Anda di halaman 1dari 154

HARAPANDI DAHRI

RENUNGAN
SEORANG MUSAFIR

Jakarta
1440H/2020M

157
Muqaddimah

Segala puji dan syukur atas rahmat dan karunia Allah Azza Wajalla
yang telah diberikan, mudah2an kita semua tetap dalam bimbinganNya
hingga menuju ke haribaan Ilahi Rabbil Izzati. Selawat serta salam tak
lupa dihadiahkan untuk khatmul anbiya’ khairul baraya yang telah
membawakan pada kita pelita penerang dari dzulmah kehidupan.
Semoga Allah mentaqdirkan kita dapat bersua dengan baginda Rasul.
Amin.
Kehidupan manusia mengalami pasang surut, bahagia dan sedih
datang silih berganti, kaya dan miskin menjadi urat nadi kehidupan, raja
dan rakyat jelata saling berinteraksi. Dulu dan sekarang memang sangat
jauh berbeda bagaikan lautan samuder dan daratan himalaya.
Kecerdasan dan kesadaran setiap insan dapat terlihat dari sikapnya
menjalani kehidupan, ada yang mampu mengambil I’tibar ada pula yang
acuh dari semua fakta dan cerita.

‫ار‬ َ ‫فَا ْعتَبِرُوا يَا أُولِي اأْل َب‬


ِ ‫ْص‬
Artinya: Maka insaflah dan ambilah pelajaran (dari peristiwa itu)
wahai orang-orang yang berakal fikiran serta celik mata hatinya. (QS.
Al-Hashr:02).

Kemampuan mengambil pelajaran, I’tibar bagi masing-masing


orang berbeda-beda, karena berbeda latar belakang dan peristiwa yang
melatarinya. Berbeda kemampuna membaca teks dan konteks serta
keahlian dalam mencerna bahasa-bahasa alam pun memiliki perbedaan.

157
Kehadiran buku “Renungan Seorang Musafir” yang ada di
tangan saudara ini diyakini dapat membantu sebagian kita untuk
menemukan jawaban dan membangkitkan rasa penasaran terhadap
perjalanan kehidupan yang kita jalani. Sajian buku ini terdiri dari
berbagai fatwa pengelaman penulis mahupun para ulama terdahulu yang
juga menyandarkan kehidupannya dengan bermusafir.
Kealfaan yang sering menjangkiti manusia, maka Allah dalam
firmanNya banyak mengingatkan kita demikian juga dengan baginda
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak sedikit menyebutkan
hadith beliau. Hal serupa juga para ulama menuliskan kitab-kitab
mengenainya seperti Imam Abu al-Laits al-Samarqandi menulis kitab
Tanbîh al-Ghâfilîn, lalu al-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Mubîn
membuat terjemahan dalam tulisan Jawi agar lebih memudahkan bagi
sebagian orang yang ingin mendalami persoalan tersebut.
Kehadiran karya ini sebagai salah satu hasil cipta manusia yang
dhaif tidak terlepas dari kekurangan, karenanya, jika para pembaca
mendapatkan kelafaan baik dalam bahasa, tulisan maupun pemikiran,
diharapkan memberikan solusi positif untuk dapat meningkatkan
kualitas dan alur fikirnya.
Salah satu bukti kesadaran bagi setiap insan adalah selalu
membuka pintu ucapan terimakasih bagi setiap orang yang sudah
berkontribusi dalam penyelesaiannya. Rasa syukur kepada Ibu bapak
sebagai sebab musabbab kehadiran penulis di atas dunia ini, Isteri
tercinta yang telah berlapang dada dalam berbagai waktu kebersamaan
dan kepada segenap rekan dan kontributor langsung mahupun tidak atas
jasa baiknya sehingga karya ini dapat terselesaikan dengan baik.

157
‫‪Jakarta, 17 April 2020‬‬

‫‪Kasih Sayang‬‬

‫خَلقِ ِه إِلَ ْي ِه أَ ْنفَ ُعهُ ْم لِ ِعيَالِ ِه‬


‫ق ُكلُّهُ ْم ِعيَا ُل هللاِ َوأَ َحبَّ ْ‬ ‫اَ ْل ْ‬
‫خَل ُ‬

‫‪157‬‬
Semua makhluk manusia itu Keluarga Allah. Yang paling dicintai Allah
yang paling berguna bagi sesama keluarganya. (Hadits Thabrany).
Hadits tersebut mengajarkan kita agar selalu saling menyayangi,
tidak saling menzolimi qaulan (ucapan) ataupun fi’lan (perbuatan).
Orang terbaik disisi Allah bukan mereka yang paling rajin rukuk dan
sujud melainkan mereka yang paling sayang dan lebih bermanfaat bagi
makuk Allah yang lain.
Imam al-Ghazali dalam kitab Mukâsyafat al-Qulub mengisahkan
sebuah cerita bahwa Nabi Allah Daud Alaihissalam membaca kitab
Zabur di beranda rumahnya lalu lewat di depannya seekor cacing merah
(al-Dûdat al-Hamra’), lalu dalam hati beliau terlintas “untuk apa Allah
menciptakan cacing merah ini”.
Serta-merta Allah taqdirkan cacing merah berkata;” Wahai Nabi
Allah Daud Alaihissalm; engkau bertanya kepada Allah mengapa Dia
menciptakan kami “para cacing merah”, ketahuilah bahwa setiap terbit
pajar sampai terbenam matahari kami diperintahkan Allah untuk
membaca subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu Akbar
1000 kali dan malam hari kami diminta membaca selawat kepada Nabi
Muhammad sebanya 1000 kali juga”.
Subhanallah, begitu besar makna dan tujuan diciptakannya
semua makhluk, tiada yang sia-sia hingga cacing merah pun diminta
membaca tasbih, tahmid, tahlil dan juga takbir sebagai wujud
pengagungan kepadaNya.
Masihkah kita merasa paling hebat, lalu dengan mudah tangan,
kaki, pikiran bahkan dengan cara semena-mena berbuat zolim pada
makluk Allah?, tidakkah kita malu, Allah menciptakan kita sebagai

157
makhkuk tersempurna namun akal tidak dimanfaatkan untuk zikrullah,
anggota badan yg hebat tidak disempurnakan untuk beribadah
kepadaNya!.
Cacing merah saja setiap pagi bertasbih, bertahmid, bertahlil dan
bertakbir dan malam hari membaca selawat kepada Nabi Muhammad
sebanyak 1000 kali, lalu kita yang katanya sebagai makhluk terbaik,
tersempurna tidak melakukan hal yang sama?, mengapa kita lebih
banyak lupa dan alfa, mengapa sikap dan amalan hati kita selalu
dipenuhi dg duniawi tanpa sedikitpun memperdulikan amalan akhirat.
Malulah pada cacing merah, malulah pada semut, malulah pada semua
makhluk Allah yang selalu patuh pada hakikat ia diciptakannya.

Tipuan Dunia

‫اخٌر َبْينَ ُك ْم َوتَ َك اثٌُر يِف اأْل َْم َو ِال‬ ِ ُّ ُ‫ْاعلَموا أَمَّنَا احْل ياة‬
ُ ‫ب َوهَلٌْو َو ِزينَ ةٌ َوَت َف‬ٌ ‫الد ْنيَا لَع‬ ََ ُ
ِ ٍ ِ
‫ص َفًّرا مُثَّ يَ ُك و ُن‬
ْ ‫يج َفَت َراهُ ُم‬ ُ ‫َّار َنبَاتُ هُ مُثَّ يَه‬
َ ‫ب الْ ُكف‬َ ‫َواأْل َْواَل د َك َمثَ ِل َغْيث أ َْع َج‬
ُ‫ض َوا ٌن َو َم ا احْلَيَ اة‬ ْ ‫اب َش ِدي ٌد َو َم ْغ ِف َرةٌ ِم َن اللَّ ِه َو ِر‬ ِ
ٌ ‫ُحطَ ًام ا َويِف اآْل خ َر ِة َع َذ‬
‫الد ْنيَا إِاَّل َمتَاعُ الْغُُرو ِر‬
ُّ

157
Artinya:
“Ketahuilah bahawa (yang dikatakan) kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah (bawaan hidup yang berupa semata-mata) permainan dan
hiburan (yang melalaikan) serta perhiasan (yang mengurang), juga
(bawaan hidup yang bertujuan) bermegah-megah di antara kamu
(dengan kelebihan, kekuatan, dan bangsa keturunan) serta berlumba-
lumba membanyakkan harta benda dan anak pinak; (semuanya itu
terhad waktunya) samalah seperti hujan yang (menumbuhkan
tanaman yang menghijau subur) menjadikan penanamnya suka dan
tertarik hati kepada kesuburannya, kemudian tanaman itu bergerak
segar (ke suatu masa yang tertentu), selepas itu engkau melihatnya
berupa kuning; akhirnya ia menjadi hancur bersepai; dan (hendaklah
diketahui lagi, bahawa) di akhirat ada azab yang berat (di sediakan
bagi golongan yang hanya mengutamakan kehidupan dunia itu), dan
(ada pula) keampunan besar serta keredaan dari Allah (disediakan
bagi orang-orang yang mengutamakan akhirat). Dan (ingatlah,
bahawa) kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan bagi
orang-orang yang terpedaya. (QS al-Hadîd/50:20)

Dalam sebuah Hadits Nabi kita Muhammad Sallallahu ‘Alaihi


Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, beliau bersabda;
 “Apabila engkau melihat Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan
kepada seorang hamba kenikmatan dunia dan segala isinya yang
dicintainya, maka ketahuilah itu hanyalah istidraj”.
 
Kemudian Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam membacakan al-
Qur’an Surat al-An’am/6:44:

‫اب ُك ِّل َش ْي ٍء َحىَّت إِ َذا فَ ِر ُح وا مِب َ ا أُوتُ وا‬ ِِ


َ ‫َفلَ َّما نَ ُس وا َم ا ذُ ِّك ُروا ب ه َفتَ ْحنَ ا َعلَْي ِه ْم أ َْب َو‬
‫اه ْم َب ْغتَةً فَِإ َذا ُه ْم ُمْبلِ ُسو َن‬
ُ َ‫َخ ْذن‬
َ‫أ‬
Artinya:
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu (kesenangan)
untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang
telah diberikan oleh mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba,
maka ketika itu mereka terdiam dan putus asa.
 

157
Dalam hadits tersebut, kita diingatkan oleh Nabi Sallallahu
‘Alaihi Wasallam agar jangan cepat kagum dengan manusia-manusia
yang bergelimang harta benda dan kekayaan, hidup keduniaannya
begitu makmur, seolah-olah apa yang diinginkannya pasti bisa terwujud
saat ini juga. Sedangkan mereka kafir, munafiq ataupun fasiq.
Terkadang ada manusia yang suka protes kepada Allah, “Ya Allah
mengapa si pulan begitu mudah memperoleh harta benda, segala
kehidupannya begitu mudah, padahal mereka adalah orang-orang yang
tidak mempedulikan perintah-Mu, bahkan kerap kali suka melakukan
maksiyat. Sedangkan kami, yang beriman kepada-Mu dan senantiasa
menjalankan perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu, tetap dalam
keadaan susah. Dimana letak keadilan-Mu ya Allah.
Padahal realitas sesungguhnya adalah dengan bertambahnya
kekayaan bertambah pula problematikanya dan tanggungjawabnya di
akhirat.
Dalam hadits ini juga, kita diajarkan sebuah sikap agar selalu
berhati-hati karena keberlimpahan harat dan kekayaan kadang istidraj.
Tertipu oleh bergelimang harta benda, tetapi melupakan agama, dia lupa
dari mana dia berasal dan akan kemana dia setelah kematian
menjemputnya.
Keadaan seperti ini terus diberikan Allah bagi mereka dengan
segala kenikmatan dunia sampai kematian datang kepada mereka secara
tiba-tiba sehingga mereka tidak dapat mengelak lagi. Pada saat itu yang
ada hanyalah penyesalan, sebagaimana yang digambarkan oleh Al-
Qur’an:

157
ۡ‫ص لِ ًحا َغ ۡيَر ٱلَّ ِذي ُكنَّا نَ ۡعَم ۚ ُل أ ََو مَل م‬ ِ
َٰ ‫ ُخو َن ف َيه ا َربَّنَ ٓا أَ خِر ۡنَج ا نَ ۡعَم ۡل‬t‫صِر‬
ۡ َ‫َو ُه مۡ يَ ۡط‬
ِ ‫َّذي ۖ ُر فَ ُذوقُواْ فَما لِل ٰظَّلِ ِمني ِمن ن‬
‫َّص ٍري‬ ِ ‫نُع ِّم ۡرُكم َّما يت َذ َّكر فِ ِيه من تَ َذ َّكر وجٓاء ُكم ٱلن‬
َ َ ُ َ َََ َ ُ ََ َ
 
Artinya:
“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu,’ya Tuhan kami
keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal saleh
berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan’. Dan apakah kami
tidak memanjangkan umur kamu dalam masa yang cukup untuk berfikir
bagi orang yang mau berfikir, dan apakah (tidak) datang kepadamu
pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab kami) dan tidak ada bagi
orang yang zalim seorang penolong pun (QS. Al Fatir:37)
 
Ketahuilah bahwa kita berada dalam ruang dan waktu. Waktu terus
bergulir, bergerak maju, tak pernah berhenti apalagi mundur. Hidup itu
juga bagaikan garis lurus yang tak pernah kembali ke masa yang lalu,
dan bergerak terus sampai ke titik terakhir. Sedangkan di sisi lain amal
saleh kita tidak berjalan sebagaimana berjalannya waktu.
Karena itu dalam hadits yang lain, Nabi Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam. juga mengingatkan kita agar bersegera melakukan amal saleh
sebelum terlambat, beliau bersabda:
“Bersegeralah kalian untuk melakukan amal saleh sebelum
datangnya fitnah sebagaimana gelapnya malam gulita. Pagi-pagi
seseorang beriman, sore harinya kafir. sore harinya beriman,
paginya dia kafir.”

