Anda di halaman 1dari 19

4.

1 Kegiatan
1. Pemaparan materi Wawasan Umum tentang rumah sakit oleh dr Siti Asiyah Anggraeni,
M.M.

2. Pemaparan materi Wawasan tentang INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT apt. Ari
Kurnianingsih, S.Si., M.Farm Klin.

3. Pemaparan materi Wawasan tentang KFT oleh apt. Ari Kurnianingsih, S.Si., M.Farm
Klin.

4.2
4.3 Pembahasan :
4.3.1 Wawasan Umum tentang Rumah Sakit
Pada kegiatan pemberian wawasan tentang rumah sakit, materi disampaikan oleh dr
Siti Asiyah Anggraeni, M.M. Rumah sakit dalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Tugas dari rumah sakit adalah
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Adapun,
fungsi rumah sakit antara lain: menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang
medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan
dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, administrasi umum dan keuangan. Rumah sakit
juga memiliki sarana prasarana, yang terdiri dari :

1. rawat jalan;
2. ruang rawat inap;
3. ruang gawat darurat;
4. ruang operasi;
5. ruang tenaga kesehatan;
6. ruang radiologi;
7. ruang laboratorium;
8. ruang sterilisasi;
9. ruang farmasi;
10. ruang pendidikan dan latihan;
11. ruang kantor dan administrasi;
12. ruang ibadah, ruang tunggu;
13. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
14. ruang menyusui;
15. ruang mekanik;
16. ruang dapur;
17. laundry;
18. kamar jenazah;
19. taman;
20. pengolahan sampah; dan pelataran parkir yang mencukupi.

a. Penggolongan Rumah sakit

Rumah sakit juga dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori. Apabila dibedakan
berdasarkan pelayanannya rumah sakit terdiri dari 2 jenis, yang pertama rumah sakit umum
yang mana rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit. Sedangkan, yang kedua ialah rumah sakit khusus yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan pengelolaannya rumah
sakit dibagi menjadi 2, yaitu : rumah sakit publik dan rumah sakit privat/swasta. Rumah sakit
publik dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang berumah
sakitifat nirlaba, dan diselenggarakan berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau
badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
tentunya tidak bisa menjadi rumah sakit privat. Sedangkan, rumahsakit privat dikelola oleh
badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perumah sakiteroan terbatas atau
perumah sakitero milik yayasan: yayasan tertentu, organisasi keagamaan (muhammadiyah),
organisasi perorangan, kelompok dan jaringan nasional atau internasional. Tipe rumah sakit
juga ada yang dibedakan berdasarkan pendidikan dan non pendidikan :

 Rumah sakit pendidikan : Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan


penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
 Rumah sakit non pendidikan : hanya melakukan pelayanan medik.

Kepemilikan dari suatu rumah sakit, dapat berupa Rumah Sakit Milik Masyarakat
( Sukarela), ataupun Rumah Sakit Pemerintah, seperti rumah sakit umum pusat : secara
vertikal milik departemen kesehatan, rumah sakit umum daerah : milik Pemda setempat,
rumah sakit militer : POLRI, rumah sakit BUMN : Pertamina. Berdasarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit, pendirian organisasi rumah sakit disesuaikan dengan besarnya kegiatan dan beban
kerja rumah sakit. struktur organisasi rumah sakit harus membagi habis seluruh tugas dan
fungsi rumah sakit.

b. Organisasi Rumah Sakit

Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas: kepala Rumah Sakit atau direktur
Rumah Sakit; unsur pelayanan medis; unsur keperawatan; unsur penunjang medis; unsur
administrasi umum dan keuangan; komite medis; dan satuan pemeriksaan internal. Desain
rumah sakit ada beberapa macam:

1) Desain fungsional : Pembagian berdasarkan fungsi kegiatan, misalnya pelayanan medik


dan umum yang memiliki beberapa departemen terkait, jumlah departemen dapat terdiri
dari 4-6 unit, jumlah tempat tidur kurang dari 100 tempat tidur, berumah sakitifat
sentralistik dan hirarkial. Berikut contoh skema organisasi desain fungsional rumah sakit

