Anda di halaman 1dari 17

Andy Andrean

04011281520130
Beta 15

Laring(kotak suara),disebut juga pangkal tenggorokan yang menghubungkan faring


dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan
ditopang oleh Sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan.
Laring berfungsi mengeluarkan suara.
1) Kartilago tidak berpasangan
 Kartilago tiroid(jakun) terletak dibagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menjonjol pada laki-laki akibat hormon yang
disekresi saat pubertas.
 Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal,
terletak di bawah kartilago tiroid.
 Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior
kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutup mulut laring
untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.
2) Kartilago berpasangan
 Kartilago aritenoid terletak diatas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago
ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium
skuamosa bertingkat.
 Kartilago kornikulat melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
 Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menompang
jaringan lunak.
3) Membran mukosa pada laring membentuk dua pasang lipatan lateral membagi
rongga laring
 Pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suara semu) yang tidak
berfungsi saat produksi suara.
 Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago
tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka diantara
kedua pita ini adalah glotis.
a) Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring,
dan glotis terbentuk triangular.
b) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis
membentuk celah sempit.
c) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan
glotis dan derrajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi
udara.
A. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10-12 cm dan diameter 2,5 cm serta
terletak diatas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada
area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya
membelah menjadi dua bronkus utama.
 Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C.
ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga
memungkinan ekspansi esophagus. Bagian belakang cincin kartilago ini tidak
tersambung dan menempel pada esophagus. Hal ini berguna untuk
mempertahankan trakea tetap terbuka.
 Trakea dilapisi epithelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang
mengandung banyak sel goblet(lendir). Lendir ini berfungsi menangkap debu dan
mikroorganisme yang masuk saat menghirup udara. Selanjutnya debu dan
mikroorganisme tersebut didorong oleh gerakan bersilia menuju bagian belakang
mulut. Akhirnya, debu dan mikroorganisame tersebut dikeluarkan dengan cara
batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk bersama
udara pernapasan.
B. Percabangan bronkus
Bronkus merupakan cabang trakea. Jumlahnya sepasang, yang satu menuju paru-
paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Selanjutnya bronkus primarius
bercabang menjadi bronkus lobaris, tiga pada paru kana dan dua pada paru kiri.
Bronkus lobaris lanjut menjadi bronkus segmental: 10 pada paru kanan dan 8 pada
paru kiri. Bronkus segmental kemudian dibagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi jaringan yang banyak mengandung arteri,limfe dan syaraf. Bronkus
segmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkeolus.
 Bronkus primer(utama) kanan berukuran lebih pendek,lebih tebal, dan lebih kurus
dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelukan trakea kebawah
ke kanan. Hal ini yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang
penyakit. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan
dalam bronkus kanan.
 Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan
tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semangkit menyempit,
batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
 Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut
intrapulmonar.
 Struktur dinding bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaan dindingnya
dinding trakea lebih tebal daripada dinding bronkus. Bronkus bercabang menjadi
bronkiolus. Bronkus kanan bercabang menjadi 3 bronkiolus sedangkan bronkus
kiri bercabang menjadi 2 bronkiolus. Struktur mendasar dari kedua paru-paru
adalah percabangan brongkial yang selanjutnya: bronki,bronkiolus,bronkiolus
terminal, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada kartilago
dalam bronkiolus, silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
C. Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang menjadi
saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus tidak
mempunyai kartilago tetapi rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara ke
alveolus. Bronkiolus selanjutnya bercabang menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Selanjutnya menjadi bronkiolus respiratori yang
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas.Bronkiolus respiratori lanjut menjadi duktus alveoler dan sacus alveoler kemudian
alveoli.
D. Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan. Pada alveolus terjadi
pertukaran gas oksigen dari udara bebas ke sel-sel darah dan karbondioksida dari sel-
sel darah ke udara. Struktur alveolus sangat sesuai sebagai tempat terjadinya
pertukaran gas. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, karena banyaknya alveoli
ini sehingga bila bersatu membentuk satu lembar dapat menutupi area 70m2 atau
seluas lapangan tenis. Ada 3 jenis sel alveolar yaitu:
 Tipe I: sel epitel membentuk dinding alveolar
 Tipe II: sel-sel aktif secara metabolik mensekresi surfaktan suatu fosflipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveoler tidak kolaps.
 Tipe III: magrofag yang merupakan sel fagositis besar yang memakan benda asing
seperti lendir, bakteri dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.
Struktur alveolus yang mendukung fungsinya sebagai tempat terjadinya pertukaran
gas sebagai berikut:
 Alveolus berupa kantong-kantong kecil mirip anggur(alveoli) yang jumlahnya
sangat banyak. Alveoli yang berjumlah sangat banyak ini dapat memperluas
permukaan yang digunakan untuk pertukaran gas.
 Permukaan bagian dalam alveolus dilapisi oleh sel epitelium yang memungkinkan
terjadinya difusi gas oksigen dengan karbondioksida.
 Permukaan bagian luar alveolus terdapat jaringan kapiler darah. Jaringan kapiler
darah ini mempercepat terjadinya proses difusi dan pengangkutan gas-gas
pernapasan.
 Dinding alveolus sangat tipis sehingga gas-gas dapat berdifusi dengan mudah
melewati membran alveolus.

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Di
Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di bagian gawat
darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih banyak dari pada
pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi
selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan
pasien dengan asma akut di bagian gawat darurat berkisar antara
1-12%. Rata-rata biaya tahunan yang dikeluarkan pasien yang mengalami serangan adalah $
600, sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya berkisar $ 170. Asma adalah gangguan
inflamasi kronis saluran pernapasan dimana banyak sel inflamasi yang berperan termasuk sel
mast, limfosit, neutrofil dan eosinoil. Inflamsi saluran pernapasan ini meluas etapiobstruski
saluran pernapasan dapat reversibel baik secara spontan maupun dengan terapi. Asma juga
ditandai dengan peningkatan respon saluran pernapasan dengan stimulus fisiologis dan
lingkungan seperti aktivitas fisik, udara dingin dan debu.
Asma menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak napas, dada terasa sesak dan
batuk terutama pada malam atau awal pagi hari. Asma merupakan gangguan inflamasi kronis
saluran pernapasan. Inflamasi kronis saluran pernapasan hiperespons kemudian menjadi
obstruksi dan keterbatasan aliran udara oleh bronkokonstriksi, mucus plugs, peningkatan
inflamasi ketikasaluran pernapasan terpapar berbagai macam factor risiko. Asma merupakan
salah satu penyakit kronis yang
sering terjadi pada sekitar 300 juta jiwa. Prevalensi asma meningkat di Negara yang makmur
sejak 30 tahun yang lalu tetapi namapaknya sekarang stabil sekitar 10-12% dewasa dan 15%
anak-anak.

Etiologi dan Faktor Risiko


Factor risiko tersering gejala asma termasuk paparan allergen seperti (kutu debu rumah,
serbuk sari, kecoo, kotoran hewan), iritasi pekerjaan, asap tembakau, infeksi respirasi (virus),
aktivitas fisik, ekspresi emosi, iritasi kimia dan obat (aspirin dan penyekat beta).

Factor risiko yang terlibat dalann asnna dibagi menjadi faktor endogen dan lingkungan.
Faktor endogen seperti predisposisi genetik, atopi, hiperespon saluran pernapasan, jenis
kelamindan etnis.faktor lingkungan seperti elergen dalam ruangan, alergen diluar ruangan,
merokok pasif, infeksi pernapasan, sensitizer pekerjaan dan kegemukan.

Patofisiologi
Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkhospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu
serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu yang lain dan dari
satu waktu ke waktu yang lain. Beberapa hal di antaranya adalah allergen, polusi udara,
infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan. Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan eksaserbasi ini adalah rinitis,
sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastro esopageal dan kehamilan. Mekanisme
keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini bervariasi sesuai dengan rangsangan.
Allergen akan memicu terjadinya bronkhokontriksi akibat dari pelepasan Ig-E dependent dari
mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk di antaranya histamin, prostaglandin,
leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat
akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernapasan pada pasien asma sangat
hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis rangsangan. Pada kasus asma akut
mekanisme yang menyebabkan bronkho-kontriksi terdiri dari kombinasi antara pelepasan
mediator sel inflamasi dan rangsangan yang bersifat lokal atau refleks
saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan
dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan
kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkaan pada sisi luar otot
polos saluran pernapasan.

Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkhioler merupakan gejala
serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi
pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan
koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal napas yang merupakan
kosekuensi dari peningkatan kerja pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot
otot pernapasan. Interaksi kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan
obstruksi saluran napas Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting
pada asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi
dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory flow rate
(PEFR) dan FEV1 {Forced expiration volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat
ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil
untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi
hiperinflasi dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan
kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada
foto toraks, yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma
yang mendatar

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernapasan,


mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular Hiperinflasi paru akan
meingkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi
langsung terhadap pembuluh darah paru.

Pertukaran Gas
Hipoksemia tingkat ringan-sedang, hipokapnea dalam jangka lama dan alkalosis respiratori
merupakan hal yang umum dijumpai pada pemeriksaan analisa gas darah (AGD) pada pasien
dengan serangan asma akut berat. Jika obstruksi aliran udara sangat berat dan tak berkurang,
mungkin akan berkembang cepat menjadi hiperkapnea dan asidosis metabolik. Awalnya akan
timbul kelelahan otot dan ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
adekuat. Akhirnya akan terjadi produksi laktat.

Ketika pasien asimptomatis, FEV1 cenderung menjadi sekurang-kurangnya 40-50% dari


prediksi. Ketika tandatanda fisik menghilang FEV1 berkisar antara 60-70% dari prediksi atau
lebih tinggi lagi. Karena fungsi paru dan AGD menilai dua perbedaan mekanisme
patofisiologis, sehingga tidak aneh bahwa hubungan antara FEV1 dan PaC02 atau Pa02
sangat lemah.

Kombinasi antara hiperkapnea akut dan tingginya tekanan intrathorakal pada pasien dengan
asma akut berat akan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial yang bermakna.
Beberapa penulis melaporkan terjadinya gejala neurologis seperti midriasis unilateral atau
bilateral dan kuadri paresis selama episode akut serta perdarahan sub arakhnoid dan sub
konjungtiva.

Studi terbaru dengan MIGET {multiple inert gas elimination technique) asma ringan stabil
menunjukkan distribusi bimodal dari aliran darah paru dengan 25% aliran darah dengan rasio
VA/Q rendah (< 0,1). Tidak terdapat bukti daerah yang berhubungan atau daerah yang VA/Q
tinggi atau peningkatan ruang rugi. Meskipun studi terakhir kurang menunjukkan distribusi
bimodal ini
dan hanya bebrapa pasien menunjukkan pola bimodal ini. Abnormalitas pertukaran gas pada
pasien dengan penyakit ringan berhubungan dengan pengaruh abnormalitas dan di perifer dan
konsisten dengan fungsi paru yang abnormal seperti dalam volume residual. Selama
eksaserbasi asma atau status asmatikus adanya pola bimodal muncul tetapi pada situasi ini
sedikit hubungan murni yang teramati. Terapi serangan asma mengembalikan pola ini
menjadi normal ketika masuk di ruang gawat darurat.

EVOLUSI SERANGAN ASMA''


Terdapat dua mekanisme yang berbeda dalam hal perkembangan laju serangan asma. Ketika
yang dominan adalah proses inflamasi saluran pernapasannya, pasien memperlihatkan
perburukan gejala klinis dan fungsional tipe 1 atau serangan asma akut tipe lambat. Data
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80-90% pasien asma yang berkunjung ke bagian
gawat darurat adalah pasien dengan serangan asma tipe 1 ini. Infeksi saluran pernapasan atas
sering juga menjadi pemicu serangan dan pasien memperlihatkan respon terapetikyang
lambat. Kemungkinan pasien inijuga mempunyai reaksi inflamasi akibat reaksi alergi dengan
diketemukannya eosinofil pada saluran pernapasannya.

Pada serangan tipe 2, yang dominan adalah terjadinya bronkhospasme dan pasien
memperlihatkan serangan asma yang muncul tiba-tiba atau mendadak (aspiksia atau asma
hiper akut) yang ditandai dengan obstruksi saluran napas yang berkembang sangat cepat
(sesak muncul < 3-6 jam setelah serangan). Alergen yang terhirup, latihan fisik dan stres
psikis yang sering menjadi pemicu serangan ini. Dalam saluran pernapasannya yang dominan
adalah sel netrofil

Kematian Akibat Asma


Kematian kebanyakan terjadi di rumah, saat kerja atau lama perjalanan ke RS. Petanda yang
dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya kematian akibat asma adalah riwayat
seringnya pasien memerlukan perawatan di RS, terutama jika memerlukan ventilator

Ada dua kemungkinan yang dapat menyebabkan kematian pada pasien asma ini. Aritmia
berperan terhadap beberapa kasus kematian yang telah diamati terutama pada pasien dewasa.
Aritmia bisa terjadi oleh karena peningkatan hipokalemia dan terjadinya pemanjangan
segmen QT akibat penggunaan p2-agonis dosis tinggi. Kematian juga bisa terjadi oleh karena
aspiksia yang disebabkan oleh keterbatasan aliran udara dan hipoksemia.

Kematian asma jarang terjadi dan menunjukkan penurunan di negara maju dari dekade
sebelumnya. Peningkatan mortalitas asma tampak di beberapa negara selama tahun 1960an
berhubungan dengan peningkatan penggunaan agonis p2 adrenergik kerja pendek (sebagai
terapi penyelamatan), tetapi sekarang adanya bukti penggunaan secar luas kortikosteroid
inhalasi pada pasien dengan asma persisten berpengaruh terhadap penurunan mortalitas
beberapa tahun belakangan ini. Faktor risiko
utama kematian asma kontrol penyakit yang buruk dengan seringnya penggunaan inhalasi
bronkodilator, kurangnya terapi kortikosteroid dan masuk rumahsakit dengan asma yang
mendekati fatal.

Diagnosis
Asma akut merupakan kegawatdaruratan medisyang harus segera didiagnosis dan diobati.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Eksaserbasi asma (serangan asma) merupakan episode peningkatan progresifitas
dari napas yang pendek, batuk, wheezing atau dada sesak atau kombinasi dari gejala tersebut.

Riwayat Penyakit
Tujuannya untuk menentukan waktu saat timbulnya serangan dan beratnya gejala, terutama
untuk membandingkan dengan eksaserbasi sebelumnya, semua obat yang digunakan selama
ini, riwayat di RS sebelumnya, kunjungan ke gawat darurat, riwayat episode gagal napas
sebelumnya (intubasi, penggunaan ventilator) dan gangguan psikiatrik atau psikologis. Tidak
adanya riwayat asma sebelumnya terutama pada pasien dewasa, harus dipikirkan diagnosis
banding lainnya seperti gagal jantung kongestif, PPOK dan lainnya. Manajemen kegawatan
asma akut membutuhkan penyedia layanan kesehatan dengan performa riwayat singkat dan
pemeriksaan fisik. Kunci dari riwayat termasuk rincian dari eksaserbasi yang berjalan
(misalnya waktu onset dan penyebab potensial), keparahan gejala, (khususnya dibandingkan
dengan eksaserbasi sebelumnya) dan respon
dari semua terapi yang telah diberikan sebelum ini, semua pengobatan sekarang dan waktu
pengobatan terakhir (khususnya obat asma), riwayat asma sebelumnya (jumlah kontrol yang
tidak terjadwal,kunjugan IGD, perawatan RS karena asma terutama dalam tahun terakhir,
riwayat intubasi karena asma, dan kondisi komorbid lainnya (misalnya penyakit paru atau
jantung atau penyakit yang dapat diperburuk dengan terapi kortikosteroid sistemik).

Jangan meremehkan keparahan serangan asma. Serangan asma mungkin mengancam jiwa.
Terapinya membutuhkan supervise yang ketat. Pasien dengan risiko tinggi kemtaian
berhubungan dengan asma membutuhkan perhatian yang ketat dan harus didorong mencari
perawatan dini pada saat eksaserbasi. pasien tersebut termasuk pasien dengan riwayat asma
hamper
fatal yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis, pasien yang pernah mondok atau
kunjungan gawat darurat untuk asma dalam tahun terakhir, pasien yang sekarang
menggunakan atau baru menghentikan penggunaan oral glukokortikosteroid, pasien yang
sekarang tidak menggunakan glukokortikosteroid, pasienyang berlebihan tergantung agonis
p2 aksi cepat khususnyayang menggunakan lebih dari 1 canister salbutamol (atau yang
ekuivalen) bulanannya, dengan riwayat penyakit psikiatri atau masalah psikososial termasuk
penggunaan sedati dan pasien dengan riwayat ketidakpatuhan terhadap rencana
pengobatan asma.

Pasien yang harus segera mencari fasilitas kesehatan jika.


1. Serangan asma derajat berat : pasien sesak napas saat istirahat , posisi membungkuk
kedepan, berbicara dalam kata daripada kalimat, agitasi, mengantuk atau bingung, bradikardi,
frekuensi respirasi lebih dari 30 x/menit. Suara wheezing keras atau tidak ada, nadi lebih dari
120 x/menit, PEF kurang dari 60% prediksi atau bahkan setelah terapi inisial, pasien
kelelahan.
2. Respon terapi inisial bronkodilator tidak sesuai dan berkelanjutan minimal 3 jam.
3. Tidak ada perbaikan dalam 2-6 jam setelah terapi glukokortikosteroid oral dimulai.
4. Adanya pemburukan

Pemeriksaan Fisis
Perhatian terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan kondisi sangat
berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk membantu bernapas juga
harus menjadi perhatian, sebagai indicator adanya obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot
sternokleidomastoideus dan supra sternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru.

Frekwensi pernapasan Respiratory Rate (RR) > 30X/ menit, takikardi > 120 x/menit atau
pulsus paradoxus > 12 mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih
dari 50% pasien dengan asma akut berat, frekwensi jantungnya berkisar antara 90-120
X/menit. Umumnya keberhasilan pengobatan terhadap obstruksi saluran pernapasan
dihubungkan dengan penurunan frekwensi denyut jantung, meskipun beberapa pasien tetap
mengalami takikardi oleh karena efek bronkotropik dari bronkodilator

Kunci dasar dari pemeriksaan fisis yang cepat adalah penilaian semua status pasien (misalnya
kewaspadaaan, status cairan, distress pernapasan) tanda vital (termasuk oximetri nadi dan
temuan di dada (misalnya wheezing, penggunaan otot tambahan). Pemeriksaan juga harus
focus terhadap identifikasi komplikasi yang mungkin (misalnya pneumonia, pneumothorak,
atau pneumomediastinum). Meskipun jarang komplikasi inimempunyai pengaruh potensial
dalam manajemen pasien.

Pulse oximetry. Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry {Sp02) perlu dilakukan
pada seluruh pasien dengan asma akut untuk mengeksklusi hipoksemia. Pengukuran Sp02
diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam gagal napas dan kemudian
memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. Target pengobatan ditentukan agar Sp02 >
92% tetap terjaga.

Analisa gas darah (AGD). Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD jarang diperlukan
pada awal penatalaksanaan. Karena ketepatan dan kegunaan pulse oximetry, hanya pasien
dengan terapi oksigenasi yang Sp02 tak membaik sampai > 90%, perlu dilakukan
pemeriksaan AGD. Meskipun sudah diberikan terapi oksigen tetapi oksigenasi tetap tidak
adekuat perlu dipikirkan kondisi lain yang memperberat seperti adanya pneumoni. Jika
pemeriksaan laboratorium dilakukan, hal tersebut tidak harus menunda terapi inisiasi asma.
Tujuan terpenting dari pemeriksaan laboratorium seperti AGD adalah untuk mendeteksi gagal
napas impending atau aktual.

Foto toraks. Foto toraks dilakukan hanya pada pasien dengan tanda dan gejala adanya
pneumothoraks (nyeri dada pleuritik, emfisema sub kutis, instabilitas kardiovaskular atau
suara napas yang asimetris), pada pasien yang secara klinis dicurigai adanya pneumoni atau
pasien asnna yang setelah 6-12jann dilakukan pengobatan secara intensif tetapi tidak respons
terhadap terapi.

Monitor irama jantung. Elektro kardiografi tidak diperlukan secara rutin, tetapi monitor
secara terus menerus sangat tepat dilakukan pada pasien lansia dan pada pasien yang selain
menderita asma juga menderita penyakit jantung. Irama jantung yang biasanya ditemukan
adalah sinus takikardi dan supra ventrikular takikardi. Jika gangguan irama jantung ini hanya
disebabkan oleh penyakit asmanya saja, diharapkan gangguan irama tadi akan segera kembali
ke irama normal dalam hitungan jam setelah ada respons terapi terhadap penyakit asmanya.

Respons terhadap terapi. Pengukuran terhadap perubahan PEFR atau FEV1 yang dilakukan
setiap saat mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai pasien asma akut dan
untuk memperkirakan apakah pasien perlu dirawat atau tidak. Respons terhadap terapi awal
di IGD merupakan predictor terbaik tentang perlu tidaknya pasien dirawat, bila dibandingkan
dengan tampilan beratnya eksaserbasi. Respon awal terhadap pengobatan (PEFR atau FEV1
pada 30' pertama), merupakan prediktor terpenting terhadap hasil terapi. Variasi nilai PEFR
di atas 50 L/menit dan PEF > 40% normal yang diukur 30 menit setelah dimulainya
pengobatan, merupakan prediktor yang baik bagi hasil akhir pengobatan yang baik pula.
Evaluasi gejala dan bila mungkin aliran puncak. Di RS juga menilai saturasi oksigen,
pertimbangkan pengukuran analisa gas darah pada pasien dengan curiga hipoventilasi,
kelelahan, distress berat atau aliran puncak 30-50% prediksi.

a. Mengapa tidak terjadi perbaikan sesudah mengkonsumsi obat pelega nafas?

Prinsip obat pelega adalah untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut
seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas
atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Keluhan sesak nafas semakin berat, sesak disertai suara mengi tidak ada perbaikan
setelah menggunakan inhaler dikarenakan telah terjadi progresivitas dari asma yang
diderita. Pada asma kronik, bronkus kecil menunjukkan perluasan epitel membrana
basalis dan hilangnya sebagaian sel-sel mukosa. Lumen terisi mukus dan debris sel, dan
submukosa dipadati oleh banyak sekali sel radang termasuk eosinofil. Akibat kerusakan
epitel oleh karena inflamasi dapat juga meningkatkan penetrasi alergen dan mediator
inflamasi, iritasi ujung-ujung saraf otonom sehingga semakin cepat perburukan dan tidak
mengalami perbaikan.
Ny. Yati mengidap asma persisten sedang. Pengobatan pada asma derajat ini adalah
obat pengontrol dan obat pelega. Obat pengontrol yang digunakan adalah pulmicort 200
– 1000 g + inhalasi agonis beta-2 kerja lama. Obat pengontrol lain adalah symbicort 500
– 1000 g + teofilin lepas lambat atau agonis beta-2 kerja lama oral atau antileukotrien.
seentara obat pelega yang dipakai adalah bronkodilator aksi singkat (barotec), inhalasi
agonis beta-2 bila perlu. Obat pengontrol semestinya dikonsumsi setiap hari sebagai anti
inflamasi dan bronkodilator kerja lama. Pada kasus ini, Ny. Yati tidak rutin menggunakan
obat pengontrol, sehingga sesak dirasakan semakin berat

b. Apa makna klinis dari sesak lebih dari 2 x seminggu dan sering terbangun di
malam hari karena sesaknya. Sesak biasanya tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari?

Berdasarkan gejala yang dialami Ny. Yati sejak satu bulan terakhir, yaitu berupa sesak
lebih dari dua kali seminggu dan sering terbangun di malam hari karena sesak, serta
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Ny. Yati mengalami serangan asma derajat
sedang.
c. Bagaimana klasifikasi dari serangan asma?

d. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan spirometri tanggal 10 Maret


2018?

Dari pemeriksaan spirometri, Ny.N mengalami gangguan obstruksi pada paru. Dimana
didapatkan VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi. Pada pemeriksaan
tanggal 10 April 2016 (sebelum dilakukan tatalaksana asma), VEP1 dan VEP1/KVP Ny.N
rendah. Hal ini membuktikan bahwa Ny.N sulit untuk menghembuskan nafas dalam 1
detik pertama, yang berarti adanya obstruksi saluran nafas bawah, sehingga eksipirasi
lebih sulit dan lama. KVP normal dikarenakan pada kasus obstruksi, total udara yang
dapat disimpan dalam paru-paru tetap normal, sehingga saat melakukan tes KVP
hasilnya normal, hanya kemungkinan waktu ekspirasinya yang lebih lama. KVP
biasanya menurun pada kasus restriksi, di mana kapasitas total paru menurun.

e. Apa makna klinis dari Ny. Meri sering bersin-bersin.....bau menyengat?


Bau-bauan atau debu bersifat sebagai alergen, non IgE dependent yang mempunyai
reseptor pada sel mast sehingga terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan
mediator preformed (histamin, serotonin, triptase, dan protease). Mediator tersebut
merangsang kontraksi otot polos saluran napas, sekresi mukus, dan vasodilatasi
pembuluh darah. Terjadi juga kebocoran mikrovaskuler yang menyebabkan keluarnya
plasma dan protein ke saluran napas. Bocornya protein akan merangsang penebalan
dinding dinding saluran napas dan pembentukan sumbatan dalam eksudat. Eksudat
tersebut terdiri dari campuran protein plasma dengan mukus, sel-sel radang dan
berbagai komponen inflamasi yang akan merusak integritas epitel salran napas lalu
berakibat pengelupasan epitel saluran napas. Reaksi tersebut berlangsung selama
kurang lebih satu jam setelah kontak dengan alergen.
Reaksi fase lambat terjadi setelah 6-9 jam, adanya pengerahan dan aktivitas sel
eosinofil, sel limfosit T, basofil, neutrofil dan makrofag. Fase ini ditandai dengan retensi
selektif sel limfosit T, eksprsis molekul adhesi serta pelepasan Newly generateds
mediators yaitu derivat asam arakhidonatt seperti Prostaglandin, tromboksan,
leukotrien dan plateled activating factors (PAF). Kondentrasi tingg PAF juga
menyebabkan agregasi trobosit dan pembentukkan mikrotrombus. Sel T yang
teraktivasi oleh antigen yang mengalami proliferasi ke arah sel TH2. 2-4 jam pertama,
terjadi transkripsi, transaksi gen serta mediator proinflamasi, untuk pengerahan dan
aktivasi sel-sel inflamasi.

f. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik?

Hasil Pemeriksaan Keadaan Normal Interpretasi


Keadaan umum: tampak sakit Tidak ada gangguan Abnormal. Hal ini
berat, sesak bila berbicara, disebabkan oleh asma pada
hanya dapat berbicara kasus.
beberapa kata
Sensorium gelisah Kompos mentis Penurunan kesadaran
sebagai akibat dari penyakit
asma.
Tekanan darah 120/80 mmHg ≤ 120/80 mmHg Normal.
Denyut nadi 102 x/menit 60-80 x/menit Takikardi. Inflamasi jalan
napas  bronkospasme 
penurunan oksigen 
takikardi sebagai
kompensasi untuk
mendapatkan oksigen.
Frekuensi napas 30 x/menit 16-24 x/menit Takipneu. Asma
menyebabkan penderita
menjadi sulit untuk
bernapas penuh dalam 1
siklus sehingga terjadi
takipneu.
0 0
Suhu 37,1 C 36,6-37,2 C Normal.
Saturasi oksigen 90% 95-100% Penurunan saturasi oksigen.
Inflamasi jalan napas 
bronkospasme 
pengurangan oksigen yang
masuk ke dalam tubuh.

Faktor resiko

Factor risiko tersering gejala asma termasuk paparan allergen seperti (kutu debu rumah,
serbuk sari, kecoo, kotoran hewan), iritasi pekerjaan, asap tembakau, infeksi respirasi (virus),
aktivitas fisik, ekspresi emosi, iritasi kimia dan obat (aspirin dan penyekat beta).

Factor risiko yang terlibat dalann asnna dibagi menjadi faktor endogen dan lingkungan.
Faktor endogen seperti predisposisi genetik, atopi, hiperespon saluran pernapasan, jenis
kelamindan etnis.faktor lingkungan seperti elergen dalam ruangan, alergen diluar ruangan,
merokok pasif, infeksi pernapasan, sensitizer pekerjaan dan kegemukan.

Tatalaksana
SKDI

Asma bronkial 4A
Status asmatikus 3B

Anda mungkin juga menyukai