that can infect humans, namely Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae and Plasmodium ovale. In humans, this plasmodium
infects erythrocytes and undergoes asexual culture in liver tissue and in erythrocytes. Sexual
breeding occurs in the body of the female anopheles. Malaria infection can give symptoms such as
fever, chills, anemia, and splenomegaly. Based on its work on the developmental stages of

1
plasmodium, antimalarials are divided into tissue and blood schizontosids; gametosid and
sporontosid. There are several types of drugs that are generally known that can be used in the
treatment of malaria. Measures to prevent malaria infection are very important for non-immune
individuals, especially national and international tourists. The chemo-prophylactics recommended
did not provide full protection. Therefore it is still highly recommended to pay attention to
precautions to avoid mosquito bites.

Keywords: Malaria, Treatment, Prevention, Plasmodium

Pendahuluan

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit. Penyakit ini
menular dari satu orang ke orang lain. Penyebab utama infeksi diantaranya adalah bakteri. Bakteri ini
menyebar dengan berbagai cara dan vektor. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan
sarana yang dimiliki hospes untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan hospes.
Patogen mengganggu flora normal dan dapat berakibat pada luka kronik, kehilangan organ tubuh, dan
bahkan kematian. Seperti penyakit infeksi lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di
negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta
daerah yang terlalu padat, memudahkan penyebaran penyakit malaria ini. Pembukaan lahan-lahan
baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara
nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut. 1

Anamnesis

Dari hasil anamnesa yang dilakukan, kita bisa mendapatkan beberapa informasi penting, yaitu :

a) Keluhan utama pada pasien adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, dan muntah.

b) Sifat demam pasien yaitu naik turun kemudian pasien mengalami demamnya naik lagi pada hari
ketiga.

c) Riwayat berkunjung pada pasien ini yaitu sekitar 2 minggu yang lalu ia pergi ke daerah endemik
malaria.

d) Berdasarkan kasus, 2 minggu yang lalu pasien baru saja berkunjung dari Timika papua yang telah
dikenal pasti sebagai daerah endemic malaria. Dan pasien mengatakan bahwa ia kembali lagi bekerja
di Jakarta.2

Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan keluhan malaria akan dilakukan pemeriksaan fisik sebagai berikut :

2
 Didapati bahwa kesadaran pasien adalah compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Kesadaran yang dialami oleh pasien yaitu tampak sakit sedang.
 Tanda-tanda vital :
a. Tekanandarah: 110/80 mmHg
b. Suhu: 39oC
c. Pernapasan:20x/menitc.
d. Nadi: 100x/menitd.
 Sklera pada pasien yaitu tidak ikterik dan pada konjungtiva pasien tidak anemis.
 Pemeriksaan fisik Abdomen pada pasien yaitu pembesaran hepar 3 jari dibawah arcus costae
kanan, dua jari dibawah processus xiphodeus, untuk tepi tumpul, tidak benodul, konsistensi
kenyal, dan rasa tidak nyaman pada penekanan.
 Pembesaran limpa (splenomegali) pada pasien terjdai pada perabaan lien ada di shufner 4.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja, yang dapat dilakukan
dengan mikroskop. Salah satu cara pemeriksaan mikroskopik yaitu dengan melakukan pemeriksaan
tetes darah untuk malaria. Dimana pemeriksaan mikroskopik darah tepi ini untuk menemukan adanya
parasit malaria yang sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
negatife tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil
negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.Akan tetapi pada pemeriksaan penunjang pada
kasus pasien ini masih menunggu hasil dari laboratorium.2

Working Diagnose

Berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik serta dilakukannya anamnesa pada kasus pasien ini
didapatkan Working Diagnose pada kasus ini adalah penyakit malaria vivax.

