DISUSUN OLEH
KELOMPOK II
Assallamualakum Wr. Wb., Allhmdulliah puji serta syukur saya panjatkan kepada
Allah SWT atas kasih dan rahmatNya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan Tugas
keperawatan jiwa ini.
Kelompok mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun psikis dimasa pandemic ini, sehingga
kelompok mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Keperawatan Jiwa
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kelompok mengharapkan
masukan dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan mental merupakan permasalahan yang tak pernah luput dan selalu
menjadi perhatian masyarakat. Banyaknya peningkatan masalah kesehatan mental seperti
peningkatan pasien gangguan jiwa, kejadian bunuh diri, membuat masalah kesehatan
mental tidak bisa di abaikan (Bukhori, 2009). Indikator kesehatan mental yang perlu
diperhatikan menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam riset kesehatan
dasar, tidak hanya berupa penilaian tehadap gangguan jiwa berat, tetapi juga di fokuskan
pada penilaian terhadap gangguan mental emosional (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Yosep (2009) dan World Health Organization (2007 dikutip dari Harner
dkk., 2010) mengatakan bahwa seseorang yang terlibat dalam masalah hukum seperti
menjadi narapidana penjara merupakan salah satu sumber stress yang dapat menyebabkan
seseorang rentan mengalami masalah mental.
Narapidana adalah individu pelaku tindak pidana yang telah di nyatakan bersalah
oleh majelis hakim dan di hukum penjara dalam jangka waktu tertentu serta di tempatkan
dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan sebagai tempat pelaksanaan hukuman
tersebut (Widianti, 2011). Adapun tindak pidana yang dilakukan biasanya berupa
pembunuhan, penculikan, penganiayaan, pencurian, kejahatan seksual, pemalsuan,
perjudian, penyalahgunaan napza, dan lain-lain (Vaeroy, 2011; Ardilla & Herdiana, 2013)
PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Etiologi
2. Faktor Mental
a. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap
secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang
merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan
oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada keyakinan
keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-
dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan- kecenderungan
kriminal.
b. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor yang
kuat terjadinya kriminalistas, mulai dengan roman-roman dari
abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan
pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita- cerita detektif
dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah
gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu
cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian-
harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat
berasal dari koran-koran. Di samping bacaan- bacaan tersebut di atas,
film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas
tertutama kenakalan remaja akhir- akhir ini.
3. Faktor Pribadi
a. Umur
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah
dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai
umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari
tua.
b. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan
kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran,
walaupun alcohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan
tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
1. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan
dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang
sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality
disorder. Karena banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa
maka pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan mental.
2. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
a. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali lebih
tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV
ini berkaitan dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan
obat-obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato.
Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka kejadian yaitu
dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan
mengenai HIV dan AIDS.
b. Hepatitis
c. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum. Hal ini
terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang
mempengaruhi penyebaran penyakit.
D. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama.
2. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi).
Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.
a. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah
b. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu
yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan
yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung
pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2010).
1. Ansietas
Kecemasan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan yang merupakan perasaan
(mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan
kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang
bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah, resah), atau respon
fisiologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang
meningkat dan otak yang menegang. Kecemasan yang disertai dengan gejala fisik
seperti sakit kepala, jantung berdebar cepat, dada terasa sesak, sakit perut atau tidak
tenang dan tidak dapat duduk diam, dan lain-lain.
Karena kecemasan yang dialami oleh narapidana merupakan suatu ancaman pada jiwa
atau psikisnya seperti kehilangan makna hidup dan memiliki masa depan yang suram
sehingga narapidana yang mengalami tingkat kecemasannya tinggi akan mengalami
kecemasan pada masa depannya yaitu kecemasan menjelang bebas dari Lembaga
Pemasyarakatan agar dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat.
3. Isolasi Sosial
Narapidana menarik diri dari dari lingkungan, berfikir orang lain tidak menerima dia
karena dia narapidana dan mungkin merasa tidak berharga dalam lingkungannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan mental narapidana dalam lapas sangat berpengaruh dalam masalah kesehatan
jiwa narapidana tersebut, jika koping narapidana efektif, masalah kesehatan jiwa
narapidana tidak akan terjadi namun sebaliknya jika koping narapidana tidak efektif
terhadap situasi yang baru dijalani masalah kesehatan jiwa akan muncul. Kecemasan, harga
diri rendah dan isolasi sosial merupakan masalah yang sering muncul pada narapidana.
Penatalaksanaan keperawatan dalam menghadapi hal tersebut dengan pendekatan kepada
narapidana serta melakukan terapi aktifitas kelompok dan memberikan konseling
DAFTAR PUSTAKA
Putri Eka, Dewi, dkk. 2014. Hubungan dukungan social dengan tingkat kecemasan
narapidana di Lembaga pemasyarakatan klas II A. Ners Jurnal Keperawatan Volume 10.
No. 1. 22 Juni 2021
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu