Sken D
Sken D
04011281520130
Beta 15
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Di
Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di bagian gawat
darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih banyak dari pada
pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi
selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan
pasien dengan asma akut di bagian gawat darurat berkisar antara
1-12%. Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah $
600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya berkisar $ 170. Asma adalah gangguan
inflamasi kronis saluran pernapasan dimana banyak sel inflamasi yang berperan termasuk sel
mast, limfosit, neutrofil dan eosinoil. Inflamsi saluran pernapasan ini meluas etapiobstruski
saluran pernapasan dapat reversibel baik secara spontan maupun dengan terapi. Asma juga
ditandai dengan peningkatan respon saluran pernapasan dengan stimulus fisiologis dan
lingkungan seperti aktivitas fisik, udara dingin dan debu.
Asma menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak napas, dada terasa sesak dan
batuk terutama pada malam atau awal pagi hari. Asma merupakan gangguan inflamasi kronis
saluran pernapasan. Inflamasi kronis saluran pernapasan hiperespons kemudian menjadi
obstruksi dan keterbatasan aliran udara oleh bronkokonstriksi, mucus plugs, peningkatan
inflamasi ketikasaluran pernapasan terpapar berbagai macam factor risiko. Asma merupakan
salah satu penyakit kronis yang
sering terjadi pada sekitar 300 juta jiwa. Prevalensi asma meningkat di Negara yang makmur
sejak 30 tahun yang lalu tetapi namapaknya sekarang stabil sekitar 10-12% dewasa dan 15%
anak-anak.
Factor risiko yang terlibat dalann asnna dibagi menjadi faktor endogen dan lingkungan.
Faktor endogen seperti predisposisi genetik, atopi, hiperespon saluran pernapasan, jenis
kelamindan etnis.faktor lingkungan seperti elergen dalam ruangan, alergen diluar ruangan,
merokok pasif, infeksi pernapasan, sensitizer pekerjaan dan kegemukan.
Patofisiologi
Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkhospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu
serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain dan dari
satu waktu ke waktu yang lain. Beberapa hal di antaranya adalah allergen, polusi udara,
infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan. Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan eksaserbasi ini adalah rinitis,
sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastro esopageal dan kehamilan. Mekanisme
keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini bervariasi sesuai dengan rangsangan.
Allergen akan memicu terjadinya bronkhokontriksi akibat dari pelepasan Ig-E dependent dari
mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk di antaranya histamin, prostaglandin,
leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat
akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernapasan pada pasien asma sangat
hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis rangsangan. Pada kasus asma akut
mekanisme yang menyebabkan bronkho-kontriksi terdiri dari kombinasi antara pelepasan
mediator sel inflamasi dan rangsangan yang bersifat lokal atau refleks
saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan
dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan
kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkaan pada sisi luar otot
polos saluran pernapasan.
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkhioler merupakan gejala
serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi
pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan
koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal napas yang merupakan
kosekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot
otot pernapasan. Interaksi kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan
obstruksi saluran napas Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting
pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi
dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory flow rate
(PEFR) dan FEV1 {Forced expiration volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat
ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil
untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi
hiperinflasi dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan
kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada
foto toraks, yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma
yang mendatar
Pertukaran Gas
Hipoksemia tingkat ringan-sedang, hipokapnea dalam jangka lama dan alkalosis respiratori
merupakan hal yang umum dijumpai pada pemeriksaan analisa gas darah (AGD) pada pasien
dengan serangan asma akut berat. Jika obstruksi aliran udara sangat berat dan tak berkurang,
mungkin akan berkembang cepat menjadi hiperkapnea dan asidosis metabolik. Awalnya akan
timbul kelelahan otot dan ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
adekuat. Akhirnya akan terjadi produksi laktat.
Kombinasi antara hiperkapnea akut dan tingginya tekanan intrathorakal pada pasien dengan
asma akut berat akan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial yang bermakna.
Beberapa penulis melaporkan terjadinya gejala neurologis seperti midriasis unilateral atau
bilateral dan kuadri paresis selama episode akut serta perdarahan sub arakhnoid dan sub
konjungtiva.
Studi terbaru dengan MIGET {multiple inert gas elimination technique) asma ringan stabil
menunjukkan distribusi bimodal dari aliran darah paru dengan 25% aliran darah dengan rasio
VA/Q rendah (< 0,1). Tidak terdapat bukti daerah yang berhubungan atau daerah yang VA/Q
tinggi atau peningkatan ruang rugi. Meskipun studi terakhir kurang menunjukkan distribusi
bimodal ini
dan hanya bebrapa pasien menunjukkan pola bimodal ini. Abnormalitas pertukaran gas pada
pasien dengan penyakit ringan berhubungan dengan pengaruh abnormalitas dan di perifer dan
konsisten dengan fungsi paru yang abnormal seperti dalam volume residual. Selama
eksaserbasi asma atau status asmatikus adanya pola bimodal muncul tetapi pada situasi ini
sedikit hubungan murni yang teramati. Terapi serangan asma mengembalikan pola ini
menjadi normal ketika masuk di ruang gawat darurat.
Pada serangan tipe 2, yang dominan adalah terjadinya bronkhospasme dan pasien
memperlihatkan serangan asma yang muncul tiba-tiba atau mendadak (aspiksia atau asma
hiper akut) yang ditandai dengan obstruksi saluran napas yang berkembang sangat cepat
(sesak muncul < 3-6 jam setelah serangan). Alergen yang terhirup, latihan fisik dan stres
psikis yang sering menjadi pemicu serangan ini. Dalam saluran pernapasannya yang dominan
adalah sel netrofil
Ada dua kemungkinan yang dapat menyebabkan kematian pada pasien asma ini. Aritmia
berperan terhadap beberapa kasus kematian yang telah diamati terutama pada pasien dewasa.
Aritmia bisa terjadi oleh karena peningkatan hipokalemia dan terjadinya pemanjangan
segmen QT akibat penggunaan p2-agonis dosis tinggi. Kematian juga bisa terjadi oleh karena
aspiksia yang disebabkan oleh keterbatasan aliran udara dan hipoksemia.
Kematian asma jarang terjadi dan menunjukkan penurunan di negara maju dari dekade
sebelumnya. Peningkatan mortalitas asma tampak di beberapa negara selama tahun 1960an
berhubungan dengan peningkatan penggunaan agonis p2 adrenergik kerja pendek (sebagai
terapi penyelamatan), tetapi sekarang adanya bukti penggunaan secar luas kortikosteroid
inhalasi pada pasien dengan asma persisten berpengaruh terhadap penurunan mortalitas
beberapa tahun belakangan ini. Faktor risiko
utama kematian asma kontrol penyakit yang buruk dengan seringnya penggunaan inhalasi
bronkodilator, kurangnya terapi kortikosteroid dan masuk rumahsakit dengan asma yang
mendekati fatal.
Diagnosis
Asma akut merupakan kegawatdaruratan medisyang harus segera didiagnosis dan diobati.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Eksaserbasi asma (serangan asma) merupakan episode peningkatan progresifitas
dari napas yang pendek, batuk, wheezing atau dada sesak atau kombinasi dari gejala tersebut.
Riwayat Penyakit
Tujuannya untuk menentukan waktu saat timbulnya serangan dan beratnya gejala, terutama
untuk membandingkan dengan eksaserbasi sebelumnya, semua obat yang digunakan selama
ini, riwayat di RS sebelumnya, kunjungan ke gawat darurat, riwayat episode gagal napas
sebelumnya (intubasi, penggunaan ventilator) dan gangguan psikiatrik atau psikologis. Tidak
adanya riwayat asma sebelumnya terutama pada pasien dewasa, harus dipikirkan diagnosis
banding lainnya seperti gagal jantung kongestif, PPOK dan lainnya. Manajemen kegawatan
asma akut membutuhkan penyedia layanan kesehatan dengan performa riwayat singkat dan
pemeriksaan fisik. Kunci dari riwayat termasuk rincian dari eksaserbasi yang berjalan
(misalnya waktu onset dan penyebab potensial), keparahan gejala, (khususnya dibandingkan
dengan eksaserbasi sebelumnya) dan respon
dari semua terapi yang telah diberikan sebelum ini, semua pengobatan sekarang dan waktu
pengobatan terakhir (khususnya obat asma), riwayat asma sebelumnya (jumlah kontrol yang
tidak terjadwal,kunjugan IGD, perawatan RS karena asma terutama dalam tahun terakhir,
riwayat intubasi karena asma, dan kondisi komorbid lainnya (misalnya penyakit paru atau
jantung atau penyakit yang dapat diperburuk dengan terapi kortikosteroid sistemik).
Jangan meremehkan keparahan serangan asma. Serangan asma mungkin mengancam jiwa.
Terapinya membutuhkan supervise yang ketat. Pasien dengan risiko tinggi kemtaian
berhubungan dengan asma membutuhkan perhatian yang ketat dan harus didorong mencari
perawatan dini pada saat eksaserbasi. pasien tersebut termasuk pasien dengan riwayat asma
hamper
fatal yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis, pasien yang pernah mondok atau
kunjungan gawat darurat untuk asma dalam tahun terakhir, pasien yang sekarang
menggunakan atau baru menghentikan penggunaan oral glukokortikosteroid, pasien yang
sekarang tidak menggunakan glukokortikosteroid, pasienyang berlebihan tergantung agonis
p2 aksi cepat khususnyayang menggunakan lebih dari 1 canister salbutamol (atau yang
ekuivalen) bulanannya, dengan riwayat penyakit psikiatri atau masalah psikososial termasuk
penggunaan sedati dan pasien dengan riwayat ketidakpatuhan terhadap rencana
pengobatan asma.
Pemeriksaan Fisis
Perhatian terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan kondisi sangat
berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk membantu bernapas juga
harus menjadi perhatian, sebagai indicator adanya obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot
sternokleidomastoideus dan supra sternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru.
Frekwensi pernapasan Respiratory Rate (RR) > 30X/ menit, takikardi > 120 x/menit atau
pulsus paradoxus > 12 mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih
dari 50% pasien dengan asma akut berat, frekwensi jantungnya berkisar antara 90-120
X/menit. Umumnya keberhasilan pengobatan terhadap obstruksi saluran pernapasan
dihubungkan dengan penurunan frekwensi denyut jantung, meskipun beberapa pasien tetap
mengalami takikardi oleh karena efek bronkotropik dari bronkodilator
Kunci dasar dari pemeriksaan fisis yang cepat adalah penilaian semua status pasien (misalnya
kewaspadaaan, status cairan, distress pernapasan) tanda vital (termasuk oximetri nadi dan
temuan di dada (misalnya wheezing, penggunaan otot tambahan). Pemeriksaan juga harus
focus terhadap identifikasi komplikasi yang mungkin (misalnya pneumonia, pneumothorak,
atau pneumomediastinum). Meskipun jarang komplikasi inimempunyai pengaruh potensial
dalam manajemen pasien.
Pulse oximetry. Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry {Sp02) perlu dilakukan
pada seluruh pasien dengan asma akut untuk mengeksklusi hipoksemia. Pengukuran Sp02
diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian
memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. Target pengobatan ditentukan agar Sp02 >
92% tetap terjaga.
Analisa gas darah (AGD). Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD jarang diperlukan
pada awal penatalaksanaan. Karena ketepatan dan kegunaan pulse oximetry, hanya pasien
dengan terapi oksigenasi yang Sp02 tak membaik sampai > 90%, perlu dilakukan
pemeriksaan AGD. Meskipun sudah diberikan terapi oksigen tetapi oksigenasi tetap tidak
adekuat perlu dipikirkan kondisi lain yang memperberat seperti adanya pneumoni. Jika
pemeriksaan laboratorium dilakukan, hal tersebut tidak harus menunda terapi inisiasi asma.
Tujuan terpenting dari pemeriksaan laboratorium seperti AGD adalah untuk mendeteksi gagal
napas impending atau aktual.
Foto toraks. Foto toraks dilakukan hanya pada pasien dengan tanda dan gejala adanya
pneumothoraks (nyeri dada pleuritik, emfisema sub kutis, instabilitas kardiovaskular atau
suara napas yang asimetris), pada pasien yang secara klinis dicurigai adanya pneumoni atau
pasien asnna yang setelah 6-12jann dilakukan pengobatan secara intensif tetapi tidak respons
terhadap terapi.
Monitor irama jantung. Elektro kardiografi tidak diperlukan secara rutin, tetapi monitor
secara terus menerus sangat tepat dilakukan pada pasien lansia dan pada pasien yang selain
menderita asma juga menderita penyakit jantung. Irama jantung yang biasanya ditemukan
adalah sinus takikardi dan supra ventrikular takikardi. Jika gangguan irama jantung ini hanya
disebabkan oleh penyakit asmanya saja, diharapkan gangguan irama tadi akan segera kembali
ke irama normal dalam hitungan jam setelah ada respons terapi terhadap penyakit asmanya.
Respons terhadap terapi. Pengukuran terhadap perubahan PEFR atau FEV1 yang dilakukan
setiap saat mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai pasien asma akut dan
untuk memperkirakan apakah pasien perlu dirawat atau tidak. Respons terhadap terapi awal
di IGD merupakan predictor terbaik tentang perlu tidaknya pasien dirawat, bila dibandingkan
dengan tampilan beratnya eksaserbasi. Respon awal terhadap pengobatan (PEFR atau FEV1
pada 30' pertama), merupakan prediktor terpenting terhadap hasil terapi. Variasi nilai PEFR
di atas 50 L/menit dan PEF > 40% normal yang diukur 30 menit setelah dimulainya
pengobatan, merupakan prediktor yang baik bagi hasil akhir pengobatan yang baik pula.
Evaluasi gejala dan bila mungkin aliran puncak. Di RS juga menilai saturasi oksigen,
pertimbangkan pengukuran analisa gas darah pada pasien dengan curiga hipoventilasi,
kelelahan, distress berat atau aliran puncak 30-50% prediksi.
Prinsip obat pelega adalah untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut
seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas
atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Keluhan sesak nafas semakin berat, sesak disertai suara mengi tidak ada perbaikan
setelah menggunakan inhaler dikarenakan telah terjadi progresivitas dari asma yang
diderita. Pada asma kronik, bronkus kecil menunjukkan perluasan epitel membrana
basalis dan hilangnya sebagaian sel-sel mukosa. Lumen terisi mukus dan debris sel, dan
submukosa dipadati oleh banyak sekali sel radang termasuk eosinofil. Akibat kerusakan
epitel oleh karena inflamasi dapat juga meningkatkan penetrasi alergen dan mediator
inflamasi, iritasi ujung-ujung saraf otonom sehingga semakin cepat perburukan dan tidak
mengalami perbaikan.
Ny. Yati mengidap asma persisten sedang. Pengobatan pada asma derajat ini adalah
obat pengontrol dan obat pelega. Obat pengontrol yang digunakan adalah pulmicort 200
– 1000 g + inhalasi agonis beta-2 kerja lama. Obat pengontrol lain adalah symbicort 500
– 1000 g + teofilin lepas lambat atau agonis beta-2 kerja lama oral atau antileukotrien.
seentara obat pelega yang dipakai adalah bronkodilator aksi singkat (barotec), inhalasi
agonis beta-2 bila perlu. Obat pengontrol semestinya dikonsumsi setiap hari sebagai anti
inflamasi dan bronkodilator kerja lama. Pada kasus ini, Ny. Yati tidak rutin menggunakan
obat pengontrol, sehingga sesak dirasakan semakin berat
b. Apa makna klinis dari sesak lebih dari 2 x seminggu dan sering terbangun di
malam hari karena sesaknya. Sesak biasanya tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari?
Berdasarkan gejala yang dialami Ny. Yati sejak satu bulan terakhir, yaitu berupa sesak
lebih dari dua kali seminggu dan sering terbangun di malam hari karena sesak, serta
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Ny. Yati mengalami serangan asma derajat
sedang.
c. Bagaimana klasifikasi dari serangan asma?
Dari pemeriksaan spirometri, Ny.N mengalami gangguan obstruksi pada paru. Dimana
didapatkan VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi. Pada pemeriksaan
tanggal 10 April 2016 (sebelum dilakukan tatalaksana asma), VEP1 dan VEP1/KVP Ny.N
rendah. Hal ini membuktikan bahwa Ny.N sulit untuk menghembuskan nafas dalam 1
detik pertama, yang berarti adanya obstruksi saluran nafas bawah, sehingga eksipirasi
lebih sulit dan lama. KVP normal dikarenakan pada kasus obstruksi, total udara yang
dapat disimpan dalam paru-paru tetap normal, sehingga saat melakukan tes KVP
hasilnya normal, hanya kemungkinan waktu ekspirasinya yang lebih lama. KVP
biasanya menurun pada kasus restriksi, di mana kapasitas total paru menurun.
Faktor resiko
Factor risiko tersering gejala asma termasuk paparan allergen seperti (kutu debu rumah,
serbuk sari, kecoo, kotoran hewan), iritasi pekerjaan, asap tembakau, infeksi respirasi (virus),
aktivitas fisik, ekspresi emosi, iritasi kimia dan obat (aspirin dan penyekat beta).
Factor risiko yang terlibat dalann asnna dibagi menjadi faktor endogen dan lingkungan.
Faktor endogen seperti predisposisi genetik, atopi, hiperespon saluran pernapasan, jenis
kelamindan etnis.faktor lingkungan seperti elergen dalam ruangan, alergen diluar ruangan,
merokok pasif, infeksi pernapasan, sensitizer pekerjaan dan kegemukan.
Tatalaksana
SKDI
Asma bronkial 4A
Status asmatikus 3B