Sken e

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

Andy Andrean

04011281520130
Beta 2015

Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi adalah tanda
utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai systemic inflammatory
response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS mungkin infeksi ataupun tidak terdapat infeksi.
Jika penyebabnya adalah infeksi atau ditemukan adanya suatu infeksi bakteri, maka pasien
menderita penyakit yang dinamakan sepsis. Ketika sepsis berhubungan dengan kerusakan
organ yang jauh dari tempat infeksi, maka dinamakan severe sepsis.

Sepsis adalah, respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat
(disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok septik (sepsis berat
ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan). Sepsis berat dan syok septik
masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun,
membunuh satu dari empat (dan sering kali lebih), dan kejadiannya masih meningkat. Mirip
dengan politrauma, infark miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan terapi diberikan
dalam jam awal setelah sepsis berat berkembang cenderung mempengaruhi hasil
Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di perbaharui, berikut kriteria terbaru
tentang diagnosis sepsis:
Gejala Umum:
1. Demam (>38,3°C)

2. Hipotermia (suhu pusat tubuh < 36°C)

3. Heart rate > 90/menit atau lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal usia

4. Takipneu

5. Perubahan status mental

6. Edema signifikan ataukeseimbangan cairan positif (> 20 mL/Kg lebih dari 24 jam)

7. Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/L) dan tidak diabetes

Inflamasi:
1. Leukositosis (Hitung sel darah putih > 12.000 μL–1)

2. Leukopeni (Hitung sel darah putih < 4000 μL–1)

3. Hitung sel darah putih normal dengan lebih dari 10% ditemukan bentuk imatur

4. C-reactive protein plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal

5. Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal

Hemodinamik:
Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmHg, atau tekanan darah
sistolik turun > 40mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua standar deviasi dibawah nilai
normal umur)
Disfungsi Organ:
1. Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 < 300)

2. Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 mL/Kg/jam selama minimal 2 jam meskipun resusitasi
cairan adekuat

3. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 μmol/L

4. Koagulasi abnormal (INR > 1,5 atau aPTT > 60 s)

5. Ileus (tidak terdengar suara usus)

6. Trombositopeni (hitung trombosit < 100.000 μL–1)

7. Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4mg/dL atau 70 μmol/L)

Perfusi Jaringan:
1. Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)

2. Penurunan kapiler refil

Kemudian mengenai kriteria Sepsis berat adalah sebagai berikut:


1. Sepsis-induced hipotensi

2. Laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium

3. Jumlah urin < 0,5 mL/kg/jam selama lebih dari 2 jam walaupun resusitasi cairan adekuat

4. Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 250 dengan tidak adanya pneumonia sebagai
sumber infeksi

5. Acute Lung Injury dengan PaO2/FiO2 < 200 dengan adanya pneumonia sebagai sumber
infeksi

8. Kreatinin > 2,0 mg/dL (176,8 μmol/L)

9. Bilirubin > 2 mg/dL (34,2 μmol/L)

10. Hitung platelet < 100.000 μL

11. Koagulopati (international normalized ratio > 1,5)

FAKTOR RESIKO

1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan

4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

Etiology :
Sepsis bisa disebabkan oleh banyak kelas mikroorganisme. Mikroba yang masuk ke
peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga adanya kerusakan
organ yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur. darah terdapat bakteri atau jamur
hanya sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis dan 40-70% pada kasus syok sepsis. Penyebab
dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70% dari kasus, yang
menghasilkan berbagai macam produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
kemudian dipacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting dalam
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada jaringan,
demam dan syok pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang menyebabkan
sepsin jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka kejadiannya hanya berkisar 20-40%
dari keseluruhan kasus. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit.
Eksotoksin berbagai kuman juga dapan menjadi faktor penyebab karena dapat merusak
integritas membran sel imun secara langsung. Dari semua faktor tersebut yang terpenting
adalah LPS endotoksin gram negatif yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak.
LPS tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang
bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida yang disebut tumor
necrosis factor (TNF) dan interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci
dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami
sepsis.

Patogenesis:
Penderita sepsis sebagian besar menunjukkan adanya suatu infeksi fokal jaringan sebagai
sumber bakteriemia, hal inilah yang kemudian disebut sebagai bakteriaemia sekunder.
Bakteri gram negatif merupakan bakteri komensal normal dalam tubuh yang kemudian dapat
menyebar ke organ yang dekat seperti pada kejadian peritonitis setelah perforasi apendik,
atau bisa berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Fokus primer dari sepsis
gram negatif bisa terdapat pada saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran
gastrointestinum. Pada kejadian sepsis gram positif, biasanya ditimbulkan dari infeksi kulit,
saluran respirasi, dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya luka bakar. Inflamasi
merupakan respon tubuh untuk berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Sitokin sebagai
mediator inflamasi tidak berdiri sendiri, tetapi masih banyak sistem imun tubuh yang
berperan dalam proses inflamasi. TNF, IL-1, Interferon (IFN-ɣ) merupakan sitokin pro
inflamasi yang bekerja menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi tubuh. Sedangkan,
Interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 merupakan sitokin yang bersifat
antiinfamasi yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Penyebab sepsis dan syok sepsis yang paling banyak adalah stimulasi toksin baik
endotoksin maupun eksotoksin. LPS dapat langsung membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida
Antibodi) bersama dengan antibodi serum darah. LPSab dalam serum kemudian bereaksi
dengan makrofag melalui (Toll LikeReceptors 4) TLRs4 sebagai reseptor transmembran
dengan reseptor CD 14+ yang kemudian makrofag mengaktifkan imuno modulator.

Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap makrofag dengan
melalui TLRs2 tetapi ada juga eksotoksin sebagai super antigen. Pada kondisi sepsis tubuh
akan berusaha bereaksi dengan cara merangsang limfosit T mengeluarkan imuno modulator.
Sehingga pada keadaan sepsis akan terjadi peningkatan IL-1β dan TNF-α pada serum
penderita. IL-1β nantinya akan merangsang ICAM-1 (inter cellular adhesion molecule-1)
yang kemudian menyebabkan neutrofil yang tersensitasi oleh GM-CSF (granulocyte-
macrophage colony stimulating factor) akan mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang
beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding
endotel lisis, sehingga endotel menjadi terbuka. Kerusakan endotel tersebut akan
menyebabkan gangguan vaskuler sehingga menyebabkan kerusakan multi organ. Trombosis
dan koagulasi dari pembuluh darah kecil bisa mengakibatkan syok septik yang bisa berakhir
pada kematian.
Gejala Klinik:
Sepsis mempunyai gejala klinis yang tidak spesifik, seperti demam, menggigil, dan gejala
konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebigungan. Tempat terjadinya infeksi paling
sering adalah: paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat.
Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, diabetes, kanker, gagal
organ utama, dan pasien dengan granulosiopenia. Tanda-tanda MODS yang sering diikuti
terjadinya syok septik adalah MODS dengan komplikasi: ARDS, koagulasi intravaskuler,
gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat, dan gagal jantung
yang semuanya akan menimbulkan kematian.
ENDOTOXIN
2.1.5 Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis harus dilakukan secara menyeluruh karena memerlukan indeks dugaan yang
Production, Release and/or activation of endogenous Mediators
tinggi, pengambilan riwayat medis harus cermat, pemeriksaan fisik, laboratorium dan tindak
lanjut status hemodinamik harus segera di tegakkan.1 Beberapa tanda terjadinya sepsis antara
lain:
1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan
↑ Capillary
disertai keganasan atau instrumentasi
Vasodilation
Permiability
2. Hipotensi, oliguria atau anuria Platelet Clotting
Aggregation Cascade
3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas
Shunting of Fluids
4. Perdarahan intravascular to Interstitial ENDOTOXIN

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK


Distributional Hypovolemia Intravascular Microemboli
Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian
Production, Release and/or activation of endogenous Mediators
terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas
Hypermetobolism &
Metabolic
dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairanDerangements
kristaloid
Decreased Tissue
dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk Vasodilation
↑ Capillary mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg.
Perfusion
Permiability
Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor
Clotting
hingga >65
Catabolism of
Platelet Protein
Cascade Direct Endoth
Aggregation
mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan Lactic
vasodilator.
Acidosis Dilakukan evaluasi saturasi vena Cell Damag

sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 of%,


Shunting dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %.
Fluids
intravascular to Interstitial
Cellular
Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namunDeath scvO2 <70%, dimulai pemberian

inotropik. Inotropik diturunkan bilaHypovolemia


Distributional MAP < 65 mmHg, Intravascular
atau frekuensi jantung >120x/menit.
Microemboli
Multiple Organ Failure
(Gambar 2) Hypermetobolism &
Metabolic
Derangements
Death
Decreased Tissue
Perfusion

Catabolism of
Protein Direct Endoth
Lactic Acidosis Cell Damag

Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy


Cellular Death

Multiple Organ Failure

Death
Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life lSupport
(ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap sebagai berikut
(gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan


keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen Penanganan
hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik dengan
kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu denyut
jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi

Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan ventilasi
mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari
semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi
untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status
mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan
hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen
oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis
bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.

Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan


sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya untuk
memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang
bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis

Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat Ringer.
Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke interstisial
(ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous . Pemberian resusitasi
kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut "asidosis
dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati parah.

• Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation

Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana
sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan antimikroba
ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.

• Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C

Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien
diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C memodulasi
inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian. Activated
protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang mempromosikan
fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda harus
menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif yang lebih
luas .

Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari
penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang biasanya
akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu
dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat
dilokalisasi dan dikendalikan.

Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation

- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi

- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan restorasi aliran
darah splanknik dan gizi lumen usus.

- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini
penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri
(1). Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan telah
muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan
Immunonutrition
(2) strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan
glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan
konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of organ
failure.

- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ


- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ - menggunakan
pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran tekanan darah langsung
(menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk membimbing terapi, dan ada
hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena
sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi
organ. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan yang
berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses
resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam
serum.

• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula


darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.

Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan
terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan
yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka
tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme
untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang
diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central line
dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat
dari semua intervensi yang dilakukan.

 Step J = Justify your therapeutic plan


- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah stabil dan
sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa kateter arteri paru-
paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum
terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif
upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik
harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus
mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there
secondary sources of infection/inflammation.

- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai sumber
infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang harus
diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda infeksi baru muncul
, jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru cenderung datang dari
pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena dapat beresiko
terjadinyakolesistitis, perforasi tukak lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar.


Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal failure

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa bila
ditemukan adanya gagal ginjal akut
Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin.
Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah
meningkatkan harapan hidup.

Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic shock


a. Apakah ada hubungan antara usia dengan penyakit pada Tuan X?

Ada. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai
pada orang orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM),
payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf kronik,
dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain antara lain berupa kebiasaan merokok,
pasca infeksi virus. Diabetes melitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan
struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif seperti infus,
intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya
tempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik (AB) dan obat suntik IV,
serta keadaan alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negatif.
Pasienpasien PK juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru.
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil survey primer?
SURVEY PRIMER
Airway : Bersuara saat dipanggil

Breathing : RR: 42x/ menit, SpO2 : 925% (dengan udara bebbas), gerakan
thoraks statis dan dinamis, ; simetris, auskultasi paru; vesikuler (+) normal , ronkhi
basah sedang paru kanan, tidak ada wheezing,

RR : Kadar Asam Laktat meningkat  asidosis laktat  kompesasi tubuh


hiperventilasi

Ronkhi basah : Infeksi  vasodilatasi kapiler permeabilitas kapiler meningkat 


ekstravasasi plasma  udara melalui cairan di jalan nafas  ronkhi basah

Circulation : Nadi: 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD 70/50 mmHg, akkral
hangat merah, CRT (capillary refill time) 4 detik, laktat 4,3 mmol/L

TD : kadar NO meningkat vasodilatasi pembuluh darah perifer  resistensi perifer


menurun TD menurun

HR : TD menurun  kompensasi tubuh mempertahankan perfusi organ organ vital 


HR meningkat

Laktat : NO meningkat menghambat respirasi mitochondrial respirasi anaerob


laktat meningkat

NO meningkat Vasodilatasi pembuluh darah  TD menurun perfusi tidak


adekuat  cell hypoxia  metabolisme anaerob  laktat meningkat

Disability : respond to verbal ( Skala AVPU), GCS E3M5V3

TD menurun perfusi cerebral menurun  kesadaran menurun

Exposure : tempratur : 39,5oC

Antigen bakteri mengaktifkan macrofag  prostaglandin meningkat merubah set


point pengaturan suhu hypothalamus  demam
Skor quick SOFA = 3

c. Apa langkah selanjutnya setelah dilakukan survey primer dan resusitasi pada
pasien?

Pengobatan Infeksi
Infeksi harus ditangani secara efektif dan cepat. Antibiotik harus dimulai dengan
cepat dan harus mencakup semua organisme yang mungkin. Pilihan antibiotika
mungkin bergantung pada flora mikrobiologi lokal dan pola resistensi. Seringkali,
mikroorganisme (s) bertanggung jawab untuk sepsis pada pasien individu tidak
diketahui pasti, dan empiris spektrum luas antibiotik harus diberikan untuk
memastikan cakupan yang memadai. Terapi empiris semacam itu kemudian harus
dimodifikasi segera setelah hasil kultur mikrobiologi tersedia.

Selain pengobatan antibiotik, setiap fokus infeksi harus dihapus atau dikeringkan
dengan operasi darurat jika diperlukan. Jika tidak ada sumber yang diidentifikasi,
pencarian sistematis harus dibuat berdasarkan "lima besar": paru-paru, perut, urin,
luka, dan kateter.

Nutritional support
Malnutrisi dapat memperpanjang perjalanan sepsis dan meningkatkan risiko
komplikasi. Ketika mempertimbangkan dukungan nutrisi pada pasien dengan syok
septik, beberapa faktor harus diingat:
• Tidak ada urgensi untuk memulai dukungan nutrisi, kecuali pasien kekurangan
gizi.
• Rute enteral lebih baik ke rute parenteral.
• Nutrisi enteral tidak boleh dimulai selama fase awal resusitasi. Meskipun studi
terbatas, meningkatkan kebutuhan oksigen dari usus mungkin tidak bijaksana
dalam syok sirkulasi. Namun, segera setelah pasien telah mencapai tingkat
stabilitas hemodinamik (setelah maksimal 24-48 jam), nutrisi enteral
harus dimulai.
• Tidak ada urgensi untuk memulai nutrisi parenteral. Menunggu beberapa hari
dapat diterima.
• Kontrol kadar glukosa darah yang hati-hati dianjurkan. Kontrol kadar glukosa
darah telah terbukti berhubungan dengan hasil yang membaik, tetapi hipoglikemia
dapat menjadi masalah dengan protokol glukosa darah yang sangat ketat.
Konsentrasi glukosa yang disarankan adalah 110-150 mg / dL.25,44 Keragaman
kadar glukosa juga harus dihindari
d. Faktor Resiko

SEPSIS

FAKTOR RESIKO

6. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
7. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
8. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan

Pneumonia

Menurut Kartasasmita (2010), faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan
seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Dari faktor risiko ini
diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menentukan tindakan pencegahan dan
penanggulangan kasus. Faktor risiko menurut WHO adalah karakteristik, tanda atau
kumpulan gejala pada penyakit yang diderita individu dan secara statistik berhubungan
dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya. Faktor risiko yang dicurigai merupakan
faktor risiko yang belum mendapatkan dukungan sepenuhnya dari hasil penelitian dan faktor
risiko yang ditegakkan merupakan faktor risiko yang telah mendapatkan bukti dari hasil
penelitian. Faktor risiko dapat digunakan untuk memprediksi, memperjelas penyebab dan
mendiagnosa kejadian penyakit.
Menurut Notoadmodjo (2010), faktor risiko dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang berasal dari lingkungan yang memudahkan orang terjangkit penyakit)
dan faktor risiko intrinsik (faktor risiko yang berasal dari dalam organisme sendiri).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena
pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI
( ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko),
suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko),
vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap
bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).