Karena itu marilah kita sebagai sebagai hamba Allah: pertama,


harus benar-benar memperhatikan perjalanan hidup kita yang selama ini

157
telah kita nikmati. Apakah amal saleh kita sudah lebih banyak dari pada
jumlah usia kita, atau barangkali sama, atau barangkali jauh lebih
kurang amal saleh kita daripada umur kita.
Kedua, marilah kita berkomitmen untuk senantiasa fokus ke
akhirat dan amal saleh, dalam arti segala aktifitas kita -baik
hablumminallah atau pun hablumminannas- selalu kita arahkan untuk
meraih ridho Allah daripada hanya mengejar kesenangan duniawi
belaka yang tiada ujung dan tiada akan pernah puas.
Ketiga, Beribadahlah kepada Allah dengan penuh ikhlas dan
merendahkan diri, marilah kita lakukan dengan sungguh-sungguh
kehidupan dunia dalam rangka mencari karunia-Nya apapun profesi
kita, semata-mata dalam rangka meningkatkan kehambaan kita kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga Allah senantiasa membimbing
kita ke jalan-Nya.

‫اد‬ ِ ۡ ‫َّك َت َقلُّب ٱلَّ ِذين َك َفرواْ يِف ٱ ۡلبِ ٰلَ ِد مٰتَع قَلِيل مُثَّ م ۡأو ٰىه مۡ جهنَّ ۖ ُم وبِ ۡئ‬
ُ ‫س ٱ لم َه‬
َ َ ََ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ‫اَل َيغَُّرن‬ 

Artinya:
“Janganlah kalian ditipu oleh kebebasan orang-orang kafir di
negerinya. Mereka memperoleh kenikmatan sedikit saja kemudian
ditempatkan di neraka jahannam sebagai seburuk-buruknya tempat.”
(QS. Ali Imron: 196-197)
 

157
Ilmu yang Berkesan
 
Jadilah orang yang berilmu (‘Aliman), atau penuntut ilmu
(Muta’alliman) atau pendengar ilmu (Mustami’an) dan jangan jadi yang
keempat (Jahilan), maka engkau akan celaka.

ِ ‫اه ُر لِْل َه َوى الْ َق انِ ُع لِ َّلن ْف‬


‫س‬ ِ ‫اهلل والْعِْلم النَّافِع ه و الْ َق‬
ِ ِ ِ ِ
َ ُ ُ ُ َ ‫اَلْع ْل ُم النَّاف ُع َي ْل ُز ُم اخْلَ ْش يَةَ م َن‬
(‫اهلل) ابن عطاء اهلل يف تاج العروس‬ ِ ‫والْعِْلم النَّافِع هو الَّ ِذي يسَتعا ُن بِِه علَى طَاع ِة‬
َ َ َ ْ ُ ْ َُ ُ ُ َ

Maksudnya: “Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang dapat menguatkan rasa
takut kepada Allah Azza Wajalla, ilmu yang berguna ialah ilmu yang dapat
mengalahkan ajakan nafsu dan ilmu yang berfaedah ialah ilmu dijadikan
media untuk selalu berbuat taat kepada Allah”.

157
Keberkatan ilmu tercermin dalam tiga hal utama yakni dapat
memberikan dan menguatkan rasa takut kepada Allah, mampu
mengalahkan ajakan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat
dan memberikan faedah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Rabbul
Izzati.
Ketika tiga hal yang ditegaskan oleh al-Syaikh Ibn ‘Athaillah
tersebut dapat dirasakan pada ilmu yang telah dihasilkan, maka ilmu
itulah yang dinamakan ilmu berkat, jika sebaliknya, ilmu tiada memberi
rasa takut, tiada membantu mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa
dan tiada dapat menangkal ajakan-ajakan hawa nafsu, maka ilmu
tersebut akan mengundang murkanya Allah. Nauzu billah min zâlik.
Dalam ungkapan lain dengan maksud yang sama al-Syaikh
berkata;
ِ
ْ َ‫َخْيُر الْع ْل ِم َما َكان‬
(‫ت اخْلَ ْشيَةُ َم َعهُ )ابن عطاء اهلل يف احلكم‬
Maksudnya:“Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang dapat merangsang kita
untuk selalu takut (taqwa) hanya kepada Allah Sang Maha Pencipta”.

‫ُّج ْوِم‬
ُ ‫س َوالْ َق َم ِر َوالن‬ َّ ‫ص ْو َر ِة‬
ِ ‫الش ْم‬ ِ
ُ ‫َح َس ُن م ْن‬
ْ ‫ص ْو َرتُهُ أ‬
ُ ‫ت‬ْ َ‫ص ْو َرةٌ لَ َك ان‬
ِِ
ُ ‫لَ ْوك اَ َن ل ْلع ْل ِم‬
(٩٠:‫الس َم ِاء ) املنهج السوي‬ َّ ‫َو‬

Maksudnya: “Sekiranya ilmu itu berwujud (memiliki bentuk seperti


tubuh), niscaya keindahan bentuknya jauh lebih baik dibandingkan
matahari, bulan, bintang dan juga langit (sebagai tempat keindahan
yang ditampilkan melalui kelap-kelipnya bintang)”.
 

157
Ungkapan yang sangat dahsyat, ilmu itu abstrak (tiada
berbentuk, tiada pula dapat dirasa), sekiranya berbentuk maka ilmu jauh
lebih baik dibandingkan makhluk-makhluk Tuhan yang sangat memberi
faedah dalam keberlangsungan kehidupan alam raya.
Karena itulah, pemilik ilmu memiliki derajat yang jauh lebih
utama dan tinggi dibandingkan makluk Allah yang lainnya, orang
berilmu disejajarkan dan diangkat oleh Allah untuk menjadi saksi dihari
kemudian. Orang berilmu memiliki tempat yang sangat agung yakni
surga jannatin na’im.

،‫ك‬ِ ‫السالَم بنْي َ الْع ْل ِم والْم ِال والْم ْل‬ ِ ِ ٍ َّ‫قاَ َل ابن عب‬
ُ َ َ َ َ َ َ َّ ‫ ُخِّيَر ُسلَْي َما َن َعلَْيه‬:ُ‫اس َرض َي اهللُ َعْنه‬ َ ُْ
‫ ومثل ه يف‬٩٠:‫ك َم َع الْعِْل ِم) (املنهج الس وي‬ َ ‫اختَ َار اْلعِْل َم فَأ َْعطَ اهُ اهللَ الْ َم‬
َ ‫ال َوالْ ُم ْل‬ ْ َ‫ف‬
)١٥:‫درة الناصحني‬

Maksudnya: “Ibnu Abbas Radliyallahu anhu berkata; Nabi Sulaiaman


diberikan pilihan oleh Allah, antara ilmu, harta dan juga kerajaan.
Maka Nabi Sulaiman memilih ilmu, lalu Allah anugerahkan kepadanya
harta dan juga jabatan”.
 
Jika diamati bahwa ilmu dapat menghasilkan harta dan juga
pangkat, maka Nabi Sulaiman tahu betul posisi ilmu karena itu ia
memilih ilmu. Seandainya beliau memilih harta atau kerajaan (jabatan)
maka Allah hanya akan memberikan apa yang ia pilih, tetapi karena
ilmu, maka harta dan jabatanpun menjadi ikutan.
Dengan ilmu hidup kita menjadi mudah, sebab ilmu segala
persoalan terselesaikan, melalui ilmu susah berubah menjadi senang dan
dengan ilmu derajat manusia –disisi Allah- menjadi mulia.

157
Hidup bahagia di dunia dengan ilmu, hidup bahagia di akhirat
dengan ilmu, hidup nikmat di dunia dan akhirat sebab ilmu. Hal tersebut
telah ditegaskan imamuna al-Syafi’i dalam ucapan populisnya:
ِ ْ‫ من أَراد ال ُّد ْنيا َفعلَي ِه بِ الْعِْل ِم ومن أَراد ا‬:‫الش افِعِي ر ِض ي اهلل عْن ه‬
‫آلخ َر ِة َف َعلَْي ِه‬ َ َ ْ ََ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ َ َ ْ َّ ‫قَ َال‬
)١/٥٩:‫ ومثله يف البيان‬٩١:‫اج إِلَْي ِه يِف ْ ُك ٍّل ِمْن ُه َما (املنهج السوي‬ ِ ِ ِ
ُ َ‫بالْع ْل ِم فَإنَّهُ حَيْت‬

Maksudnya: “Sesiapa yang ingin kehidupan dunia lebih baik hendaklah


mencari ilmu, sesiapa yang menghendaki kebahagiaan hidup di akhirat
hendaklah bersungguh-sungguh mencari (memahami) ilmu, kerana
hanya dengan ilmulah manusia akan mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat”.
 
Syarat menggapai sebuah kebahagiaan dalam pandangan Imam
al-Syafi’i ialah menguasai ilmu pengetahuan.  Ingin hidup di alam dunia
dengan kebahagiaan tanpa ilmu adalah imposible, apalagi menggapai
manisnya hidup akhirat tidak akan pernah (mustahil) tanpa ilmu
pemngetahuan.  Ibadah yang dijalankan tanpa pengetahuan tertolak
(mardûdatun), salat yang kita jalankan tanpa didasari  ilmu, hanya lelah,
letih saja yang akan didapatkan.
Lebih jauh al-Habib Zain ibn Ibrahim ibn Smith dalam kitab al-
Minhâj al-Sâwî menjelaskan bahawa Allah akan memberikan dunia
kepada orang yang disukai maupun mereka yang dibencinya, sedangkan
ilmu hanya akan diberikan kepada mereka yang dicintai Allah.

‫ َوالَ يُ ْع ِطى اْلعِْل َم إِاَّل َم ْن حُيِ بُّهُ ِم َن‬،‫ب‬


ُّ ِ‫ب َو َم ْن اَل حُي‬
ُّ ِ‫َن ال ُّدنْياَ يُ ْع ِطْي َه ا اهللُ َم ْن حُي‬
َّ ‫أ‬
)١١٠:‫اْأل َْبَرا ِر (املنهج السوي‬

157
Maksudnya: “Ketahuilah bahawa sesungguhnya dunia diberikan kepada
semua orang baik yang dicintai mahupun yang dibenci Allah, sedangkan ilmu
hanya diberikan kepada orang-orang yang dicintai Allah”.
 
Kalimat tersebut bermaksud bahawa jika ingin dicintai Allah,
maka cari dan tuntutlah ilmu, lalu setelah engkau dapatkan, amalkan
sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Imam Ali Karramallâhu Wajhahu berkata bahawa ilmu jauh lebih
mulia dibandingkan harta benda, ilmu akan menjagamu dari perkara
yang dilarang Allah sedangkan harta engkaulah yang akan menjaganya
dari para pencuri, ilmu akan terus berkembang jika diamalkan (dishare)
sedangkan harta akan berkurang jika didistribusikan dan ilmu itu akan
menjadi hakim (pemutus perkara) sedangkan pemilik harta akan
menjadi terdakwa (dipertanyakan).

ِ
‫س‬ُ ‫ت حَتْ ُر‬ َ ْ‫ك َوأَن‬َ ‫ اَلْعِْل ُم حَيْ ُر ُس‬،‫ اَلْعِْل ُم َخْي ٌر ِم َن الْ َم ِال‬:ُ‫قَ َال اْ ِإل َم ُام َعلي َكَّر َم الَّلـهُ َو ْج َه ه‬
ُ ‫ اَلْعِْل ُم َحاكِ ٌم َوالْ َم‬،َ‫الن َف َقة‬
‫ال حَمْ ُك ْو ٌم‬ َّ ُ‫صه‬ َ ‫ال ُتْن َق‬
ُ ‫اق َوالْ َم‬ ِ ‫ اَلْعِْلم يَز ُّكو علَى اإْلِ ْن َف‬،‫ال‬
َ ْ ُُ َ ‫الْ َم‬
)١٠٠:‫ ومثله يف النصائح الدينية‬٨٩:‫)املنهج السوي‬  ‫َعلَْي ِه‬
Maksudnya: “Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu menjagamu dan harta
engkau yang menjaganya, ilmu bertambah ketika diajarkan (di-share)
sedangkan harta berkurang saat dibagi dan ilmu itu hakim (yang bertanya)
sedangkan harta akan dipertanyakan (al-mahkum)”.
Ungkapan tersebut menunjukkan betapa berharganya ilmu dan
pemilik ilmu, mulianya pemilik ilmu tidak dapat dibandingsamakan
dengan pemilik harta. Tetapi zaman modern, banyak orang memiliki
persepsi terbalik, ia mencari dan menumpukkan harta untuk menjadikan

157
dirinya penguasa, ia lupa bahwa harta dan kekuasaan tanpa ilmu sia-sia
tak bermakna bahkan akan menjadi beban ketika menghadap ilahi rabbi.

Sadarlah sebelum terlambat

ٓ
َ ِ‫ُوا ٱهَّلل َ فَأَن َس ٰىهُمۡ أَنفُ َسهُمۡۚ أُوْ ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ۡٱل ٰفَ ِسقُون‬ ْ ‫وا َكٱلَّ ِذينَ نَس‬
ْ ُ‫َواَل تَ ُكون‬

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang telah melupakan (perintah-
perintah) Allah, lalu Allah menjadikan mereka melupakan (amal-amal yang baik
untuk menyelamatkan) diri mereka. Mereka itulah orang-orang yang fasik –
derhaka.

Firman Allah Ta’ala dalam hadits Qudsi;” Wahai HambaKu,


sampai kapan engkau berbuat maksiat keoadaKu, Akulah yang
memberimu rezeki, Aku pula yang memperindah pencitaanKu, Aku
menghalusi parasmu dengan tanganKu sendiri, sebahagian jiwaKu
kutitipkan padamu, tidakkah engkau sadar untuk berbuat taat kepadaKu,
mengapa engkau masih terus berbuat maksiat kapadaKu?”.
Subhanallah, Allah telah memberikan sebagian jiwaNya untuk
kita bergerak, lalu mengapa kita tidak malu, jiwa yang kita pakai ialah
sebagian jiwa Allah, ya Rabb, mestinya kita malu dan sadar. Tidakkah
kita ingat pada hari pertanggungjawaban, pada hari itu, mulut terkunci
rapat, tangan, mata, telinga, kaki dan semua anggota badan akan
bersaksi terhadap apa yang telah dilakukan di atas dunia, tiada mampu

157
berkata bohong mahupun rasa sombong. Tidakkah kita hayati firman
Allah dalam surat yasin;

ِ ‫الْيوم خَن ْتِم علَى أَْفو ِاه ِهم وتُ َكلِّمنَا أَي ِدي ِهم وتَ ْشه ُد أَرجلُهم مِب َا َكانُوا يك‬
‫ْسبُو َن‬ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ ْ ُ َ ْ َ َ ُ َ َْ
Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada
Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa
yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
 
Pada hari kiamat, mulut orang-orang kafir akan ditutup lalu
tangan dan kaki mereka akan berbicara atas apa yang telah mereka
perbuat di dunia. Ini juga keadaan orang munafik pada hari kiamat.
Setiap anggota tubuh akan berbicara pada hari kiamat kelak.
Sebelum semua itu terjadi sadarlah, manfaatkan waktumu yang
tersisa, mulai dari saat ini, sebab saat inilah yang menjadi milik kita,
kemarin telah berlalu dan esok belum tentu.

157
 
Tertawa & Menangis

َ ‫وا يَ ۡك ِسب‬
‫ُون‬ ْ ُ‫يرا َجزَٓا ۢ َء بِ َما َكان‬ ْ ‫وا قَلِياٗل َو ۡليَ ۡب ُك‬
ٗ ِ‫وا َكث‬ ۡ َ‫فَ ۡلي‬
ْ ‫ض َح ُك‬

Oleh itu bolehlah mereka ketawa sedikit (di dunia ini) dan mereka akan menangis
banyak (di akhirat kelak), sebagai balasan bagi apa yang mereka telah usahakan.

Jika engkau mengetahui apa yang aku ketahui, maka tangismu akan jauh lebih
banyak dibandingkan riuh-rentah tawamu. (Al-Hadits).

Ada tiga perkara yang membuat aku tertawa dan tiga perkara yang menyebabkan
aku menangis (Abu Darda')

Aku tertawa dari Para pencinta dunia, mereka tidak takut bahwa
kematian senantiasa mengintainya, aku tertawa dari orang yang lalai,
mereka tidak sadar bahwa Malaikat Allah –Munkar wa Nakir-- selalu
mencatat apapun yang dilakukannya dan aku tertawa dari mereka yang
hidup berfoya-foya, mereka tidak berpikir kehidupan setelah kematian.
Aku menangis karena kekhawatiranku apakah akan mendapatkan
ridha ataukah murka Allah, apakah amal yang kita lakukan dapat
menjadi penolong atau menjerumuskan kita dalam murka Allah dan
apakah Allah akan merahmati kita atau memberikan azabNya.
Renungkan firman Allah dalam surat al-Tawbah/9:82,
artinya:”Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak,
sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”.

157
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda,
artinya;”Seandainya kalian mengetahui apa-apa yang aku ketahui maka
pastilah kalian akan sedikit tertawa melainkan banyak menangis”. (H.R.
Muslim).
Dari kedua-dua makna nash al-Qur’an dan hadits tersebut, maka
dapat dipastikan bahwa jika kita mengetahui apa-apa yang diketahui
oleh baginda Rasulullah sallallahu ‘Alaihi Wasallam tangis sedih akan
selalu terdengar dari setiap kita, tawa riang gembira akan lenyap dibawa
angin-angin kesedihan. Dalam beberapa hadits lain Rasul juga
menegaskan manfaat menangis karena takut (taqwa) kepada Allah ialah
tidak akan tersentuh mata seorang kamu yang menangis karena
Khaufnya kepada Allah Azza Wa Jalla.
Tangis sedih dan takut hanya kepada Allah Azza Wajalla, bukan
karena takut hidup miskin, bukan pula takut jabatan hilang, bukan
karena popularitas sirna. Tangis yang didasarkan pada al-khauf
minallah adalah tangis yang dapat menjauhkan jasad dari sengatan api
neraka, tangis yang dapat mendekatkan bahkan membawa kita masuk ke
dalam surga Allah.
Antara tangis yang dapat memberikan perlindungan dari panas
dan ganasnya terik matahari di Padang Mahsyar ialah tangis seseorang
di malam hari sambil tersungkur dalam sujud khaufan lillah, seperti
dijelaskan Rasulullah dalam haditsnya yang bermaksud;
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada
hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. (1) Pemimpin yang
adil, (2) Seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah
kepada Allah, (3) Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid, (4)
Dua orang yang saling mencintai kerana Allah berkumpul dan berpisah
kerana Allah juga, (5) Seorang lelaki yang di ajak zina oleh wanita yang
kaya dan cantik tapi ia menolaknya sambil berkata ‘Aku takut kepada

157
Allah’, (6) Seseorang yang bersedekah dengan menyembuyikannya
hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan
kanannya, serta (7) Seorang yang berzikir kepada Allah di kala sendiri
hingga meleleh air matanya basah kerana menangis.” (Sahih Bukhari).

Jadi orang yang akan mendapatkan naungan dimana tidak ada


naungan selain naungan Allah Azza Wajalla ialah mereka yang
mengeluarkan air mata (menangis) saat berzikir (ingat) kepada Allah.
Dan mereka yang menangis sedih karena amalnya berkurang saat ibadah
dijalankan.
Pada suatu hari Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam masuk ke
dalam masjid Nabawi dan mendapati sebagian sahabat beliau sedang
tertawa dengan sedikit mengeluarkan suara, lalu beliau berkata; Jika
kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka kalian akan bersedih dan
sedikit tertawa. Mendengar kalimat tersebut, lalu para sahabat Nabi
mulai merenung dan terisak-isak dalam tangisan sedih karena apa yang
disabdakan Rasulullah amat menyentuh hati dan pikiran mereka.
Subhanallah, tertawa sebagai ekpresi bahagia boleh-boleh saja
dilakukan, namun jangan terlalu hanyut dalam tawa tanpa berpikir
tentang apa yang sedang dan akan terjadi pada masa akan datang.
Jangan pula tertawa diatas kesedihan saudaramu. Bersedihlah saat
engkau melihat kesedihan saudaramu dan bantulah ia mengatasi
problemnya sehingga tawa bahagia ia rasakan. Allah akan selalu
menolongmu saat engkau dapat memberi pertolongan kepada orang lain.

157
Obat amal yang rusak

َ ‫ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين هُمۡ يُ َرٓا ُء‬
‫ون‬
(Juga bagi) orang-orang yang berkeadaan riak (bangga diri dalam
ibadat dan bawaannya). Sesungguhnya yang paling aku takutkan terjadi
pada kalian (ummatku) al-syikr al-ashghar (syirik kecil) yakni al-riya’.

157
Allah Subhanahu wata’ala memberikan solusinya dengan
menjalankan ibadah dengan ikhlash.

ْ tُ‫لَ ٰوةَ َوي ُۡؤت‬t‫ٱلص‬


‫وا‬t ْ t‫ٓا َء َويُقِي ُم‬ttَ‫ ِّدينَ ُحنَف‬t‫هُ ٱل‬tَ‫ينَ ل‬t‫ص‬
َّ ‫وا‬t ِ ِ‫وا ٱهَّلل َ ُم ۡخل‬ْ ‫َو َمٓا أُ ِمر ُٓو ْا إِاَّل لِيَ ۡعبُ ُد‬
ُ ‫ٱل َّز َك ٰو ۚةَ َو ٰ َذلِكَ ِد‬
‫ين ۡٱلقَيِّ َم ِة‬
Pada hal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah
Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepadaNya, lagi tetap teguh di atas
tauhid; dan supaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi
zakat. Dan yang demikian itulah Ugama yang benar.

Antara perkara maksiat bathin yang paling ditakuti Rasulullah


akan terjadi pada setiap ummatnya ialah perilaku syirk kecil yakni riya’
(pamer) terhadap segala ibadah yang sudah dan sedang ia lakukan.
Seharusnya ibadah hanya dipersembahnya kepada Allah semata tanpa
tujuan-tujuan selainNya, ikhlash merupakan lawan kata dari sifat ini,
ikhlash dalam beribadah bermakna tiada lain tujuan ibadah kita hanya
kepadaNya semata, setelah kita lakukan ibadah tidak pula dipamerkan
kepada manusia lain.
Ketahuilah bahwa amalan manusia yang diterima disisi Allah,
hanyalah amalan yang dijalankan semata-mata karena Dia Yang Maha
Kuasa, lainnya tidak. Kondisi dan perilaku seperti ini telah ditegaskan
Allah melalui hadits Qudsi yang artinya:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Rabb yang tidak
memerlukan sekutu, karena itu siapa saja yang melakukan suatu
perbuatan, kemudian Aku disekutukan padanya, maka aku pastikan
bahwa amalnya tidak akan ‘Aku terima, ketahuilah bahwa amalan yang
‘Aku terima hanyalah yang dipersembahnya semata-mata untukKu”.

Dan orang-orang yang berlaku riya’ dalam segala aktivitasnya,


nanti di hari kiyamat akan dipanggil dengan empat nama panggilan, hai

157
kafir (ayyuhal kâfirȗn) , hai pendosa (ayyuhal ‘Âshî), hai penghianat
(ayyuhal khiyânah) dan hai orang yang merugi (ayyuhal Khâsir). Lalu
dilanjutkan dengan khitab (panggilan) Allah kepadanya; ”telah sesat
usahamu dan batal pahalamu, karena itu, pada hari ini tiada bagian
untukmu, carilah pahala (bagianmu) dari orang-orang yang engkau
beramal karenanya”.
Al-syaikh Mathraf telah menegaskan dalam perkataannya bahwa
Sesungguhnya aku lebih suka tertidur sepanjang malam dan bangun
pagi-pagi dalam keadaan menyesal karena tidak melakukan ibadah
malam (qiyamullail) daripada sepanjang malam aku lakukan ibadah
namun ketika bangun pagi aku berbangga hati karena telah melakukan
ibadah (qiyamullail).
Dari ucapan al-Syaikh dapat dilihat bahwa amalan qiyâmullail
yang begitu dahsyat derajatnya disisi Allah, jika dilakukan lalu
disebarkan dengan tujuan untuk pamer kepada khalayak ramai, maka
tiada mendapatkan pahala disisi Allah, rugi dan muflis akan didapatkan.
Tiada upah berupa surga Allah di akhirat, karena itulah Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi wasallam dalam hadits beliau (artinya) bersabda;
“Surga berkata; Aku diharamkan terhadap setiap orang yang
bakhil (pelit) dan mereka yang bersikap riya’ dalam beramal”.

Kata pelit (bakhil) dalam hadits tersebut ialah mereka yang malas
mengucapkan sebaik-baik perkataan yakni;”Laa Ilaaha Illallah
Muhammadurrasulullah”. Dan yang diinginkan dari kata riya’ ialah
mereka yang beramal dengan tujuan makhluk dan seburuk-buruk riya’
ialah mereka yang memperlihatkan iman dan ketauhidannya, namun
hatinya terdapat dusta.

157
Orang-orang yang memelihara sikap riya’ dalam dirinya akan
mendapatkan kerugian jauh dari rahmat Allah, jauh dari Surga, jauh dari
kasih sayangNya. Dekat dengan murka Allah dan dekat dengan azab
Allah.
Semoga kita semua terhindar dari sikap dan sifat al-riya’ dan
berharap Allah memasukkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang
ikhlash dalam berbuat taat kepadaNya.

Tingkatan Taqwa

ْ ،‫رضي اللَّه عنهما‬


‫عن‬ ٍ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ وأيب‬،‫عن أيب َذٍّر ُجْن ُد ِب بْ ِن ُجنَاد َة‬
َ ‫عبدالرَّمْح ن ُمعاذ بْن جبل‬
َّ ‫ت وأَتْبِ ِع‬
َ‫السيِّئَةَ احْل سنة‬ َ َ‫ ق‬،‫رسول اللَّ ِه ﷺ‬
َ ‫ات َِّق اللَّهَ َحْيثُ َما ُكْن‬ :‫ال‬
ِ
ُّ ‫رواهُ الت ِّْر‬ ‫َّاس خبُلُ ٍق َح َس ٍن‬
‫مذي‬ ِ َ ،‫مَتْ ُح َها‬
َ ‫وخالق الن‬
Takutlah kepada Allah dimana pun engkau berada, ikutilah perbuatan
maksiat dengan amal kebajikan, maka akan terhapus (HR. al-Turmudzi)

Al-Syaikh Ibnul Qayyim dalam "al-Fawaid sebagai yang dikutip


dalam Rahatul Qulub, hal:12. Menjelaskan bahwa al-taqwa memiliki
tiga dimensi.

157
Pertama; Menjaga hati (al-Qalb) dan anggota badan (al-
Jawârih) dari perbuatan dosa dan perkara-perkara yang diharamkan (al-
Muharramât). Al-Jawârih disini dimaksudkan adalah tujuh anggota
badan (al-Hawâs al-Sab’ah) yakni dua mata (al-Ainain), dua telinga
(al-Uzdunain), hidung (al-Anfu), duia tangan (al-Yadain), dua kaki (al-
Rijlain), kemaluan (al-farj) dan perut (al-bathn).
Kedua; Menjaga hati (al-Qalb) dan anggota badan (al-Jawârih)
dari perkara yang dibenci (al-Makruhât) dan. Perkara-perkara makruh
adalah perbuatan yang jika dilakukan tidak mendapatkan dosa, namun
dibenci Allah, dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala (al-Tsawâb).
Ketiga; Menjaga hati (al-Qalb) dan anggota badan (al-Jawârih)
dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat (Mâ Lâ Ya'nîhî). Perkara
yang tidak memberi manfaat bagi diri dan juga orang lain mestilah
ditinggalkan, karena itulah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda yang maknanya;
“Antara kebaikan Islam seorang kamu ialah jika meninggalkan
perkara-perkara yang tidak bermanfaat secara pribadi
maupun kolektif” (Al-Hadits).

Terdapat tiga manusia dalam meninggalkan perkara-perkara yang


ditegah Allah; tingkatan pertama akan memberikan kebahagiaan dalam
hidup, karena telah menjauhkan diri dari perkara yang diharamkan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kedua dapat memberikan kesehatan karena
perkara-perkara makruh seperti menghisap rokok dapat merusak jantung
dan tingkatan ketiga akan mewarisi ketenangan hidup dan selalu
merasakan kedekatan dengan Allah Azza Wajalla.

157
Meninggalkan perkara haram merupakan wujud ketaatan yang
paling besar, karena perkara haram terkadang digemari oleh hawa nafsu
dan hawa nafsu sangat tersiksa jika diajak untuk menjauh dari perkara-
perkara yang haram, oleh karena itulah nilai ibadahnya disisi Allah
sangat tinggi. Hujjat al-Islam Imam al-Ghazali memasukkannya dalam
al-shabru ala al-Ma’siat (sabar dalam menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat), ketinggian derajat yang akan diperoleh di akhirat (surga)
setinggi langit ketujuh dan bumi yang ketujuh.
Meninggalkan perkara makruh termasuk ajaran yang dapat
mendekatkan diri kita kepada Allah, makruh itu berarti dibenci jika kita
melakukannya dan terpuji bagi mereka yang dapat menjauhkan diri dari
amalan-amalan tersebut. Semoga kita termasuk orang dapat
menjauhkan diri dari perkara-perkara haram dan juga yang makruh,
amin.

157
Manfaat Zikrullah

ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ۡ ٗ ‫ٱلَّ ِذينَ يَ ۡذ ُكرُونَ ٱهَّلل َ قِ ٰيَ ٗما َوقُع‬


‫ت‬ ِ ‫ُودا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِهمۡ َويَتَفَ َّكرُونَ فِي خَل‬
ِ َّ‫اب ٱلن‬
‫ار‬ َ َ‫ض َربَّنَا َما خَ لَ ۡقتَ ٰهَ َذا ٰبَ ِطاٗل س ُۡب ٰ َحن‬
َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬ ِ ‫َوٱ َ ۡر‬
‫أۡل‬

Orang-orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api
neraka". (QS. Ali Imran: 191).

Orang yang rajin berzikir akan selalu merasakan aman dalam


kehidupannya sedangkan orang yang mengabaikan Zikrullah
--walaupun aman-- selalu merasa takut dalam menjalani kehidupannya.
Zikrullah menjadikan orang aman dari segala ketakutan, aman
dari segala kegelisahan, aman dari semua kesedihan dan aman dari
godaan setan yang terlaknat.

157
Orang yang mengabaikan zikrullah, hatinya akan gelisah, kering
tak menentu arah, kekayaan yang dimiliki hanya akan terasa menjadi
beban, kesuksesan yang dicapainya akan membuat hatinya semakin jauh
dari rasa aman.
Orang yang berzikir akan terlihat dari wajahnya yang berseri-
seri, tergambar dari perilakunya yang perduli kepada semua makhluk
Allah, sayang kepada mereka yang papa, cinta kepada orang sebaya,
mendahulukan mereka yang memerlukan –bahkan—dari dirinya sendiri.
Orang yang berzikir berarti tidak egois, tidak mau menang
sendiri, tidak membiarkan manusia lain menderita dan tersakiti oleh
ucapan maupun oleh tingkah lakunya. Orang yang berzikir berarti
perilakunya selalu memberi rasa aman, senantiasa menyiramkan air-air
kesejukan, tidak membakar semangat orang lain untuk melakukan
pembangkangan baik kepada dirinya ataupun untuk orang lain ataukah
kepada Allah Rabbul Izzati.
Zikir berarti mengingat sesuatu atau menyebut setelah lupa atau
makna yang lain adalah berdoa kepada Allah. Mengingat Allah
dimanapun, kapanpun adalah wujud zikrullah yang sebenarnya.
Imam an-Nawawi mengatakan bahwa berzikir adalah suatu
amalan yang disyari’atkan dan sangat dituntut di dalam Islam. Ia dapat
dilakukan dengan hati atau lidah. Afdhalnya dengan kedua-duanya
sekaligus.  Sedangkan dalam pandangan Imam Al-Qurthubi beliau
berkata bahwa asal usul makna zikir adalah adanya kesadaran batin dan
keinsafan hati terhadap sesuatu yang menjadi objek kesadaran. 
Lain lagi dengan al-Syaikh Sayyid Sabiq, menjelaskan bahwa
dzikir atau mengingat Allah ialah apa yang dilakukan oleh hati dan lisan
berupa tasbih atau mensucikan Allah, memuji dan menyanjungNya,

157
menyebut kan sifat-sifat kebesaran dan keagungan serta sifat-sifat
keindahan dan kesempurnaan yang telah dimilikiNya. 
Kehidupan umat Islam di zaman akhir seperti sekarang ini,
ramai manusia yang lalai dari pada mengingati Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dengan kesibukan kerja dan  kesibukan mencari duniawi. Dan
kalaupun dilakukan ia hanya untuk ditunjukkan pada khalayak ramai
yang  jauh dari pada mengingati Allah Azza Wajalla.
Zikrullah yang di lakukan dengan cara yang benar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah, akan banyak memberi manfaat di dalam kehidupan
manusia itu sendiri. Antara manfaat berzikir ialah
Pertama; Zikrullah Dapat Mendatangkan Ketenangan Jiwa. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surah Ar-Ra'd, ayat 28:
Artinya:"orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram". (QS. al-Ra'd : 28).
Kedua; Zikrullah Sebagai obat Untuk Menghilangkan Sifat Lupa. "Dan
Berdzikirlah menyebut Rabbmu jika kamu lupa". (QS Al Kahfi: 24).
Kedua; Orang yang senantiasa berzikir akan selalu diingat dan
disebut oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Seperti firmanNya dalam
surah al-Baqarah:152 "Oleh karena itu, ingatlah kamu kepada Ku,
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan
pengampunan)”.
Ketiga; Zikrullah wujud kesyukuran hamba kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai keturunan Adam,
sesungguhnya apabila kamu berdzikir kepada-Ku, maka kamu sungguh
telah bersyukur kepadaKu, dan apabila kamu lupa tidak berdzikir, maka

157
kamu telah kufur kepada-Ku” (HR.Thabrani). 
Keempat; Zikrullah termasuk perkara yang paling Agung di sisi
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. seperti dalam firmanNya, surah Al-
Ankabuut:45, "Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kelima; Orang yang berzikir akan memperoleh derajat yang
tinggi disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah SAW
bersabda: “Maukah aku khabarkan kepada kalian amal yang paling baik
bagi kalian, paling suci di hadapan penguasa kalian, paling tinggi dalam
derajat kalian, lebih bagus dari pada infaq emas dan perak kalian, serta
lebih baik dari pada kalian berperang sehingga kalian membunuh
mereka atau mereka membunuh kalian?”. Para sahabat menjawab: “Mau
ya Rasulullah”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Dzikir kepada
Allah” (HR. Turmudzi).
Keenam; Dzikrullah merupakan ruh dalam ibadat manusia
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. seperti Firman Allah dalam Surah
Thoha,14: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku".
Ketujuh manfaat zikrullah tersebut dapat dilihat bahwa betapa
tinggi dan agungnya tempat dan balasan Allah bagi mereka yang terus-
menerus berzikir kepadaNya, derajat yang tinggi diperuntukkan bagi
mereka yabng terus istiqamah dalam mengingatNya. Motivasi dan
anjuran selalu membasahi lidah dengan zikrullah dalam al-Hadits
banyak sekali kita temuia antaranya ialah;”Hendaklah lidahmu dibasahi
dengan zikrullah Subahanhu Wa Ta’ala”.

157
Rizki & Amal

ٍ ۚ َ‫ ٰي‬t‫َّاس‬ ۡ t‫ان َك‬ttَ‫ َل َو ِجف‬t‫يب َوتَ ٰ َمثِي‬


َ ‫ ِر‬t‫ٓا ُء ِمن َّم ٰ َح‬t‫ا يَ َش‬tt‫ونَ لَ ۥهُ َم‬ttُ‫يَ ۡع َمل‬
‫ت‬ ٖ ‫ ُد‬tُ‫ب َوق‬
ِ ‫ور ر‬ ِ ‫ٱل َج َوا‬t ٖ
‫ي ٱل َّش ُكو ُر‬َ ‫يل ِّم ۡن ِعبَا ِد‬ٞ ِ‫ال دَا ُوۥ َد ُش ۡك ٗر ۚا َوقَل‬
َ ‫ٱع َملُ ٓو ْا َء‬
ۡ
Golongan jin itu membuat untuk Nabi Sulaiman apa yang ia kehendaki dari
bangunan-bangunan yang tinggi, dan patung-patung, dan pinggan-pinggan
hidangan yang besar seperti kolam, serta periuk-periuk besar yang tetap di
atas tukunya. (Setelah itu Kami perintahkan): "Beramalah kamu wahai
keluarga Daud untuk bersyukur!" Dan sememangnya sedikit sekali di antara
hamba-hambaKu yang bersyukur. Saba’:13

Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya. Orang yang ragu terhadap rezekinya, maka dia telah ragu terhadap
pemberi rezeki (Allah Azza Wajalla). Rezeki itu tidak hanya berupa harta-benda,
tidak pula berupa kebahagiaan duniawi, melainkan rezeki juga dapat berupa
peluang, perjumpaan dan informasi yang kita dapatkan dari seorang teman bahkan
musuh sekalipun.

Hasan al-Bashri berkata; Aku tahu bahwa rezeki yang Allah


tentukan kepada masing-masing manusia tidak akan pernah diambil
orang lain, maka tenanglah.
Rezeki yang kita terima jauh sebelumnya sudah ditentukan dan
dibagi-bagikan oleh Allah, perjalanan manusia dalam mencari rezeki
hanyalah sebagai syarat untuk mendapatkannya, bagi mereka yang serius
mencari, maka ketentuan Allah akan didapatkannya, namun bagi mereka
yang malas, tidak mencari dan menjalankan taqdir al-kasb, maka tidak akan
mendapatkan apa yang telah ditentukan Allah untuknya.
Semua ketentuan Allah sudah pasti, namun sebab kita tidak
mengabaikan dan mengikuti ketentuan (taqdir) Allah akhirnya segala cita-
cita dan keinginan kita tidak dapat dinikmati. Yakin terhadap Allah sebagai

157
pemberi rezeki adalah kunci kesuksesan, namun sebaliknya jika kita ragu
terhadap rezeki, maka berarti juga kita ragu kepada pemberi rezeki (Allah al-
Razzaq). Al-Syaikh Tajuddin Ibn ‘Athaillah telah berkata; “Sesiapa yang
ragu terhadap rezeki, maka ia telah ragu kepada pemberi rezeki”.

Lanjutan al-Imam;”Aku juga tahu bahwa semua pekerjaan yang


telah ditaqdirkan Allah tidak akan pernah dikerjakan orang lain, maka
lakukanlah”.
Amal dan perbuatan yang kita jalankan pun adalah ketentyuan
Allah sejak azali, kita diminta untuk terus menjalankan apa-apa yang
telah ditentukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, tanpa
banyak bertanya terhadap apa-apa yang telah diperintahkan.
Tidak berdebat untuk apa melakukan pekerjaan ini dan mengapa
tidak boleh melakukan perbuatan yang sejatinya menurut pandangan
hawa nafsu sangat logik.
Tidak, sekali lagi tidak, sebab apa yang menurut pandangan akal
(logika) yang bercampur dengan nafsu tidak akan pernah dapat
mengalahkan logika yang murni datang melalui tuntunan Ilahi. Allah
lah yang Maha tahu apa-apa yang dititihkan untuk diperbuat dan Dia
pula yang tahu hikmah dibalik apa-apa yang menjadi alasan dilarangnya
melakukan suatu perbuatan.
Pekerjaan yang telah ditentukan Allah untuk kita lakukan tidak
akan pernah diberikan kepada orang lain, karena itu, selesaikan
pekerjaan dan tanggungjawabmu, jangan engkau berangan-angan bahwa
pekerjaan kita akan diselesaikan orang lain.
Satu prinsip utama dalam sebuah pekerjaan, Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan kepada kita untuk
mengerjakan pekerjaan yang dapat kita selesaikan hari ini, jangan

157
menunda-nunda pekerjaan hari ini untuk esok hari, karena belum tentu
umur kita akan sampai esok pagi. Hidup kita adalah detik ini, menit ini,
jam ini, hari ini, bukan kemarin karena telah berlalu dan bukan pula
nanti karena belum datang.
Kemudian beliau juga berkata; “Aku tahu bahwa Allah sentiasa
mengawasiku, maka aku sangat bahagia saat Allah melihat aku
melakukan perbuatan yang disuruhNya dan aku malu saat Allah
melihatku berbuat maksiat kepadaNya”.
Allah mengawasi kita, Allah melihat segala apa yang kita
lakukan bahkan apa yang terlintas dalam sanubari kitapun Allah Maha
Mengetahuinya.
Berpikir dan bertindaklah yang baik-baik, karena apapun yang
kita lakukan Allah mencatatnya walau sebesar biji sawi pun kita akan
saksikan seperti firman Allah dalam surat az-Zilzalah/99:6-7
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan)
pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasannya) dan barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya pula”.

Dan aku tahu bahwa kematian selalu mengintaiku karena itulah


aku lakukan perbuatan baik dan tinggalkan laku maksiat sebagai
persiapanku menghadapi kematian.
Kematian itu pasti, hanya sebabnya saja yang membedakan,
sesuatu yang pasti janganlah dicari dan dinanti, persiapkan diri untuk
menjumpainya, tidak ada waktu dan tempat yang pasti, dia akan datang
tanpa mebritahukan diri.

157
Tanda-tanda kematian bagi setiap orang terus berjalan tak
dimengerti oleh setiap insan yang merugi, namun bagi mereka yang
setiap saat tersadarkan pasti dapat mengambil signal-signal Tuhannya.
Badan yang sudah tidak kuat lagi, mata tak tajam, telinga tak lagi
seterang masa muda, tulang belulang terasa nyeri bila duduk dan hendak
berdiri, muka tidak lagi elok dipandang dan rambutpun mulai memutih
itulah beberapa tanda bagi mereka yang memahami, ujar Malaikat maut
kepada Nabi Allah Ayyub Alaihissalam.
Mudah2an Allah memberikan kecerdasan untuk menyadari akan
tanda-tanda yang Allah kirimkan kepda kita, berharap signal-signal
tersebut mampu membuat persiapan yang lebih baik untuk menghadap
Allah Azza Wajalla. Amin

Kemuliaan (al-Kariem)

ۚ
َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا َخلَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن َذ َك ٖر َوأُنثَ ٰى َو َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ ُش ُعوبٗ ا َوقَبَٓائِ َل لِتَ َع‬
‫ارفُ ٓو ْا‬
ٞ ِ‫إِ َّن أَ ۡك َر َم ُكمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ أَ ۡتقَ ٰى ُكمۡۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخب‬
‫ير‬

157
Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa
dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra
antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi
Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih
keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi
Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu). Al-
Hujurat:13

Mulia itu, dicintai Allah dan juga rasulNya, Mulia itu, disayang family dan
handaitaulan, Mulia itu, dicintai seluruh Insan dan al-Jinan, Mulia itu,
disegani kawan dan juga lawan, Mulia itu, terhindar dari godaan setan,
Mulia itu mendapatkan surga Tuhan

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman bahwa orang yang paling


mulia disisiNya ialah mereka yang paling bertaqwa. Rasulullah
sallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda bahwa;”orang yang paling mulia
disisi Allah ialah mereka yang paling bertaqwa”. Ibnu Abbas
berkata;”Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya, namun
mulianya seseorang di akhirat karena takwanya.”
Senada dengan itu al-Syaikh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid (populer: Maulanasyaikh) menjelaskan bahwa;
“Semulia-mulia kalian disisiku (Maulanasyaikh) ialah yang paling
bermanfaat bagi Nahdlatul Wathan dan sejahat-jahat kalian disisiku
ialah mereka yang memberikan kemudlaratan kepada Nahdlatul
Wathan”. (Wasiat Renungan Masa).
Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu berkata;"Siapa saja yang
dianugerahkan harta, maka manfaatkan untuk mendekatkan
kekerabatan, layani para tamu dan bagi-bagikan kepada setiap orang

157
yang memerlukannya, karena itulah engkau akan mulia disisi Allah
Azza”.
Dari perkataan Sayyidina Ali tersebut terdapat tiga manfaat harta
yang dimiliki seseorang, jika ketiga manfaat ini dapat dijalankan, maka
kemuliaan sesungguhnya pasti diperoleh.
Pertama; Harta dimanfaatkan untuk mendekatkan kekerabatan.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wasallam dalam beberapa hadits
menjelaskan keutamaan rezeki yang dinafkahkan kepada kerabat. Dari
Abu Hurairah radliyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Satu
dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu
nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan
kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada
keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang
kamu nafkahkan kepada keluargamu”. (HR. Muslim).
Dari Abu Abdillah (Abu Ab-durrahman) Tsauban bin Bujdud, ia
berkata: Rasulullah bersabda: “Dinar yang paling utama adalah dinar
yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang
dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah dan dinar yang dinafkahkan
untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah”. (HR. Muslim).
Dari Ummu Salamah ra. ia berkata, Saya bertanya kepada
Rasulullah: “Apakah saya mendapat pahala apabila saya memberikan
nafkah kepada putra-putra Abu Salamah, karena saya tidak akan
membiarkan mereka berkeliaran mencari makan kesana kemari.
Sesungguhnya merekapun adalah anak-anak saya?” Rasulullah
menjawab: “Ya, kamu mendapat pahala terhadap apa yang kamu
nafkahkan kepada mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).

157
Kedua; Rezeki yang Allah anugerahkan akan menjadikan
seseorang mulia jika digunakan untuk melayani para tamu. Seperti kita
ketahui bahwa memuliakan tetamu adalah menjadi bukti kekuatan iman
seseorang, hal tersebut ditegaskan Rasulullah dalam sebuah
haditsnya;”Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka
hendaklah memuliakan tetamu”.
Memuliakan tetamu tentunya tidak hanya dengan sikap ramah,
menyajikan makanan dan minuman serta memberi pelayanan terbaik
selama tamu berada di rumah adalah adab menerima tetamu.
Nabi Allah Ibrahim Alaihissalam adalah salah seorang Nabi yang
sangat perduli dan gemar memuliakan tetamu dengan memberi dan
memasak makanan yang paling lezat dari apa yang dimilikinya.
Ketiga; Pada harta yang kita miliki terdapat jatah dan bagian
fakir-miskin. Harta terbaik ialah harta yang di sharing kepada orang-
orang yang memerlukan, bukan harta yang disimpan di dalam bank dan
brankas pribadi.
Rasulullah menyebutkan tiga cara membagi-bagikan harta yang
kita miliki, (1) untuk keluarga yang menjadi tanggung jawab kita, (2)
untuk membela agama Allah dan (3) untuk menjadi media
menghubungkan tali persaudaraan. Jika ketiga cara membagi harta
benda yang dititipkan Allah kepada kita, maka Allah akan mencatatkan
nama kita pada kumpulan orang-orang yang pemurah dan mulia. Allah
akan memberikan pertolongan dan perlindungan selama kita dapat
membantu saudara-saudara kita.
Mudah-mudahan renungan singkat ini dapat kita jalankan
terlebih saat saudara-saudara kita sedang mendapatkan musibah Banjir,
tiada berkurang harta yang diinfaqkan dijalan Allah bahkan bertambah,

157
bahkan bertambah dan Allah akan memudahkan urusan orang-orang
yang memudahkan urusan saudaranya.

4 Kunci Keselamatan

َ‫ُوا بِ َحمۡ ِد َربِّ ِهمۡ َوهُمۡ اَل يَ ۡست َۡكبِرُون‬


ْ ‫وا ُسج َّٗدا َو َسبَّح‬
ْ ُّ‫ُوا بِهَا خَر‬
ْ ‫َٔا ٰيَتِنَا ٱلَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِّكر‬tَِ‫إِنَّ َما ي ُۡؤ ِمنُ ٔ‍ب‬
َ‫زَق ٰنَهُمۡ يُنفِقُون‬
ۡ ‫خَو ٗفا َوطَ َمعٗ ا َو ِم َّما َر‬
ۡ ۡ‫اج ِع يَ ۡد ُعونَ َربَّهُم‬
ِ ‫ض‬َ ‫ى ُجنُوبُهُمۡ ع َِن ۡٱل َم‬tٰ َ‫تَت ََجاف‬

Sesungguhnya yang sebenar-benar beriman kepada ayat-ayat keterangan


Kami hanyalah orang-orang yang apabila diberi peringatan dan pengajaran
dengan ayat-ayat itu, mereka segera merebahkan diri sambil sujud
(menandakan taat patuh), dan menggerakkan lidah dengan bertasbih serta
memuji Tuhan mereka, dan mereka pula tidak bersikap sombong takbur.
Mereka merenggangkan diri dari tempat tidur, (sedikit sangat tidur, kerana
mengerjakan sembahyang tahajjud dan amal-amal soleh); mereka sentiasa
berdoa kepada Tuhan mereka dengan perasaan takut (akan kemurkaanNya)
serta dengan perasaan ingin memperolehi lagi (keredaanNya); dan mereka
selalu pula mendermakan sebahagian dari apa yang Kami beri kepada
mereka.

157
Ada empat perkara yang akan mendatangkan empat manfaat lainnya;1)
Sikap diam akan menghasilkan keselamatan, 2) Perbuatan baik akan
menghasilkan kekeramatan (keutamaan), 3) Pemurah akan memberikan
kehormatan dan 4) Laku syukur akan menghasilkan tambahan nikmat
(Rahatul Qulub:49).

Sikap diam akan menghasilkan keselamatan, al-Syaikh ‘Abdul


Wahhab al-Sya’rani dalam kitab al-Anwar al-Qudsiyyah berkata; “Jika
pembicaraanmu membuat dirimu sombong, maka diamlah dan
sekiranya diammu menjadikan dirimu merasa lebih hebat dari orang
lain, maka bicaralah”.
Dari ucapan tersebut dapat dilihat bahwa pada saat-saat tertentu
diperlukan diam dan saat-saat yang lain diperlukan berbicara. Karena
itulah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;”Sesiapa yang
beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia berbicara yang
baik-baik, jika tidak, maka silahkan “diam”.
Mengapa diam adalah pilihan selamat?, sikap diam berarti tidak
berbicara, dengan menahan lisan untuk berbicara, apalagi pembicaraan
yang tidak bermanfaat, adalah ibadah. Lisan yang disibukkan dengan
ucapan-ucapan kebajikan akan diselamatkan Allah di akhirat dari
gangguan dan jilatan api neraka.
Dalam ungkapan lain dikatakan bahwa “diam itu emas dan
bicara itu perak”, orang yang cerdik dan berakal pastilah ia akan
memilih emas karena nilainya yang tinggi daripada mengambil perak
yang harganya tidak dapat melampaui emas.
Diam adalah suatu perkara yang sangat sulit ditafsirkan, diam
dapat menjadi jawaban dari berbagai persoalan, alangkah indahnya

157
sikap diam saat engkau ingin berbicara. Ketahuilah bahwa tertawa saat
orang lain ingin melihatmu menangis adalah kebajikan, bersikap diam
saat mereka ingin mendengarkanmu berbicara sangat indah.
Ingatlah bahwa menyesal dari sikap diam itu hanya satu kali
sedangkan penyesalan yang sangat panjang akibat dari pembicaraan
yang kita ucapkan. Kapan sebaiknya kita diam, yaitu ketika kita ingin
sekali berbicara dan kapan sebaiknya berbicara yaitu saat nafsu kita
ingin bersikap diam.
Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu berkata:
”Sesungguhnya akan mati seseorang karena tersandung lidahnya, dan
akan tetap hidup bagi mereka yang tersandung kakinya”.
Ucapan tersebut bermakna bahwa berapa banyak orang yang
dieksekusi mati karena akibat tidak dapat menjaga lidahnya dari fitnah
dan mengadu domba orang lain. Dan jika kaki tersandung batu, luka
yang diakibatkannya dapat sembuh secara perlahan sementara luka
akibat fitnah tidak dapat disembuhkan.
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah
Arbain, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang
hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia
merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan.
Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka
ditahan (jangan bicara).”
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya,
Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, “Orang yang berakal
selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak
orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena
diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian

157
musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan
pikirannya tidak mau jalan”.

Perbuatan & kekeramatan

‫يم‬ٞ ِ‫ص َدقَ ٖة يَ ۡتبَ ُعهَٓا أَ ٗذ ۗى َوٱهَّلل ُ َغنِ ٌّي َحل‬


َ ‫ر ِّمن‬ٞ ‫ُوف َو َم ۡغفِ َرةٌ َخ ۡي‬
ٞ ‫ل َّم ۡعر‬ٞ ‫قَ ۡو‬

Perkataan yang baik dan pemberiaan maaf (jauh) lebih baik daripada
sedekah yang diiringi dengan sesuatu (ucapan) yang menyakitkan
(perasaan si penerima), Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun (Al-
Baqarah/2:263).
Ayat ini menjelaskan bahwa ucapan yang baik ialah ucapan yang
tidak membuat orang lain sakit (tersinggung), tidak menjadikan orang
yang mendengarkan merasa sedih dan terpinggirkan, tidak juga
menjadikan orang lain kehilangan semangat menjalani kehidupannya.
Perkataan yang baik ialah perkataan yang dapat memberi
semangat hidup dan mencari ridla Allah semakin kuat, perkataan yang
baik ialah ucapan yang dapat membangkitkan semangat jihad di jalan
Allah, perkataan yang baik ialah ucapan yang dapat menjauhkan dan
mendakatkan pelaku maksiat kepada pemberi hidayah Azza Wa Jalla.

157
Perkataan yang baik merupakan perbuatan yang baik pula karena
di dalam perkataan tersimpan motivasi untuk berbuat yang baik sesuai
dengan tuntunan Allah melalui NabiNya. Rasulullah sallallahu ‘Alaihi
wasallam bersabda: “Seorang muslim adalah seseorang yang orang
muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.”
Dalam redaksi yang berbeda Rasulullah bersabda;“Ada seorang
laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Siapakah orang muslim yang paling baik’ Beliau menjawab,
‘Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan
lisan dan tangannya.”
Dari hadits-hadits tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
perbuatan baik dapat memberikan keutamaan bagi setiap pelakukanya,
perbuatan baik tidak hanya terlihat oleh kasat mata, namun yang terselip
dalam hati (niat) juga masih terhitung perbuatan baik.

157
Pemurah & kehormatan

َ ‫و‬ttُ‫ ُكمۡ ۗ َو َمن ي‬t‫خَي ٗرا أِّل َنفُ ِس‬


‫ َّح‬t‫ق ُش‬ ۡ ‫وا‬ْ ُ‫ُوا َوأَنفِق‬
ْ ‫ُوا َوأَ ِطيع‬
ْ ‫ٱس َمع‬
ۡ ‫ٱستَطَ ۡعتُمۡ َو‬ ۡ ‫وا ٱهَّلل َ َما‬ْ ُ‫فَٱتَّق‬
ٓ
َ‫ن َۡف ِس ِهۦ فَأُوْ ٰلَئِكَ هُ ُم ۡٱل ُم ۡفلِحُون‬
Oleh itu bertaqwalah kamu kepada Allah sedaya supaya kamu; dan dengarlah (akan
pengajaran-pengajaranNya) serta taatlah (akan perintah-perintahNya); dan
belanjakanlah harta kamu (serta buatlah) kebajikan untuk diri kamu. Dan (ingatlah),
sesiapa yang menjaga serta memelihara dirinya daripada dipengaruhi oleh tabiat
bakhilnya, maka merekalah orang-orang yang berjaya. (al-Thaghabun:16)

Mudah memberi bukan berarti harus kaya, mudah memberi


adalah kekuatan iman dan keyakinan, sesiapa yang memberi, maka ia
akan diberi, sesiapa yang menahan pemberiaan maka ia akan dipersulit.
Menjadi pemurah dalam berbagi merupakan ciri orang beriman
dan sebaliknya susah berbagi adalah tanda-tanda kemunafikan, munafik
karena ia lupa bahwa apa-apa yang dimiliki adalah anugerah Allah dan
sebagian anugerah itu adalah amanah yang terdapat di dalamnya hak-
hak fakir miskin.
Jika kalian mensyukuri segala anugerahKu, maka Aku akan
berikan (tambahan) nikmat, namun jika kalian kufur (ingkar), maka
ketahuilah bahwa azabKu amatlah pedih.
Bersyukur terhadap nikmat Allah melalui hati dengan keyakinan
yang teramat dalam bahwa Dialah Allah yang memberi, karena itu
keyakinan diwujudkan dengan ucapan syukur melalui lisan (al-
Hamdulillah), lalu wujud syukur yang terakhir ialah rela berbagi

157
terhadap nikmat yang diperoleh “adapun dengan nikmat-nikmatKu,
sebarkan (berbagi) lah”.
Kerelaan berbagi akan menjadikan kita mulia dan mendapatkan
keutamaan dibandingkan dengan mereka yang susah berbagi,
keutamaan yang diperoleh di atas dunia seperti orang lain akan
membantu kita saat dalam kesusahan dan keutamaan pula didapatkan di
nakhirat kelak dengan dimasukkan Allah pada kumpulan orang-orang
pemurah.
Orang yang pemurah pasti memiliki tawakal yang kuat, zuhud
yang mantap, serta keyakinan yang kokoh. Karena itulah sesungguhnya
sifat karam terkait dengan iman, secara lahir adalah tangan yang mulia
dan pendorongnya adalah jiwa yang pemurah. Rasulullah
menggambarkan seorang mukmin dengan sabdanya: "Seorang mukmin
adalah orang yang mulia lagi pemurah dan orang fasik adalah penipu
yang tercela."

157
Syukur & Nikmat

‫يد‬ٞ ‫َوإِ ۡذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُكمۡ لَئِن َش َك ۡرتُمۡ أَل َ ِزي َدنَّ ُكمۡ ۖ َولَئِن َكفَ ۡرتُمۡ إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِد‬
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(Surah Ibrahim:7)

Manfaat syukur ialah akan ditambahkan nikmat dan anugerah


Allah yang telah diberikannya kepada kita, namun ketika kita mulai
mengingkari segala nikmat, maka hati-hati dan waspadalah bahwa azab
Allah (di dunia) dan juga (di akhirat) sangatlah pedih. Tanpa dikira azab
Allah pasti datang.
Ketika kehilangan sesuatu, ketika mengalami kerugian, atau
ketika tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, sering kali jiwa
kita bergelora sehingga patah semangat, tidak lagi memiliki motivasi.
Kita sering lupa mensyukuri yang sudah kita miliki, kita juga sering
melupakan hikmah yang tak ternilai dari suatu kegagalan yang
semestinya kita syukuri.
Padahal berdasarkan ayat di atas, jika kita mahu bersyukur maka
Allah menjanjikan akan menambah nikmat kepada kita. Oleh sebab itu
kita seharusnya menyukuri apa yang sudah Allah berikan kepada kita,
kita juga mesti mensyukuri apa yang kita dapatkan meskipun sekecil
apa pun. Ini adalah rahsia Allah melipat gandakan nikmat kepada kita.
Ketika mana kita berusaha, syukurilah nikmat yang kita perolehi agar
ditambah oleh Allah.

157
Jadi, tetaplah semangat walaupun hasil kita kecil, sebab jika kita
mensyukurinya, yang kecil tersebut boleh menjadi besar. Alangkah
jahilnya orang yang tidak mahu mensyukuri nikmat Allah. Mereka
sering menyangka bahawa yang namanya nikmat itu adalah rezeki
dalam bentuk kebendaan dalam kuantiti jumlahnya besar.
Padahal tidak, nikmat yang sudah kita perolehi itu sangat banyak,
jika kita berusaha untuk menyebutkannya, kita tidak akan mampu.
Seperti yang dijelaskan dalam Al Quran. “Dan Dia telah memberikan
kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah). (Surah Ibrahim:34)
Nikmatilah hidup, tetaplah semangat walaupun hasilnya kita,
kerana kita boleh melipat gandakannya dengan mensyukurinya.
Renungkanlah, betapa banyaknya nikmat yang sudah kita miliki. Jangan
risau, jangan takut untuk gagal, sebab kegagalan sebesar apa pun tidak
akan menghabiskan nikmat-nikmat yang ada pada diri kita.

Untung Rugi

157
َ ‫ث ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة ن َِز ۡد لَهۥُ ِفي َح ۡرثِ ِۖۦه َو َمن َكانَ ي ُِري ُد َح ۡر‬
‫ث ٱل ُّد ۡنيَا نُ ۡؤتِ ِهۦ‬ َ ‫َمن َكانَ ي ُِري ُد َح ۡر‬
‫ب‬ٍ ‫صي‬ِ َّ‫ِم ۡنهَا َو َما لَهۥُ فِي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة ِمن ن‬
Sesiapa yang menghendaki (dengan amal usahanya) mendapat faedah di
akhirat, Kami akan memberinya mendapat tambahan pada faedah yang
dikehendakinya; dan sesiapa yang menghendaki (dengan amal usahanya)
kebaikan di dunia semata-mata, Kami beri kepadanya dari kebaikan dunia itu
(sekadar yang Kami tentukan), dan ia tidak akan beroleh sesuatu bahagian
pun di akhirat kelak.

Siapa saja yang mencari kebahagiaan dunia dengan perbuatan akhirat


"merugi" dunia dan akhirat dan siapa saja yang mengharapkan bahagia
akhirat dengan amal duniawi akan mendapatkan keuntungan di dunia
juga akhirat. (Rahatul Qulub;49).
Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia akan selalu hidup dalam
kerugian melainkan mereka yang percaya (beriman) kepada Allah
dengan menjalankan pembenaran dalam hati, pengucapan dengan lisan
dan pembuktian dengan amal perbuatan (amal saleh).
Rasulullah dalam sebuah hadits yang dikutip oleh Imam al-
Ghazali yang disampaikan dalam bentuk kisah oleh Imam al-Syubli,
bahwa ia menghafal 4000 buah hadits, namun setelah dicermati dan
ditelaah, seluruh hakikat makna hadits tersebut ada pada satu hadits, lalu
ia simpulkan untuk beramal dengan hadits tersebut.
“Berbuatlah untuk kehidupan duniamu, karena akan membuktikan
derajatmu di atasnya, beramallah untuk akhiratmu, karena engkau
akan kekal di dalamnya, beraktivitaslah dalam (mencari ridla)
Allah seberapa perlumu kepadaNya dan berjuanglah untuk
(menghindar) dari neraka sebesar apa tingkat kesabaranmu untuk
menghadapinya”.

157
Untung, jika amalan-amalan yang kita lakukan sesuai dengan
standar yang diperintahkan Allah melalui rasulNya, akan merugi bagi
mereka yang tidak menjalankan amalan bersesuaian dengan perintah
dan juga tuntunan rasulNya.
Orang yang beruntung adalah mereka yang menjadikan akhirat
adalah tujuan segala amalannya dan sebaliknya akan merugi mereka
yang menjadikan amalannya hanya untuk dunia. Firman Allah dalam
surat al-Syura/42:20.
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan
Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang
menghendaki keuntungan di dunia Kami akan berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa sesiapa yang berbuat dengan


harapan akhirat, maka hasilnya akan diberikan pahala di akhirat dan
ditambahkan manfaat di dunia, namun bagi mereka yang hanya
bertujuan kehidupan dunia, maka akan diberikan sebahagian
kenikmatan (manfaat) duniawi tanpa mendapatkan bahagian
ukhrawinya.
Rugi dan rugilah mereka-mereka yang hanya mengejar manfaat
duniawi tanpa menghasilkan manfaat ukhrawi yang besar dan kekal.
Namun hendaklah memperhatikan amal yang kita lakukan, berapa
banyak orang yang beramal terlihat ukhrawi, namun tidak memperoleh
nilai akhirat karena “rusak niatnya” dan berapa banyak orang
melakukan perbuatan “terlihat” duniawi namun mendapatkan nilai
ukhrawi karena niatnya yang tulus dan bersih.

157
Niat adalah keyword dari seluruh amal kita, jika niat baik dan
karena Allah, sekalipun terlihat amalan dunia, maka akan mendapatkan
manfaat dunia sekaligus manfaat akhirat, namun jika niat tidak dapat
dikelola dengan baik, maka amalan akhirat yang kita lakukan hanya
akan berdampak untuk kehidupan dunia semata, tanpa memperoleh hasil
akhirat.
Katakanlah: "Apakah akan Kami posthukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan
mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu
orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan
(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia [maksudnya, tidak beriman
kepada pembangkitan di hari Kiamat, hisab dan pembalasan], maka
hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu
penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. Demikianlah balasan
mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan
disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai
olok-olok." (QS Al Kahfi [18]: 103-106).
Harta, jabatan, paras-wajah, gelar, popularitas dan segala pernak-
pernik dunia serta kuantitas amaliah tidak jarang memperdaya banyak
orang. Sehingga muncul egoisme, ujub (membanggakan diri sendiri),
merasa paling baik, paling hebat, paling shalih dari orang lain.
Menganggap diri sendiri "the best". Boleh jadi ia memang “the best” di
mata kebanyakan manusia. Namun, apakah juga ia termasuk orang yang
paling hebat, bahagia dan shalih di sisi Allah Azza Wajalla.
Ayat di atas dengan sangat jelas mengungkapkan bahwa di dunia
ini terdapat banyak orang yang terperdaya dirinya sendiri, merasa telah

157
banyak berbuat kebaikan sehingga menganggap dirinya "the best".
Namun, ternyata di sisi Allah pada hari kiamat kelak termasuk golongan
paling merugi (muflis), Nauuzu billah.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Tahukah
kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para sahabat
menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak
mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara
umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap
dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah
zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada
orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta
menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala
kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis
padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka
itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan
ke dalam neraka.

2 Cermin

‫ُون‬
َ ‫صر‬ِ ‫َوفِ ٓي أَنفُ ِس ُكمۡۚ أَفَاَل تُ ۡب‬
Artinya: Dan juga pada diri kamu sendiri. Maka mengapa kamu tidak
mahu melihat serta memikirkan (Az-zariyyat:21)

Tiada manusia yang sempurna, khilaf dan salah terus menjelma, lihat
dan periksa diri menjadi utama, kebajikan orang tak terkira, jadikan

157
panutan dan acuan setia hanya kepada Allah Rabbul Baraya tempat
mengiya.
Seyogyanya bagi setiap orang memiliki dua cermin yang dapat
digunakan dalam melihat arah kehidupannya. Pertama cermin yang
selalu digunakan untuk melihat kelemahan dan kekurangan dirinya,
sehingga sibuk mencari solusi kekurangannya dan akan tertutup
kemungkinan sibuk dengan urusan orang lain. Kedua cermin kebaikan
orang lain, melihat kebaikan orang lain terhadap diri kita merupakan
cermin yang sangat positif, dengan cara ini kita akan terselamatkan dari
sifat ghibah dan namimah. (Rahatul Qulub:66).
Baginda Rasul telah bersabda yang maknanya;” Setiap manusia
bersalah (khilaf) dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka
yang tersadarkan (al-Yaqdzah) dari kekhilafannya”.
Al-Syaikh Husain ibn Muhammad dalam kitab Ins al-Muttaqin
Lillahi Rabbil ‘Alamin, halaman:40-45. Orang lalai (khilaf) akan
mewarisi rusaknya kebajikan sedangkan sadar akan memberikan
manfaat menambah dan meningkatkan kebajikan. Orang yang beribadah
dengan kesadaran walaupun sedikit jauh lebih baik dibandingkan
mereka yang beribadah tanpa sadar. Sadar bererti hadir hatinya dalam
beribadah dan alfa berarti di dalam salat hatinya tidak hadir, inilah yang
dikatakan oleh Rasulullah; “Tiada (sempurna) salat seorang kamu jika
hatinya tiada hadir di dalamnnya”.
Perbuatan salah dan khilaf yang telah terlanjur kita lakukan, jika
dibarengi dengan kesadaran lalu bertaubat jauh lebih baik daripada
orang yang menyangka benar tapi hatinya lalai dalam ingat Allah.
Kesalahan dapat menjadi start kebajikan dan terkadang kebajikan tidak

157
jarang menjadikan kita lalai dari menjaga batin kebajikan, ria’, sum’ah
terkadang datang dengan sembunyi-sembunyi.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda; “Jika seseorang telah
dicintai Allah, maka dikurangkan ketergantungannya dengan dunia dan
diperlihatkan Allah kelemahan dirinya”. Melihat kelemahan diri adalah
anugerah Ilahiyyah yang tidak didapatkan oleh semua orang, karena itu,
jika kita sudah tersadar atas kekhilafan yang kita lakukan bersyukurlah
kepada Allah dengan cara bertaubat dan kembali mendekat kepadaNya.
Cermin kedua yang mesti kita lestarikan dan pelihara ialah
melihat kebajikan orang lain. Jika cara pandang ini dapat kita jalankan,
maka kita tidak akan pernah merasa lebih baik dari orang lain dan kita
akan terus menjadi manusia terbaik dengan saling menghormati dan
menghargai, setiap manusia memiliki kebaikan dan juga keburukan.
Kebajikan yang ada pada diri orang lain mungkin jauh lebih banyak
dibandingkan yang ada pada diri kita, maka ambil yang baik (positif)
dan tinggalkan yang tidak baik.
Cara berpikir yang positif ialah; di dalam diri orang lain terdapat
banyak kebajikan dan pada diri kita terdapat banyak kelemahan, bukan
sebaliknya; pada diri kita terdapat banyak kelebihan dan di dalam orang
lain terdapat banyak kekurangan”. Cara pandang pertama akan
menghasilkan tawadlu (merendahkan diri) di hadapan orang lain dan
sikap ini sangatlah terpuji di hadapan Ilahi, seperti disabdakan rasul;
sesiapa yang tawadlu akan diangkat derajatnya oleh Allah dan sesiapa
yang takabbur, maka akan dihinakan Allah Subahanhu Wa ta’ala.
Sedangkan cara pandang kedua akan melestarikan sifat sombong, sifat
yang paling dibenci Allah, sifat yang diwariskan oleh Iblis la’natullah.

157
Semoga Allah membantu kita untuk dapat menjadikan cermin
kelemahan yang kita miliki menjadi amalan harian dan menutupi
kelemahan orang lain dari pandangan kita. Amin.

5 obat Hati
tُ ُ‫وا َوتَ ۡط َمئِ ُّن قُلُوبُهُم بِ ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ۗ ِ أَاَل ِب ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ِ تَ ۡط َمئِ ُّن ۡٱلقُل‬
‫وب‬ ْ ُ‫ين َءا َمن‬
َ ‫ٱلَّ ِذ‬
Artinya:”(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati
mereka dengan zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang
tenteramlah hati manusia. (al-ra’d:28)

Ibrahim al-Khawwash berkata;" Ada lima obat hati yang paling cepat
menyembuhkan; Membaca al-Qur'an dengan tadbir (khusu' dan
sungguh-sungguh), mengosongkan perut dari makanan dan minuman
yang berlebihan, melakukan Qiyamullail (salat dan zikir pada malam
hari), menjaga pandangan dan pendengaran saat terjaga dan senantiasa
bersama orang-orang salih. (Rahatul Qulub:81).
Lima resep untuk dapat memelihara hati agar selalu bersih dan
suci seperti yang ditawarkan al-Syaikh Ibrahim. Qiraatul qur’an dengan
penuh kesadaran akan dapat meluluh lantahkan hati yang sekeras batu,

157
al-Qur’an adalah syifa’an (obat) bagi setiap penyakit. Firman Allah
yang artinya;
” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tentram”. (al-Ra’d:28).

Mengosongkan perut dari ragam makanan dan minuman yang


berlebihan. Sayyidina Umar Radliyallahu Anhu berkata kepada khalid
ibn Walid saat memberikan makanan. Pada suatu hari, Khalid bin Walid
menyuguhkan makanan kepada Khalifah Umar bin Khattab.

''Makanan ini untukku?'' tanya Umar. ''Mana makanan untuk orang-


orang miskin dan kaum Muhajirin yang acap kali mati kelaparan,''
tanya Umar lagi.  ''Mereka mendapat surga tuan,'' jawab Khalid.
"Kalau mereka mendapat surga, sedangkan kita hanya mendapat
makanan ini, mereka sungguh lebih beruntung daripada kita,'' tegas
Umar.

Resep ketiga ialah Qiyamullail (salat dan zikir pada malam hari);
qiyamullail seperti dijelaskan Allah dalam al-Qur’an adalah merupakan
proses untuk menjadi kekasih Allah.
Baginda Rasul bersabda;”Salat yang paling afdlal setelah salat
fardlu ialah Qiyamullail” (HR. Baihaqi). Dalam sabda yang
lain:”Peliharalah salat malam karena ianya merupakan amalan orang-
orang saleh, media mendekatkan diri kepada Allah, menjadi penebus
kekhilafan dan penghapus segala dosa”.
Diriwayatkan oleh al-Thabrani, Rasul bersabda;”Sesiapa yang
pada malam harinya tidak terlampau kenyang akibat makanan dan

157
minuman, lalu ia bangun pada malam hari untuk salat, maka ia akan
ditemani oleh Bidadari hingga pagi hari”.
Syaikh Ismail bin Ibrahim Al-Jabrati berkata, “Semua kebaikan ada
di waktu malam hari dan tidaklah seseorang diangkat sebagai Wali
(kekasih Allah) kecuali di waktu malam.” 
Rabi`ah Al-Adawiyah pernah berkata, “Tidak ada yang membuat
diriku galau selama empat puluh tahun kecuali ketika terbit fajar.” Sebuah
pernyataan yang melukiskan nikmatnya bermujahad dan bermunajat
kepada Allah di malam hari.
Dari beberapa riwayat hadits maupun kata-kata ulama tersebut
dapat memberikan pencerahan kepada kita betapa dahsyatnya qiyamullail,
oleh karena itu marilah kita sama-sama menjaga dan memanfaatkan
peluang tersebut.
Resep keempat ialah menjaga pandangan dan pendengaran saat
terjaga. Mata dan telinga adalah dua media keunggulan yang Allah
berikan kepada kita, namun jika kita tidak mampu mengendalikannya
maka bukanlah kebaikan dan manfaat akan diperoleh melainkan
mudlarat dan akan menjadi penyebab diturunkan murka Allah bagi kita.
Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menjelaskan
pandangan Abu al-Laits bahwa antara tanda-tanda seorang takut kepada
Allah ialah menjaga mata untuk tidak terpana kepada hal-hal yang
dilarang Allah. Rasul bersabda;”Sesiapa yag memenuhi matanya
dengan perkara-perkara haram, maka Allah akan memenuhi matanya
dengan api neraka”.
Resep terakhir ialah senantiasa bersama orang-orang salih.
Bersama orang saleh adalah keberkahan, setiap langkah akan
memberikan pahala. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;”

157
Wahai ‘Ali, senantiasa kebajikan akan di dapati oleh orang yang mampu
menjaga perutnya dari makanan dan minuman haram, dan sesiapa yang
tidak bersama ulama’, maka hatinya akan mati dan buta (tidak dapat)
menjalankan ketaatan kepada Allah”.
Wasiat Rasulullah kepada Sayyidina ‘Ali Karramallahu
Wajhahu;” Wahai ‘Ali jika selama 40 hari seorang mukmin tidak
pernah bersama ulama’ , maka hatinya akan keras dan peluangnya
melakukan dosa besar karena ilmu itu menghidupkan hati”.
Semoga kita dapat mengamalkan kelima-lima resep tersebut
sehingga terpanggil menjadi hamba Allah yang akan menghadapNya
dengan Qalbun Salim. Amin

157
Cara Hidup

ِ ‫قُ ۡل ٰه ِذ ِۦه سبِيلِ ٓي أَ ۡدع ٓواْ إِىَل ٱللَّ ۚ ِه علَ ٰى ب‬


‫ص َري ٍة أَنَ ۠ا َو َم ِن ٱتََّب َعيِن يۖ َو ُۡسب َٰح َن ٱللَّ ِه َو َمٓا أَنَ ۠ا ِم َن‬ َ َ ُ َ َ
ِ ۡ
َ ‫ٱ ل ُم ۡشِرك‬
‫ني‬

Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang


mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,
Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.
[Yûsuf/12 :108]

Semua jalan kebajikan tertutup (sia-sia, tidak akan diterima


Allah) kecuali dengan mengikut cara dan sunnah Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam. Abu Said al-Kharraz berkata;" Setiap Jalan bathin
yang menyalahi aturan zohir (syari'at) tidak akan diterima Allah
Subhanahu Wa Ta'ala "Kullu Bathinin Yukhalifu al-Zohir fahuwa
Bathilun". (Abdul Qadir Jailani dalam al-Mukhtashar fi Ulumuddin,
hal.247).
Dari ucapan al-Syaikh tersebut dapat dijelaskan bahwa tiada
jalan keselamatan untuk mencapai kebahagiaan dunia hingga akhirat
melainkan mengikut jalan yang telah disyariatkan Allah melalui lisan
rasulNya.
Karena itulah mengikut jalan yang di dakwahkan oleh baginda
Rasul adalah sebuah keniscayaan. Mengikut (ittiba’ al-Rasul) tidak
hanya terbatas pada ikutan zahir saja melainkan mengikut cara-cara
ibadah bathin seperti di jalankan Rasulullah juga menjadi keharusan.

157
Prinsip ittiba’ (ikutan) inilah yang ditegaskan rasulullah dalam hadits
beliau; “Salatlah kalian sepertimana kelian melihat aku salat”.
Gerakan (harakatan) dan bacaan (qira’atan) dalam salat
merupakan rukun-rukun yang dapat dilihat dan di dengar, namun
kekhusyu’an hati (hudhur al-Qalb) juga merupakan salah satu rukun
yang sangat penting, tanpa hadirnya hati dalam ibadah salat, maka
belumlah dinamakan salat sempurna.
Rasulullah saat menjalankan salat, tiada sesuatu apapun selain
Allah Azza wa jalla. Hubungan hati beliau hanya terarah kepadaNya
semata-mata dan setiap selesai menjalankan ibadah salat, hatinya rindu
lagi ingin melakukan salat setelahnya. Beliau tahu betul saat
menjalankan salat berarti sedang bersama Allah dan tiada kenikmatan
yang paling tinggi melainkan selalu berasa dengan Pencipta.
Jadi segala amalan yang mengikut amalan rasulullah akan
memberikan ketenanga dan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena itulah amalan-amalan yang kita lakukan hendaknya di rujuk
kepada sunnah baginda Rasul.
Amalan-amalan bathin yang berbeda dengan amalan yang telah
di ajarkan rasulullah, para sahabat, taniin, tabiut tabiin dan para Ulama’
tidak akan dapat diterima Allah.

157
Rahmat Allah Maha Luas

‫الر ِاج ْي لَِرمْح َ ِة‬ ِ ‫ اَلْ َف‬: ‫اهلل‬


َّ ‫اج ُر‬ ِ ‫ال رس و ُل‬
ْ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫َع ْن اِبْ ِن َم ْس عُ ْو ٍد َر ِض ِي اهللُ َت َع اىَل َعْن هُ ق‬
.‫اهلل َت َعاىَل ِم َن اْ َلعابِ ِد الْ ُم ْقنِ ِط‬
ِ ‫اهلل َتعاىَل أَْقرب إِىَل‬
َ َ َ
ِ

Artinya:”Dari Ibn Mas’ud Radliyallahu Anhu (semoga Allah


meridlainya) berkata, telah bersabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam; “pendosa yang (terus) berharap rahmat (kasih-sayang)
Allah lebih dekat daripada ahli ibadah yang berputus asa”.

Berkenaan dengan hadits tersebut Zaid ibn Aslam dari Umar ibn
al-Khattab menjelaskan bahwa masa lalu terdapat seorang laki-laki
sangat kuat dalam beribadah, namun dirinya menyebabkan orang lain
berputus asa dari rahmat (kasih-sayang) Allah, lalu ia diwafatkan dan
berkata kepada Allah; Ya Allah, dimanakah tempatku?, di Neraka jawab
Allah, lalu dengan nada tidak menerima iapun berkata lagi; Ya Allah,
dimanakah letak amal ibadah yang aku lakukan?, Allah berkata
kepadanya;“dulu, di dunia, engkau telah menyebabkan dan mengajarkan
kepada hamba-hambaKu untuk berputus asa dari rahmatKu, maka
sekarang Aku memutuskan rahmatKu untukmu”.
Disisi lain dijelaskan oleh Abu Hurairah Radliyallahu Anhu, dari
Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam terdapat seorang lelaki tiada
sedikitpun melakukan amal kebajikan, kecuali keimanan (al-Tauhîd) di
dalam dadanya. Ketika didatangi kematian (hampir-hampir meninggal),
iapun mengumpulkan keluarganya dan berkata kepada mereka;”Jika aku

157
mati, maka bakarlah tubuhku sampai tiada tersisa kecuali debu, setelah
itu, hanyutkanlah debu-debu tubuhku ke dalam lautan luas, maka
keluarganya menjalankan wasiat tersebut, tiba-tiba ia berada di hadapan
Allah, lalu Allah berkata kepadanya; “apa yang menyebabkanmu
mewasiatkan seperti yang dilakukan keluargamu?, karena takutku
kepadaMu ya Allah, dengan itu, Allah mengampunkan semua dosanya
padahal belum pernah sedikitpun melakukan amal kebajikan kecuali
keyakinannya kepada Allah”.
Berkenaan dengan peristiwa yang dijelaskan dalam hadits
tersebut, maka terdapat sebuah cerita bahwa pada zaman Nabi Allah
Musa Alaihissalam terdapat seorang lelaki muda yang hidup di tengah-
tengah masyarakat. Namun anak muda ini selama hidupnya tidak pernah
aman masyarakat dari gangguan tangan dan lidahnya, hingga pada suatu
hari ia jatuh sakit dan kemudian meninggal. Setelah meninggal
jenazahnya bukannya dimandikan, dikafankan disalatkan dan
dikuburkan, selayaknya manusia lain, melainkan dilempar ke dalam
bak sampah oleh masyarakat yang selama ini terganggu dengan
kehadirannya.
Lalu, Allah meminta Nabi Musa untuk pergi ke tempat anak
muda yang dibuang, lalu mengurus jenazahnya dengan baik sesuai
syariat. Berangkatlah Nabi Musa Alaihissalam ke daerah yang telah
ditentukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Setelah beliau sampai, lalu ia
bertanya kepada penduduk kampung perihal jenazah yang wafat
kemarin.
Nabi Musa; adakah seorang lelaki yang telah meninggal hari
kemarin?. Masyarakat; ada, kami telah membuangn ya di tempat
sampah, Nabi Musa; dimana dia, masyarakatpun mengarahkan Nabi

157
Musa ke tempat jenazah di buang, sambil bercerita terkait perbuatan
yang dilakukan pemuda tersebut.
Mendengar cerita itu, Nabi Musa bermunajat kepada Allah, dan
Allah menjawab; mereka (masayarakat itu benar wahai Musa, akan
tetapi ketahuilah bahwa sebelum anak muda ini meninggal dunia, ada
tiga permintaan yang diajukannya kepadaKu dan seandainya semua
pelaku maksiat berdoa dengan ketiga-tiga permohonannya, maka Aku
akan kabulkan semua pinta mereka.
Nabi Musa; apakah yang tiga perkara itu ya Allah, lalu Allah
menjawab, Pertama; Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang
telah aku lakukan, segala laku maksiat aku kerjakan padahal dalam
hatiku, aku sangat membenci perbuatan maksiat, akan tetapi karena
terdapat tiga perkara dalam diriku yang selalu mengajak dan
mempengaruhi diriku untuk melakukan perbuatan maksiat. ketiga hal itu
ialah hawa nafsu, teman yang jahat dan iblis laknatullah. Ya Allah
Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang aku katakan ini, maka
ampunkanlah dosaku.
Kedua; Ya Allah Engkau Maha Mengetahui bahwa diriku ini
selalu melakukan perbuatan maksiat dan selalu bersama dengan orang-
orang fasik, tetapi aku sangat cinta terhadap orang-orang saleh dan,
sebenarnya kebersamaan dengan mereka lebih aku dambakan
dibandingkan tempat dan teman sepergaulanku sekarang.
Ketiga; Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa cintaku
terhadap orang-orang saleh sangat kuat dan aku lebih mencintai mereka
dibandingkan dengan teman-teman fasikku, sehingga saat datang
kepadaku dua orang, yang satunya orang saleh dan yang lainnya orang

157
thalih (pelaku maksiat) untuk satu hajat, maka aku lebih mengutamakan
orang yang saleh dibandingkan temanku yang thaleh tersebut.
Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Wahbn ibn Munabbah
berkata; “ (orang fasik berkata) Ya Allah, sekiranya Engkau
mengampuni segala kesalahanku, maka para Nabi dan wali-waliMu
akan sangat berbahagia dan setan-setan akan bersedih dan seandainya
Engkau menyiksaku, maka setan-setan merasa bersyukur dan para nabi
dan wali-waliMu akan sangat bersedih. Dan aku sangat mengetahui
bahwa kebahagiaan para wali disisiMu lebih Engkau sukai
dibandingkan kebahagiaan setan-setan dan para penolongnya, karena itu
ampunkalah.
Ya Allah Engkau telah mengetahui apa-apa yang aku ucapkan
ataupun yang amsih tersembunyi di dalam hatiku, maka Allah
berfirman; Rahmat dan kasih-sayang serta keampunanku telah Aku
berikan kepadanya wahai Musa, karena itu kerjakanalah apa-apa yang
aku minta kepadamu dan Aku akan memberikan ampunan bagi mereka-
mereka yang turut serta mengurusi jenazah waliku.

