Anda di halaman 1dari 21

Kata Pengantar

‫بسم هللا ال ّرحمن ال ّرحيم‬

Asslamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT serta shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW, Ahlul Bait seluruh sahabatnya. Berkat rahmat maunahnya
dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“Pemahaman Lebih Mendalam tentang Riba dan Bunga”. Sebagai tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah.
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Suprihatin, M.E.I., selaku
Dosen Pembimbing atas bimbingnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan makalah ini.
Peneliti menyadari keterbatasan kemampuan kami sehingga peneliti yang dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dan bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini.
Hanya kepada Allah SWT kami selaku peneliti memohon ampunan dan rahmat-Nya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk kami selaku peneliti dan bagi
pembaca. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Kurang lebihnya kami mohon maaf, dan apabila ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini pun mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirul kalam
Wasslamu’alaikum Wr. Wb

Bekasi, 14 April 2014

Peneliti

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………… 1

Daftar Pustaka………………………………………………………….... 2

A. Latar Belakang……………………………………………………..... 3

B. Rumusan Masalah………………………………………………….... 4

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. 4

D. Metode Penelitian…………………………………………………… 4

E. Pembahasan………………………………………………………….. 5

1. Definisi…………………………………………………………… 5

2. Dasar Hukum…………………………………………………….. 5

3. Macam-macam Riba……………………………………………... 8

4. Konsep Riba Dalam Prespektif Non-Muslim……………………. 10

5. Problematika……………………………………………………... 12

6. Implementasi di Bank Syariah…………………………………… 13

F. Penutup………………………………………………………………. 19

1. Kesimpulan………………………………………………………. 19

2. Saran……………………………………………………………… 20

Daftar Pustaka…………………………………………………………… 21

2
A. Latar Belakang
Keadilan ekonomi dan sosial, merupakan salah satu karakteristik yang idealis bagi
umat islam, yang harus diterapkan dalam cara hidupnya dan bukan sebagai suatu fenomena.
Konsep tersebut haruslah diimplementasikan pada semua area dari hubungan interaksi antar
umat manusia, sosial, ekonomi, dan politik.
Di antara semua ajaran islam yang terpenting adalah untuk mewujudkan keadilan dan
meniadakan pemanfaatan ataupun eksploitasi dalam transaksi bisnis yang diperbolehkan atas
sumber daya yang ada yang digunakan untuk melakukan perbaikan secara tidak adil (‘akl
amwal an nas bi al batil), Al-Qur’an memerintahkan umat islam tidak untuk mengingini
barang milik orang lain secara bil batil atau secara tidak benar.1
Pengetahuan tentang masalah riba merupakan hal yang penting untuk kita ketahui,
supaya dalam bermua’malah yang biasa kita lakukan sehari-hari tidak terjerumus ke dalam
kategori riba yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena ancaman Allah SWT tidak hanya
ditunjukkan bagi pelaku riba saja, melainkan juga bagi setiap orang yang berperan dan
berhubungan dengan riba tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits Nabi SAW. “
Rasulullah SAW melaknat orang-orang yang makan barang riba dan yang mewakilinya,
penulis dan dua orang saksinya, mereka itu sama saja.”
Masalah riba ini merupakan masalah yang paling rumit menurut kebanyakan ulama.
Amirul Mukminin, Umar bin Khattab RA pernah mengatakan, “tiga hal yang seandainya saja
Rasulullah SAW mewasiatkan kepada kami suatu warisan yang dapat memuaskan kami yaitu
dalam masalah; Al-Jaddu (bagian warisan kakek), Al-Kalalah (orang yang meninggal tidak
meninggalkan ayah dan anak), dan beberapa masalah riba”. Maksudnya adalah sebagian
masalah yang di dalamnya terdapat percampuran riba, sedangkan syariat telah menetapkan
bahwa sarana yang mengantarkan kepada yang haram itu pun haram hukumya, karena
sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram adalah harama, sebagaimana tidak sempurna
suatu kewajiban kecuali dengan seusatu, makanya itu menjadi wajib.2
Maka dari itu, pada kesempatan ini peneliti akan mengutip keterangan tentang
masalah riba dan macam-macamnya, termasuk juga bunga yang masih menjadi perdebatan
panjang di kalangan para alim ulama, dengan harapan mudah-mudahan setelah mengetahui
masalah ini kita akan terhindar dari lingkaran riba, sehingga kita selamat dari laknat dan
ancaman Allah SWT.

1
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A., Islamic Banking, Bab VII, cetakan ke-1, hlm. 318.
2
Tafsir Ibnu Katsir, Jil. 1, hlm. 550.

3
Riba yang sudah disepakati haramnya adalah riba yang mengandung ziyadah (‫)الزيادة‬
(tambahan/kelebihan) yang berlaku pada zaman jahiliyah yang disebut juga dengan riba
nasi’ah. Riba jahiliyah atau riba nasi’ah ini adalah bentuk riba yang telah diterangkan dengan
jelas di dalam Al-Qur’an, bahkan sudah diterangkan juga dalam kitab Injil, Taurat, dan kitab-
kitab lainnya. Sedangkan yang tiga macam lagi yaitu riba fadhl, riba qardh, dan riba yad. 

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu riba?
2. Apa sajakah dasar hukum pelarangan riba?
3. Bagaimana proses pelarangan riba?
4. Apakah bunga bank itu termasuk daripada riba?
5. Apa implikasi dari riba terhadap kehidupan?