2) Desain Divisional: Pembagian berdasarkan jenis kegiatan, pelayanan medik memiliki


beberapa departemen terkait dengan jenis pelayanan, otonomi departemen sangat tinggi
dengan dukungan manajerial dari pelayanan non medik, pendekatan pelayanan yang
digunakan ialah integratif, berumah sakitifat desentralistik, non-hirarkial, prinsip
akuntabilitas, umumnya merupakan rumah sakit akademik atau pendidikan, dan responsif
terhadap perubahan lingkungan. Berikut contoh skema desain divisional.
3) Desain matriks : Memiliki dual authority, pembagian berdasar jenis produk, otonomi
departemen sangat tinggi dengan dukungan pelayanan non medik, pendekatan pelayanan
berumah sakitifat multi-disiplin dengan integrasi tinggi, berorientasi kepada
pasien,cocok diterapkan pada rumah sakit besar, responsif terhadap perubahan
lingkungan, aktif melakukan pengembangan SDM baik eksternal dan internal. Berikut
contoh skema desain matriks.

4) Desain program : semi dual authority, pembagian berdasar jenis produk, departemen
bertanggung jawab terhadadap kualitas program, manajer pelayanan bertanggung jawab
terhadap manajemen program, berorientasi kepada pasien, biasa dierapkan pada rumah
sakit akademik atau pendidikan. Berikut contoh skema desain program.

Dalam mengatur setiap tugas yang dilakukan oleh sumber daya di rumah sakit perlu
didirikannya beberapa komite. Komite yang pertama ialah, komite medik yang bertugas
dalam menerapkan tata kelola klinis (clinical govermance) agar staf medis rumah sakit
terjaga profesionalisme melalui kredensial (proses evaluasi terhadap staf medis untuk
menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis), penjagaan mutu profesi medis dan
pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis staf medis dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan dokter gigi spesialis di rumah sakit. Dalam kelompok staf medis terdiri atas
dokter dengan satuan terkecil yang minimal terdiri atas 2 orang, yang befungsi sebagai
pelaksana pelayanan medis, pendidikan danpelatihan serta penelitian dan pengembangan di
bidang medis.
Selain komite medis, juga terdapat komite keperawatan, berdasarkan Peraturan
Mentri Kesehatan Nomor 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit, komite
keperawatan mempunyai fungsi meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan yang
bekerja di rumah sakit dengan cara: melakukan kredensial bagi seluruh tenaga keperawatan
yang akan melakukan pelayanan keperawata dan kebidanan di rumah sakit, memelihara mutu
profesi tenaga keperawatan, menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi perawat dan bidan.
Selain komite keperawatan juga terdapat komite pencegahan penanggulangan infeksi,
mengingat rumah sakit merupakan sumber infeksi nosokomial, komite ini terdiri dari
berbagai disiplin / unit, yang bertugas membantu direktur rumah sakit dalam perencanaan,
pengorganisasian & evaluasi pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan infeksi di rumah
sakit. Adapula komite keselamatan pasien yang bertugas membantu direktur dalam
perencanaan, pengorganisasian, & evaluasi pelaksanaan manajemen resiko di rumah sakit.

Dalam menjalankan manajemen rumah sakut diperlukan adanya satuan pengawasan


intern, yang mana bertugas dalam pemeriksaan internal keuangan dan operasional rumah
sakit, menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaan, memberi saran perbaikan,
sehingga rumah sakit tetap dapat berjalan sesuai tujuannya dan sesuai standar yang telah
dtentukan oleh pemeritah. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan tata kelola rumah
sakit (good hospital governance), maupun tata kelola klinis yang baik (good clinical
governance) dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan medis, menjamin dan melindungi
keselamatan pasien, mengatur penyelenggaraan komite medis di setiap rumah sakit dalam
rangka meningkatkan profesionalisme.

Terdapat mekanisme unik yang terdapat pada rumah sakit yakni, sistem rujukan.
Sistem rujukan kesehatan di negara Indonesia telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01
tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik secara vertikal maupun horiontal. Dimana, akan terdapat penggolongan
fasilitas kesehatan yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua, pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Berikut
skema jenis-jenis rujukan
Berikut skema alur rujukan rumah sakit

Berikut alur perujukan berjenjang era BPJS


c. Ketenagaan dalam rumah sakit

Tenaga manusia merupakan ketenagaan central dalam manajemen suatu rumah sakit.
Kemampuan yang ada pada manusia meliputi : Pengetahuan, keterampilan, serta sikap
mental. Namun, tentunya dari semua bentuk sumberdaya terumah sakitebut diperlukan
adanya pengelompokan, yang disebut dengan deparmentalisasi rumah sakit. Deparmentalisasi
rumah sakit sendiri ditujukan untuk menghasilkan output yang sejenis dan berkualitas. Secara
garis besarnya dapat dibedakan menjadi 3, antara lain :

a. kelompok pelayanan medis langsung, meliputi : unit perawatan langsung, unit rawat
jalab, unit bedah, ICU, kebidanan dan perinatologi

b. kelompok pelayanan medis tidaklangsung, meliputi : unit radiologi, unit laboratorium,


unit farmasi, unit gizi, rehabilitasi, sanitasi dan pengelolaan limbah.

c. kelompok penunjang, meliputi : unit administrasi, unit keuangan, kepegawaian rumah


tangga dan pemeliharaan sarana.

