Anda di halaman 1dari 21

AKHLAK DAN ETIKA

ETIKA DAN MANAJEMEN BISNIS ISLAM

Dosen Pengampu :
Nur Ali, M.A.

Disusun Oleh :
Kelompok VII
Ahmad Zaki 201843500577
Achmadi 201743501676
Ariyanto 201943570019
Fadilah Vitasari 201843501949
Nico Septian 201843502014

PROGRAM STUDI NFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN MIPA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat,
rahmat serta hidayahnya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
kami ini dengan judul “ Etika Dan Manajemen Bisnis Islam “ . Shalawat serta salam tak
lupa kita senandungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para
pengikutnya hingga akhir zaman, aamin.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Etika Bisnis. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih kepada Bapak Nur
Ali, M.A., selaku Dosen mata kuliah Akhlak Dan Etika yang telah memberikan
pengarahan serta bimbingannya, dan kami juga berterimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyusun makalah ini baik langsung maupun tidak
langsung.

Seperti pepatah mengatakan “ Tidak Ada Gading Yang Tak Retak ” penulis sangat
menyadari bahwa makalah yang disusun ini sangat jauh dari kata sempurna, hal ini
semata-mata keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang positif dan membangun dari semua pihak yang
membaca agar makalah ini menjadi lebih baik dan berguna dimasa mendatang. Pada hal
ini juga penulis berharap makalah ini dapat menjadi amal ibadah bagi penulis nantinya.
aamiin

Billahi Fisabililhaq Fastabiqhul Khairat.

2
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2

DAFTAR ISI.................................................................................................. 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah...........................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etika Binis Islam....................................................................................... 6


B. Sumber Etika Bisnis Islam....................................................................7

BAB III

PEMBAHASAN

1. Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Umum......10


2. Penerapan Etika Bisnis Islam .............................................................11
3. Prinsip Etika Bisnis.................................................................................11
4. Etos Kerja Bisnis....................................................................................... 12
5. Perilaku Bisnis Yang Dianjurkan.......................................................15
6. Perilaku Bisnis Yang Dilarang.............................................................16

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika bisnis Islam merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang terkadang
dilupakan banyak orang, padahal melalui etika bisnis inilah seseorang dapat
memahami suatu bisnis persaingan yang sulit sekalipun, bagaimana bersikap manis,
menjaga sopan santun, berpakaian yang baik sampai bertutur kata, semua itu ada
meaning nya. Bagaimana era global ini dituntut untuk menciptakan suatu
persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikannya tujuan dengan baik,
kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, bekerja sama menjadi suatu hal yang
lumrah, padahal pada etikanya tidak begitu.

Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main
yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus dapat diingat dalam praktik
bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang
dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-
orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-
lain.

Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk akan tetapi
secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama,
secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survei) dalam
kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal
yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi
aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Ketiga,
keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan survei melainkan dapat
menghidupi karyawannya ke arah tingkat.

Dalam ajaran Islam, kegiatan bisnis sangat dianjurkan, tetapi harus sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan baik itu oleh al-Qur’an maupun sunnah Nabi.

4
Keduanya menjadi pedoman bagi kaum muslim dalam melakukan kegiatan bisninya.
Di antara pedoman tersebut terdapat pula beberapa kode etika dalam perdagangan
menurut Islam diantaranya adalah sidiq (jujur). Amanah (tanggung jawab), tidak
melakukan riba, menepati janji, tidak melakukan penipuan, tidak tahfif (curang
dalam timbangan), tidak menjelek-jelekan pedagang lain, tidak menimbun barang
dan hal ini yang dapat merugikan orang lain.

Dalam etika berbisnis masih banyak para pelaku bisnis yang belum
memahami bagaimana cara melakukan etika bisnis yang baik. Dan tidak jarang para
pelaku bisnis melakukan kecurangan dalam berbisnis dan hanya mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa melihat dari sisi konsumennnya. Para
pebisnis hanya ingin melakukan keuntungan yang sangat besar dengan melakukan
apapun baik yang beretika maupun yang tidak memiliki etika. Dalam penulisan ini
akan dijelaskan lebih lanjut mengenai etika bisnis yang seharusnya dijalankan
dengan baik.