C. Tujuan Penelitian
1. Mencari tahu akan pemahaman tentang pengertian riba.
2. Dasar hukum dilarangnya riba.
3. Proses pelarangan riba.
4. Pemahaman akan bunga bank terhadap riba.
5. Implikasi riba terhadap kehidupan bersama.

D. Metode Penelitian
Dalam penelitian yang kami lakukan kali ini, kami menggunakan metode deskriptif
analitis. Yang mana, metode ini merupakan metode pengumpulan fakta melalui interpretasi
yang tepat. Metode penelitian ini bertujuan untuk mempelajari permasalahan yang timbul di
masyarakat dalam situasi tertentu, termasuk di dalamnya hubungan masyarakat, kegiatan,
sikap, opini, serta proses yang tengah berlangsung dan pengaruhnya terhadap fenomena
tertentu dalam masyarakat.3

3
Withney (1960 : 160)

4
E. Pembahasan
1. Definisi4
Secara etimologi, Riba itu berarti ‫ = ) الزيادة‬kelebihan atau tambahan). Adapun secara
terminologi, ulama fiqh mendefinisikan riba dengan, “kelebihan harta dalam suatu muamalah
dengan tidak ada suatu imbalan/gantinya.” Maksudnya, tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat suatu transaksi utang-piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik
uang pada saat utang jatuh tempo.
Misalnya, si A kemarin meminjam uang kepada si B sebesar Rp 1.000.000,- selama
satu bulan. Si B bersedia meminjamkannya, apabila si A mau mengembalikannya sebesar Rp
1.100.000,- pada saat jatuh tempo. Kelebihan uang Rp 100.000,- yang harus dibayarkan si A,
dalam terminologi fiqh, disebut riba.
Riba seperti diatas tadi ternyata telah berlaku luas di kalangan masyarakat Yahudi
sebelum datangnya islam, sehingga masyarakat Arab pun sebelum dan pada masa awal Islam
melakukan muamalah dengan cara tersebut.

2. Dasar Hukum
Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa muamalah dengan cara riba ini hukumnya
haram. Keharaman riba ini dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits
Rasulullah SAW. Di dalam Al-Qur’an menurut Syekh Muhammad Mustafa Al-Maragi
(1881-1945 ; mufasir dari Mesir) proses keharaman riba disyariatkan Allah SWT secara
bertahap;5
Tahap pertama, Allah SWT menunjukkan bahwa riba menunjukkan bahwa riba itu
bersifat negatif. Pernyataan ini disampaikan Allah SWT dalam surah Ar-Rum (30) ayat 39 :

ْ Pُ‫اس فَاَل يَ ۡرب‬


‫و ٖة‬Pٰ P‫ٓا َءاتَ ۡيتُم ِّمن َز َك‬PP‫ َد ٱهَّلل ۖ ِ َو َم‬P ‫وا ِعن‬P ِ َّ‫َو َمٓا َءاتَ ۡيتُم ِّمن رِّ بٗ ا لِّيَ ۡربُ َو ْا فِ ٓي أَمۡ ٰ َو ِل ٱلن‬
ٓ
٣٩ ‫ون‬ َ ُ‫ض ِعف‬ ۡ ‫ك هُ ُم ۡٱل ُم‬ َ ِ‫ون َو ۡجهَ ٱهَّلل ِ فَأ ُ ْو ٰلَئ‬
َ ‫تُ ِري ُد‬
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

4
Ensiklopedi Hukum Islam., Ed.5 Riba, hal.1479.
5
Ensiklopedi Hukum Islam., Ed.5 Riba, hal.1479.

5
Ayat ini merupakan ayat pertama yang berbicara tentang riba, yang menurut para
mufasir ayat ini termasuk ayat Makkiyyah. Akan tetapi, ulama tafsir sepakat menyatakan
bahwa ayat ini tidak berbicara tentang riba yang diharamkan. Al-Qurtubi menyatakan bahwa
“Ibnu Abbas RA mengartikan riba dalam ayat ini dengan “hadiah” yang dilakukan orang-
orang dengan mengharapkan imbalan berlebih. Menurutnya, riba dalam ayat ini termasuk
riba mubah.”
Tahap kedua, Allah SWT telah memberi isyarat akan keharaman riba melalui
kecaman terhadap praktek riba di kalangan masyarakat Yahudi. Hal ini disampaikan-Nya
dalam surah An-Nisa (4) ayat 161 :
ٰۡ ِ ۚ P‫اس بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬
ۡ‫ين ِم ۡنهُم‬ ِ Pِ‫دنَا لِل َكف‬Pۡ Pَ‫ل َوأَ ۡعت‬P
َ ‫ر‬P ِ َّ‫ ٰ َو َل ٱلن‬Pۡ‫ هُ َوأَ ۡكلِ ِهمۡ أَم‬P‫وا َع ۡن‬P
ْ Pُ‫د نُه‬Pۡ Pَ‫َوأَ ۡخ ِذ ِه ُم ٱلرِّ بَ ٰو ْا َوق‬
١٦١ ‫َع َذابًا أَلِ ٗيما‬
161. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.
Di dalam kitab tafsir Jalalain mengatakan bahwa : “(Dan karena memakan riba
padahal telah dilarang daripadanya) dalam Taurat (dan memakan harta orang dengan jalan
batil) dengan memberi suap dalam pengadilan (dan telah Kami sediakan untuk orang-orang
kafir itu siksa yang pedih) atau menyakitkan”.
Jadi, riba ini sudah dilarang oleh Allah SWT ketika zaman Nabi Musa AS
sebagaimana yang dijelaskan bahwa riba itu sudah tersurat di dalam kitab Taurat. Dan adapun
di dalam surah Ali-‘Imron (3) ayat 130 :

