OLEH :
NAMA: GUSTI AYU KETUT PURNA SUCITAWATI
NIM : 20089142206
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
1
I. Tinjauan Teori Kasus
a. Definisi
Chronic Kidney Desease (CKD) yaitu kelainan pathologis ginjal atau
adanya kelainan urin (umumnya jumlah protein urin dan sedimen urin)
selama tiga bulan atau lebih yang tidak tergantung pada laju filtrasi
glomerulus. Penyakit ginjal kronik terjadi apabila laju filtrasi glomerulus
kurang dari 60 ml/menit/1,73m2, meskipun tidak ditemukan kelainan pada
urin. Fase akhir dari CKD adalah terjadinya gagal ginjal kronis. (3).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan ginjal yang progresif dan dapat
bersifat irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(4).
b. Etiologi
CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah (5):
1. DM.
2. Hipertensi yang tidak terkontrol
3. Glomerulonefrtitis kronis
4. Obstruksi traktus urinalisis
5. Pielonefritis
6. Infeksi
7. Agen toksis
8. Gangguan vaskuler
Terdapat 8 kelas penyakit penyebab gagal ginjal, yaitu sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular Nefrosklerosis benigna
Hipertensif Nefrosklerosis maligna
2
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma
fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi prostat,
striktur uretra, anomaly congenital pada
leher kandung kemih dan uretra
c. Manifestasi Klinis
Sistem kardiovaskuler : hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), aritmia dan perikarditis
(akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik), gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih).
Sistem pulmoner: sputum mengental, krekels, nafas dalam dan nafas
kusmaul.
Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
Sistem integrumen: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik
merupakan suatu penumpukan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar
Sistem neurovaskuler: penurunan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Hematologi analizer, Hemopoesis : Hb, erithrosit, trombosit,
fibrinogen, faktor pembekuan
2) Kimia klinik
a) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum, kreatinin, asam
urat serum
3
b) Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi
ginjal, ureum, kreatinin, Creatinin Clearence Test/CCT :
CCT = (140 – umur ) X BB (kg)
72 X kreatinin serum
Wanita = 0,85 X CCT, Laki-laki = 1 x CCT
c) Elektrolit
d) Endokrin : PTH, T3,T4, Gula darah sewaktu, Gula darah 2 jam
post prandia.
e) Tri Gliserida, asam urat, cholesterol
f) Liver Function Test
3) Blood Gas Analize untuk menilai terjadinya asidosis, tekanan oksigen
dan tekanan karbindioksida.
b. Pemeriksaan urin
1) Fisik/karakteristik makroskopis urin seperti warna, volume, bau
2) Kimia : proteinuria, sedimen, Ca Oxalat, erithrosit
2. Radio Diagnostik
a. Etiologi GGK dan terminal
1. BNO, Foto polos abdomen, IVP
2. USG dan/ CT Scan Abdomen
3. Nefrotogram
4. Pielografi retrograde
5. Pielografi antegrade
6. Mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis fungsi ginjal
1. Renogram
c. Cardiac Studies
1. EKG
2. Echocardiografy
e. Patofisiologi
CKD dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan hasil CCT (Clirent Creatinin
Test) : (5)
4
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal. LFG ≥ 90 (ml/mn/1,73m2)
2. Stadium
Penurunan ringan. LFG 60-89 (ml/mn/1,73m2)
3. Stadium 3
Penurunan LFG sedang. LFG 30-59 (ml/mn/1,73m2)
4. Stadium 4
Penurunan berat. LFG 15-29 (ml/mn/1,73m2)
5. Stadium 5
Stadium gagal ginjal. LFG < 15 (ml/mn/1,73m2)
Berdasarkan hipotesis nefron yang utuh, dikatakan bahwa bila nefron terserang
penyakit maka seluruh unitnya akan hancur. Namun sisa nefron yang masih utuh
tetap bekerja normal. Uremia timbul jika jumlah nefron sudah berkurang
sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Sisa
nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertensi dalam usahanya untuk
melaksanakan seluruh beban ginjal.
Peningkatan solute, filtrasi dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron terjadi
meskipun GRF untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di
bawah nilai normal, namun akhirnya jika kurang lebih 75% massa nefron telah
hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron demikian tinggi
sehingga keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat lagi dopertahankan.
Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih menyebabkan BJ
urin tetap pada nilai 1,010 atau 285mOsmot (sama dengan konsentrasi plasma)
dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Retensi cairan danan natrium yaitu ginjal yang tidak mampu mengkonsentrasikan
dan mengencerkan urin. Respon ginjal yang tersisa terhadap masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium,
sehingga meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang menyebabkan memepreberat
stadium uremik.
5
Dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat. Penurunan
ekskresi fosfat dan asam organik lain yang terjadi. Anemia. Terjadinya anemia
sebagai akibat terjadi produksi erytropoitin yang tidak adekuat, memendekkan
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutamam dari saluran gastrointertinal.
Erytropoitin adalah suatu substansi normal yang diprosuksi oleh ginjal,
menstimulus sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal
ginjal produksi erytropoitin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan,
angina dan sesak nafas.
Pada CKD terjadi gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kedua kadar serum
tersebut memiliki hubungan yang saling berlawanan. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar serum kalsium.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi renal) terjadi perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan CKD berkaitan dengan gangguan yang mendasari yaitu ekskresi
protein dalam urin dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan sejumlah
protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
f. Penatalaksanaan Kasus
CKD
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
Peritoneal dialisis
Dialisis di RS, Rumah, CAPD
Hemodialisa
Terapi operatif : salah satunya tranplantasi
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
6
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik
merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam
darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus
bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat
mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan
diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari
karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis
mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
g. Komplikasi
Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
7
Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
Asidosis metabolic
Osteodistropi ginjal
Sepsis
Neuropati perifer
Hiperuremia
h. WOC (Terlampir)
8
e. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
g. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki. Distraksi, gelisah
h. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea
(+). Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM
terbatas
j. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
b. Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan
natrium.
9
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatan b.d kurangnya
informasi kesehatan.
Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
PK: Insuf Renal
PK : Anemia Defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.
10
c. Intervensi Keperawatan & Rasional
N Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
o
1 Intoleransi Klien dapat NIC: Toleransi aktivitas
aktivitas B.d menoleransi - Menentukan penyebab Menentukan penyebab dapat
ketidakseimba aktivitas & intoleransi membantu menentukan
ngan suplai & melakukan ADL aktivitas&menentukan apakah intoleransi
kebutuhan O2 dgn baik penyebab dari fisik,
Kriteria Hasil: psikis/motivasi
- Berpartisipasi - Kaji kesesuaian Terlalu lama bedrest dapat
dalam aktivitas aktivitas&istirahat klien sehari- memberi kontribusi pada
fisik dgn TD, HR, hari intoleransi aktivitas
RR yang sesuai - Tingkatkan aktivitas secara Peningkatan aktivitas
- Warna kulit bertahap, biarkan klien membantu mempertahankan
normal,hangat&k berpartisipasi dapat perubahan kekuatan otot, tonus
ering posisi, berpindah&perawatan
- Memverbalisasika diri
n pentingnya - Pastikan klien mengubah posisi Bedrest dalam posisi supinasi
aktivitas secara secara bertahap. Monitor gejala menyebabkan perubahan
bertahap intoleransi aktivitas volume plasma→hipotensi
- Mengekspresikan postural & syncope
pengertian - Ketika membantu klien berdiri, TV & HR respon terhadap
pentingnya observasi gejala intoleransi spt ortostatis sangat beragam
keseimbangan mual, pucat, pusing, gangguan
latihan & istirahat kesadaran & tanda vital
- ↑toleransi - Lakukan latihan ROM jika Ketidakaktifan berkontribusi
aktivitas klien tidak dapat menoleransi terhadap kekuatan otot &
12
Kriteria hasil: - Kaji daerah edema jika ada
- Bebas dari edema Fluit monitoring:
anasarka, efusi - Monitor intake/output cairan
- Suara paru bersih - Monitor serum albumin dan
- Tanda vital protein total
dalam batas - Monitor RR, HR
normal - Monitor turgor kulit dan
adanya kehausan
- Monitor warna, kualitas dan BJ
urine
4 Ketidakseimba Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi dan
ngan nutrisi askep selama 3x24 - kaji pola makan klien monitor nutrisi yang adekuat
kurang dari jam klien - Kaji adanya alergi makanan. dapat membantu klien
kebutuhan menunjukan status - Kaji makanan yang disukai mendapatkan nutrisi sesuai
tubuh nutrisi adekuat oleh klien. dengan kebutuha tubuhnya.
berhubungan dibuktikan dengan - Kolaborasi dg ahli gizi untuk
dengan tidak BB stabil tidak penyediaan nutrisi terpilih
seimbangnya terjadi mal nutrisi, sesuai dengan kebutuhan klien.
asupan nutrisi tingkat energi - Anjurkan klien untuk
dengan adekuat, masukan meningkatkan asupan
kebutuhan nutrisi adekuat nutrisinya.
- Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
- Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
- Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan
klien makan.
- Monitor lingkungan selama
makan.
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
- Monitor adanya mual muntah.
- Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
- Monitor intake nutrisi dan
kalori.
5 Kurang
14
- Berikan dorongan untuk
pembatasan masukan cairan
yang ketat : 800-1000 cc/24
jam. Atau haluaran urin / 24
jam + 500cc
- Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)
- pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual
muntah, Ph rendah, letargi)
- Kolaborasi dengan timkes lain
dalam therapinya
- Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia
- Kolaborasi untuk hemodialisis
8 PK: Anemia Setelah dilakukan - Monitor tanda-tanda anemia Mengatasi anemia dengan
(Doenges, askep 3x24 jam - Anjurkan untuk meningkatkan segera agar tidak terjadi
2002) perawat akan dapat asupan nutrisi klien yg bergizi komplikasi.
meminimalkan - Kolaborasi untuk pemeberian
terjadinya terapi initravena dan tranfusi
komplikasi anemia : darah
- Hb >/= 10 gr/dl. - Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
- Konjungtiva tdk Retic, status Fe
anemis - Observasi keadaan umum klien
- Kulit tidak pucat
- Akral hangat
15
Daftar Pustaka