Dalam suatu bisnis perlu diperhatikan kebebasan-kebebasan yang ada pada


suatu bisnis, hal itu juga jangan sampai diterapkan dengan semena - mena sehingga
tidak memandang lagi akan norma - norma kemanusiaannya. Hal ini sangat tidak
diperbolehkan oleh pemerintah dan aturan-aturan dalam berbisnis, sudah banyak
contoh - contoh para usahawan ataupun pebisnis yang tidak mengacu pada konsep
bisnis yang benar yang dianjurkan dalam etika-etika berbisnis.

B. Rumusan Masalah
Adapun dalam makalah ini akan membahas dua masalah pokok yaitu:
1. Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Umum
2. Penerapan Etika Bisnis Islam
3. Prinsip Etika Bisnis
4. Etos Kerja Bisnis
5. Perilaku Bisnis Yang Dianjurkan
6. Perilaku Bisnis Yang Dilarang

C. Tujuan Penulisan

5
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain kita dapat memahami
lebih mendalam apa itu Etika Bisnis Dalam Islam kita dapat mengetahui apa itu
perbedaannya dengan etika bisnis umum dan penerapanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etika Bisnis Dalam Islam

Membahas etika bisnis dalam Islam tentunya tidak terlepas dari sistem
ekonomi Islam itu sendiri atau sistem ekonomi syari’ah. Dalam hal sistem
ekonomi syari’ah itu sendiri dipandang bahwasanya kegiatan bisnis itu sendiri
adalah termasuk ibadah, untuk itu tentunya dalam penerapanya harus terdapat
prinsip-prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-
hurriyat), keadilan (al-‘adl), tolong-menolong (al-ta’awun), dan toleransi (al-
tasamuh). Etika ekonomi Islam, sebagaimana dirumuskan oleh para ahli
ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang mempelajari aspek-aspek kemaslahatan
dan kemafsadatan dalam kegiatan ekonomi dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh mana dapat diketahui menurut akal pikiran (rasio)
dan bimbingan wahyu (nash). Etika ekonomi dipandang sama dengan akhlak
karena keduanya sama-sama membahas tentang kebaikan dan keburukan pada
tingkah laku manusia. Syed Nawab Naqvi dalam buku “Etika Dan Ilmu Ekonomi :
Suatu Sintesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu : tauhid,
keseimbangan (keadilan), kebebasan dan tanggung jawab.

Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas


manusia, termasuk dalam berbisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai
makhluk ilahiyah atau makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, dalam
berbisnis manusia tidak lepas dari pengawasan Tuhan dan dalam rangka
melaksanakan titah Tuhan (QS. 62:10)

Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus


seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam

6
mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak
terbatas, sebagai-mana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam,
Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19).

Kebebasan, berarti manusia sebagai individu dan kolektivitas,


mempunyai kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi,
manusia bebas mengimplementasikan kaidah-kaidah Islam. Karena masalah
ekonomi, termasuk aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya
kaidah umum, “semua boleh kecuali yang dilarang”.

B. Sumber Etika Bisnis Islam

Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis,


mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta
sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus
dipertanggung-jawabkan di hadapan Tuhan.

Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Al-Qur’an antara lain :

1. Melarang bisnis yang dilakukan dengan proses kebatilan (QS. 4:29). Bisnis
harus didasari kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa
ada pihak yang dirugikan. Orang yang berbuat batil termasuk perbuatan
aniaya, melanggar hak dan berdosa besar (QS.4:30). Sedangkan orang yang
menghindarinya akan selamat dan mendapat kemuliaan (QS.4:31).
2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. 2:275).
3. Kegiatan bisnis juga memiliki fungsi sosial baik melalui zakat dan sedekah
(QS. 9:34). Pengembangan harta tidak akan terwujud kecuali melalui
interaksi antar sesama dalam berbagai bentuknya.
4. Melarang pe-ngurangan hak atas suatu barang atau komoditas yang didapat
atau diproses dengan media takaran atau timbangan karena merupakan
bentuk kezaliman (QS. 11:85), sehingga dalam praktek bisnis, timbangan
harus disempurnakan
(QS. 7:85, QS. 2:205).

7
5. Kelima, menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan baik ekonomi maupun
sosial, keselamatan dan kebaikan serta tidak menyetujui kerusakan dan
ketidakadilan.

6. Pelaku bisnis dilarang berbuat zalim (curang) baik bagi dirinya sendiri
maupun kepada pelaku bisnis yang lain (QS. 7:85, QS.2:205)

Selain itu Rasullulah SAW sebagai suri tauladan kita juga telah memberikan
contoh bagaimana berlaku dalam bisnis itu sendiri, yang mana kita tahu beliau
adalah seorang pedagang. Beberapa seperti yang diungkapan Aris Baidowi
dalam jurnalanya adalah :

1. Kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis.


Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis.
Dalam tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim
menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya,"
(H.R. Al-Quzwani).
"Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang
para pedagang mele takkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru
di bagian atas.
2. Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang
signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya
sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang
diajarkan Bapak Ekonomi Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi
kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial
kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata,
tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan
menjual barang.
3. Tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam
perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar
diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang

8
yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi" (QS 83:112).
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian
menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain,"
(H.R. Muttafaq ‘alaih).
5. Tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan
menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu
saat menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah
melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
6. Tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis
ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah
eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air,
udara, dan tanah serta kandungan isinya seperti barang tambang dan
mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa
memberi kesempatan kepada orang lain. Hal ini dilarang dalam Islam.
7. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang
yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya.
Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis
miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
8. Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang
-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. al-
Baqarah: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang
kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya mengumumkan
perang terhadap riba.
9. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan
suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad saw.
bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya."

9
Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda -
tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

Dari pemaparan di atas sudah jelas kiranya bagaimana etika bisnis dalam
Islam itu sendiri, dimana berbeda dengan etika pada umumnya yang
merupakan hasil pemikiran manusia, etika bisnis dalam Islam bersumber
dari tauladan Rasullulah SAW dan Al-Qur’an itu sendiri yang merupakan
firman Allah SWT.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Etika Bisnis Islam dan Etika Bisnis Umum

Etika yang mana merupakan hasil pemikiran manusia tentang apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan manusia secara definisi tentunya
dalam hal bisnis tidak terlepas dari perilaku bisnis itu sendiri. Disini etika bisnis
Islam yang mana dalam hal sistem ekonomi syariah itu sendiri tentunya sangat
berbeda dimana orientasi utama adalah ibadah. Walaupun dalam hal rangkaian
bisnisnya tidak bebeda jauh namun dari karakteristiknya kita dapat melihat
perbedaanya antara lain :

1. Asas, bisnis Syariah bersumber daripada Aqidah Islam itu sendiri, berbeda
dengan bisnis umum dimana menerapkan sistem Sekulerisme (nilai-nilai
materialisme). Walaupun pada kenyataanya penerapan secara menyeluruh
dalam etika bisnis Islam itu sendiri tidak sepenuhnya dapat terlaksanakan,
hal ini karena patner atau tidak semua pelaku bisnis dapat menerimanya.
2. Motivasi, walaupun sama sama mencari keuntungan materil atau duniawi,
namun bisnis syari’ah karena berorientasi juga kepada ibadah tentunya
mengharapkan pahala juga sebagai bekal seorang muslim dan
pertanggungjawaban di akhirat kelak.
3. Orientasi, sudah jelas kiranya dimana orientasi bisnis syariah adalah ibadah.
4. Sikap Mental, seorang pelaku bisnis pada umumnya pasti memiliki jiwa
pekerja keras demi mencapai tujuanya, namun seorang pelaku muslim ketika
sukses tidak serta merta bermewah-mewah atau konsumtif ketika sukses.

10
5. Tangungjawab Sosial, pelaku bisnis syari’ah tentunya tidak hanya melihat
tanggung jawab sosial sebagai salah satu bentuk kepedulian akan lingkungan
demi menjaga nama baik perusahaan atau usahanya saja, namun lebih
kepada bentuk pertanggung jawaban kepada Allah SWT akan risky yang
dititipkan kepadanya.

Dari beberapa perbedaan di atas dapat dipahami bahwa karena orientasinya


juga merupakan ibadah maka pelaku bisnis syari’ah harus memperhatikan
mana halal-haram untuk apa yang akan dilakukannya.

B. Penerapan Etika Bisnis Islam

Ekonomi Islam atau Ekonomi Syari’ah saat ini sedang berkembang pesar-
pesatnya, hal ini dapat kita lihat dari mulai maraknya bisnis syari’ah seperti
perbankan syari’ah yang lagi marak-maraknya. Namun pada kenyataanya
penerapan etika bisnis Islam itu sendiri mengacu kepada kepribadian pelaku
bisnis itu sendiri.

Misalkan, terkait halal haramnya suatu barang atau sumber modal, pada
masa sekarang hal tersebut memberikan tantangan tersendiri. Dominasi sistem
ekonomi liberal pada umumnya memberikan tantangan tersendiri kepada umat
muslim dalam menjaga agar dalam menjalankan bisnisnya tetap mengacu dan
berpegang kepada Aqidah. Kejujuran memberitahu pembeli misalnya tentang
kekurangan pada barang yang kita miliki belum tentu memberikan dampak
positif secara langsung kepada kita. Namun dampak kedepanya akan dapat
dirasakan jauh lebih baik apabila seorang pedagang mampu
mempertahankannya. Dalam hal ini penerapan etika bisnis Islam pada dasarnya
kurang lebih pada etika bisnis pada umumnya.

C. Prinsip Etika Bisnis Islam


Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam Untuk membangun kultur bisnis yang sehat,
idealnya dimulai dari perusahaan etika yang akan digunakan sebagai norma
perilaku sebelum aturan (hukum) perilaku dibuat dan dilaksanakan, atau aturan
(norma) etika tersebut diwujudkan dalam bentuk aturan hukum. Sebagai kontrol
terhadap individu pelaku dalam bisnis yaitu melalui penerapan kebiasaan atau
budaya moral atas pemahaman dan penghayatan nilainilai dalam prinsip moral

11
sebagai inti kekuatan suatu perusahaan dengan mengutamakan kejujuran,
bertanggungjawab, disiplin, berperilaku tanpa diskriminasi. Etika bisnis hanya
bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak merupakan komitmen
individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial. Etika bisnis
menjamin bergulirnya kegiatan bisnis dalam jangka panjang, tidak terfokus pada
keuntungan janka pendek saja. Etika bisnis akan meningkatkan kepuasan
pegawai yang merupakan stakeholders yang penting untuk diperhatikan.

Etika bisnis membawa perilaku bisnis untuk masuk dalam bisnis internasional.
Karenanya, harus:
1. Pengelolaan bisnis secara profesional
2. Berdasarkan keahlian dan ketrampilan khusus
3. Mempunyai komitmen moral yang tinggi
4. Menjalankan usahanya berdasarkan profesi atau keahlian.

Karena itu, etika bisnis secara umum menurut Suarny Amran sebagaimana yang
dikutip oleh Djohar Arifin, harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan dan


bertindak berdasarkan keselarasan tentang apa yang baik untuk dilakukan
dan bertanggungjawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2. Prinsip Kejujuran, dalam hal ini kejujuran merupakan kunci keberhasilan
suatu bisnis, kejujuran dalam pelaksanaan kontrol terhadap konsumen,
dalam hubungan kerja, dan sebagainya.
7. Prinsip Keadilan, bahwa setiap orang dalam berbisnis diperlakukan sesuai
dengan haknya masing-masing dan tidak ada yang boleh dirugikan.
8. Prinsip Saling Menguntungkan, juga dalam bisnis yang kompetitif.
9. Prinsip Integritas Moral, ini merupakan dasar dalam berbisnis, harus
menjaga nama baik perusahaan tetap dipercaya dan merupakan perusahaan
terbaik.

D. Etos Kerja Bisnis


Etos berasal dari bahasa Yunani, yang berarti sesuatu yang diyakini atau
keyakinan, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai kerja. Dengan

12
demikian etos kerja adalah refleksi sikap hidup seseorang yang mendasar
dalam menghadapi kerja. Etos yang berarti sikap adalah aspek perilaku yang
biasanya dinyatakan dalam bentuk respon positif atau negatif.

Seluruh aktivitas hidup manusia perlu dikaitkan dengan kesadaran


adanya akhirat, di mana setiap perbuatan akan diminta pertanggung jawaban
dalam kehidupan yang telah dijalani di dunia. Akan tetapi, manusia cenderung
mudah kehilangan perspektif hidup yang hakiki karena mudah terperangkap
oleh kehidupan duniawi.