١٣٠ ‫ُون‬ ْ ُ‫ض َعفَ ٗۖة َوٱتَّق‬


َ ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِح‬ ْ ُ‫وا اَل تَ ۡأ ُكل‬
ۡ َ‫وا ٱلرِّ بَ ٰ ٓو ْا أ‬
َ ٰ ‫ض ٰ َع ٗفا ُّم‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ْ ُ‫ين َءا َمن‬
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Di dalam tafsir Ibnu Katsir jilid 2 mengatakan bahwa : “Allah SWT melarang hamba-
hamba-Nya yang beriman melakukan riba dan memakannya dengan berlipat ganda.
Sebagaimana oada masa Jahiliyyah dulu mereka mengatakan : “Jika hutang sudah jatuh
tempi, selesai sudah urusan. Dan jika tidak dibayar, maka diteteapkan tambahan untuk jangka
waktu tertentu dan kemudian ditambahkan pada jaminan pokok”. Demikian seterusnya pada
setiap tahunnya. Mungkin jumlah sedikit bisa berlipat ganda menjadi banyak.

6
Kemudian pada tahap akhir, Allah SWT mengharamkan riba secara total dengan
segala bentuknya. Hal ini disampaikan melalui firman-Nya dalam surah Al-Baqarah (2) ayat
275 - 276:

‫ك‬ ۚ ‫ ۡي ٰطَ ُن ِم َن ۡٱلم‬P‫ٱلش‬


َ Pِ‫سِّ ٰ َذل‬ َّ ُ‫ه‬Pُ‫و ُم ٱلَّ ِذي يَتَ َخبَّط‬PPُ‫ون إِاَّل َك َما يَق‬ َ ‫ون ٱلرِّ بَ ٰو ْا اَل يَقُو ُم‬ َ ُ‫ين يَ ۡأ ُكل‬ َ ‫ٱلَّ ِذ‬
َ
‫ة ِّمن‬ٞ ‫ظ‬ َ ‫بِأَنَّهُمۡ قَالُ ٓو ْا إِنَّ َما ۡٱلبَ ۡي ُع ِم ۡث ُل ٱلرِّ بَ ٰو ۗ ْا َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ۡٱلبَ ۡي َع َو َح َّر َم ٱلرِّ بَ ٰو ۚ ْا فَ َمن َجٓا َءهۥُ َم ۡو ِع‬
ٓ
‫ا‬PPَ‫ار هُمۡ فِيه‬ ِۖ َّ‫ ٰ َحبُ ٱلن‬P‫ص‬ ۡ َ‫ك أ‬Pَ Pِ‫ا َد فَأ ُ ْو ٰلَئ‬PP‫ ُر ٓۥهُ إِلَى ٱهَّلل ۖ ِ َو َم ۡن َع‬Pۡ‫ف َوأَم‬ َ َ‫ل‬P‫ا َس‬PP‫ٱنتَهَ ٰى فَلَهۥُ َم‬PPَ‫َّربِِّۦه ف‬
٢٧٦ ‫ار أَثِ ٍيم‬ ٍ َّ‫ت َوٱهَّلل ُ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ ِ ۗ َ‫ص َد ٰق‬
َّ ‫ق ٱهَّلل ُ ٱلرِّ بَ ٰو ْا َوي ُۡربِي ٱل‬ ُ ‫ يَمۡ َح‬٢٧٥ ‫ون‬ َ ‫ٰ َخلِ ُد‬
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Dan di dalam surah yang sama Al-Baqarah (2) ayat 278 :

َ ِ‫ُوا َما بَقِ َي ِم َن ٱلرِّ بَ ٰ ٓو ْا إِن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمن‬


٢٧٨ ‫ين‬ ْ ‫وا ٱهَّلل َ َو َذر‬
ْ ُ‫وا ٱتَّق‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ْ ُ‫ين َءا َمن‬
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Di dalam ayat 275 Allah SWT menekankan bahwa jual beli sangatlah berbeda
dengan riba, di dalam tafsir Ibnu Katsir lalu di ayat selanjutnya Allah menyatakan
memusnahkan riba, dan di ayat 278 Allah SWT memerintahkan untuk meninggalkan segala
bentuk riba yang masih ada. Keharaman riba secara total ini, menurut ahli fiqh, bekisar pada
akhir tahun ke delapan atau awal tahun kesembilan Hijriah.
Alasannya juga terdapat dalam hadits Nabi Muhammad SAW :

7
‫ ْي ٌم‬P ‫ َّدثَنَا هُ َش‬P‫الُوا َح‬PPَ‫ان ب ُْن أَبِي َش ْيبَةَ ق‬ُ ‫ب َو ُع ْث َم‬ ٍ ْ‫َّاح َو ُزهَ ْي ُر ب ُْن َحر‬
ِ ‫صب‬َّ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن ال‬
َ P‫لَّ َم آ ِك‬P‫ ِه َو َس‬Pْ‫لَّى هَّللا ُ َعلَي‬P‫ص‬
‫ا‬PPَ‫ل ال ِّرب‬P َ ِ ‫و ُل هَّللا‬P‫ال لَ َع َن َر ُس‬P ُّ ‫أَ ْخبَ َرنَا أَبُو‬
َ Pَ‫ابِ ٍر ق‬PP‫الزبَي ِْر َع ْن َج‬
)‫َو ُم ْؤ ِكلَهُ َو َكاتِبَهُ َو َشا ِه َد ْي ِه َوقَا َل هُ ْم َس َوا ٌء (مسلم‬
Dikatakan Muhammad ibn ash-shobbah dan zuhairu ibn harb dan utsmann ibn abi syaibah
mereka berkata diceritakan husyaim dikabarkan abu zubair dari jabir r.a beliau berkata :
Rasulullah SAW mengutuk makan riba, wakilnya dan penulisnya, serta dua orang saksinya
dan beliau mengatakan mereka itu sama-sama dikutuk. (Muslim)
Rasulullah SAW pun dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim mengutuk perbuatan riba, baik mereka yang berada di posisi awal, tengah, dan akhir
dalam bertransaksi.
Ijma ulama juga sepakat bahwa riba di haramkan di dalam islam6

3. Macam-macam Riba

“Riba itu ada 73 (tujuh puluh tiga) macam.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits di atas juga diriwayatkan Al-Hakim dalam kitabnya, Al-Mustadrak, dari ‘Amr
bin ‘Ali Al-Falas, dengan isnad yang sama, dengan tambahan lafazh:7

“Yang paling ringan dari riba itu seperti seseorang menikahi ibunya sendiri dan sejahat-
jahat riba adalah menggangu kehormatan seorang muslim.”

‫ الرب ا ثالث ة وس بعون باب ا ايس رها مث ل ان‬:‫م‬.‫عن عب د اهلل بن مس عود رضي اهلل عن ه عن الن يب ص‬
‫ينكح الرج ل أم ه وان ارىب الرب ا ع رض الرج ل املس لم(رواه ابن ماج ه فحتص ر واحلاكم بتمام ه‬
)‫وصجيح‬
Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda: Riba itu ada 73 pintu. Yang
paling ringan diantarannya ialah seperti seseorang laki-laki yang menikahi ibunya, dan
sehebat-hebattnya riba adalah merusak kehormatan seorang muslim. (diriwayatkan oleh
ibnu majah dengan rigkas dan olah al-hakim selengkapnya dan beliau menilainya sahih).
6
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A., Fiqh Muamalah, Bab VII, hlm. 318.
7
Tafsir Ibnu Katsir, Jil. 1, hlm. 551.

8
Namun kami selaku peneliti tidak boleh jauh dari fokus studi kami yaitu mengenai
Al-Iqtishodiyyah (ekonomi). Maka di dalam fiqh muamalah riba itu terdapat 4 macam yaitu,
menurut mayoritas (jumhur) ulama hanya ada 2 antara lain riba fadhl dan riba nasi’ah
(jahiliyyah).8 Sedangkan 2 lagi, kami dapatkan dari perkuliahan Ilmu Ekonomi Islam antara
lain riba yad dan riba qardh.9
1. Riba Fadhl
Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah “tambahan zat harta pada akad jual-
beli yang diukur dan sejenis”. Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli yang
mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu
benda tersebut.
Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-beli antar barang yang sejenis, tidak
boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.
Contoh : tukar menukar emas 10 kg dengan emas 12 kg, perak 12 kg dengan perak
14 kg, beras 1 lt dengan beras 2 lt, gandum 2 karung dengan gandum 3 karung.
2. Riba Nasi’ah (jahiliyyah)
Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah “memberikan kelebihan terhadap
pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda disbanding
utang pada benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan
yang ditakar dan ditimbang yang sama jelasnya”.
Maksudnya, menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak,
dengan pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
setengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli
yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah
semangka yang akan dibayar setelah sebulan.
3. Riba Yad
Menurut ulama Syafi’iyyah, riba yad adalah transaksi jual-beli dengan
mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-berai antara dua orang yang
akad sebelum timbang terima, seperti menganggap jual-beli antara gandum dengan
sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima ditempat akad.
4. Riba Qardh
Manfaat atau kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.

8
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A., Fiqh Muamalah, Bab pembahasan Riba.
9
Isfandayani, M.Si., Juklak Mata Kuliah Ilmu Ekonomi Islam.

9
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi
mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada
Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

Adapun jumhur ulama sepakat bahwa barang ribawi (barang yang terkategori riba)
ada 7 macam yaitu emas, perak, kurma, sya’ir,gandum, garam, dan anggur kering.10

4. Konsep Riba Dalam Perspektif Non-Muslim11


Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi berbagai kalangan
di luar Islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba
dapat dirunut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah riba telah menjadi
bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari
masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Karena itu, sepantasnya bila kajian tentang riba pun melihat perspektif dari kalangan
non muslim tersebut.
1. Konsep Bunga di Kalangan Yahudi
Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan bunga. Pelarangan
ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam Old Testament
(Perjanjian Lama) maupun undang-undang Talmud.
Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan,
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang
yang muskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih
utang terhadap dia; janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.
2. Konsep Bunga di Kalangan Yunani dan Romawi
Ringkasnya, para ahli filsafat Yunani dan Romawi seperti Plato (427-347
SM), Aristoteles (384-322 SM), Cato (234-149 SM), dan Cicero (106-43 SM)
menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji. Pandangan
demikian itu juga di anut oleh masyarakat umum pada waktu itu. Kenyataan
bahwa bunga merupakan praktik yang tidak sehat dalam masyarakat,
merupakan akar kelahiran pandangan tersebut.
3. Konsep Bunga di Kalangan Kristen
A. Pandangan Pendeta Awal Kristen (Abad I-XII)

10
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A., Fiqh Muamalah, Bab pembahasan Riba.
11
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio. M.Ec., Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Bab IV, hlm. 42.

10
 St. Basil (329-379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai
orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga dalah
mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga
mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang
miskin.
B. Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XVI)
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut
sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut.
 Nilai atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan
memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan
konsep keadilan.
 Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau
tidaknya bergantung pada niat si pemberi utang.
C. Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI-Tahun 1836)
Du Moulin (1500-1566), mendesak agar pengambilan bunga yang
sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk
kepentingan produktif. Claude Saumise (1588-1653), membenarkan semua
pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menrutnya,
menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa. Karenanya
tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya
untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot
mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.

5. Problematika
Setelah memahami penjelasan tentang dasar hukum riba dan macam-macam riba,
serta konsep riba dalam perspektif non-muslim. Kemudian yang menjadi pertanyaan
selanjutnya adalah, apakah bunga bank konvensional itu termasuk kepada kategori riba atau
bukan?.
Sebelum menjawab pertanyaan  ini, secara singkat kami akan beri gambaran terlebih
dahulu mengenai perbankan. Yang dimaksud dengan bank sesuai UU no. 7 tahun 1992
tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.

11
Orang yang menyimpan uangnya di bank diberikan keuntungan oleh bank itu yang
disebut dengan bunga bank berdasarkan persentase uang yang disimpannya. Bank biasanya
hanya memberikan pinjaman kepada nasabah untuk keperluan produktif seperti modal
berdagang, pengembangan usaha dan lain-lain. Namun ada juga pinjaman atau kredit yang
diberikan bank untuk keperluan konsumtif seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Uang
simpanan nasabah di dalam suatu bank tidak akan didiamkan begitu saja tetapi uang itu akan
dijalankan untuk melancarkan perekonomian atau melaksanakan pembangunan. Dari
keuntungan bank inilah sebagian diberikan kepada nasabah sebagai bunga bank.12
Problematika ummat yang sekarang ini sedang di hadapi adalah sebuah situasi yang
sangat tidak menentu. Pasalnya, bunga bank yang sekarang ini sudah merajalela masih
menjadi perdebatan sengit diantara para alim ulama. Namun, tidak perlu kami
mempermasalahkan perbedaan tersebut, karena masalah bunga bank itu ada dalam tataran
hukum fiqh. Artinya, masalah ini merupakan masalah khilafiyyah seperti halnya mengenai
jumlah rakaat dalam sholat tarawih, ada yang berpendapat 8 rakaat, 20 rakaat, bahkan ada
yang mengatakan tak terhingga. Perbedaan tersebut seyogyanya disikapi dengan lapang dada
dan jangan sampai menjadikan perpecahan diantara ummat islam. Karena sesungguhnya
perbedaan itu merupakan rahmat (kenikmatan) buat kita. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW : ‫اختالف ا ّمتي رحمة‬
Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan pendapat-pendapat para ahli tentang
penentuan hukum bunga bank konvensional pada subbab selanjutnya.

6. Implementasi di Perbankan13

 Pendapat yang Mengharamkan Bank Konvensional


Jumhur (mayoritas) ulama mengharamkan bank konvensional karena adanya praktik
bunga bank yang secara prinsip sama persis dengan riba. Baik itu bunga pinjaman, bunga
tabungan atau bunga deposito.
 Praktik Perbankan yang Diharamkan
Praktik perbankan konvensional yang haram adalah (a) menerima tabungan dengan
imbalan bunga, yang kemudian dipakai untuk dana kredit perbankan dengan bunga berlipat.
(b) memberikan kredit dengan bunga yang ditentukan; (c) segala praktik hutang piutang yang
mensyaratkan bunga.
12
Pendidikan Agama Islam, Fiqih untuk Madrasah Tsanawiyah., hlm.34.
13
Sumber : http://www.alkhoirot.net/2012/04/hukum-bank-konvensional-dalam-islam.html.

12
Bagi ulama yang mengharamkan sistem perbankan nasional, bunga bank adalah riba.
Dan karena itu hukumnya haram.
 Praktik Bank Konvensional yang Halal
Namun demikian, pendapat yang mengharamkan tidak menafikkan adanya sejumlah
layanan perbankan yang halal seperti: (a) layanan transfer uang dari satu tempat ke tempat
lain dengan ongkos pengiriman; (b) menerbitkan kartu ATM; (c) menyewakan lemari besi;
(d) mempermudah hubungan antar negara.
 Ulama dan Lembaga yang Mengharamkan Bank Konvensional
1. Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan
Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir. Menyepakati secara aklamasi
bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek
riba yang diharamkan termasuk bunga bank;
2. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada
tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
3. Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang
diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406;
4. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
5. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
6. Majma’ul Buhuts al-Islamiyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965;
7. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000
yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syari’ah;
8. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan
bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan kaidah Islam;
9. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung;
10. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga
(interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003;
11. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004,
28 Dzulqa’dah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.

o Hukum Bekerja dan Gaji Pegawai Bank Konvensional


Menurut fatwa Syaikh Jad Al-Haq, salah satu Mufti Mesir, memperoleh gaji /
honorarium dari bank-bank tersebut dapat dibenarkan, bahkan kendati bank-bank

13
konvensional itu melakukan transaksi riba. Bekerja dan memperoleh gaji di sana pun masih
dapat dibenarkan, selama bank tersebut mempunyai aktivitas lain yang sifatnya halal.
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi termasuk ulama yang mengharamkan bank namun dalam
soal gaji pegawai bank ia menyatakan bahwa apabila pegawai tersebut bekerja karena tidak
ada pekerjaan di tempat lain maka ia dalam kondisi darurat. Dalam Islam, kondisi darurat
menghalalkan perkara yang asalnya haram. Kebutuhan hidup termasuk kondisi darurat.
Dalam konteks ini, maka pekerjaannya di bank hukumnya boleh. Begitu juga boleh
mengikuti pendapat ulama terpercaya yang menghalalkan bank konvensional.
Teks asli sebagai berikut:
‫إن‬PP‫ ف‬،‫ه‬PP‫ل في‬PP‫ للعم‬P‫طر‬PP‫ واض‬،‫ه‬PP‫ر يتعيش من‬PP‫د عمال آخ‬PP‫ه لم يج‬PP‫وي ألن‬PP‫إذا كان السائل قد عمل في البنك الرب‬
‫ه‬P‫ا ل‬P‫ك مباح‬P‫ه في البن‬P‫ون عمل‬P‫ذا يك‬P‫ وبه‬،‫رورة‬P‫ة الض‬P‫نزل منزل‬P‫ والحاجة ت‬،‫الضرورات تبيح المحظورات‬
‫ه في‬PP‫واز عمل‬PP‫ه بج‬PP‫ وكذلك إذا عمل في البنك بناء على فتوى من عالم ثقة في علمه ودين‬،‫لظروفه الخاصة‬
14
.‫ ثم يوظفها بعد ذلك في خدمة المصارف اإلسالمية‬،‫ مرحليا ليكتسب منه الخبرة‬P‫البنك الربوي‬

o Pendapat Halalnya Bank Konvensional


Beberapa alasan para ulama ahli fiqih yang menghalalkan bank konvensional adalah
(a) bunga bank bukanlah riba yang dilarang seperti yang disebut dalam Quran dan hadits; (b)
riba adalah bunga yang berlipat ganda; sedang bunga pinjaman bank tidaklah demikian.
 Ulama dan Lembaga yang Menghalalkan Bank Konvensional
1. Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi menilai bunga bank bukan riba dan
halal;
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir, dalam buku “Sikap Syariah Islam Terhadap
Perbankan”;
3. Keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002 membahas soal bank konvensional;
4. A. Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga
bank itu halal.;
5. Dr. Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV berpendapat bunga bank
bukanlah riba dan karena itu halal;
6. KH. Ahmad Makky (pimpinan Pon-Pes As-Salafiyyah Sukabumi). Beliau
berpendapat bahwa bunga bank konvensional dan usaha kerjasama itu hukumnya
halal dan tidak termasuk kepada kategori riba. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
karyanya yang berjudul : "Perspektif Ilmiyah Tentang Halalnya Bunga Bank". 

14
Sumber: http://webmail.qaradawi.net/fatawaahkam/30/1766.html.

14
o Alasan Ulama dan Lembaga yang Menghalalkan Bank Konvensional
1. Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi bank konvensional / deposito itu halal
dalam berbagai bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dahulu.
Menurutnya, di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihan atau
penipuan di kemudian hari, juga karena penetuan bunga dilakukan setelah
perhitungan yang teliti, dan terlaksana antara nasabah dengan bank atas dasar
kerelaan mereka.
2. Dr. Ibrahim Abdullah An-Nashir mengatakan; “Perkataan yang benar bahwa tidak
mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan
tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada
perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini
memiliki perbedaan yang jelas dengan amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an
yang Mulia. Karena bunga bank adalah muamalah baru, yang hukumnya tidak
tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang
pengharaman riba”.
3. Isi keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002:
"Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan menyerahkan
harta dan tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil mereka dalam
menginvestasikannya dalam berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan imbalan
keuntungan yang diberikan kepada mereka serta ditetapkan terlebih dahulu pada
waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi dengannya
atas harta-harta itu, maka transaksi dalam bentuk ini adalah halal tanpa syubhat
(kesamaran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam Al-Qur’an atau dari
Sunnah Nabi yang melarang transaksi di mana ditetapkan keuntungan atau bunga
terlebih dahulu, selama kedua belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut".
Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta
di antara kamu dengan jalan yang batil. Tetapi (hendaklah) dengan perniagaan
yang berdasar kerelaan di antara kamu.” (QS. an-Nisa': 29).
Kesimpulannya, penetapan keuntungan terlebih dahulu bagi mereka yang
menginvestasikan harta mereka melalui bank-bank atau selain bank adalah halal
dan tanpa syubhat dalam transaksi itu.

15
Ini termasuk dalam persoalan "Al-Mashalih Al-Mursalah", bukannya termasuk
persoalan aqidah atau ibadah-ibadah yang tidak boleh dilakukan atas perubahan
atau penggantian.
4. Kata A. Hasan Bangil bunga bank itu halal. karena tidak ada unsur lipat gandanya.
5. Menurut keyakinan dan pendapat KH. Ahmad Makky bahwa bunga bank itu
adalah halal. Hal ini berdasarkan dua dalil, yaitu berdasarkan dalil ‘Aqly dan dalil
Naqly.
A. Dalil Aqly tentang halalnya bunga bank, yaitu :
1. Bunga bank itu halal (bukan riba). Alasannya jika bunga bank itu diharamkan
seperti riba, maka pasti sudah tertanam rasa kebencian dalam hati orang muslim
yang baik-baik. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “Allah SWT
menanamkan rasa kebencian di dalam hati kaum terhadap kekafiran, kefasikan
dan kedurhakaan”. Sedangkan kebencian terhadap bunga bank itu tidak terwujud.
Dengan demikian, maka bunga bank itu tidak haram (bukan riba).
2. Jika bunga bank itu termasuk riba, maka pasti sudah dimusnahkan. Karena Allah
sudah menentukan bahwa Allah SWT akan memusnahkan peraktek riba setelah 40
tahun. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Allah SWT akan
memusnahkan riba dan menyuburkan shodaqoh.” Dan firman Allah SWT yang
artinya : “Jika kamu tidak melakukan yaitu tidak meninggalkan sisa-sisa riba,
maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya memeranginya.” Sedangkan realitas
yang terjadi ternyata musnahnya bunga bank itu tidak terwujud. Dengan demikian,
bunga bank itu tidak haram (bukan riba).
3. Realitas orang Muslim yang baik-baik memandang baik terhadap bunga bank,
sehingga 97% pengusaha Muslim berhubungan dengan bank Konvensional.
Apabila ada sesuatu yang dipandang baik oleh orang Muslim yang baik-baik,
maka itu artinya baik pula menurut pandangan Allah SWT. Sebagaimana sabda
Rasul SAW, yang artinya : “ Sesuatu yang dianggap baik oleh orang Muslim yang
baik-baik, maka menurut Allah pun baik.” Dengan demikian, bunga bank itu tidak
haram (bukan riba).
4. Jika bunga bank itu riba, maka pasti pelakunya sudah dijauhkan dari Allah SWT
(sudah tidak melakukan sholat) karena Rasul SAW bersabda. yang artinya : “
Rasul Allah menjauhkan (melaknat) semua pelaku riba baik yang
membelanjakannya, mewakilinya, menyaksikannya dan penulisnya dari rahmat
Allah SWT.” Akan tetapi terlaknatnya pelaku bunga bank konvensional itu tidak
16
terwujud, mereka melakukan sholat, puasa, haji, dll. Yang diridhoi oleh Allah
SWT. Dengan demikian, bunga bank konvensional itu tidak haram (bukan riba).
B. Dalil Naqly
Dikutip dari kitab fuqoha seperti yang terdapat dalam kitab I’anatuth tholibin:
99 juz 3. Yang artinya: “Diperbolehkan Qirod (usaha kerja sama), yaitu
mengadakan perjanjian antara dua belah pihak dimana pihak ke satu menyerahkan
sejumlah modal kepada pihak ke dua untuk di usahakan agar sama-sama
mendapat keuntungan”. Qirod ini dalam istilah perbankan disebut dengan kredit
produktif.
Dalam kamus besar dikatakan bahwa bunga bank itu disebut bunga pinjaman,
yang pengertiannya adalah sejumlah uang yang harus diberikan kepada pemilik
modal dalam usaha kerja sama yang dikenal dengan kredit, yaitu perjanjian antara
dua belah pihak yaitu antara pemilik modal (dalam hal ini bank) dengan
pengusaha, dimana pemilik modal menyerahkan sejumlah uang (modal) kepada
pengusaha untuk dikembangkan agar sama-sama mendapat keuntungan. Usaha
kerja sama ini dalam istilah fuqoha (ulama ahli fiqih) disebut qirod. Hukum qirod
(usaha kerja sama) dalam syari’at islam adalah halal berdasarkan ijma Ulama.
Dengan demikian, ziadah (tambahan) atau dalam istilah perbankan disebut bunga
yang terdapat dalam kredit produktif itu bukan termasuk riba, karena riba hanya
terdapat dalam qordu, jual beli barang ribawi dan hibah. Sedangkan dalam qirod
(usaha kerja sama) atau dalam istilah perbankan disebut kredit produktif itu tidak
ada riba. Melainkan ziadah (tambahan) yang terdapat dalam kredit produktif
adalah keuntungan dari hasil usaha bersama. Karena ziadah atau bunga yang telah
disepakati haramnya itu adalah bunga uang, yang pengertiannya adalah sejumlah
uang yang harus diberikan kepada pemberi hutang. Sedangkan bunga yang
terdapat pada bank konvensional adalah bunga pinjaman, yang pengertiannya
adalah sejumlah uang yang harus diberikan kepada pemilik modal dalam usaha
kerja sama (qirod). Mengenai bunga pinjaman ini sudah disepakati tentang
halalnya.
Kemudian mengenai kredit konsumtif yang berlaku dalam mu’amalah
murobahah (saling menguntungkan), yaitu hubungan antara pemilik modal dengan
orang yang akan mendapatkan keuntungan sehingga mampu mengembalikan
modal beserta keuntungannya. Yaitu dengan mendapatkan bantuan dari bank,
orang itu akan mendapat keuntungan seperti rumah murah atau ongkos naik haji.
17
Ziadah (tambahan) atau bunga yang terdapat dalam kredit konsumtif juga disebut
dengan bunga pinjaman, karena termasuk sejumlah uang yang harus dikembalikan
kepada pemilik modal. Praktek seperti ini hukumnya sama diperbolehkan. Dan
tentang kehalannya diperkuat oleh keputusan musyawarah di Darul Ifta Mesir
yang di hadiri oleh 4 ulama mazhab (Hanafiyyah, Malikiyah, Syafi’iyyah, dan
Hanabillah) pada tahun 1976.15 Begitu juga dengan bunga deposito dan tabungan
semuanya dibolehkan, Dengan niat untuk meminjamkan atau menitipkan dan
mengijinkan pula uang tersebut untuk dipergunakan, asalkan ketika kita
membutuhkannya, uang tersebut ada. Atau dengan niat memberikan modal kepada
bank dengan mengharapkan agar kita mendapat keuntungan. Karena menurut
pendapat beliau yang diperkuat oleh hasil musyawarah Darul Ifta di Mesir, hal
terebut tidak termasuk kepada kategori riba.

15
K.H. Ahmad Makky., Perspektif Ilmiyah tentang Halalnya Bunga Bank, hlm. 218-219.

18
F. Penutup
1. Kesimpulan
Setelah kami memaparkan definisi riba dan berbagai permasalahannya. Dapat kami
simpulkan bahwa, ada beberapa syarat utama untuk memahami riba dan kaitannya dengan
bunga, yaitu sebagai berikut:

1. Menghindarkan diri dari “kemalasan ilmiah” yang cenderung pragmatis dan


mengatakan bahwa praktik pembungaan uang seperti yang dilakukan lembaga-
lembaga keuangan ciptaan Yahudi sudah “sejalan” dengan ruh dan semangat Islam.
2. Tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam segala aspek,
termasuk dimensi ekonomi dan perbankan, seperti dalam surah Al-Ahzab : 36 ;

ُ‫ َرة‬P َ‫ون لَهُ ُم ۡٱل ِخي‬P


َ P‫ضى ٱهَّلل ُ َو َرسُولُ ٓۥهُ أَمۡ رًا أَن يَ ُك‬ َ َ‫ان لِ ُم ۡؤ ِم ٖن َواَل ُم ۡؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
َ ‫َو َما َك‬
٣٦ ‫ض ٰلَاٗل ُّمبِ ٗينا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫ص ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ فَقَ ۡد‬ ِ ‫ِم ۡن أَمۡ ِر ِهمۡۗ َو َمن يَ ۡع‬
36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan
ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.

3. Meyakini dengan penuh hati bahwa Allah SWT tidaklah sekali-kali melarang suatu
mekanisme kecuali ada kezaliman di dalamnya.
 Kesimpulan Hukum Bank Konvensional dalam Islam
Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa praktik bunga yang ada di perbankan
konvensional adalah sama dengan riba dan karena itu haram. Walaupun ada sejumlah layanan
perbankan yang tidak mengandung unsur bunga dan karena itu halal. Namun demikian, ada
sejumlah ulama yang menganggap bahwa bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal
hukumnya.
Lalu bagaimana sikap kita setelah mengetahui perbedaan pendapat tentang hukum
bunga bank konvensional tersebut?. Kita bisa memilih salah satu dari pendapat di atas, akan
tetapi tentu harus berdasarkan ilmunya (mengetahui dasarnya) dan juga harus konsisten.
Artinya, jika memilih pendapat bahwa bank konvensional itu haram, maka bagi orang

19
tersebut jangan pernah mendekati bank. Sementara untuk zaman sekarang apakah mungkin
hal itu bisa dilakukan?, sementara bank itu sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa
terpisahkan, bahkan untuk naik haji saja pasti kita harus berhubungan dengan pihak bank.
Oleh karena itu, kenapa kita harus mempersulit diri?, Bukankah ada pendapat yang
menghalalkan bunga bank konvensional?. Justru dengan adanya perbedaan pendapat ini
menjadi sebuah rahmat (kenikmatan) buat kita. Namun demikian, keputusan terakhir terserah
kepada pertimbangan dan keyakinan kita masing-masing.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi seorang muslim yang taat dan berada
dalam kondisi yang ideal dan berada dalam posisi yang dapat memilih, tentunya akan lebih
baik kalau berusaha menjauhi praktik bank konvensional yang diharamkan. Namun, apabila
terpaksa, anda dapat memanfaatkan segala layanan bank konvensional karena ada sebagian
ulama yang menghalalkannya.
Demikianlah pembahasan singkat tentang riba dan macam-macam riba serta fatwa
hukum bunga bank konvensional. Semoga ada manfaatnya.

‫وهللا اعلم بالصّواب‬

2. Saran
Saran kami yang pertama adalah:

“Mintalah fatwa kepada hatimu, meskipun manusia telah memberikan fatwa


kepadamu”.16

Kemudian saran kami yang kedua adalah elakkan diri kita sejauh-jauhnya daripada riba’.
Caranya:

1. Gunakan sistem perekonomian menurut syariat Islam.


2. Ada 11 BUS (Bank Umum Syariah), 16 UUS (Unit Usaha Syariah) dan lebih dari 120
BPRS (Bank Pembiayaan Syariah) di Indonesia pada masa ini.17
3. Sudah banyak LKS non-Bank (Lembaga Keuangan Syariah non-Bank) seperti,
leasing syariah, asuransi syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bursa efek
syariah, modal ventura, dll.

16
(Diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Ad-Darimi dalam kitab Musnad milik masing-masing dari keduanya
dengan sanad yang shahih atau hasan) Tafsir Ibnu Katsir., Jil. I, hlm. 551.
17
Sumber : www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-keuangan/bank/.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khoirot. 2012. Hukum Bank Konvensional dalam Islam.


http://www.alkhoirot.net/2012/04/hukum-bank-konvensional-dalam-islam.html. Diakses
tanggal 17 Maret 2014.

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Bahreisy, Salim & Bahreisy, Said. 1990. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid I.
Surabaya: PT Bina Ilmu.

Bank Indonesia. 2014. Publikasi Laporan Keuangan Perbankan.


http://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-keuangan/bank/. Diakses tanggal 24 April 2014.

Makky, Ahmad. 2009. Perspektif Ilmiyah tentang Halalnya Bunga Bank. Jakarta: Gema
Insani.

Rivai, Veithzal & Arifin, Arviyan. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara.

Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

Tim Redaksi. 2008. Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

21

Anda mungkin juga menyukai