Berikut skema pelayanan yang dilakukan di rumah sakit.

Setelah dilakukannya depermentalisasi, juga diperlukan adanya manajemen


ketenagakerjaan yang merupakan ilmu dan seni dalam mengatur tenaga kerja melalui
perencanaan, pegorganisasian, penggerakan dan pengendalian agar efisien, efektif, produktif,
menghasilkan sesuatu yang berkualitas dalam merealisasikan tujuan yang ditetapkan rumah
sakit terumah sakitebut. Tujuan kegiatan ini yaitu menelola, mendayagunakan dan
mengembangkan kompetensi teganaga supaya mereka dapat mendukung secara optimal
dalam usaha pencapaian tujuan rumah sakit (competency based human). Kompetensi tenaga
disini yang dimaksud adalah :

 Kompetensi individu (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)


 Kompetensi kelompok (perpaduan kompetensi indivisudalam kelompok)
 Komptensi inti (keunggulan-keunggulan yang dimiliki organisasi dalam menjawab
tantangan dan permasalahan yang dihadapi)

Fungsi manajemen ketenagaan dibagi menjadi 2, yaitu fungsi manajerial yang terdiri
atas: planning, organizing manager, leading, dan controlling. Dan fungsi operasional dan
administratif yang terdiri dari : pengadaan tenaga, pembinaan dan pengembangan, penilaian
kinerja, kompensasi, integritas dan pemeliharaan tenaga, hubungan industrial, audit SDM,
PHK. Karena sifatnya yang padat karya maka rumah sakit mmeiliki beragam aktivitas yang
memerlukan tenaga. Menurut PP No. 32/1996 tenaga kesehatan dikelompokkan kedalam
jenis tenaga : medis, keperawatan, ketehnisan medis, kesehatan masyarakat, kefarmasian,
laboratorium, keterapian fisik. Sedangkan jenis tenaga kerja yang bermasalah di rumah sakit
ialah : mereka yang pemilih, mereka yang diam/acuh, mereka yang merasa tahu segala hal,
mereka yang melanggar aturan, mereka yang suka membangkang, dan mereeka yang tidak
kooperatif dalam aturan berumah sakitama.

d. Akreditasi rumah sakit

Dalam perjalanan karir suatu rumah sakit, diperlukannya suatu mutu yang berkualitas,
oleh karena itu dibentuklah sistem akreditasi, untuk membentuk suatu sistem pelayanan yang
memenuhi standar dan menjamin kepuasan. Kegiatan ini dimulai dari pembakuan sistem
mutu, kemudian dilakukan program-program dan kegiatan untuk mengendalikan mutu yang
tentunya dengan menggunakan prtimbangan safety, efficacy, efficiency sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. dalam membangun sistem mutu pelayanan rumah
sakit, terdapat 8 dimensi yang harus diperhatikan untuk fokus pada target kebutuhan
masyarakat, yaitu : access, effectiveness, efficiency, safety, continuity of care, technical
competence, amenities, human relationship. Namun, disisi lain rumah sakit juga harus
menjunjung tinggi tanggung jawab moralnya sebagaipelaksana pelayanan kesehatan dan juga
memikirka pendapatan untuk memutar roda keuangan rumah sakit. Akreditasi merupakan
suatu penilaian berdasarkan standar nasional, yang dilakukan oleh KARS (Komisi Akreditasi
Rumah Sakit), secara berulang dengan Interval yang regular, diimulai dengan self assessment
yang dilakukan oleh badan yang legitimate. Akreditasi Rumah Sakit mencakup penilaian
terhadap fisik bangunan, yankes, perlengkapan, obat-obatan, ketenagaan & administrasi,
sekurang-kurangnya dilakukan setiap 3 tahun sekali. Tujuan adanya akreditasi ialah memacu
rumah sakit memenuhi standaryang ditetapkan oleh menteri kesehatan, sehingga mutu rumah
sakit dapat dipertanggungjawabkan, yang berdampak diperhatikannya hak pasien, dan
keamanan dan keselamatan pasien. Akreditasi dilakukan secara bertahap :

• Tahap pertama : akreditasi tingkat dasar  5 kegiatan pelayanan.

Terdiri atas : admin, GD, yanmed, keperawatan, RM. Wajib untuk semua rumah
sakit, dasar hukum sk menkes spm rumah sakit kab/kota.

• Tahap kedua : akreditasi tingkat lanjut  12 kegiatan pelayanan

Meliputi yan : admin, yanmed, GD, RM, perawatan, K-3, farmasi, lab, radiologi, KO,
perinatal resiko tinggi, infeksi nosocomial. Berumah sakitifat sukarela.

• Tahap ketiga : akreditasi tingkat lengkap 16 kegiatan pelayanan

Akreditasi 16 yan terdiri atas akreditasi 12 pelayanan ditambah dengan pelayanan


rehabilitasi medik, gizi, intensif care dan pelayanan bank darah. Berumah sakitifat
sukarela

• Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit, rumah sakit boleh memilih akreditasi 5
yan, 12 yan atau 16 yan tergantung kemampuan rumah sakit. rumah sakit yang telah
diakreditasi, boleh mengajukan akreditasi ulang, boleh memilih tetap 5 yan atau
meningkat menjadi 12 yan tergantung kemampuan rumah sakit. Pelaksanaan
akreditasi berdasarkan POARS, jadwal propinsi, jadwal KARS ditentukan oleh KARS
dirangkum menjadi jadwal survei akreditasi. Untuk melakukan penilaian akreditasi
disusun instrumen akreditasi dengan mengacu pada standar pelayanan rumah sakit
skoring 0 – 5, tidak ada pembobotan baik utk standar maupun parameter. Dilengkapi
dengan definisi operasional (DO), cara pembuktian (CP) yang meliputi dokumentasi,
observasi & wawancara, sampling. aspek yang dinilai di lakukan secara bertahap
mulai dari struktur, proses, output/ outcome (indikator klinis). instrumen akreditasi
RSK & RSJ memakai instrumen RSU ditambah penjelasan tambahan.
4.3.2 Wawasan tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Untuk kegiatan dihari berikutnya, berupa pemberian wawasan terkait instalasi farmasi
rumah sakit yang disampaikan oleh ibu apt. ari kurnianingsih, S.Si., M.Farm.Klin. selaku
kepala instalasi farmasi rumah sakit blambangan. Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana termuat dalam Permenkes 72 Tahun
2016 merupakan tanggung jawab Apoteker. Apoteker juga bertanggung jawab dan menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan
keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Pengelolaan tersebut
harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif
untuk menjamin mutu dan biaya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan
oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
dengan Depo terkait berupa Depo Logistik/Gudang. Sistem satu pintu adalah kebijakan yang
bertujuan mengutamakan kepentingan pasien, selain itu juga pihak Rumah Sakit akan
mendapatkan manfaat dalam hal:

1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
3. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
4. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
5. pemantauan terapi Obat;
6. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akurat;
8. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang
efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang minimal sekali setahun. Peninjauan ulang
membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan
keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan
kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu
kewaspadaan tinggi (high- alert medication) karena kesalahan dalam pemberian dapat
menyebabkan kefatalan/ kasus serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi
menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
A. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Berdasarkan permenkes no.72 tahun 2016 kegiatan serang apoteker di rumah sakit dibagi
menjadi diua yaitu kegiatan manajerial dan pelayanan farmasi klinis. Berikut merupakan
kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dilakukan oleh apoteker di rumah sakit :
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan;
c.pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu pada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh
Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus
mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk
memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh
bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor
Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau
pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Pengadaan dapat dilakukan
melalui:
a) Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi
kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b) Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: sediaan farmasi tidak
ada di pasaran; sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri; sediaan farmasi dengan
formula khusus; sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking; sediaan farmasi
untuk penelitian; dan sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi
fisik yang diterima.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak
memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM; 2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan 4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi;
dan
3) laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan
administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan syang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.