Diagnosis Banding Malaria

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama
demam sering di diagnosis dengan infeksi lain, seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis,
chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan
leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering
diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi
klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita
dengan demam harus dilakukan.3

3
Etiologi

Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria (yang disebut
Plasmodium) dan nyamuk anopheles. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk
kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada
manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles.
Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia,
yaitu:
a.Plasmodium falciparum.
b.Plasmodium vivax.
c.Plasmodium malariae.
d.Plasmodium ovale.
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda, yaitu:
a. Plasmodium falciparum: Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika),
merupakan jenis penyakit malaria yang terberat, karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi
berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat,syok,gagal ginjal akut, perdarahan, sesak
nafas, dll.
b. Plasmodium vivax : Menyebabkan malaria tertiana.

c. Plasmodium malariae : Menyebabkan malaria quartana.

d. Plasmodium ovale : Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut
infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.falcipharum dengan P.vivax atau
P.malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi
di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria yang disebabkan oleh P.vivax dan P.malariae
dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain
P.falcipharum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam
yang biasanya berlangsung 10-14 hari.4

4
P. Falciparum P. Ovale

P. Malariae P. Vivax

Sumber : Romi T, Putra I. Malaria Dan Permasalahannya. J Kedokt Syiah Kuala. 2011;11(2):103–14.

Epidemiologi

Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 497
Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia saat ini, 54% masih merupakan wilayah endemis malaria.
Secara nasional kasus malaria tahun 2005-2011, berdasarkan laporan rutin, cenderung menurun yaitu
sebesar 4,10‰ (tahun 2005) menjadi 1,38‰ (tahun 2013). Namun begitu, di daerah endemis tinggi

5
angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional, sedangkan di daerah endemis rendah
sering terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) sebagai akibat adanya kasus import. Pada tahun 2010
jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 432 kasus. Daerah dengan kasus malaria tinggi
dilaporkan dari Kawasan Timur Indonesia (provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur,
Maluku dan Maluku Utara). Di kawasan lain juga dilaporkan masih cukup tinggi antara lain di
provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimanatan Tengah, Lampung, dan Sulawesi Tengah. Upaya
untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pengendalian malaria yang
kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan tepat, surveilans dan pengendalian vektor,
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan berbagai sektor yang kesemuanya ditujukan untuk
memutus mata rantai penularan malaria. Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin
ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P.falcifarum, dan tahun 1991
untuk P.vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh
provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap Sulfadoksin Pirimethamin
(SP) di beberapa tempat di Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
malaria.5

Vektor : Nyamuk Anopheles

Nyamuk yang dapat menularkan malaria pada manusia hanya nyamuk Anopheles betina. Pada saat
menggigit penderita malaria (manusia yang terinfeksimalaria), nyamuk Anopheles akan menghisap
parasit malaria (plasmodium) bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah
terinfeksi malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi
dalam tubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi
malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban bersamaan dengan air liur nyamuk. 6

Cara penularan

 Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria yang ada di
dalam darah penderita.
 Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh nyamuk Anopheles (menjadi nyamuk yang
infektif).
Nyamuk Anopheles yang infektif menggigit orang yang sehat (belum menderita malaria).

 Sesudah +12-30 hari (bervariasi tergantung spesies parasit) kemudian, bila daya tahan tubuhnya
tidak mampu meredam penyakit ini maka orang sehat tersebut berubah menjadi sakit malaria dan
mulai timbul gejala malaria.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang
ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prepaten

6
adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah tepi dengan
pemeriksaan mikroskopik.6

Sumber : Kesehatan K, Indonesia R. Plasmodium Knowlesi: Distribusi, Gambaran Mikroskopis,


Gejala Penderita Dan Vektor Potensial. J Ekol Kesehat. 2016;13(3 Sep):201-209–209.

Gejala Klinis

Gejala malaria yang klasik (pasien di tempat non-endemic) terdiri dari tiga stadium berurutan yang
disebut trias malaria, yaitu:
1. Stadium dingin (cold stage) Stadium ini berlangsung +15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai
dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-
jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage) Stadium ini berlangsung +2–6jam. Penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat
haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang
sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage) Stadium ini berlangsung +2–4jam. Penderita berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampaidi bawah normal. Setelah itu
biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi
tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Didaerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria,
gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung
spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi

7
(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain,
misalnya diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifatlokal spesifik.
Gejala klinis untuk malaria serebral diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa
delirium, mengantuk, stupor, dan ketidaksadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang
dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak
setelah serangan pertama. Tetapi, ketidaksadaran postiktal (sakit kepala yang biasa disebabkan oleh
seizure) jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. 7

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3 gejala
terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu:
a.Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik.

b.Kejang umum dan sekuel neurologi.

c.Koma menetap selama 24 –72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kmudian tak dapat dibangunkan.

Patofisiologi

Malaria lebih ditekan kan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari pada
koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogeni menyebabkan kerusakan eritrosit. Akan terjadi
anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia menunjukan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin
karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limfa membesar, mengalami pembendungan dan
pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limfa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis
terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Masa inkubasi adalah rentang waktu
sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Untuk P. falciparum 9 – 14 hari, P.
7
vivax 12 – 17 hari, P. ovale 16 – 18 hari, P. malariae 18 – 40 hari

Tatalaksana

Berdasarkan kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan atas


skizontosid jaringan dan darah; gametosid dan sporontosid. Ada beberapa jenis obat yang dikenal
umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain:

A. Klorokuin

8
 Aktivitas anti malaria :

Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit
di jaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P. vivax, P. malariae, P. ovale. Klorokuin juga
efektif terhadap ketiga gamet plasmodium tersebut, tetapi tidak terhadap P. falciparum. Klorokuin
juga memiliki efektivitas tinggi untuk profilaksis maupun penyembuhan malaria yang terinfeksi
dengan P. malariae dan P. falciparum yang sensitif. Gejala klinik dan parasitemia serangan akut
malaria akan cepat dikendalikan oleh klorokuin. Mekanisme kerja klorokuin masih kontroversi. Salah
satu mekanisme yang penting adalah penghambatan aktivitas polymerase heme plasmodia oleh
klorokuin. Resistensi terhadap klorokuin kini banyak ditemukan pada P. Falsiparum

 Efek samping

Efek samping yang mungkin ditemukan pada pemberian klorokuin adalah sakit kepala ringan,
gangguan pencernaan, gangguan penglihatan dan gatal-gatal. Pengobatan kronik sebagai terapi
supresi kadang kala menimbulkan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, erupsi kulit likenoid,
rambut putih dan perubahan gambaran EKG. Dosis tinggi parenteral yang diberikan secara cepat
dapat menimbulkan toksisitas terutama pada sistem kardiovaskular berupa hippotensi, vasodilatasi,
penekanan fungsi miokard, yang akhirnya dapat menimbulkan henti jantung. Klorokuin harus
digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, atau pada pasien gangguan saluran
cerna, neurologik dan darah yang berat.8

B. Primakuin

 Mekanisme malaria

Manfaat klinik dari primakuin adalah dalam penyembuhan radikal malaria vivaks dan ovale.
Primakuin sendiri tidak menekan serangan malaria vivaks, meskipun obat ini memperlihatkan
aktivitas terhadap fase eritrosit. Demikian juga secara klinis, primakuin tidak digunakan untuk
mengatasi serangan malaria falsiparum karena tidak efektif terhadap fase eritrosit. Tidak banyak yang
diketahui tentang carakerja 8-aminokuinolin sebagai antimalaria, lebih-lebih tentang akticvitasnya
yang lebih menonjol terhadap skizon jaringan dan gametosit. Beberapa strain P. vivax di beberapa
Negara, termasuk Asia Tenggara relatif telah menjadi resisten terhadap primakuin.
 Efek samping
Efek samping yang paling berat dari primakuin adalah anemia hemolitik akut pada pasien yang
mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase ( G6PD ). Dengan dosis yang lebih tinggi
lagi, primakuin dapat menimbulkan spasme usus dan gangguan lambung. Dosis yang lebih tinggi lagi,
primakuin akan memperberat gangguan di perut dan menyebabkan methemoglobinemia dan sianosis. 9
C. Kina

