Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH KONSEP LAKTASI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI ASI

PADA PASIEN MELAHIRKAN


DI RUMAH SAKIT H. HANAFIE MUARA BUNGO

Dibuat oleh :

Paridah Am.Keb
PO71241210176

POLITEKNIK KESEHATAN
JAMBI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

ASI adalah makanan yang sempurna untuk bayi. Kandungan gizi yang tinggi dan adanya

zat kebal didalamnya membuat ASI tidak tergantikan oleh susu formula yang paling mahal

sekalipun (Yuliarti, 2010). ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan tunggal bagi bayi

hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi.

Selain itu secara alamiah ASI dibekali oleh enzim pencernaan susu, sehingga organ

pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Di lain pihak, sistem pencernaan

bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencernaan makanan (Arif, 2009). Menurut Janah,

(2013). ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu Sedini mungkin setelah persalinan

yang diberikan tanpa jadwal, dan tidak diberikan makanan dan minuman lain sampai bayi

berumur 6 bulan.

Menyusui tidak hanya mendekatkan emosi ibu pada bayi, tetapi sekaligus memberikan

konsumsi gizi yang tinggi. ASI merupakan pilihan yang terbaik bagi bayi karena didalamnya

mengandung antibodi dan lebih dari 100 jenis zat gizi, seperti Arachidonic Acid (AA),

Decosahexanoic Acid (DHA), taurin dan spingomyelin yang tidak terdapat dalam susu sapi,

sehingga tidak ada alasan bagi sang ibu untuk tidak menyusui. (Yuliarti, 2010).

Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia cakupan

pemberiaan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia menunjukan sedikit penurunan

dari 61,5% tahun 2010 menjadi 61,1% pada tahun 2011 dari target yang diberikan yaitu

sebesar 80%. Cakupan pemberian ASI eksklusif sangat di pengaruhi oleh berbagai hal

terutama dikarenakan terbatasnya tenaga konselor menyusui di fasilitas pelayanan

1
kesehatan, belum tersosialisasi secara merata peraturan pemerintah No. 33 tahun 2012

tentang peberian ASI eksklusif, belum maksimalnya kegiatan edukasi, advokasi dan

kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI (Kemenkes, 2014).

Data di atas menunjukan bahwa presentasi pemberian ASI eksklusif di Indonesia

yang masih berada di bawah target nasional yaitu sebesar 80% (Kemenkes, 2014). Faktanya

banyak sekali zat gizi yang terkandung dalam ASI sehingga pemberian ASI eksklusif tidak boleh

di lewatkan (Yuliarti, 2010). Chan, et al dalam Nurliawati (2010) menyebutkan bahwa 44 ibu

post partum sebanyak 77% berhenti menyusui sebelum bayi berusia 3 bulan dengan

alasan presepsi ASI yang kurang sebanyak 44%, masalah payudara sebanyak 31%, dan

merasa kelelahan sebanyak 25%. Penelitian lainya yang dilakukan oleh Collin dan scot yang

dilakukan di Australia menunjukan bahwa 556 orang ibu melahirkan sebanyak 29% sudah

berhenti menyusui bayinya pada minggu kedua dengan alasan bahwa ASInya kurang

(Nurliawati, 2010).

Menyusui merupakan proses yang alamiah yang tidak mudah di lakukan. Cakupan ASI

eksklusif tidak lepas dari masalah yang terjadi dalam proses menyusui diantaranya adanya

kepercayaan yang salah bahwa ASI keluar sedikit atau ASI kurang mencukupi kebutuhan bayi.

Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain makanan dan minuman yang

dikonsumsi oleh ibu, kondisi psikologis atau emosi ibu, bentuk payudara yang tidak normal

sehingga tidak dapat berperan dalam proses menyusui, isapan bayi (reflex isap/kekuatan

mengisap, lama mengisap, dan keseringan mengisap) juga dapat mempengaruhi produksi

ASI (Nisman, 2011). Rangsangan sentuhan pada payudara ketika bayi menghisap akan

merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel, proses ini disebut

reflex let down atau pelepasan ASI dan membuat ASI tersedia bagi bayi. Hal-hal lain yang erat

2
hubungannya dengan proses menyusui adalah sering terjadi putting susu lecet, payudara

bengkak, saluran susu tersumbat, mastitis, abses payudara, kelainan anatomi putting, atau bayi

enggan menyusu dan produksi ASI sedikit (Bahiyatun, 2009).

Novianti, (2009) mengatakan apabila masalah tersebut tidak dapat diatasi maka akan

mengganggu kesinambungan pelaksanaan pemberian ASI, agar mendapatkan kebutuhan ASI

yang memadai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, kerjsama antara ibu dan keluarga

dengan petugas kesehatan harus dilakukan. Indonesesia sendiri telah mengupayakan untuk

meningkatkan cakupakan ASI diantaranya program IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan

perawatan payudara pada prenatal dan postnatal yang bertujuan untuk meningkatkan

produksi ASI serta mencegah putting susu lecet (Astutik, 2014). Metode baru yang

diperkenalkan untuk mencegah dan mengatasi permasalahan ini diantaranya adalah pijat

Laktasi. Pijat laktasi adalah tehnik pemijatan yang dilakukan pada daerah kepala atau leher,

punggung, tulang belakang, dan payudara yang bertujuan untuk merangsang hormone

prolaktin dan oksitosin. Hormon yang berperan dalam produksi ASI adalah hormone prolaktin

dan oksitosin saat terjadi stimulasi sel-sel alveoli pada kelenjar payudara berkontraksi,

dengan adanya kontraksi menyebabkan air susu keluar dan mengalir kedalam saluran kecil

payudara sehingga keluar tetesan susu dari putting dan masuk kedalam mulut bayi yang disebut

dengan let down refleks (Indriyani, Asmuji, & Wahyuni, 2016).

Let down refleks sangat dipengaruhi oleh psikologis ibu seperti memikirkan bayi,

mencium, melihat bayi dan mendengarkan suara bayi. Let down refleks juga dapat dihambat

oleh beberapa faktor diantaranya adalah perasaan stress seperti gelisah, perasaan kurang

percaya diri takut dan cemas. Penelitian menunjukan bahwa saat seseorang merasa bingung,

depresi, cemas dan merasa nyeri terus menerus akan mengalami penurunan hormone

3
oksitosin dalam tubuh saat merasa stress refleks let down menjadi kurang maksimal akibatnya

ASI akan mengumpul pada payudara saja sehingga ASI tidak bisa kembali diproduksi dan

payudara akan terasa sakit, diharapkan setelah dilakukan pemijatan laktasi Ibu akan menjadi

relax sehingga dapat terus memproduksi hormone prolaktin dan oksitosin.

Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Bungo terhadap

peningkatan laktasi adalah IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada Asuhan Persalinan Normal

(APN), promosi kesehatan pentingnya laktasi, dan penyuluhan laktasi pada kelas hamil.

Konsep Laktasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Bungo pada saat ini belum

diperkenalkan untuk meningkatkan produksi ASI.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang

bertujuan mengetahui pengaruh konsep Laktasi terhadap peningkatan produksi ASI pada

pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, maka rumusan masalah dari

penelitian ini “Adakah pengaruh Konsep Laktasi terhadap peningkatan produksi ASI pada

pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo”.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui pengaruh konsep Laktasi terhadap peningkatan produksi ASI

pada pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mengidentifikasi peningkatan produksi ASI sebelum dilakukanya konsep

4
laktasi pada pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo.

2. Mengidentifikasi peningkatan produksi ASI setelah dilakukannya konsep laktasi

pada pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo.

3. Mengidentifikasi pengaruh konsep laktasi terhadap peningkatan produksi

ASI pada pasien melahirkan di Rumah Sakit H. Hanafie Muara Bungo.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. MANFAAT TEORITIS

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi

perkembangan ilmu, yaitu tentang pengaruh konsep laktasi terhadap peningkatan

produksi ASI.

1.4.2. MANFAAT PRAKTIS

1. Bagi perawat
Memberikan masukan tentang konsep laktasi untuk peningkatan produksi ASI.

2. Bagi Masyarakat
Memberikan masukan untuk meningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif.

3. Bagi tenaga kesehatan lain (Bidan, Dokter)


Dapat mengaplikasikan konsep Laktasi dan mensosialisasikan kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi.

4. Bagi ibu dan bayi


Memberikan masukan untuk mengatasi permasalah yang muncul dalam periode
laktasi khusunya terkait kelancaran produksi ASI dan dapat memenuhi kebutuhn
gizi serta nutrisi untuk bayi melalui pemberian ASI eksklusif.

5. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang metode laktasi yang baik dan benar
sehingga dapat mendukung program pemerintah untuk meningkatkan

5
cakupan ASI eksklusif. Serta sebagai pengalaman awal dalam melakukan riset
keperawatan yang memberi manfaat di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai