Sken F
Sken F
04011281520130
Beta2015
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 -15% penyulit kehamilan dan merupakan salah
satu dari tiga penyebab tertinggi rnortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hiiirtensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh Perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh perugas non medik dan sistem ruiukan yang belum sempurna. Hipertensi
dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipenensi dalam.kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga
medik baik di pusat maupun di daerah
Pembagian
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood.
Presswre Edwcation Program working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun
2011, ialah:
1. Hipertensi kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional.
ETIOLOGI
Laporan mengenai eklamsia telah direlusuri hingga sejauh tahun 2200 SM (Lindheimer, dkk.,
2009). Sejumlah besar mekanisme telah dialukan untuk rnenjelaskan penyebabnya.
Preeklamsia tidaklah sesederhana "satu penyakit", melainkan merupakan hasil akhir berbagai
faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dasar janin.
Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:
1. Implantasi plasenta diseltai invtrsi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifa't uraladaptif di Antara jaringan maternal, paternal
(plasental), dan fetal.
3. Maladaptasi rnaternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi
pada keharnilan normal
4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.
Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelornpokkan dalam faktor risiko sebagai berikut
1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidropsfetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjai dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tempi tidak ada satu pun
teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi
Risiko gangguan hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan
ketika terjadi pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody) terhadap tempat-tempat
antigenik di plasenta. Keadaan tersebut dapat ditemukan pada ibu dengan primigravida. 4
2) Teori peradangan dan radikal bebas
Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah yang merupakan
rangsangan utama terjadinya proses peradangan atau inflamasi. Pada kehamilan normal,
pelepasan debris masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
wajar, sedangkan pada hipertensi kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Wanita
dengan hipertensi dalam kehamilan akan mengalami peningkatan stres oksidatif. Peningkatan
stres oksidatif akan mengeluarkan sitokin-sitokin, termasuk faktor nekrosis tumor alfa (TNF-
α) dan interleukin. Dalam keadaan tersebut, berbagai oksigen radikal bebas menyebabkan
terbentuknya peroksida lipid yang memperbanyak diri dan selanjutnya meningkatkan
pembentukan radikal-radikal yang sangat toksik sehingga terjadi kerusakan sel endotel. Teori
radikal bebas terkait dalam pengendalian proses penuaan, dimana terjadi peningkatan radikal
bebas dalam tubuh seiring dengan bertambahnya usia. Kerusakan endotel karena toksik dari
radikal bebas menimbulkan cedera. Cedera ini memodifikasi Nitro Oksida (NO) oleh sel
endotel, serta mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah
pembentukan sel busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk aterosis.
Pada kehamilan normal, arteri spiralis yang terdapat pada desidua mengalami pergantian sel
dengan trofoblas endovaskuler yang akan menjamin lumennya tetap terbuka untuk
memberikan aliran darah, nutrisi cukup dan O2 yang seimbang. Destruksi pergantian ini
seharusnya pada minggu ke-16 dengan perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir.
Kegagalan invasi trofoblas saat trimester dua dapat menyebabkan hambatan aliran darah
untuk memberikan nutrisi dan O2 yang menimbulkan situasi iskemia regio uteroplasenter.
Selain itu, terdapat peranan kontraksi Braxton Hicks dalam iskemia regio uteroplasenter.
Frekuensi kontraksi tersebut terjadi sebagai akibat perubahan keseimbangan oksitosin dari
hipofisis posterior, estrogen dan progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau
plasenta. Walaupun ringan, kontraksi Braxton Hicks tetap akan mengganggu aliran darah
uteoplasenter sehingga dapat menimbulkan iskemia akibat jepitan kontraksi otot miometrium
terhadap pembuluh darah yang berada didalamnya.
Iskemia implantasi plasenta yang terjadi pada usia tua dapat dikarenakan adanya penyerapan
trofoblas ke dalam sirkulasi yang memicu peningkatan sensivitas angiotensin II dan renin
aldosteron. Pada ibu hamil dengan usia muda terjadi perpaduan antara emosi kejiwaan dan
pematangan organ yang belum sempurna sehingga mempengaruhi cortex serebri dan
stimulasi vasokonstriksi pembuluh darah.
Penimpunan asam lemak dalam pembuluh darah akibat tingginya nilai indeks massa tubuh
mampu mengakibatkan penyempitan pembuluh darah, terutama pada plasenta. lumen
arteriola spiraiis yang terlalu sempit (abnormal) kemungkinan mengganggu aliran darah
plasenta. Berkurangnya perfusi dan lingkungan yang hipoksik akhirnya menyebabkan
pelepasan debris plasenta yang mencetuskan respons inflamasi sistemik, seperti yang
diuraikan oleh Redman dan Sargent (2008) dan akan dibahas kemudian. Fisher, dkk. (2009)
baru-baru ini mempublikasikan ulasan yang sangat bagus mengenai mekanisme molekular
yang terlibat dalam interaksi ini.