9
 Efek antimalaria
Kina bersama pirimetamin dan sulfadoksin masih merupakan regimen terpilih untuk P. falsiparum
yang resisten terhadap klorukin. Kina terutama berefek skizontosid darah dan juga berefek
gametositosid terhadap P. vivax dan P. malariae, tetapi tidak untuk P. falciparum. Untuk terapi supresi
dan pengobatan serangan klinik, obat ini lebih toksik dan kurang efektif dibandingkan dengan
klorokuin. Kina tidak digunakan untuk profilaksis malaria.
 Efek samping
Gejala yang ringan, lebih dahulu tampak di sistem pendengaran dan penglihatan. Pada keracunan
yang lebih berat, terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskuler, dan kulit. Lebih lanjut lagi
terjadi perangsangan SSP, seperti bingung, gelisah, dan delirium. Kina juga menyebabkan gangguan
ginjal, hipoprotrombinemia, dan agranulositosis.8

1) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis
ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum
hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama
14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.

2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi
dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

3) Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan Primakuin selama
14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.

4) Pengobatan malaria malariae

Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin. 8

Komplikasi

 Malaria serebral :
Terjadi kira –kira 2% pada penderita non –imun, walaupun demikian masih sering dijumpai pula
didaerha endemic seperti di Jepara (Jawa tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. merupakan

10
komplikasi paling yang paling berbahaya dan mortalitas 20% -50% dengan pengobatan. gejala
malaria serebral dapat di tandai dengan koma yang tak bias di bangunkan, bila dinilai dengan GCS
(Glasgow Coma Scale) ialah di bawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporus.sebagian penderita
terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium, dan perubahan
tingkah laku (penderita tidak mau bicara ). diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler
pembuluh darah otak sehingga terjadi onoksia otak. sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan sekuestrasi
parasit.9,10

 Kecendrungan perdarahan :

Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di bawah kulit berupa petekie,
purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. perdarahan ini dapat terjadi
karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi intravascular ataupun gangguan koagulasi karena
gangguan fungsi hati. trombositopenia di sebabkan karena pengaruh sitokin. gangguan koagulasi
intravascular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi P. falciparum yang berat. 9,10

 Hiponatremia :

Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum dan biasanya bersamaan dengan
penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan
dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormone anti –
diuretic (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormone diuretic yang pernah di lakukan hanya dijumpai
peningkatanpada 1 diantara 17 penderita.9,10

Cara pencegahan

a. Kebiasaan keluar malam

Kebiasaan keluar malam hari merupakan faktor risiko sosial yang berperan dalam penyebaran dan
kejadian malaria. Secara bionomik, nyamuk vektor malaria mempunyai aktivitas mencari darah pada
malam hari, dan sasaran yang dicapai adalah menghisap darah manusia. Kejadian malaria yang
diakibatkan seringnya beraktifitas di luar rumah pada malam hari, berkaitan dengan kebiasaan vektor
malaria yang eksofagik. Nyamuk yang banyak menggigit diluar rumah, teteapi bisa masuk ke dalam
rumah bila manusia merupakan hospes utama yang disukai. 11

b. Penggunaan kelambu

Faktor kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur malam hari secara teoritis mempunyai kontribusi
mencegah kejadianmalaria. Pada penelitian di kabupaten Jepara menunjukkan hasil uji chi-square