Dalam konteks pilihan bidang kerja, upaya untuk memilih pekerjaan dan
menumbuhkan etos kerja yang Islami menjadi satu keharusan. Tanpa upaya
tersebut, yang bisa diraih hanya nilai material. Padahal, dibalik nilai material
tersebut ada nilai lain yang justru lebih mulia, yaitu nilai spiritual berupa
berkah yang sangat penting dalam kehidupan. Bagaimanapun penghasilan yang
diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal, cepat atau lambat akan menjadi
sumber malapetaka bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dan
bahkan bagi agama.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, perlu ditumbuhkan etos


kerja yang Islami sebagai berikut:

1. Niat ikhlas karena Allah SWT


Bahwa perbuatan manusia akan diperhitungkan sesuai dengan niatnya.
Niat ikhlas akan menyadarkan bahwa:
a. Allah SWT. sedang memantau kerja kita,

b. Allah SWT. menjadi tujuan kita,

c. Segala yang diperoleh wajib disyukuri,

d. Rezeki harus digunakan dan dibelanjakan pada jalan yang benar,

e. Menyadari apa saja yang kita peroleh pasti ada pertanggungjawabannya


kepada Allah SWT.
2. Kerja keras

13
Berusaha dalam bidang bisnis adalah usaha kerja keras. Dalam kerja keras
itu tersembunyi kepuasan bathin yang tidak dinikmati oleh profesi lain.
Kemauan keras dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan
sungguh-sungguh. Orang yang bekerja keras dikelompokkan sebagai
mujahid di jalan Allah SWT.
3. Memiliki cita – cita tinggi
Menurut Luth sebagaimana yang dikutip oleh Jusmaliani menunjukkan pula
landasan moral kerja yang harus dibangun. Menurutnya, landasan moral
kerja telah didefinisikan sebagai nilas-nilai dasar agama yang menjadi
tempat berpijak dalam membangun dan memulai kerja.
Adapun landasan-landasan moral bekerja tersebut adalah sebagai berikut:

a. Merasa terpantau, sesungguhnya menyadari bahwa segala apa saja yang


dikerjakan tidak pernah lepas dalam rekaman dan penglihatan Allah SWT.

b. Jujur, kesucian nurani yang memberikan jaminan kebahagiaan spiritual


karena kebenaran berbuat, ketepatan bekerja, bisa dipercaya, dan tidak mau
berbuat dusta.

c. Amanah, seseorang memberi kepercayaan kepada orang lain karena orang


tersebut dipandang jujur, kepercayaan tersebut merupakan reward secara
tulus dan tak ternilai harganya pada orang yang jujur. Bukan sesuatu yang
mustahil bila seseorang akan terus menjadikan sifat jujur menghiasi
aktivitasnya dalam bekerja maupun kehidupannya sehari-hari.

d. Takwa, melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala


sesuatu yang dilarang agama. Dengan membiasakan diri terhadap hal-hal
yang baik dan menolak segala yang tercela, secara otomatis menjadikan
seseorang berbeda dari kebanyakan orang. Takwa melahirkan manusia yang
memiliki kepribadian terpuji, diantaranya adalah pribadi yang taat
beragama, pribadi yang gemar berbuat kebajikan, dan pribadi yang tidak
mau dikotori oleh perbuatan tercela.

Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat


strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Kunci etis
dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, oleh karena itu misi

14
diutusnya Rasulullah SAW. ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia
yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang
teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup husnul khuluq (keindahan
akhlak). Pada derajat ini Allah SWT. akan melapangkan hatinya, dan akan
membukakan pintu rezeki, di mana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak
mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan
praktik bisnis yang etis dan moralis.

Dalam konteks Islam, etos kerja dalam bisnis akan meningkatkan


produktivitas seseorang. Karena jika produktivitas dipercaya mempunyai kaitan
erat dengan etos kerja, maka etos kerja dipandang terkait dengan nilai-nilai yang
dianut oleh seorang yang beragamanya kuat. Hal ini, menurut hasil penelitian,
bahwa diantara nilai yang dianut seseorang yang dianggap sangat dominan
mempengaruhi kejiwaan dan sikap seseorang adalah karena nilai-nilai yang
berasal dari agama yang dianutnya. Dan nilai-nilai ini pulalah yang
mengkarakteristikkan etos kerja seseorang.

Dengan kata lain etos kerja adalah sikap atau perilaku seseorang dalam
melakukan kerja. Dalam melakukan usaha atau pekerjaan, perlu adanya upaya
untuk menumbuhkan etos kerja yang Islami. Karena tanpa adanya etos kerja
yang Islami, hasil yang diperoleh hanyalah kesenangan dunia yang berupa materi
saja. Sedangkan jika dalam bekerja sudah ditumbuhkan etos kerja yang Islami,
maka hasil yang diperolehnya tidak hanya materi saja, melainkan nilai spiritual
berupa berkah yang sangat penting dalam kehidupan.

E. Perilaku Bisnis Yang Dianjurkan


Etika bisnis yang sesuai Islam berlandaskan iman kepada Allah dan Rasul nya
atau menjalankan segala perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi larangan
Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian perilaku dalam bisnis hendaknya sesuai
dengan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Strategi bisnis yang sesuai
Islam adalah berupaya dengan sungguh-sungguh di jalan Allah dengan
mengelola sumberdaya secara optimal untuk mencapai tujuan yang terbaik di

15
sisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Perilaku bisnis yang dianjurkan
dalam islam sebagai berikut :
1. Menggunakan niat yang tulus
2. Al-Qur‟an dan Hadis sebagai Pedoman
3. Meneladani Akhlak Rasulullah SAW
4. Melakukan Jual Beli yang Halal
5. Melaksanakan Keadilan
6. Melaksanakan Kejujuran
7. Menepati Janji
8. Menunaikan Hak
9. Menggunakan Barang Tanggungan
10. Menggunakan Persetujuan Kedua Belah Pihak

F. Perilaku Bisnis Yang Dilarang

Sebagai sebuah peraturan, hukum Islam tidak mengenal transaksi yang terbukti
mengandung objek dan faktor yang tidak sah. Untuk hal tersebut, syariah Islam
mengidentifikasi beberapa unsur yang akan dicegah dalam transaksi bisnis.
Islam telah mengemukakan secara jelas mengenai prinsip-prinsip yang
menyangkut tentang kerangka dasar dalam menjalankan kegiatan ekonomi.
Dalam Al-Qur‟an dan Sunnah membicarakan banyak norma dan prinsip yang
mengatur hak dan kewajiban para pihak yang menjalankan kegiatan ekonomi.

1. Riba
Allah SWT mengancam pelaku riba, baik di dunia dan di akhirat. Tak ada
perbedaan dalam pandangan orang Islam mengenai larangan riba, dan
seluruh aliran dalam Islam memandang bahwa kesenangan akan transaksi
yang berdasarkan riba adalah sebuah dosa besar.
Ini dikarenakan sumber primer syariah Islam yakni Al-Qur‟an, Al-Hadis atau
as-Sunnah, yang sangat mengutuk riba.
2. Melakukan Penipuan
Allah SWT melarang menggunakan sumpah sebagai alat penipu. Nabi
Muhammad SAW. sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan
sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Praktik sumpah palsu

16
dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan
pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran.
Namun harus disadari bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh
berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
3. Mengambil Secara Bathil
peringatan bahwa umat itu satu di dalam menjalin kerja sama. Juga sebagai
peringatan, bahwa menghormati harta orang lain berarti menghormati
harta sendiri. Sewenang-wenang terhadap harta orang lain, berarti
melakukan kejahatan kepada seluruh umat, karena salah seorang yang
diperas merupakan salah satu anggota umat. Untuk mengambil harta orang
lain dengan cara sumpah bohong atau kesaksian palsu dan lain-lainnya yang
dipakai sebagai cara kalian untuk membuktikan kebenaran, padahal hatimu
mengakui bahwa kamu berbuat salah dan berdosa.
4. Berlaku Curang dan Merugikan
Allah SWT melarang berlaku curang dan merugikan orang lain. Allah SWT
juga melarang merugikan orang lain dan berbuat kejahatan. Dalam
perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar
diutamakan . Kecurangan dalam menakar dan menimbang mendapat
perhatian khusus dalam Al-Qur‟an, karena praktik seperti itu telah
merampas hak orang lain. Selain itu, praktik seperti itu telah juga
menimbulkan dampak yang sangat buruk dalam dunia perdagangan yaitu
timbulnya ketidakpercayaan pembeli terhadap para pedagang yang curang.
Azab dan kehinaan yang besar pada kiamat disediakan bagi orang-orang
yang curang dalam menakar dan menimbang.
5. Melakukan Ihtikâr (Penimbunan)
Al-ihtikaar ‫ اإلحتكار‬berarti zalim (aniaya) dan merusak pergaulan. Al-ihtikâr
secara bahasa berasal dari kata hakara yang sama dengan kata istabadda
yang artinya bertindak sewenang-wenang yaitu praktik kesewenang-
wenangan dengan menahan barang dagangan agar kelak dapat dijual dengan
harga mahal. Maka, dalam kalimat ihtikara asy-syai`a secara bahasa
bermakna jama‟ahu wa ihtabasahu intidharan li ghaila‟ihi fayabi‟u bil katsiri
(mengumpulkan sesuatu dan menahannya dengan menunggu naiknya harga,
lalu menjualnya dengan harga yang tinggi). Sedangkan makna Al-ihtikâr

17
secara istilah berarti orang yang mengumpulkan barang-barang dengan
menunggu waktu naiknya harga, hingga warga setempat sulit untuk
menjangkaunya.
6. Monopoli
Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli
dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan)
individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara, beserta tanah dan
kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut
mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada
orang lain. Ini dilarang dalam islam.
Berikut Penimbunan dilarang dan dicegah oleh syari‟at karena ia merupakan
ketamakan dan bukti keburukan moral serta mempersusah manusia. Para Ahli
Fiqih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penimbunan terlarang
(diharamkan) adalah yang terdapat syarat sebagai berikut:

a. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar


ia dapat menjualnya dengan harga yang tinggi karena orang sangat
membutuhkan barang tersebut kepadanya.
b. Bahwa penimbunan dilakukan pada saat dimana manusia sangat
membutuhkan barang yang ia timbun, seperti makanan, pakaian dan lain-
lain. Jika barang-barang yang ada di tangan para pedagang tidak dibutuhkan
manusia, maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan, karena tidak
mengakibatkan kesulitan pada manusia.
c. Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock.
Adapun beberapa alasan tertentu dimana seseorang melakukan penimbunan
diantaranya:

a. Keadaan penawaran yang berlebihan.


b. Tidak merugikan para konsumen karena dianggap harga di pasar lebih
rendah dari standar.
c. Apabila petani memaksakan diri untuk tetap menjual barang ke pasar maka
kerugianlah yang akan di dapat oleh petani.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai seorang muslim tentunya kita harus menjalankan hidup dengan
tujuan sebagai ibadah. Tidak terkecuali dengan kegiatan bisnis atau usaha.
Melakukan kegiatan bisnis demi memenuhi kebutuhan dan memperbaiki
kehidupan agar menjadi lebih baik tentunya jangan sampai kita melupakan apa
tujuan kita hidup di dunia ini. Untuk itu menjaga keimanan kita dan tetap
berpegang teguh kepada Aqidah dalam menjalankan bisnis penting rasanya agar
kita dapat terhidar dari dosa dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang
dititipkan kepada kita kelak di akhir nanti. Prinsip Rasulullah dalam
berniaga/berbisnis ada 3 hal, yaitu jujur, saling menguntungkan kedua pihak,
hanya menjual produk yang bermutu tinggi.
Hal-hal yang Dilarang dalam Berbisnis antaralain: Bisnis yang
mengandung modus penipuan, mengandung unsur Riba, mempejual-belikan
barang haram, Bisnis yang barang daganganya belum pasti, begerak dalam
perjudian, bergerak dalam perdagangan manusia & seksual. Hal-hal yang
Dianjurkan dalam Berbisnis antaralain: menggunakan niat yang tulus, Alquran
dan Hadist sebagai pedoman berbisnis, meneladani akhlak Rasulullah,
melakukan jual-beli yang halal. Membangun Etika dalam Bisnis dapat kita
lakukan dengan cara-cara berikut, yaitu mengenal diri untuk merumuskan

19
tujuan, mendeteksi etika apa yang paling sering Anda abaikan, pelatihan etika
bisnis pada diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Ahman, Dr. Mustaq 2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar.

Baidowi, Aris, Desember 2011,”Etika Bisnis Prespektif Islam”.Jurnal Hukum Islam.

Volume 9, No. 2. http:e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/jhi. ISSN (P): 1829


7382.

Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: salemba Empat.

Nawatmi, Sri. April 2010,”Etika Bisnis Dalam Prespektif Islam”.Fokus Ekonomi.


Volume 9, No. 1.ISSN : 1412-3851,

Etika bisnis islam di Indonesia:wikipedia.

Campus Media.2007 Prinsip etika bisnis Islam.

20
21

Anda mungkin juga menyukai