B. Instalasi farmasi rumah sakit di bidang 4.0


Semua tugas seorang apoteker di IFRS pada era 4.0, masih tetap dan harus beracuan
pada peraturan yang berlaku, untuk bidang ini ialah pada Permenkes No. 72 tahun 2016.
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di bagi menjadi dua yaitu pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinis. Unit yang melaksanakan seluruh kegiatan 10 lingkar
farmasi andil dalam pengelolaan perbealan farmasi, yang mana outputnya berupa
formularium. Pada era JKN ini, terdapat dua macam formularium yaitu, formularium nasional
dan formularium rumah sakit (berisi layaknya FORNAS dengan beberapa tambahan obat-
obat yang dianggap penting, efektif, efisien dengan EBM (evidence based medicine) yang
akurat). Salah satu contoh obat yang ditambahkan di dalam formularium nasional namun
tidak ada pada FORNAS ialah obat-obat stroke seperti pirasetam dan sitikolin. Untuk
pengadaan obat-oat diluar FORNAS harus dilakukan rapat oleh komisi farmasi terapi. Pada
penerapan era 4.0 di rumah sakit blambangan melakukan perbaruan diberbagai aspek, salah
satunya basis data. Seluruh perencanaan pengadaan obat, distribusi, pemesanan semuanya
sudah tercantum dalam basis data rumah sakit blambangan, yang mana untuk pengaturan
surat pesanan dilakukan oleh unit logistik. Untuk menghindari adanya kasus penggunaan obat
palsu, seperti kejadian yang pernah terjadi tempo dahulu, rumah sakit blambangan
menerapkan sistem chain supply management, yang mana alur obat yang akan di adakan
sangat jelas dan terbukti keresmiannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah
memastikan suatu obat diproduksi di pabrik yang memiliki NSBF, dan memiliki surat
penunjukan distributor. Apabila menggunakan cara tersebut, setidaknya apabila terdapat
masalah yang muncul dapat ditelusuri alur poin munculnya masalah tersebut.
Dalam proses penerimaan obat, seorang apoteker juga harus melakukan pengechekan
pada suhu sediaan apakah masih sesuai atau sudah terjadi perubahan. Pada saat penyimpanan,
hendaknya obat-obat yang bersifat termolabil di letakkan didalam lemari pedingin yang
diberi alarm, sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian suhu akan mudah untuk di ketahui.
Seorang apoteker juga harus mendata nomor batch dari sediaan-sediaan yang masuk maupun
keluar, hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya masalah seperti obat tanpa
identitas yang tidak diketahui sumber dan asalnya dari mana, namun wujudnya ada. Dengan
sistem basis data seperti saat ini, hal tersebut sangat penting karena semua perhitungan
jumlah sudah tersistem, sehingga sulit untuk melakukan pemalsuan.
Struktur organisasi yang terdapat pada instalasi farmasi rumah sakit harus memiliki
parameter mutu layaknya suatu rumah sakit. Sesuatu dikatakan baik apabila memenuhi
standar yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk terus mewujudkan cita-cita dan
harapan IFRS dalam melakukan pelayanan. Sikap seorang apoteker yang harus dilakukan
ialah plan, do, study dan change terhadap setiap persoalan yang muncul. Tetunya sikap
tersebut dapat diterapkan disetiap kegiatan yang dilakukan, baik dalam telaah resep,
pengelolaan ketersediaan obat, maupun pada saat pelayanan farmasi klinis seperti MESO,
PTO. Langkah lainnya ialah perlunya dilakuka goal achievement yang mana diterangkan
dengan jelas tujuan dan alasan dibentuknya suatu parameter mutu, sehingga diperoleh
kemajuan tetapi tetap berpedoman pada permenkes no. 72 tahun 2016.
Dalam menghadapi suatu permasalahan yang muncul dalam pelayanan kefarmasian,
maka perlu dilakukannya analisis terhadap kegagalan yang terjadi. Langkah awal yang dapat
dilakukan ialah dilakukannya evaluasi terhadap masalah yang muncul, kemudian di cari
pemecahan masalah yang sesuai, setelah itu dapat dilakukan perbaikan. Salah saatu contoh
permasalahan yang muncul di IFRS rumah sakit blambangan ialah kurang berperan aktifnya
salah satu atau salah dua anggota yang tidak berperan aktif dalam usaha pencapaian mutu,
sehingga dibuatlah suatu program berupa reward bagi karyawan terbaik, punishment bagi
karyawa yang melanggar dan terus dilakukan pengembangan aturan untuk mencapai mutu
yang diinginkan.
Pada era saat ini, pengadaan sediaan farmasi di rumah sakit dilakukan menggunakan
sistem e-katalok / e-purchasing. Sebagian besar daftar obat yang tertera dalam formularium
nasional juga terdapat dalam e-katalok sesuai dengan jasa layanan BPJS. Umumnya, obat-
obat yang tidak tercantum dalam e-katalok memiliki harga yang lebih mahal. Untuk obat-obat
yang dibutuhkan namun tidak termasuk dalam FORNAS, maka dapat dilakukan pemesanan
secara langsung mealui SP atau sistem PO (purchased order). kriteria khusus yang harus
diperhatikan saat memesan obat diluar FORNAS seperti :
1. Memiliki ED minimal lebih dari 6 bulan kecuali produk biologis
2. Dipilih harga yang tidak terlalu mahal
3. Spesifikasi khusus, seperti: harus sampai di rumah sakit pada waktu tertentu, dengan
kondisi suhu tertentu.
Pada prakteknya di rumah sakit blambangan selalu menggunakan PBF distributor
tidak menggunakan subdistributor, hal ini dikarenakan PBF non distributor tidak mendapat
surat dari pabrik. Untuk membeli sediaan farmasi pada kondisi mendesak, namun terjadi
kekosongan di rumah sakit maka, dapat digunakan sistem supply chain untuk tujuan
penyelamatan nyawa misalnya, levonox.

4.3.3 Komite Farmasi Dan Terapi


Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk merealisasikan
paradigma pelayanan kesehatan dari orientasi produk ke orientasi pasien. Salah satu siklus
pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah proses pemilihan. Pemilihan adalah kegiatan
untuk menetapkan jenis sediaan farmasi. Untuk melakukan proses pemilihan maka dibuatlah
Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan
terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang
selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Kriteria pemilihan
obat untuk masuk formularium rumah sakit yaitu:
1. Mengutamakan obat generik
2. Memiliki rasio risk-benefit yang paling menguntungkan penderita
3. Mutu terjamin, stabilitas dan bioavaibilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Memiliki rasio manfaat dan biaya yang tertinggi
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman yang paling dibutuhkan
untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau
Pengelolaan perbekalan farmasi di era JKN memiliki beberapa kendala, karena harus
dikelola efektif sehingga mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu
siklus pengelolaan adalah pemilihan obat yang efektif. KFT adalah komite yang berperan
dalam proses pemilihan. Sehingga beberapa peran KFT dalam mendukung JKN adalah :
 Formularium rumah sakit yang disusun oleh KFT mengacu pada Fornas
 Mengkaji dan merekomendasikan jika ada pasien yang membutuhkan obat yang belum
tercantum dalam Fornas1. Mengkaji dilakukan oleh KFT dari sisi farmakologi maupun
farmakoekonomi
Apabila dalam pemberian pelayanan kesehatan, pasien membutuhkan obat yang
belum tercantum dalam Fornas, maka hal ini dapat diberikan dengan ketentuan sesuai dengan
indikasi medis dan sesuai dengan standar pelayanan kedokteran dan hanya dimungkinkan
setelah mendapat rekomendasi dari Ketua Komite Farmasi dan Terapi dengan persetujuan
Komite Medik dan biayanya tidak boleh dibebankan kepada peserta. Selain itu, obat–obat
yang telah tercantum di dalam formularium rumah sakit namun tidak digunakan selama 6
bulan baik karena tidak adanya kasus atau karena terjadi perubahan tatalaksana akan di
evaluasi oleh KFT, kemudian apabila dirasa sudah tidak begitu dibutuhkan dapat dilakukan
review/recall obat tersebut dari formularium rumah sakit.
Dalam pengadaan obat-obat diluar formularium rumah sakit harus sangat
diperhitungkan dengan ketat, karena peran KFT terhadap pendapatan suatu rumah sakit
sangat amat penting. Obat-obat yang dapat diadakan diluar formularium rumah sakit harus
mendapat tanda tangan dari KFT, yang mana obattersebut harus memiliki EBM yang jelas,
baik dan apakah sediaan tersebut massuk dalam tanggungan BPJS atau tidak. Untuk kondisi
bencana atau musibah layaknya pandemi covid-19 ini, digunakan beberapa pedoman dan
tatalaksana baik dari dalam negeri maupun luar negeri, terkait pengadaan obat diluar
formularium dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena KFT dibuat dengan sifat adaptif
apabila terjadi kondisi-kondisi tertetu, namun juga perlu selektif agar tidak terjadi
penumpukan permintaan obat yang kurang sesuai oleh dokter. Perbaruan formularium rumah
sakit dilakukan selama 1 tahun sekali.

Sumber : Permenkes no. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Rumah Sakit
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai