Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KEALAMAN
Oleh :
Mustainah (1501421824)
Lia Safitri (1501421823)
1
PENDAHULUAN
1
Armainingsih, “Studi Tafsir Saintifik: Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an Al-
Karim Karya Syeikh Tantawi Jauhari”, Jurnal At-Tibyan Vol. I No.1 Januari-Juni 2016,
95.
2
TAFSIR AL-QUR’AN DENGAN PENDEKATAN ILMU-ILMU
KEALAMAN
Islam adalah salah satu agama samawi yang diyakini oleh pemeluknya
sebagai jalan hidup (way of life), tak bisa dipungkiri bahwa transformasi mental
dan sosial yang dibawa Islam telah banyak menarik perhatian banyak kalangan
akademisi baik yang beragama Islam (insider) maupun non-muslim (outsider).
Kajian Islam dalam istilah lain disebut studi islam (Islamic studies) adalah sebuah
disiplin ilmu yang membahas Islam, baik sebagai ajaran, kelembagaan, sejarah
maupun kehidupan umatnya. Studi Islam, dilihat dari ruang lingkup kajiannya,
berupaya mengkaji Islam dalam berbagai aspeknya dan dari berbagai perspektif
dan pendekatan.2
Al-Qur’an mempunyai cara bijak dalam membuktikan tanda-tanda
kekuasaan Allah di alam raya. Petunjuk yang dibawa al-Qur’an menuntutnya
untuk tidak berbicara tentang alam raya dengan sesuatu yang mereka ingkari atau
dengan sesuatu yang sulit dipahami. Kemajuan dan kesuksesan sains modern
dalam menemukan fakta-fakta baru tentang alam raya merupakan salah satu faktor
yang membantu ijtihad dalam menundukkan alam raya untuk menampakkan
makna-makna baru ayat al-Qur’an dan memperlihatkan sebagian rahasia serta
mukjizatnya.3
Perkembangan kehidupan manusia mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan akal pikirannya, hal ini juga berpengaruh dalam mengartikan dan
memahami ayat-ayat al-Qur’an. Pada abad pertama Islam para ulama sangat
berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, bahkan di antara mereka
tidak memberikan jawaban apapun atas pertanyaan mengenai pengertian satu ayat.
Pada abad-abad berikutnya, berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan
2
Ahmad Soleh Sakni, “Model Pendekatan Tafsir Dalam Kajian Islam”, JIA, Desember
2013/Th.XIV/Nomor 2, 26.
3
Armainingsih, “Studi Tafsir Saintifik: Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an Al-
Karim Karya Syeikh Tantawi Jauhari”, 97.
3
ayat-ayat al-Quran selama ia memiliki syarat-syarat tertentu seperti pengetahuan
bahasa yang cukup dan lain sebagainya.4
A. Definisi Pengetahuan, Ilmu dan Ilmu Kealaman
Pengetahuan semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah
informasi yang diperoleh manusia melalui pengamatan, pengalaman dan
penalaran. Sedang ilmu (science) lebih menitik beratkan pada aspek teoritisasi dan
verifikasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia,
sementara pengetahuan tidak mensyaratkan teoritisasi dan pengujian tersebut.
Meskipun begitu, pengetahuan adalah menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu.
Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin ada.
Dengan demikian, ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam
arti knowledge. The Liang Gie mendefinisikan ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan untuk mencari penjelasan, atau suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional-empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya,
dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang
ingin dimengerti manusia.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok yaitu:
1. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan).
2. Sistematis (mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur).
3. Objektif (bebas dari prasangka perseorangan).
4. Analitis (berusaha membedakan pokok soalnya ke dalam bagian-
bagian yang terperinci).
5. Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga).5
Adapun istilah “alam” digunakan untuk menunjuk lingkungan obyek-
obyek yang terdapat dalam ruang dan waktu. Dalam arti yang sangat luas “alam”
ialah hal-hal yang ada di sekitar kita yang dapat kita serap secara inderawi. 6 Sains
atau ilmu alam atau natural science adalah istilah yang digunakan dalam bidang
ilmu pengetahuan sebagai ilmu yang merujuk kepada obyek-obyek yang berada di
4
Armainingsih, “Studi Tafsir Saintifik: Al-Jawahir Fi Tafsir Al-Qur’an Al-
Karim Karya Syeikh Tantawi Jauhari”, 98.
5
Fathul Mufid, Integrasi Ilmu-Ilmu Islam Volume 1, No.1, Juni 2013, 57.
6
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), 307.
4
alam yang bersifat umum dan dengan menggunakan hukum-hukum pasti yang
berlaku kapanpun dan dimanapun. Adapun yang tercakup dalam bidang ilmu
kealaman ini yaitu fisika, kimia dan biologi.7
J.J.G.M. Drost S.J dalam bukunya “Agama Ilmu Pengetahuan Alam”
sebagaimana dikutip Rosyidi, bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu tentang
semesta alam sejauh berada dalam waktu dan ruang. Tetapi waktu dan ruang baru
ada pada waktu alam ada. Maka titik dan saat terjadinya sendiri terletak di luar
sudut pandangan ilmu pengetahuan alam.8
Seperti yang dikatakan oleh A. Baiquni bahwa ciri khas dari sains natural,
ialah disusun atas dasar intizhar terhadap gejala-gejala alamiyah yang dapat di
teliti ulang oleh orang lain, dan merupakan hasil konsensus masyarakat ilmuan
yang bersangkutan.9
Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit,
bumi, lautan dan sebagainya, agar manusia mendapat manfaat ganda, yakni:
1. Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan, dengan ini manusia akan lebih
beriman dan mempunyai pedoman hidup dalam menjalankan segala
aktifitasnya,
2. Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan me-makmurkan bumi
dimana dia hidup. Tuhan telah memilih manusia sebagai khalifah di bumi
dengan dibekali indra, akal, hati dan pedoman wahyu (al-Qur’an) dan
penjelasannya (as-Sunnah). Manusia dengan indra dan akalnya dapat
memperhatikan fenomena alam yang dapat diteliti dan diobservasi, sehingga
didapati bermacam-macam informasi ilmu. Manusia dengan akal dan hatinya
juga dapat mengkaji rahasia-rahasia al-Qur’an yang telah banyak
menyinggung berbagai ilmu yang akan hadir di masa yang akan datang demi
kemakmuran manusia.
7
Wardani, “Pendekatan Interdisipliner dan Multi-Disipliner dalam Kajian Al-Qur`an”,
Powerpoint pada perkuliaha Metodologi Penelitian Tafsir B.
8
Khoiron Rosyidi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 84.
9
A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1983), 2.
5
B. Ilmu-ilmu Kealaman
Al-Qur’an mengisyaratkan ilmu-ilmu kealaman yang kini telah
bermunculan dan berkembang, antara lain:
a. Kosmologi, al-Qur’an mengisyaratkan antara lain tentang proses dasar
pembentukan alam semesta dan komposisi planet dan jagad raya (QS.
Fushshilat, (41): 11-12), orbit matahari dan bulan (QS. Al-Anbiya’, (21): 33
dan QS. Yasin, (36): 40), isyarat manusia dapat menembus langit (QS. Al-
Rahman, (55): 33).
b. Astronomi, ayat al-Qur’an yang meyinggung antara lain tentang: langit dan
bumi tak bertiang (QS. Al-Ra’d, (13): 2-3, QS. Al-Nazi’at, (79): 28),
keteraturan dan keseimbangan (QS. Ibrahim, (14): 33, QS. Al-Rahman,
(55): 5), gerakan benda-benda samawi yang ada dalam garis edarnya (QS.
Yasin, (36): 38-40, QS. Yunus, (10): 5-6).
c. Fisika, al-Qur’an menyinggung tentang sifat cahaya bulan dan matahari
(QS. Al-Furqan, (25): 61, QS. Yunus, (10): 5-6), fungsi cahaya dalam
berbagai medan (QS. Al-Hadid, (57): 13, QS. Al-Tahrim, (66): 8, QS. Al-
Taubah, (9): 32), tenaga panas atau kalor (QS. Al-Kahfi, (18): 96, QS. Al-
Ra’ad, (13): 17, QS. Al-Rahman, (55): 35), tenaga listrik (QS. Al-Baqarah,
(2): 19-20, QS. Al-Ra’d, (13): 12-13).10
d. Matematika, al-Qur’an menyinggung tentang pengetahuan angka-angka
(QS. Al-Kahfi, (18): 11-12, QS. Al-Kahfi, (18): 9), perkalian dan
perhitungan bilangan (QS. Maryam, (19): 84, QS Maryam, (19): 94-95).
e. Geografi, al-Qur’an menyinggung tentang fungsi gunung yang
mengokohkan gerakan bumi dan mempertahankan dalam posisi mantap
(QS. Al-Naml, (27): 61, QS. Al-Nahl, (16): 15), kegunaan hutan dan
tumbuhan (QS. Al-Naml(27): 60, QS. Al-Nahl, (16): 10), pergantian musim
(QS. Yunus, (10): 5–6), air tawar dan asin menjadi satu dan tetap berpisah
di lautan lepas (QS. Al- Furqan, (25): 53)
f. Zoologi, al-Qur’an menyinggung tentang proses pembiakan binatang (QS.
Al-Najm, (53): 45-46, QS. Al-Zukhruf, (43): 12, QS. Al-An’am, (6): 142-
10
Fathul Mufid, Integrasi Ilmu-Ilmu Islam Volume 1, No.1, Juni 2013, 59
6
144), masyarakat binatang (QS. Al-An’am, (6): 38), perilaku binatang
lebah, laba-laba, semut dan burung (QS. Al-Nahl, (16): 68-69, QS. Al-
Ankabut, (29): 41, QS. Al-Naml, (27): 18) (Baiquni, 1996: 29-40).
Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an yang bertentangan dengan hasil
penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan
apa yang dipersembahkan kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan
terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu. Al-Qur’an telah
menciptakan iklim tersebut dengan menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran
muslim yang amat sentral, yang menengahi antara iman dan amal. Para ulama
dalam hal ini, sering mengemukakan perintah Allah swt, langsung maupun tidak
langsung kepada manusia untuk berpikir, merenung, menalar dan sebagainya.
Pada masa sekarang kita temukan banyak orang yang mencoba menafsirkan
beberapa ayat-ayat al-Qur’an dalam sorotan pengetahuan ilmiah modern. Tujuan
utamanya adalah untuk menunjukkan mu’jizat dalam lapangan keilmuan, untuk
menyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan al-Qur’an,
serta untuk menjadikan kaum muslim bangga memiliki kitab agung seperti itu
(Ghulsyani, 1986: 137-138). Namun perlu dipahami, bahwa pengembangan ilmu-
ilmu kealaman tidak mungkin dilakukan hanya dengan mengkaji teks al- Qur’an
maupun Hadits dengan metode “ijtihad”, tetapi harus dilakukan dengan cara
observasi, riset dan eksperimen secara terus menerus terhadap obyek-obyek
tertentu, sehingga ditemukan apa yang disebut hukum alam (law of nature).11
C. Tafsir Ilmi
Sebagai produk dari penafsiran al-Qur’an dengan pendekatan kealaman
yaitu Tafsir ‘ilmi. Tafsir ‘ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
berdasarkan pendekatan ilmiah atau menggali kandungan al-Qur’an berdasarkan
teori-teori ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-Qur’an yang di tafsirkan dalam corak
tafsir ini adalah ayat-ayat kauniyah (kealaman). Tafsir ‘ilmi atau scientific exegies
adalah corak penafsiran al-Qur’an yang menggunakan penedekatan teori-teori
ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Di maksudkan untuk menggali
teori-teori ilmiah dan pemikiran filosofis dari ayat-ayat al-Qur’an juga di
11
Fathul Mufid, Integrasi Ilmu-Ilmu Islam Volume 1, No.1, Juni 2013, 59-60.
7
maksudkan untuk justifikasi dan mengkompromikan teori-teori ilmu pengetahuan
dengan al-Qur’an serta bertujuan untuk mendeduksikan teori-teori ilmu
pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri.
Menurut Yusuf al-Qardhawi tafsir bi al-‘ilmi adalah penafsiran yang
menggunakan perangkat ilmu-ilmu kontemporer, realita-realita dan teorinya untuk
menjelaskan sasaran dari makna al-Qur’an.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat kita pahami bahwa tafsir ‘ilmi
adalah penafsiran al-Quran dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Dari definisi ini
dapat diketahui bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan objek penafsiran
bercorak ‘ilmi ini adalah ayat-ayat yang mengandung nilai-nilai ilmiah dan
kauniyah (kealamaan).
Tafsir ‘ilmi dibangun berdasarkan asumsi bahwa al-Qur’an mengandung
berbagai macam ilmu, baik yang sudah ditemukan maupun yang belum
ditemukan. Tafsir corak ini berangkat dari paradigma bahwa al-Qur’an di samping
tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan, al-Qur’an tidak
hanya memuat ilmu-ilmu agama atau segala yang terkait dengan ibadah ritual,
tetapi juga memuat ilmu-ilmu duniawi, termasuk hal-hal mengenai teori-teori ilmu
pengetahuan.12
D. Pendekatan / Corak Ilmiah
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
usaha penafsiran pun makin berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dengan
adanya kajian tafsir dengan melalui pendekatan ilmiah untuk menyingkap makna
ayat-ayat dalam al-Qur’an. Ajakan al-Qur’an adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di
atas prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kemerdekaan berpikir. Al-Qur’an
menyuruh manusia untuk memperhatikan alam. Allah swt., di samping menyuruh
memperhatikan ayat-ayat yang tertulis, juga memerintahkan untuk memperhatikan
ayat-ayat yang tidak tertulis, yaitu alam. Sampai sekarang, tafsir semacam ini
belum dapat diterima oleh sebagian ulama. Mereka menilai penafsiran al-Qur’an
12
Iwan Setiawan, Tafsir Ayat Al-Qur’an Tema Keperawatan, Kebidanan Dan Fakta
Ilmiahnya. Journal Of Health Studies, Vol. 1, No. 2, September 2017, 199.
8
semacam ini keliru, sebab Allah tidak menurunkan al-Qur’an sebagai sebuah kitab
yang berbicara tentang teori-teori ilmu pengetahuan.13
Sumber ilmu menurut pandangan Islam hanya satu yaitu Allah. Allah
menurunkan ilmu kepada manusia melalui dua jalur yakni jalur qauliyah (wahyu
berupa al-Qur’an dan Sunnah), dan jalur kauniyah (hukum kealaman). Oleh
karena itu dikenallah istilah untuk wahyu dengan ilmu berian (Perennial
knowledge), sementara ilmu yang digali dari hukum kealaman disebut ilmu carian
(acquired knowledge). Jalur qauliyah (ayat qauliyah/wahyu) umumnya bersifat
deduktif, normatif, informatif, motivatif, reflektif, isyarat, hudan dan furqan.
Adapun jalur kauniyah (ayat kauniah/hukum kealaman) umumnya bersifat
induktif dan positif.14
Dawam selangkah lebih maju dengan tidak hanya menyatakan bahwa
wahyu bisa menjadi sumber pengetahuan, melainkan bisa dijadikan sebagai dasar
dalam perumusan grand theory (teori besar). Hal ini kurang lebih sama dengan
keinginan Kuntowijoyo agar wahyu dianggap sebagai sumber kebenaran dan
sebagai prinsip transendensi. Membangun teori (theory building) bertolak dari
pengalaman masyarakat muslim sendiri. Al-Qur’an bisa dijadikan sebagai cara
berpikir yang disebutnya “paradigma al-Qur’an”, atau “paradigma Islam”.
Caranya adalah mengangkat premis-premis normatif al-Qur’an sebagai rumusan
untuk melahirkan teori-teori empiris dan rasional. Proses seperti ini, menurutnya,
juga ditempuh dalam perumusan teori ilmu-ilmu modern. Ilmu-ilmu empiris dan
rasional dalam peradaban Barat bertolak dari paham-paham etik dan filosofis yang
bersifat normatif. Dari ide-ide normatif, perumusan ilmu-ilmu dibentuk sampai ke
tingkat empiris, dan digunakan sebagai dasar bagi kebijakan-kebijakan aktual. Al-
Qur’an juga berfungsi sebagai self-regulation, yaitu penambahan apa pun
terhadap bangunan keIslaman, tidak akan menggoyah dasar fundamentalnya.
Integrasi ilmu agama dan ilmu “sekuler” menggandeng antara ilmu umum
dan kebenaran wahyu. Integrasi tersebut adalah “integrasi kreatif”, yaitu antara
13
Ahmad Soleh Sakni, Model Pendekatan Tafsir Dalam Kajian Islam, 69.
14
Kamerani Buseri, “Epistemologi Islam dan Reformasi Wawasan Pendidikan”, JIP-
International Multidisciplinary Journal. Vol 3, No. Januari 2015, 84.
9
temuan rasional-empiris manusia dengan kebenaran wahyu transendental.15
Kebenaran wahyu atau peradaban nash/ teks agama dalam kajian Islam, tentu saja,
tetap menjadi core (inti) kajian, karena ini yang menjadi “jantung” Islam.
Pendekatan ini bersifat doktriner-normatif, seperti dalam kajian kalâm, fiqh, ushul
al-fiqh, tashawuf, tafsîr, dan hadîts. Namun, kebenaran wahyu bisa menjadi titik-
tolak perumusan teori berbagai penelitian lebih lanjut dalam penelitian kealaman
(natural sciences) maupun sosial (social sciences) dan humaniora. Caranya adalah
sebagaimana ditawarkan oleh Kuntowijoyo. Dengan cara begini pula, bisa
dijelaskan tawaran Dawan agar ilmu-ilmu sosial bertolak dari premis al-Qur’an
dan penelitian terhadap masyarakat.16
Teks sebagai objek yang diajukan oleh Amin, meski tidak seluruhnya
asing dalam ‘ulûm al-Qur`an, dimaksudkan oleh Amin untuk menekankan
pembacaan hermeneutis, di mana penafsir memiliki peran sentral dalam
menegosiasikan teks dengan konteks. Akan tetapi, juga harus dipahami bahwa
teks sebagai objek, lalu penafsir sebagai subjek, tidak lantas kemudian
menjadikan “teks mati”, yaitu ketika teks tidak mampu membebaskan diri dari
kesewenang-wenangan penafsiran penafsirnya. “Teks hidup” adalah teks yang di
tangan penafsirnya masih bisa menjaga keterbukaannya dengan konteks
(pembaca, masyarakat). Oleh karena itu, ide tentang teks sebagai subjek atau
objek, serta hidup atau mati harus dipahami dari pandangan Amin bahwa antara
teks, pengarang (kehendak Tuhan yang terepresentasi melalui teks), dan pembaca
perlu keseimbangan.17
“Al-ta`wîl al-‘ilmî” yang ditawarkan oleh Amin tidak sama dengan “al-
tafsîr al-‘ilmî” (tafsir ilmiah dengan menggunakan teori-teori atau “isyarat-
isyarat” ilmiah dalam menafsirkan al-Qur`an, terutama yang berkaitan dengan
“ayat-ayat semesta”, âyât kawniyyah) dalam diskusi metode tafsir umumnya,
15
Wardani, “Agenda Pengembangan Studi Islam Di Perguruan Tinggi:
Mempertimbangkan Berbagai Tawaran Model Integrasi Ilmu”, Khazanah, Jurnal Studi Islam dan
Humaniora, Vol. 13, No.2,Desember 2015, 276.
16
Wardani, “Agenda Pengembangan Studi Islam Di Perguruan Tinggi:
Mempertimbangkan Berbagai Tawaran Model Integrasi Ilmu”, 276-277.
17
Wardani, Trend Perkembangan Pemikiran Kontemporer: Metodologi Tafsir
al-Qur’an di Indonesia (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2017), 169.
10
melainkan secara eksklusif digemakan oleh Amin sebagai metode tafsir yang
lebih unggul dibandingkan dengan metode-metode tafsir konvensional selama ini,
baik al-tafsîr bi al-ma`tsûr, al-tafsîr bi al-ra`y, al-tafsîr al-‘ilmî, al-tafsîr al-isyârî,
maupun al-tafsîr al-bâthinî.18
Inti ilmu kealaman adalah positivisme. Sesuatu itu baru dianggap sebagai
ilmu kalau dapat diamati, dapat diukur dan dibuktikan. Pendekatan tafsir al-
Qur’an dalam ilmu kealaman adalah usaha untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an
dengan cara mengaitkan antara ilmu sains dengan perspeftif al-Qur’an, dimana
kita bisa melihat fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.
E. Contoh Penafsiran dengan Pendekatan Kealaman
Contoh penafsiran pada QS. al-Hadid ayat 25
يد فِ ِيه
َ َّاس بِالْ ِق ْس ِط َوأَْنَزلْنَ ا احْلَ ِد
ُ وم الن
ِ ِ ِ ِ ِ
َ َلََق ْد أ َْر َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بالَْبِّينَات َوأَْنَزلْنَا َم َع ُه ُم الْكت
َ اب َوالْم َيزا َن لَي ُق
ٌّ ب إِ َّن اللَّهَ قَ ِو
ي َع ِزيز ِ صرهُ ور ُسلَهُ بِالْغَْي ِ ِ بأْس ش ِدي ٌد ومنافِع لِلن
ُ َ ُ ُ َّاس َولَي ْعلَ َم اللَّهُ َم ْن َيْن ُ ََ َ َ ٌ َ
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata
dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia
dapat berlaku adil. Dan Kami menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat
dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahut siapa yang
menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya.
Sesungguhnya, Allah Mahakuat, Mahaperkasa."(QS, al-Hadid/57: 25)
Sungguh al-Qur’an menetapkan bahwa logam besi telah diturunkan dari
langit dan sebelumnya dia tidak ada di planet bumi. Hakikat ini telah disebutkan
oleh para mufassir, sebagaimana mereka telah menerangkan kekuatan besi yang
hebat dan manfaat-manfaatnya. Ilmu pengetahuan baru sampai pada hakikat ini
pada awal '60-an di mana ilmuwan ruang angkasa menemukan bahwa logam besi
bukan berasal dari planet Bumi, melainkan dari angkasa luar. Dia berasal dari
sisa-sisa batu meteor. Karena faktor atmosfer bumi, sebagian darinya menjadi
debu-debu yang memasuki kawasan bumi dan sebagian lain jatuh dalam bentuk
dan ukuran yang bermacam-macam. Para ahli ruang angkasa masa kini
18
Wardani, Trend Perkembangan Pemikiran Kontemporer Metodologi Tafsir al-Qur’an
di Indonesia, 169.
11
menyingkap rahasia bahwa unsur besi tidak mungkin terbentuk di dalam tata
surya. Matahari adalah bintang yang mempunyai panas dan energi yang tidak
cukup untuk menggabungkan unsur besi. Inilah yang mendorong para ilmuwan
untuk menyatakan bahwa logam besi terbentuk dan tersusun di luar tata surya kita
kemudian turun ke bumi melalui meteor.
Para ahli astronomi sekarang ini meyakini bahwa meteor adalah buangan-
buangan astronomi yang bermacam-macam ukurannya yang tersusun dari logam
besi dan lainnya. Karena itu, logam besi adalah logam yang pertama dikenal
manusia di atas bumi karena dia berjatuhan dengan kondisi yang murni dari langit
melalui meteor.
Arthur Peers dalam bukunya yang berjudul Bumi mengatakan bahwa
meteor secara umum terbagi menjadi tiga:
1. iron meteorites (meteorit besi), yang terdiri atas lebih dari 98 %
(campuran) besi dan nikel;
2. stony-iron meteorites (meteorit batuan-besi), separuhnya tersusun dari
nikel dan besi serta separuh lainnya dari batuan yang dikenal dengan
olefins
3. stony meteorites (meteorit batuan), yang terdiri atas batu dan batunya ini
terbagi menjadi bermacam-macam.
Setiap tahun, ribuan meteor berjatuhan di atas bumi yang terkadang
beratnya mencapai puluhan ton. Tahun 1902 ditemukan meteor di Amerika
Serikat yang beratnya mencapai 62 ton yang terdiri atas nikel dan besi. Di wilayah
Arizona, meteor pernah jatuh yang bekas jatuhannya menimbulkan kawah besar
dengan kedalaman mencapai 600 kaki dan diameternya mencapai 4.000 kaki.
Jumlah besi dan nikel yang diambil dari pecahan-pecahannya mencapai puluhan
ton. Dari penjelasan ilmiah ini jelas bagi kita tentang ketelitian penjelasan al-Qur
an yang menggunakan istilah anzalna al-hadid (Kami telah turunkan besi).
Apakah kekuatan hebat dan manfaat-manfaat yang telah disebutkan dalam
firman-Nya, “yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi
manusia.” (QS al- Hadid 1571: 25)
12
Para pakar kimia menemukan bahwa besi merupakan logam yang paling
kokoh. Ilmu pengetahuan hingga sekarang tidak menemukan suatu logam yang
mempunyai sifat seperti besi dalam kekuatannya yang hebat, kelenturannya, dan
ketahanannya terhadap tekanan. Besi juga merupakan logam yang paling padat
dengan kepadatan mencapai 7.874 km. Hal ini memberikan faedah bagi bumi
dalam menjaga keseimbangannya . Logam besi pun merupakan 35 % bagian dari
susunan bumi, di samping sebagai unsur yang paling banyak magnetnya untuk
menjaga gravitasi bumi.
Dalam kenyataannya, manusia tidak mengetahul pentingnya industri besi
kecuali pada abad ke-18, dua belas abad setelah turunnya Al-Qur’an. Pada saat
itu, dunia secara tiba-tiba mengarah pada industri besi dan telah menemukan
teknologl-teknologi yang mempermudah penambangannya dari dalam bumi. Pada
masa sekarang besi memasuki semua bidang industri sebagai bahan dasar, bahkan
menjadi sesuatu yang bersifat pokok dalam segala produktivitas manusia. Besi
dipergunakan sebagai logam yang paling ideal dalam industri senjata dan fondasi
bagi semua industri berat maupun ringan.
Besi pun merupakan unsur yang mendasar dalam sebagian besar makhluk
hidup, seperti tumbuh-tumbuhan yang menyerap susunannya dari tanah serta
hemoglobin dalam sel-sel darah yang ada pada manusia dan hewan. Dr. Zaghlul
an-Najar, salah seorang ahli geologi dunia, mengatakan bahwa salah seorang
pakar kimia di Australia mengingatkana pada nomor surah al-Hadid (yang berarti
besi) yang sesuai dengan nilai kata (al-jumal) dari al hadid (57). Surat ini juga
memperlihatkan karakter fe 57, salah satu isotop besi yang stabil, sedangkan
nomor ayat tentang besi di surah al Hadid sesuai dengan nomor atom besi, yaitu
26 (jika basmalah dianggap sebagai ayat). Mahasucilah Zat Yang Mengajari
Muhammad tentang semua hakikat ilmiah ini. Dia adalah Pencipta alam semesta
Yang telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia.19
19
Yusuf al-Hajj Ahmad, Mausu’ah al-I’jaz al-‘Ilmiyy fi al-Qur’an al-Karim wa as-
Sunnah al-Muthahharah, terj. Masturi Ilham, dkk. (Jakarta: Kharisma Ilmu, t.th.), 25.
13
PENUTUP
Sains atau ilmu alam atau natural science adalah istilah yang digunakan
dalam bidang ilmu pengetahuan sebagai ilmu yang merujuk kepada obyek-obyek
yang berada di alam yang bersifat umum dan dengan menggunakan hukum-
hukum pasti yang berlaku kapanpun dan dimanapun. Penafsiran al-Qur’an dengan
pendekatan ilmu-ilmu kealaman artinya menafsirkan al-Qur’an dengan teori-teori
ilmu kealaman seperti biologi, fisika dan kimia, hal ini karena tidak sedikit ayat
al-Qur’an yang berbicara tentang kealaman dan dalam memahami ayat tersebut
tidak bisa dipahami melalui kebahasaan saja tetapi juga melalui pendekatan-
pendekatan lainnya. Yakni melalui perangkat-perangkat ilmu pengetahuan dan
penemuan-penemuan. Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan saling melengkapi satu
sama lain, namun bagi seorang mufassir yang objektif dan professional hendaknya
ia meletakkan proporsi ilmu pengetahuan dengan wahyu ilahi. Yang berarti bahwa
al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah namun ia juga mengandung ilmu pengetahuan
bukan sebaliknya, karena ilmu pengetahuan itu bersifat Non permanen mengingat
al-Qur’an adalah kitab petunjuk, bukan kitab kedokteran, fisika ataupun kimia.
Sementara al-Qur’an bersifat permanen sebagi petunjuk ilahi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
15