D6
Nama Kelompok
Email: kelompok_d6@yahoo.com
Pendahuluan
1
Kita tahu bahwa istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat
hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bwah 500 gram dapat hidup terus, maka
abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan ialah pengakiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus
terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Frekuensi abortus sukar
ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi,
juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga
pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat.
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%.1,2
2
Pengertian pengguguran kandungan
Menurut hukum ialah tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum
waktunya dilahirkan, tanpa melihat usia kandungan. Juga tak dipersoalkan bayi hidup atau mati.
Yang penting adalah saat dilakukan pengguguran, kandungan tersebut masih hidup.1
Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat dan menjadi perbincangan di berbagai
kalangan masyarakat, di banyak tempat dan di berbagai negara, baik itu di dalam forum resmi
maupun forum-forum non-formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak
zaman dahulu, di mana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara
yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter,
bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.1
Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih
mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena
itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan tetap
merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi.
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:1,2
Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau
menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi,
atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat
secara fisik.
Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus
menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan
saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun
anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
3
Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum
dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus
membangun suatu keluarga yang prematur.
Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi
pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan
yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah
satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para
dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien
berhak menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun
berhak menolaknya. Sedangkan jika tidak puas, maka pasien akan berupaya untuk menuntut
ganti rugi atas dasar kelalaian yang dilakukan dokter tersebut. Timbulnya berbagai pembicaraan
dan undang-undang soal hak otonomi perempuan membuat hak atas diri sendiri ini memasuki
area wacana soal aborsi, atau penentuan dari pihak perempuan yang merasa berhak juga untuk
menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya. Namun, bila
dilihat dari sisi para pelaku pelayanan kesehatan ini, seorang dokter pada waktu lulus, sudah
bersumpah untuk akan tetap selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat
pembuahan sampai saat meninggal. Karenanya, tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan
sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para tenaga kesehatan
baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan aborsi ini. Pengguguran atau aborsi
dianggap suatu pelanggaran pidana.1,2
4
Kasus II (PBL 4)
Anda kebetulan sedang berdinas jaga di laboratorium di sebuah rumah sakit tipe B. seorang
anggota polisi membawa sebuah botol berukuran 2 liter yang disebutnya sebagai botol dari
sebuah alat “suction curret” milik seorang dokter di kota anda. Masalahnya adalah bahwa dokter
tersebut disangka telah melakukan pengguguran kandungan yang illegal dan di dalam botol
tersebut terdapat campuran darah dan jaringan hasil suction. Polisi menerangkan dalam surat
permintaannya, bahwa darah dan jaringan dalam botol berasal dari tiga perempuan yang saat ini
sedang diperiksakan ke bagian Kebidanan di rumah sakit anda. Penyidik membutuhkan
pemeriksaan laboratorium yang dapat menjelaskan apakah benar bahwa ketiga perempuan yang
sedang diperiksa di kebidanan adalah perempuan yang kandungannya digugurkan oleh dokter
tersebut. Hasil pemeriksaan tersebut penting agar dapat dilanjutkan ke proses hukum terhadap
dokter tersebut.
Anda tahu bahwa harus ada komunikasi antara anda dengan dokter kebidanan yang memeriksa
perempuan-perempuan di atas, agar pemeriksaan medis dapat member manfaat yang sebesar-
besarnya bagi penyidikan dan penegakkan hukum.
Rumusan Masalah
Pembahasan
Pengertian Abortus
Jenis-jenis Abortus
Berdasarkan Pelaksanaannya1,3
Abortus buatan teraupetik. Dilakukan oleh tenaga medis secara legalitas berdasarkan
indikasi medis
Abortus buatan illegal yang dilakukan tanpa dasar hukum atau melawan hukum (Abortus
Kriminalis).
Tindakan Abortus Provokatif
Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung resiko
kesehatan baik ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat timbul akibat
berbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal agar benar-benar
membantu penyidik.3
6
1. Kekerasan mekanik lokal
Dapat dilakukan dari luar maupun dalam. Kekerasan dari luar dapat dilakukan sendiri oleh ibu
atau orang lain, seperti lakukan gerakan fisik berlebih, jatuh, pemijatan/ pengurutan perut bawah
atau uterus, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik pada serviks, dan lain
sebagainya. Kekerasan dari dalam dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus misalnya
dengan menyemprotkan air sabun, atau air panas pada porsio, aplikasi asam arsenik, kalium
permangat pekat, atau jodium tinktur, pemasangan kateter serviks, atau manipulasi serviks
dengan jari. Melakukan manipulasi dengan merobek selaput amnion, atau dengan penyuntikan
dalam uterus. Penyemprotan dapat menyebabkan emboli udara.3
Racun umum diharapkan membunuh janin namun ibu cukup kuat untuk bisa hidup. Pernah
dilaporkan dengan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu yang merangsang saluran
cerna dan menimbulkan kolik abdomen, jamu perangsang uterus melalui hiperemia mukosa
uterus. Hasil tergantung takaran obat, sensitivitas individu, dan keadaan kandungannya.
Bahan-bahan itu ada yang terdapat dalam jamu peluntur, nanas muda, bubuk beras dicampur lada
hitam, dan lainnya. Ada juga yang beracun seperti garam logam berat, laksan, dan lainnya. Atau
bahan beracun seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina, dan lainnya. Kombinasi
kina dan menolisin dnegan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhir-akhir ini
dikenal juga sitostatika (aminopterin) sebagai aborivum.3
7
dicegah atau dihalangi lagi.
Keguguran habitualis, abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi sekurang-
kurangnya 3 kali.
Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiousus), keguguran yang disertai infeksi sebagian
besar dalam bentuk tidak lengkap dan dilakukan dengan cara kurang legeartis.
Missed abortion, keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan
dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
Tanda dan Gejala Abortus
8
Tanda dan gejala abortus Kompletus :
1. Uterus telah mengecil
2. Perdarahan sedikit
3. Canalis servikalis telah tertutup
ANAMNESIS
Pada anamnesis, dokter harus melacak apakah tersangka pernah hamil atau melahirkan.
Pertanyaan harus terarah agar dapat membantu pemeriksaan dan interpretasi hasil. Adapun
beberapa pertanyaan seperti: kapan mens terakhir? Berapa lamakah siklusnya? Kapan menarche?
Apakah punya pacar atau menikah? Apakah punya anak sebelumnya, berapa, dan umur terkecil?
Serta hal-hal terarah lainnya.4
PEMERIKSAAN MEDIS
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum tampak lemah atau menurun, tekanan darah menurun atau normal, denyut nadi
normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. Perdarahan pervaginam,
mungkin disertai keluarnya hasil konsepsi. Rasa mules atau keram perut di simfisi sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
Pembesaran payudara akibat hamil yang terjadi pada ibu hamil adalah payudara tegang, areola
menjadi lebih menonjol dan daerah sektar puting hiperpigmentasi. Hipertrofi alveoli payudara
menyebabkan payudara bertambah besar dan noduler, vena halusnya pun semakin terlihat
dibawah kulit.4
Perubahan kulit berupa strech-mark akan muncul di payudara, perut, paha, dan pantat. Tanda ini
berwarna merah muda pada waktu hamil namun mengecil keperakan setelah melahirkan.
2. Pemeriksaan ginekologi
Periksa ada atau tidak tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber pendarahan,
apakah dinding vagina, jaringan serviks, atau darah mengalir dari ostium.4
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada atu tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluat dari ostium, ada atau tidak cairan atau jarigan berbau busuk
dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masik terbuka atau tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
cavum uteri, besar uterus sesuai atau tidak, nyeri porsio, atau nyeri pada daerah lain.
Pada kasus abortus yang sudah lama terjadi atau abortus yang dilakukan oleh orang tak ahli
sering infeksi dengan tanda demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan
lembek, nyeri tekan, leukositosis. Pada pemeriksaan abortus yang baru terjadi didapati serviks
terbuka, kadang dapat teraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta
uterus berukuran kecil dari seharusnya.
Pada pemeriksaan ibu yang diduga aborsi, isaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa
kehamilan dan menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama
melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan spesialis kandungan. Pemeriksaan tes
kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan,
dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan daerah perut, kongesti labia
mayor, labia minor dan serviks. Tanda ini tak mudah diketahui pada kehamialn muda. Bila
segera sesudah aborsi, mungkin dapat ditemukan sisa plasenta dengan pemastian pemeriksaan
histopatologi, luka, peradangan, bahan-bahan tidak lazim dalam vagina, sisa bahan abortivum.
Kini dapat dilakukan pemeriksaan DNA.4
Cara pembuktian kasus abortus:
Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakuykan dengan mencari tanda
kekerasa lokal, mencari tanda infeksi akibat alat tak steril, atau menganalisa cairan yang
ditemukan pada vagina
3. Pemeriksaan Laboratorium
Memeriksa apakah wanita tersangka hamil atau tidak dengan pemeriksaan: darah lengkap,
trombosit, fibrinogen, test urine, pemeriksaan pregnanediol, kadar prolaktin dalam serum, dan
pemeriksaan USG.4
Pada hasil curettage juga dapat dilakukan pemeriksaan, yang sangat penting adalah pemeriksaan
darah untuk menentukan spesies dan golongan darah manusia. Tentukan apakah darah itu darah
manusia atau hewan. Bila manusia, pastikan bahwa itu bukan darah mensturasi.
a. Pemeriksaan mikroskopik dengan tujuan melihat sel darah merah. Untuk menetukan
golongan spesies. Dan dapat dibedakan pula apakah darah wanita atau bukan dengan
adanya barr body atau drum stik.
a. Penentuan golongan darah, dapat dilakukan dengan penetesan antiserum darah dan dilihat
apakah terjadi aglutinasi atau tidak.
b. Pemeriksaan test DNA, merupakan tes yang amat akurat 99,9%. Bahan sampel DNA
dapat dipilih dari jaringan apa saja yang memiliki inti, kecuali sel darah merah.
Pada korban hidup perlu diperhatikan adanya tanda-tanda kehamilan misalnya perubahan
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik, dan sebagainya. Perlu dibuktikan adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/ eksterna, daerah perut
11
bagian bawah.3
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/ zat yang dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan dengan kematian janin dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa
jaringan.3
Temuan otopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abotus dan kematian.3
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas, dan bila
telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang
menyertainya mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal. Lagipula ada kemungkinan
abortus dilakukan oleh wanita itu sendiri.3
Pada pemeriksaan jenasah, teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai langkah
pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab kematian
korban.3
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasanya sedangkan pemedahan jenasah, bila didapatkan
cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologi. Uterus
diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakuikan pula tes emboli udara
pada bvena kava inferior dan jantung.3
Periksa alat-alat genitaliua interna apakah pucat, mengalami kengesti atau memar. Uterus diiris
mendatar dengan jarak anat irisan 1cm untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah.3
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Ambil urin
untuk tes kehamilan dan toksikologi dan pemeriksaan organ lain seperti pemeriksaan autopsi
biasnaya.3
Pada pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan,
kerusakan jaringan yang merupakan jejas/ tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukan sel
radang PMN menunjukkan tanda intravitalis.3
12
Tentukan pula umur janin/ usia kehamilan, karena sekalipun undang-undang tidak
mempermasalahkan usia kehamilan, namun penentuan usia kehamilan kadang kala diperlukan
oleh penyidik dalam rangka penyidikan perkara secara keseluruhan.4
Aspek Hukum
Menurut kedokteran, abortus ada dua; yaitu abortus spontan dan abortus provokatus (terapeutik
atau kriminalis). Yang termasuk dalam lingkup pengguguran kandungan menurut hukum adalah
abortus provokatus kriminalis.5
Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP pasal 347,
hukuman maksimal 12 tahun; dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum
15 tahun)
Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP
pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal
maksimum 7 tahun)
Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan diatas (KUHP pasal 349,
hukuman ditambah sepertiganya dan dicabut hak pekerjaannya.
Dikenal 2 macam kasus abortus terapeutik, yaitu untuk kepentingan ibu (kepentingan medik
wanita hamil), dan indikasi anak (kepentingan medik si janin), namun kedua macan indikasi ini
belum diterangkan secara tuntas tentang batasan derajat resiko ibu dan anak yang digolongkan
dalam cakupan indikasi. Bahkan kemudian muncul indikasi etis, yaitu pada kehamilan akibat
pemerkosaan dan tindakan sejenisnya. Penggunaan indikasi sosial sama sekali tak dibenarkan.
Durwald (1971) mengatakan bahwa ternyata semakin liberal peraturan tentang abortus, semakin
sedikit kasus abortus yang terjadi di daerah tersebut.
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan akibat pelaku pengguguran juga pihak
ibu yang sekaligus menjadi korban dan pelaku sehingga sukar mendapat laporan abortus.
Umumnya diajukan bila terdapat komplikasi (si ibu sakit/ mati) atau dari keluarga (masalah izin).
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
tiga ribu rupiah.
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 KUHP
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun enam
bulan.
2. Jika perbuatan ini mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
HR 1 November 1887
Pengguguran dalam kandungan hanya dapat dipidana apabila pada waktu perbuatan itu
dilakukan, kandungannya hidup. Undang-undang tidak mengenal suatu dugaan menurut hukum,
dari mana dapat disimpulkan bahwa ada kehidupan atau kepekaan hidup.
HR 12 April 1898
Untuk pengguguran yang dapat dihukum vide pasal-pasal 346-348 KUHP disyaratkan bahwa
kandungan ketika perbuatan dilakukan masih hidup dan adalah tidak perlu bahwa kandungan itu
mati karena pengguguran.
Keadaan bahwa anak itu lahir hidup, tidak menghalangi bahwa kejahatan telah selesai dilakukan.
Undang-undang tidak membedakan antara tingkat kehidupan kandungan yang jauh atau kecil,
akan tetapi mengancam dengan hukuman pengguguran yang tidak tepat.
HR 20 Desember 1943
Dari bukti-bukti yang dipakai oleh Hakim dalam keputusannya harus dapat disimpulkan bahwa
wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa mempunyai niat dengan
sengaja hendak menyebabkan pengguguran dan kematian.
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut dalam
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan
dilakukan.
Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya. UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.1
UU Kesehatan Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
UU Kesehatan Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 77 dinyatakan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti
standar profesi dan pelayanan yang
berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat
hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU
KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan
kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban
diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena
secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan
menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang
akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai
dengan UU Kesehatan tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil
demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli
hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu,
dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga
serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU
HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54
mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya
negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak
akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun
dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai
hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat &
martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal
ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan,
karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban
psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan
diakibatkan oleh
terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada
aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal
133 tentang perlindungan anak.1
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi
provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat
pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik
profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor
yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak
sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.1
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan
obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian
kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang
dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para
dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga
termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para
dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada
tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis.
1. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan
2. manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: “Saya akan
menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan”.
3. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu &
kepentingan vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema &
menimbulkan pertanyaan: “Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau
tidak?”
4. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup
bayi yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati
nurani yang harus dihormati.
5. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau
masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak
mengusahakan perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah
masyarakat.
6. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau
pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan
kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang
itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip
berikut ini diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin
disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional
mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-
instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya
menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri &
menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
7. Meskipun pernyataan ini didukung oleh “General Assembly of The World Medical
Association”, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi
anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.
21
Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis
oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi
kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan
pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan
tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga
kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Kode Etik Kedokteran
Setiap dokter dibekali dengan suatu peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) yang berisi tentang norma atau nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan
oleh seorang dokter. KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap tindakan medis yang
dilakukan seorang dokter serta mengatur hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan
masyarakat, teman sejawat, dan diri sendiri. Jadi dalam makalah ini akan dibahas mengenai
KODEKI & hubungannya dengan tindakan dokter dalam menghadapi pasiennya.7
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan
manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan
dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui
sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Oleh karena
itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar kepada Surat
Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan
Kode Etik Kedokteran Indonesia.7
Sifat hubungan dokter dan pasien di jaman sekarang sudah dikoreksi oleh para ahli etika
kedokteran menurut pengalaman menjadi hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan
22
kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai keutamaan (virtue etchics).
Sehingga dibuatlah suatu aturan etika dalam dunia kedokteran yang dikenal sebagai bioetik.8
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap atau
perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and Childress (1994)
menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral
(moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip
moral utama, yaitu:8
1. Prinsip Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak – hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent.
2. Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan
juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
3. Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm.”
4. Prinsip Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (Distributive Justice)
Sedangkan aturan / rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien),dan
fidelity (loyalitas dan menjaga janji).
Sumpah Dokter Indonesia adalah sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani
profesi dokter Indonesia secara resmi. Sumpah Dokter Indonesia didasarkan atas Deklarasi
Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates. Lafal Sumpah Dokter
Indonesia pertama kali digunakan pada 1959 dan diberikan kedudukan hukum dengan Peraturan
Pemerintah No. 69 Tahun 1960. Sumpah mengalami perbaikan pada 1983 dan1993. 9
23
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang
melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga
tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral haruslah menjadi “pemimpin”
dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang
etis.9
Aspek medikolegal
Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada
beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran. 5,6
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP.
Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal
184 KUHAP).
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang
menyangkut tubuh manusia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran
kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang
pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin
dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya
permintaan keterangan ahli ini hanya diajukan kepada dokter yang bekerja pada suatu
instansi kesehatan (puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi khusus untuk itu, terutama
yang milik pemerintah.
Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis dan hal ini secara
tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati. Jenasah
harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan
dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenasah untuk kepentingan peradilan diancam
hukuman sesuai dengan pasal 222 KUHP.
Penggunaan keterangan ahli atau dalam hal ini visum et repertum adlaah hanya untuk
keperluan peradilan. Dengan demikian berkas keterangan ahli ini hanya boleh diserahkan
kepada penyidik (instansi) yang memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan
pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta keterangan ahli langsung kepada
25
dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa atau hakim).
Berkas keterangan hali ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila
dioerlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan yang khusus
untuk hal tersebut, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu
jari kaki atau bagian lain badan mayat.
1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
26
Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134
ayat (1) undang- undang ini.
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang
yang mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya.
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
29
Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter 5
1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pajabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.
30
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 1,5,9
VISUM ET REPERTUM
NO: SV 28/VR/VII/2015
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter Dalton. Dokter pada bagian forensik rumah sakit
UKRIDA di Jakarta atas permintaan dari kepolisian Resort Jakarta Barat dalam suratnya
nomor/VeR/7/2015/LL/Res tertanggal 01 Januari 2015, maka dengan ini menerangkan bahwa,
pada tanggal satu Januari tahun dua ribu empat belas, pukul lima sore Waktu Indonesia Barat,
bertempat di RS UKRIDA, telah melakukan pemeriksaan atas tersangka dengan nomor registrasi
77889875 yang menurut surat tersebut adalah:
Jenis kelamin : Perempuan-----------------------------------------------------------------------------------
-
Usia : 24 tahun--------------------------------------------------------------------------------------
Warga Negara : Indonesia-------------------------------------------------------------------------------------
Hasil pemeriksaan
31
3. Pada korban ditemukan : -----------------------------------------------------------------------------
1. Tanda Vital : tekanan darah Sembilan puluh per tujuh puluh millimeter air raksa,
denyut nadi tujuh puluh dua kali per menit, pernapasan dua puluh kali per menit.
2. Pada pemeriksaan daerah kelamin didapatkan pendarahan. Disertai keluhan
mules/keram perut di perut serta nyeri pinggang-----------------------------------------
3. Pada pemeriksaan rahim ditemukan adanya sisa-sisa janin.----------------------------
4. Pada pemeriksaan leher lahim, tampak adanya robekan benda tajam-----------------
2. Di lakukan pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah didapatkan kadar darah
yang rendah, pemeriksaan golongan darah adalah A, pemeriksaan
hormon kehamilan positif, pemeriksaan radiologi kelihatan permukaan
keadaan dinding rahim, pemeriksaan hasil curettage; hasil positif darah manusia,
golongan darah adalah A sesuai dengan wanita tersangka. Hasil pemeriksaan
DNA terhadap jaringan serta wanita tersangka cocok.
2. Pengobatan yang telah di lakukan pemberian anti nyeri, dan vitamin K.
Pada korban perempuan ini yang berusia dua puluh satu tahun, berdasarkan hasil temuan yang
telah di dapatkan tanda-tanda kehamilan, pendarahan, dan keram perut. Seterusnya di simpulkan
adanya keguguran atau kematian kandungan pada wanita ini--------------------------------------------
Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan mengingat sumpah
jabatan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana--------------------------------------
Dokter Pemeriksa,
32
Daftar Pustaka
2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Kebidanan dan kandungan: abortus. Jakarta:
Balai Penerbi FKUI; 1999.h.302-12.
6. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B,
Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. 49-
51.
7. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B,
Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. 49-
51.
8. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD.
Bioetik dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
33
9. Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 29-32.
10.Hanafiah J. Lafal Sumpah Dokter. In: Hanafiah J, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. 5-14.
34