Maryunani (2010), menyebutkan terjadinya pneumonia di pengaruhi 3 faktor yitu faktor


lingkungan meliputi : pencemaran udara dalam rumah, fentilasi rumah, kepadatan hunian ;
faktor resiko anak meliputi : umur, BBLR, status gizi, pemberian vitamin A, status imunisasi
dan faktor perilaku meliputi : perilaku pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia.
Faktor resiko meningkatnya angka kejadian dan keparahan penyakit antara lain :
prematuritas, malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, terkena asap secara pasif, dititipkan di
penitipan anak, tinggal dirumah yang terlalu padat, mempunyai riwayat pneumonia (Lalani
dan Schneeweiss, 2012)

e. Tatalaksana (farmakologi dan non farmakologi)

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK


Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian
terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas
dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid
dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg.
Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65
mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena
sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %.
Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian
inotropik. Inotropik diturunkan bila MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.
(Gambar 2)

Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy


Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life lSupport
(ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap sebagai berikut
(gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan


keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen Penanganan
hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik dengan
kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu denyut
jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi

Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan ventilasi
mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari
semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi
untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status
mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan
hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen
oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis
bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.

Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan


sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya untuk
memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang
bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis

Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat Ringer.
Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke interstisial
(ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous . Pemberian resusitasi
kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut "asidosis
dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati parah.

• Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation

Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana
sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan antimikroba
ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.

• Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C

Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien
diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C memodulasi
inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian. Activated
protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang mempromosikan
fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda harus
menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif yang lebih
luas .

Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari
penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang biasanya
akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu
dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat
dilokalisasi dan dikendalikan.

Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation

- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi

- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan restorasi aliran
darah splanknik dan gizi lumen usus.

- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini
penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri
(1). Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan telah
muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan
Immunonutrition
(2) strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan
glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan
konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of organ
failure.

- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ


- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ - menggunakan
pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran tekanan darah langsung
(menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk membimbing terapi, dan ada
hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena
sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi
organ. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan yang
berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses
resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam
serum.

• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula


darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.

Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan
terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan
yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka
tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme
untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang
diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central line
dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat
dari semua intervensi yang dilakukan.

 Step J = Justify your therapeutic plan


- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah stabil dan
sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa kateter arteri paru-
paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum
terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif
upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik
harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus
mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there
secondary sources of infection/inflammation.

- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai sumber
infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang harus
diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda infeksi baru muncul
, jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru cenderung datang dari
pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena dapat beresiko
terjadinyakolesistitis, perforasi tukak lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar.


Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal failure

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa bila
ditemukan adanya gagal ginjal akut
Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin.
Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah
meningkatkan harapan hidup.

Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic shock


Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita
pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan
tetapi karena
beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik
berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


􀂃 Golongan Penisilin
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
􀂃 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
􀂃 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
􀂃 Marolid baru dosis tinggi
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
􀂃 Aminoglikosid
􀂃 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
􀂃 Tikarsilin, Piperasilin
􀂃 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
􀂃 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
􀂃 Vankomisin
􀂃 Teikoplanin
􀂃 Linezolid
Hemophilus influenzae
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Azitromisin
􀂃 Sefalosporin gen. 2 atau 3
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
􀂃 Rifampisin
8
Mycoplasma pneumoniae
􀂃 Doksisiklin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
􀂃 Doksisikin
􀂃 Makrolid
Fluorokuinolon

f. SKDI

Anda mungkin juga menyukai