Dosen :
2018
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................. 3
A. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan Nilai dan ajaran agama ............ 3
B. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai ................................... 4
C. Perlunya akhlak islami dalam IPTEKS............................................................ 9
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas”Etika pengembangan dan penerapan IPTEKS dalam pandangan
islam”,
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Bapak M.Abdul Rozaq, M.Pd.I yang telah memberikan kesempatan dan memberi fasilitas
sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar. Dan terima kasih pula kami ucapkan
kepada bapak dan ibu dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun do’anya,
sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah
yang seharusnya dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah
Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam
ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang
seharusnya yang digunakan umat Islam, Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh
tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh
Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan telah diharamkan oleh Syariah,
maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat
sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin
oleh perdaban barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan
iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban
barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran
agama?
2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
1
3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai dan ajaran
agama
2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks
D. MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas
wawasan penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan dan penerapan
ipteks dalam pandangan islam”.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya
apabila tanpa di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan
umat, sebagai contoh negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan
teknologi, tetapi sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun
juga orang yang sangat sibuk dengan belajar agama, tetapi tidak mau menggali ilmu
dan pengetahuan alam disekitar kita, maka akan mengalami kemunduran, sedangkan
untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah banyak berbut/beribadah dalam hal
untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat berkutik di ritualitas saja, ini
adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama,
melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Pengetahuan
dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilai- nilai dalam kehidupan,
dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia, dan
sampai kepada perilaku manusia itu sendiri. Dalam agama sekurang – kurangnya ada
empat ciri yang dapat kita kemukakan, yaitu : Adanya kepercayaan terhadap yang
gaib, kudus, dan maha agung, dan pencipta alam semesta (Tuhan) .
Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas, dengan berbagai cara. Seperti
dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian, dan, doa. Adanya
Suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. Menganut
ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan tidak langsung kepada seluruh
umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi dan rasulnya. Maka menurut ajaran
islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada agama.Agama
berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan pribadi,
walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama yang dapat diterima secara
universal. Kemajuan spritual manusia dapat diukur dengan tinggi nilai yang tak
terbatas yang ia berikan kepada objek yang ia sembah. Seorang yang religius
merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai
sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.
3
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak
sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran
yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh
karena itu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu
bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama
berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan
hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan
logika. Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik
dan berinteraksi satu sama lain.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian
seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan
martabatnya diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling
utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-
duanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-
prinsip tertinggi wujud. Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan
demi manusia yaitu kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan
persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan
imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai
metode-metode persuasivfe untuk menjelaskannya.
Agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin
dengan esensi mereka. Filsafat dan agama merupakan pendekatan mendasar menuju
pada kebenaran. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang
didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan, suatu metode yang merupakan
gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis yang pasti. Berdasarkan alasan ini,
filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu,
kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan, dan seni dari segala seni.
4
Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha manusia
untuk mencapai rasional tentang dirinya dan alam.
b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori nilai
5
berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam
teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi
makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa
kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada
kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan (pembawa
nilai bisa berubah).
c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan
ilmu terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkadang
hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin
6
melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan
pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut,
tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat
perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di
luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat
bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah
kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk
memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan
penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada
berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah
jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu
instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti
menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah,
yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmiah
disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh –
sungguh. Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas,
karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek
sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai,
tetapi ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika
para ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai
bidang ilmu sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu
harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu
mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir
orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan
itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan
objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah
berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran
7
dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua
nilai lain dikesampingkan.
8
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan
nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak
mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi,
sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.
9
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang
ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan
paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu
pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam
dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-
Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar
salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits. Peran kedua Islam dalam
perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib
dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek
yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan
iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits
yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan
iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya[528]. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).” (Qs. al-Araaf [7]: 3). [528] Maksudnya: pemimpin-
pemimpin yang membawamu kepada kesesatan. Sabda Rasulullah Saw: “Barangsiapa
yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu
tertolak.” [HR. Muslim].
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan
dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah,
juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena manusia adalah
makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya diperintahkan untuk berfikir
dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman sekarang ini telah dikuasai oleh
peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah
amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai dengan hukum dan syara
dan yang patut dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya
saja.
B. SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini
sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai
kepada kita, maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai
dengan aturan Allah SWT.
11
DAFTAR PUSTAKA
12