5) Teori genetik
Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuannya
sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya. Kerentanan terhadap
hipertensi kehamilan bergantung pada sebuah gen resesif. Wanita yang memiliki gen
angiotensinogen varian T235 memperlihatkan insiden gangguan hipertensi pada kehamilan
lebih tinggi. Kegagalan remodeling gen angiotensinogen tersebut mempengaruhi reseptor
angiotensin tipe 1 (AT1R) sehingga terjadi aktivasi endotel dan vasospasme yang merupakan
patofisiologi dasar dari hipertensi kehamilan. Pada janin, terdapat cyclin-dependent kinase
inhibitor yang berperan sebagai regulator pertumbuhan. Mutasi pada cyclin-dependent kinase
inhibitor menyebabkan perubahan struktur plasenta dan penurunan aliran darah uteroplasenta
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah selama kehamilan.
Manifestasi Klinis
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga terdapat berbagai usulan
mengenai pembagian kliniknya. Pembagian klinik hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai
berikut :
Preeklamsia adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklamsia ditegakkan jika terjadi
hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema yang terjadi akibat kehamilan setelah
minggu ke-20. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam
urin 24 jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik) secara menetap pada sampel acak urin.
Proteinuria yang merupakan tanda diagnostik preeklamsia dapat terjadi karena kerusakan
glomerulus ginjal. Dalam keadaan normal, proteoglikan dalam membran dasar glomerulus
menyebabkan muatan listrik negatif terhadap protein, sehingga hasil akhir filtrat glomerulus
adalah bebas protein. Pada penyakit ginjal tertentu, muatan negatif proteoglikan menjadi
hilang sehingga terjadi nefropati dan proteinuria atau albuminuria. Salah satu dampak dari
disfungsi endotel yang ada pada preeklamsia adalah nefropati ginjal karena peningkatan
permeabilitas vaskular. Proses tersebut dapat menjelaskan terjadinya proteinuria pada
preeklamsia. Kadar kreatinin plasma pada preeklamsia umumnya normal atau naik sedikit
(1,0-1,5mg/dl). Hal ini disebabkan karena preeklamsia menghambat filtrasi, sedangkan
kehamilan memacu filtrasi sehingga terjadi kesimpangan.
Eklamsia
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat
disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal atau tonik-klonik generalisata dan
mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan. Eklamsia paling sering terjadi pada
trimester akhir dan menjadi sering mendekati aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari
makin memburuknya preeklamsia dan terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklamsia dibagi menjadi 4
tingkat, yaitu :
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak
mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan
berhenti, muka terlihat sianotik dan lidah dapat tergigit.
Berlangsung antara 1-2 menit. Kejang tonik menghilang. Semua otot berkontraksi secara
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup sehingga lidah dapat
tergigit disertai bola mata menonjol. Dari mulut, keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukkan kongesti dan sianotik. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat
terjadi demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya
kejang berhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur
.
d) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar
lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang,
sehingga penderita tetap dalam koma. Selama serangan, tekanan darah meninggi, nadi cepat
dan suhu meningkat sampai 400C. Kejang pada eklamsia berkaitan dengan terjadinya edema
serebri. Secara teoritis terdapat 2 penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya
vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation
serebrovaskuler akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan
yang menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan metabolisme
energi pada membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang
akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus berlanjut maka dapat terjadi
ruptur membran sel yang menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible. Teori force
dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang ekstrim pada
eklamsia menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi
yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk
setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai proteinuria, diagnosisnya adalah superimpose
preeklamsi pada hipertensi kronik (superimposed preeclamsia). Preeklamsia pada hipertensi
kronik biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklamsia murni, serta
cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.
3) Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih
untuk pertama kali selama kehamilan tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi
gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi preeklamsia dan tekanan darah
kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis final bahwa
yang bersangkutan tidak mengalami preeklamsia hanya dapat dibuat saat postpartum. Namun
perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-
tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau
trombositopenia yang akan mempengaruhi penatalaksanaan.
Preeklampsia dapat dibagi menjadi 2 subtipe dideskripsikan berdasarkan waktu onset dari
preeklampsia. Preeklampsia early-onset terjadi pada usia 7 kehamilan <34 minggu, sedangkan
late onset muncul pada usia kehamilan ≥34 minggu. Preeklampsia early onset merupakan
gangguan kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya.
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat seiring dengan
semakin tuanya usia kehamilan yang dibuktikan dengan preeklampsia yang terjadi pada usia
kehamilan 20 minggu adalah 0.01/1000 persalinan dan insidensi preeklampsia pada usia
kehamilan 40 minggu adalah 9.62/1000 persalinan
Ibu yang mengalami preeklampsia pada kehamilan pertamanya, akan memiliki risiko 7 kali lipat
lebih besar untuk mengalami preeklampsia pada kehamilan berikutnya.
b. Apa saja faktor risiko yang berkaitan dengan hipertensi tidak terkontrol?
Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelornpokkan dalam faktor risiko sebagai berikut
1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidropsfetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjai dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
Hipertensi adalah hal yang sering terjadi pada selama kehamilan. Sebanyak 10%
ibu tercatat mengalami peningkatan tekanan darah lebih dari normal sesaat
sebelum persalinan. Ibu dengan preeklampsia ringan mungkin tidak merasakan
dampak yang begitu besar, tetapi ibu yang mengalami preeklampsia berat dapat
mengalami gangguan pada hati, ginjal, otak, dan gangguan pada sistem
pembekuan darah. Morbiditas berat yang berasosiasi dengan preeklampsia adalah
gagal ginjal, stroke, gagal jantung, adult respiratory distress syndrome,
koagulopati, dan gagal hati. Komplikasi yang jarang terjadi tapi sangat serius
adalah eklampsia, stroke, hemolisis, peningkatan enzim hati, penurunan jumlah
trombosit (HELLP syndrome), dan disseminated intravascular coagulation 26. Ibu
dengan komplikasi tersebut membutuhkan perawatan intensif atau fasilitas
pelayanan kesehatan yang khusus seperti ventilator dan dialisis ginjal.
(Sibai,1985) meneliti sejumlah komplikasi maternal terkait dengan preeklampsia,
meliputi ablatio plasenta (22%), eklampsia (17%), koagulopati (8%), gagal ginjal
(5%), hipertensi ensefalopati (3%), dan ruptur hati (1%).
d. Bagaimana kecukupan nutrisi selama kehamilan?
Protein
Kebutuhan protein pada trimester I hingga trimester II kurang dari 6 gram tiap
harinya, sedangkan pada trimester III sekitar 10 gram tiap harinya. Menurut
Widyakarya Pangan dan Gizi VI 2004 menganjurkan penambahan 17 gram tiap hari.
Protein digunakan untuk: pembentukan jaringan baru baik plasenta dan janin,
pertumbuhan dan diferensiasi sel, pembentukan cadangan darah dan Persiapan masa
menyusui.
Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan jaringan plasenta. Selain
itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Kadar lemak akan
meningkat pada kehamilan tirmester III.
Karbohidrat
Karbohidrat kompleks mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan asupan
serat untuk mencegah terjadinya konstipasi.
Vitamin,
seperti: Asam folat, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E dan
Vitamin K.
Mineral mencakup zat besi, zat seng, kalsium, yodium, fosfor, flour dan natrium
e. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Pemeriksaan Laboratorium
f. DD
PEB :
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,
Sindroma HELLP :
1. Trombotik angiopati
2. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
- acute fatty liver of pregnancy
- hipovolemia berat, perdarahan berat
- sepsis
3. Kelainan jaringan ikat: SLE
4. Penyakit ginjal primer
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tempi tidak ada satu pun
teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi
Risiko gangguan hipertensi dalam kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan
ketika terjadi pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody) terhadap tempat-tempat
antigenik di plasenta. Keadaan tersebut dapat ditemukan pada ibu dengan primigravida. 4
2) Teori peradangan dan radikal bebas
Teori ini didasarkan pada lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah yang merupakan
rangsangan utama terjadinya proses peradangan atau inflamasi. Pada kehamilan normal,
pelepasan debris masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
wajar, sedangkan pada hipertensi kehamilan terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Wanita
dengan hipertensi dalam kehamilan akan mengalami peningkatan stres oksidatif. Peningkatan
stres oksidatif akan mengeluarkan sitokin-sitokin, termasuk faktor nekrosis tumor alfa (TNF-
α) dan interleukin. Dalam keadaan tersebut, berbagai oksigen radikal bebas menyebabkan
terbentuknya peroksida lipid yang memperbanyak diri dan selanjutnya meningkatkan
pembentukan radikal-radikal yang sangat toksik sehingga terjadi kerusakan sel endotel. Teori
radikal bebas terkait dalam pengendalian proses penuaan, dimana terjadi peningkatan radikal
bebas dalam tubuh seiring dengan bertambahnya usia. Kerusakan endotel karena toksik dari
radikal bebas menimbulkan cedera. Cedera ini memodifikasi Nitro Oksida (NO) oleh sel
endotel, serta mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres oksidatif adalah
pembentukan sel busa makrofag yang dipenuhi lemak dan khas untuk aterosis.
3) Teori iskemia regio uteroplasenter
Pada kehamilan normal, arteri spiralis yang terdapat pada desidua mengalami pergantian sel
dengan trofoblas endovaskuler yang akan menjamin lumennya tetap terbuka untuk
memberikan aliran darah, nutrisi cukup dan O2 yang seimbang. Destruksi pergantian ini
seharusnya pada minggu ke-16 dengan perkiraan pembentukan plasenta telah berakhir.
Kegagalan invasi trofoblas saat trimester dua dapat menyebabkan hambatan aliran darah
untuk memberikan nutrisi dan O2 yang menimbulkan situasi iskemia regio uteroplasenter.
Selain itu, terdapat peranan kontraksi Braxton Hicks dalam iskemia regio uteroplasenter.
Frekuensi kontraksi tersebut terjadi sebagai akibat perubahan keseimbangan oksitosin dari
hipofisis posterior, estrogen dan progesteron yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau
plasenta. Walaupun ringan, kontraksi Braxton Hicks tetap akan mengganggu aliran darah
uteoplasenter sehingga dapat menimbulkan iskemia akibat jepitan kontraksi otot miometrium
terhadap pembuluh darah yang berada didalamnya.
Iskemia implantasi plasenta yang terjadi pada usia tua dapat dikarenakan adanya penyerapan
trofoblas ke dalam sirkulasi yang memicu peningkatan sensivitas angiotensin II dan renin
aldosteron. Pada ibu hamil dengan usia muda terjadi perpaduan antara emosi kejiwaan dan
pematangan organ yang belum sempurna sehingga mempengaruhi cortex serebri dan
stimulasi vasokonstriksi pembuluh darah.
Penimpunan asam lemak dalam pembuluh darah akibat tingginya nilai indeks massa tubuh
mampu mengakibatkan penyempitan pembuluh darah, terutama pada plasenta. lumen
arteriola spiraiis yang terlalu sempit (abnormal) kemungkinan mengganggu aliran darah
plasenta. Berkurangnya perfusi dan lingkungan yang hipoksik akhirnya menyebabkan
pelepasan debris plasenta yang mencetuskan respons inflamasi sistemik, seperti yang
diuraikan oleh Redman dan Sargent (2008) dan akan dibahas kemudian. Fisher, dkk. (2009)
baru-baru ini mempublikasikan ulasan yang sangat bagus mengenai mekanisme molekular
yang terlibat dalam interaksi ini.
5) Teori genetik
Berdasarkan teori ini, hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuannya
sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya. Kerentanan terhadap
hipertensi kehamilan bergantung pada sebuah gen resesif. Wanita yang memiliki gen
angiotensinogen varian T235 memperlihatkan insiden gangguan hipertensi pada kehamilan
lebih tinggi. Kegagalan remodeling gen angiotensinogen tersebut mempengaruhi reseptor
angiotensin tipe 1 (AT1R) sehingga terjadi aktivasi endotel dan vasospasme yang merupakan
patofisiologi dasar dari hipertensi kehamilan. Pada janin, terdapat cyclin-dependent kinase
inhibitor yang berperan sebagai regulator pertumbuhan. Mutasi pada cyclin-dependent kinase
inhibitor menyebabkan perubahan struktur plasenta dan penurunan aliran darah uteroplasenta
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah selama kehamilan.
h. Komplikasi
Sindrom HELLP adalah respon inflamasi disertai aktivasi koagulasi dan komplemen yang
disebabkan oleh partikel sinsisiotrofoblas dan substansi dari plasenta yang berinteraksi dengan
imun sistem ibu dan sel endotel vaskuler 29. Klasifikasi sindrom HELLP menurut klasifikasi
Mississippi adalah platelet <150x10 9/l, aspartat aminotransferase >1.16ᵤkat/l, dan total laktat
dehidrogenase >10ᵤkat/l. Sindrom HELLP yang tidak lengkap didefinisikan sebagai absennya
hemolisis, peningkatan enzim hati, atau rendahnya hitung trombosit 30. Sindrom HELLP lazim
ditemukan pada ibu dengan preeklampsia berat.
Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau duadari ketiga parameter sindrom
HELLP. Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis
(H), Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated
liver enzymes (H+EL).Berdasarkan jumlah trombosit penderita sindrom HELLP dibagi dalam 3 kelas,
yaitu:kelas I jumlah trombosit ≤50.000/mm3,kelas II jumlah trombosit >50.000-100.000/mm3, kelas
III jumlah trombosit >100.000- 150.000/mm3.