11
pada variabel kebiasaan memakai kelambu pada saat tidur menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar
0,028 yang berarti terdapat hubungan antara kebiasaan tersebut dengan kejadian malaria. Pemakaian
kelambu saat tidur sangat diperlukan di daerah endemis malaria. Pemakaian kelambu bertujuan untuk
mengurangi kontak manusia dengan vektor malaria yang bersifat endofagik. Endofagik adalah
nyamuk yang mengigit di dalam rumah, tetapi bila hospes tidak tersedia di dalam rumah sebagain
nyamuk akan mencari hospes di luar rumah. Perhitungan Odds Ratiomenunjukkan bahwa responden
yang tidak mempunyai kebiasaan memakai kelambupada saat tidur berisiko 3 kali untuk mengalami
malaria dibandingkan denganresponden mempunyai kebiasaan tidur memakai kelambu. 11

c. Kebiasaan menggantung pakaian

kebiasaan menggantung pakaian dapat digunakan sebagai tempat persembunyian nyamuk sehingga
meningkatkan potensi kontak antara nyamuk dengan manusia. 11

Kesimpulan

Hipotesis diterima. Dari hasil anamnesis, gejala-gejala yang dikeluhkan pasien, dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan, semuanya mengarah pada malaria tanpa komplikasi. Namun untuk memastikannya,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes sediaan darah tebal dan tipis sehingga dapat
diketahui secara tepat mengenai jenis parasit yang menyerang dan selanjutnya dapat diberikan terapi
yang sesuai sehingga didapatkan juga prognosis yang baik.

Daftar Pustaka

1. Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M SS. Buku
ajar ilmu penyakit jilid III. Edisi 5. jakarta: nterna Publishing; 2009. .h.1754-69.

2. Gleadle J. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis danPemeriksaan Fisik. In


jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. p. h.1-17.

3. Poutude S. Tinjauan Pustaka Malaria. Dk. 2015;53(9):1689–99.

4. Romi T, Putra I. Malaria Dan Permasalahannya. J Kedokt Syiah Kuala. 2011;11(2):103–14.

5. Bousema, T. and C. Drakeley. Epidemiology and Infectivity of Plasmodium falciparum and


Plasmodium vivax Gametocytes in Relation to Malaria Control and Elimination. Clinical
Microbiology Reviews. In 2011. p. 377-410.

6. Kesehatan K, Indonesia R. Plasmodium Knowlesi: Distribusi, Gambaran Mikroskopis, Gejala


Penderita Dan Vektor Potensial. J Ekol Kesehat. 2016;13(3 Sep):201-209–209.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

12
Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia. 2009;(Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 Tentang Eliminasi
Malaria di Indonesia):1–36.

8. Syarif A SZ. Obat malaria. Dalam: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran-Universitas Indonesia. Farnakologi dan terapi. Edisi 5. jakarta; 2012. h. 556-70.

9. Cushion MT, Ashbaugh A, Hendrix K, Linke MJ, Tisdale N, Sayson SG, et al. Gene
expression of pneumocystis murina after treatment with anidulafungin results in strong signals
for sexual reproduction, cell wall integrity, and cell cycle arrest, indicating a requirement for
ascus formation for proliferation. Antimicrob Agents Chemother. 2018;62(5).

10. Kementerian Kesehatan, Dirjen P2PL SM. Pedoman Manajemen Malaria. Buku Pedoman.
2015;150 hal.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Agnes C2 Sken 2
    Agnes C2 Sken 2
    Dokumen15 halaman
    Agnes C2 Sken 2
    Agnes
    Belum ada peringkat
  • Blok 6
    Blok 6
    Dokumen7 halaman
    Blok 6
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 4
    Blok 4
    Dokumen9 halaman
    Blok 4
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 13
    Blok 13
    Dokumen13 halaman
    Blok 13
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Agnes C1 Sken 2
    Agnes C1 Sken 2
    Dokumen11 halaman
    Agnes C1 Sken 2
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 3
    Blok 3
    Dokumen6 halaman
    Blok 3
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 3
    Blok 3
    Dokumen6 halaman
    Blok 3
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Agnes 102019078
    Agnes 102019078
    Dokumen10 halaman
    Agnes 102019078
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 14
    Blok 14
    Dokumen10 halaman
    Blok 14
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 14
    Blok 14
    Dokumen10 halaman
    Blok 14
    sibi cantik
    Belum ada peringkat
  • Blok 11
    Blok 11
    Dokumen11 halaman
    Blok 11
    sibi cantik
    Belum ada peringkat