Hakikat Kasih sayang

‫ إِ َّن اهللَ َت َع اىَل‬: ‫اهلل ﷺ‬ ٍِ


ِ ‫ قَ َال رس و ُل‬:‫ك ر ِض ي اهلل عْن ه قَ َال‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
ُْ َ ُ َ ُ َ َ ‫س ابْ ِن َمال‬

157
ِ
،‫ك‬ َ ‫ َو َد ّق َعظَ َم‬،‫َّك‬َ ‫ يَ ا َعْب دي َكُب َر ِس ن‬:‫ص بَاحاً َو َم َس اءً َفَي ُق ْو ُل‬ ِ َّ ‫َيْنظُ ُر يِف ْ َو ْج ِه‬
َ ‫الش ْي ِخ الْ ُم ْؤم ِن‬
ِ
َ ِ‫َس تَ ْح ِي ِم ْن َش ْيبَت‬
‫ك أَ ْن‬ ِ
ْ ‫ فَأَنَا أ‬، ‫اس تَ ْح ِي ميِّن‬
ْ َ‫ ف‬،‫لي‬
ّ ‫ك َع‬
َ ‫ َو َحا َن قُ ُد ْو َم‬،‫ك‬َ َ‫َجل‬
َ‫بأ‬ َ ‫ َو َقُر‬،‫َو َر ّق ج ْل َد َك‬
.‫ك بِالنَّا ِر‬َ َ‫أ َُع ّذب‬

Artinya: “Dari Anas ibn Malik Radliyallahu Anhu berkata, telah bersabda
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sesungguhnya Allah setiap pagi dan
sore hari Allah melihat ke arah wajah orang-orang tua dan berkata; “ wahai
hambaKu, telah bertambah usiamu, rapuhlah tlang-belulangmu, lemah
lunglai kulitmu, telah dekat ajalmu, telah datang waktu untuk mendatangiKu,
maka malulah dariku (untuk tidak melakukan perbuatan maksiat), maka Aku
akan merasa malu dengan putih rambutmu (ubanmu) menyiksamu di hari
kiamat”.

“Kasih-sayang Sayyidina Ali”


Diceritakan bahwa pada suatu pagi Sayyidina ‘Ali Radliyallahu Anhu
tergesa-gesa berangkat dari rumahnya untuk menunaikan ibadah salat
fajar, lalu di tengah perjalanannya beliau menjumpai seorang syaikh
(orang tua-renta) berjalan dengan perlahan.
Melihat orang tua yang berjalan dengan perlahan, sayyidina ‘Ali
tidak mau mendahuluinya, iapun mengikuti irama langkah kaki sang
syaikh, beliau menunjukkan kasih-sayangnya dan rasa ta’dzimnya
kepada orang tua tersebut, juga beliau ingin memberikan penjagaan,
khawatir lelaki tua tersebut terjatuh dan tidak kuat berjalan, perjalanan
ini memakan waktu hingga hampir akan terbit matahari.
Setelah sampai di dekat masjid, lelaki tua tersebut duduk di dekat
pintu masjid tidak meneruskan langkahnya masuk ke dalam masjid,
disanalah ‘Ali bin Abi Thalib mengetahui bahawa lelaki tua yang ia jaga
dan khawatirkan di perjalanan adalah seorang Nashrani. Lalu sayyidina
‘Alipun masuk ke dalam masjid dan mendapatkan Rasulullah dan para

157
Sahabat beliau sedang ruku’ rakaat kedua. Rukuk kali ini, dilakukan
Rasulullah sepanjang dua kali rukuk sehingga ‘Ali menjumpainya.
Setelah Nabi dan para Sahabat selesai menjalankan salat subuh,
lalu ‘Ali pun bertanya;”Wahai Rasulullah, mengapa engkau panjangkan
rukukmu pada salat kali ini padahal selama ini engkau belum pernah
melakukannya, Rasulullah menjawab;” ketika aku rukuk dan membaca

tasbih ‫ س بحان ريب العظيم‬seperti biasanya dan ketika aku akan mengangkat

kepala, tiba-tiba Malaikat Jibril datang dan meletakkan sayapnya di atas


pundakku sehingga aku rukuk panjang seperti ini, ketika dia
mengangkat sayapnya, maka akupun bangun dari rukukku.
Mendengar penjelasan tersebut, lalu para sahabat
bertanya;”mengapa Malaikat Jibril melakukan itu wahai Rasul, Nabi
berkata;”Aku tidak bertanya tentang itu kepadanya”.
Lalu Malaikat Jibril datang kepada Nabi dan berkata;”Wahai
Muhammad, ketahuilah bahawa ‘Ali keluar dari rumahnya tergesa-gesa
ingin menjumpai salat jama’ah bersamamu, lalu ia menjumpai seorang
lelaki tua Nasharni dan berjalan di hadapannya, dia tidak ingin
mendahului langkah lelaki tua tersebut karena rasa hormat dan untuk
menjaganya, maka Allah memerintahkanku untuk menahan rukukmu
pada rakaat kedua agar ‘Ali menjumpai salat bersamamu. Peristiwa
yang aku lakukan ini –lanjut Malaikat Jibril—bukanlah perkara aneh,
melainkan yang lebih mengherankan lagi Allah perintahkan Malaikat
Mikail untuk menahan dan menutupi matahari dengan sayapnya agar
matahari tidak terbit karena sikap ‘Ali yang menjaga dan menghormati
lelaki tua tersebut.
Dahsyat, memberi hormat, menjaga dan mengasihi orang-orang
tua, tidak kenal agama, suku, ras dan bangsa adalah sifat yang sangat

157
terpuji, Allah memberikan hak-hak spesial bagi siapa saja yang
memiliki sifat seperti Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhahu. Karena
menjaga lelaki tua Nashrani, maka Allah memberikan dua keutamaan
yang sangat luar biasa kepada beliau, bagaimana halnya jika yang kita
sayangi, kita jaga dan kita rawat adalah lelaki mahupun perempuan tua
adalah ayah ibu kita?, maka Allah akan memberikan kemuliaan jauh
lebih besar dibandingkan keutamaan yang didapatkan Sayyidina ‘Ali.
Nasihatnya, perhatikan, jaga dan sayangi ibu bapak kita yang
sudah tua renta, kulitnya telah mengeriput, tulang-belulangnya telah
rapuh, sendi-sendinya menjadi rentan patah dan tiada memiliki kekuatan
lagi, disinilah kita datang sebagai anak yang telah mereka rawat dan
sayangi ketika kita tidak dapat berkata-kata, tangis dan tawa menjadi
media, mereka--ibu bapak kita--, paham apa yang kita rasakan dan
inginkan, saat tubuh kita terasa sakit, demam panas bahkan menggigil
kedinginan, hati mereka terluka karena sakit yang kita alami dan
rasakan bahkan tidak jarang mereka bergumam sambil berdoa;”Ya
Rabbi, jika engkau ingin, pindahkanlah sakit anakku kepadaku,
biarkanlah aku yang merasakan sakit, sehatkanlah mereka”.

157
Fungsi salat

Orang salat ialah mereka yang meninggalkan segala perbuatan maksiat


Orang salat ialah mereka yang meninggalkan ragam bentuk kezoliman
Orang salat ialah mereka yang dapat memberi manfaat antar sesama
Orang salat ialah mereka yang kedatangannya ditunggu dan kepergiannya dirindu

Sebagai kata pembuka (muqaddimah) al-Syaikh Daud ibn


‘Abdullah al-Fatani dalam kitab Munyah al-Mushalli; “Segala Puji bagi
Allah Tuhan sekalian alam, Tuhan yang menjadikan sembahyang lima
waktu sebagai jalan bagi orang-orang muttaqin, dan Dia juga yang
menjadikannya sebagai penyejuk jiwa Sayyidil mursalin (Nabi

157
Muhammad sallallahu ‘Alaihi Wasallam), salat merupakan salah satu
daripada rukun Islam yang lima dan paling utama setelah syahadatain,
salat dijadikan sebagai surga yang disegerakan Allah untuk dirasakan
bagi para pencinta dan salat juga menjadi jendela melihat ke-Agungan
Allah Azza Wajallah bagi yang merindukanNya”.
Dari ucapan tersebut tersirat lima fungsi utama salat yakni;
Pertama; salat sebagai jalan bagi orang-orang muttaqin (thariqah al-
muttaqin). Dari sini dapat dipahami bahwa orang yang menjalankan
salat ialah mereka yang termasuk orang-orang muttaqin, berarti
sebaliknya bagi orang yang meninggalkan salat ia tergolong orang
kafirin ataupun munafiqin. Rasul bersabda; ”orang yang dengan sengaja
meninggalkan salat tanpa alasan yang dibenarkan syara’, maka dia
tergolong sebagai kafir dengan nyata”.
Kedua; salat sebagai penyejuk mata hati bagi Nabi Muhammad
sallallahu ‘Alaihi wasalam. Ketika Rasul menjalankan salat, beliau
merasakan kebersamaan dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena
kebersamaan dengan kekasih yang sangat dicintai, maka hati menjadi
sejuk, tenang dan bahagia. Demikianlah seharuslah kita lakukan, salat
dapat menyejukkan hati, menenteramkan jiwa, tiada kebersamaan paling
indah melainkan merasakan kehadiran Allah dalam diri kita, merasa
selalu diawasi Allah dalam segala perbuatan. Karena itulah jiwa akan
tenang, tiada khawatir, tidak pula bimbang takut kemiskinan, takut
kegagalan, takut kegelapan dan takut dari kejahatan makhluk.
Ketiga; salat sebagai salah satu rukun (tiang) dari lima rukun
Islam, karena itu sesiapa yang mendirikan salat berarti dia telah menjaga
dan menguatkan tiang agama dan sesiapa yang meninggalkan salat,
maka dia telah merusak dan merubuhkan agama. Seperti disabdakan

157
Rasulullah; “Sembahyang itu tiang agama, sesiapa yang mendirikan
sembahyang berarti dia telah menegakkan agama dan sesiapa yang
meninggalkannya berarti ia telah merobohkan agama”.
Keempat; Salat sebagai surga yang disegerakan (Jannat
al-‘Ajilah li al-Muhibbin) Allah untuk para pencinta (orang yang
mencintai Allah dengan menjalankan sembahyang). Salat merupakan
salah satu bukti cinta seorang mukmin kepada Rabbnya, salat juga
merupakan media berkomunikasi seorang hamba dengan Tuhannya,
salat merupakan sarana untuk merasakan kebersamaan dengan Allah
Azza Wajalla.
Kelima; Salat sebagai pintu menilik kehadirat Allah atau sebagai
singgasana bertemu dengan Allah (Ma’din asrar al-‘Asyiqin). Bagi
mereka yang dengan tulus menajalankan ibadah salat, maka dia akan
merasakan kehadiran Allah dalam salatnya, karena itulah Malaikat Jibril
Alaihissalam menyampaikan pengajarannya terkait dengan Iman, Islam
dan Ihsan. Seperti dijelaskan bahwa al-Ihsan itu ialah “Engkau
menyembah Allah (salat) seakan-akan engkau melihatnya, jika tidak
dapat, maka yakinlah bahwa Allah Maha Melihat kita mengerjakan
perintahNya”.
Kelima fungsi salat yang dijelaskan al-Syaikh tersebut
merupakan penjelasan dari firman Allah surat al-Ankabut: 45
“Dirikanlah sembahyang, karena sembahyang itu dapat mencegah
perbuatan keji (al-Fahsya’) dan juga amal yang munkar (al-Munkar),
ingatlah bahwa Allah Maha Besar”.
Dalam ayat tersebut terdapat dua fungsi utama salat bagi setiap
manusia mukmin yakni salat akan mencegah manusia melakukan
perbuatan keji dalam berbagai bentuknya seperti perbuatan dan ucapan

157
yang melukai orang lain termasuk ghibah, fitnah atau juga perbuatan
yang mendapatkan hukuman di dunia seperti mencuri dihukum potong
tangan dan berzina dihukum rajam. Jika salat dijalankan dengan tulus
dan mengikut pada apa-apa yang di ajarkan Nabi, maka kita akan
terhindar dari perilaku keji. Perkara kedua salat dapat menjauhkan kita
melakukan perkara al-munkarat yakni perkara-perkara yang berhubugan
dengan perbuatan maupun ucapan yang dilarang oleh Allah termasuk di
dalamnya al-syirk (menyekutukan Allah).
Posisi salat dalam agama seperti posisi kepala pada jasad
seseorang, tiada kehidupan jika tidak ada kepala, maka demikian juga
halnya bagi orang yang tidak menjalankan salat, maka tiada agama
baginya. Kita akan dikatakan manusia jika kepala dan jasad kita masih
ada dan ketika kepala sudah tidak dimiliki makan dinamakan mayat
bukan lagi manusia. Karena itu peliharalah dan dirikanlah salat agar
lebel kemanusiaan tetap utuh pada diri kita, Allah berfirman dalam al-
Qur’an; “Peliharalah segala salatmu dan peliharalah salat al-wustha
(salat Asar), berdirilah karena Allah bersamamu di dalam salat yang
engkau kerjakan”.

157
Ukuran Dirimu

‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَ لَ ۡق ٰنَ ُكم ِّمن َذ َك ٖر َوأُنثَ ٰى َو َج َع ۡل ٰنَ ُكمۡ ُش ُعوبٗ ا َوقَبَٓائِ َل لِتَ َعا َرفُ ٓو ۚ ْا إِ َّن‬
ٞ ِ‫أَ ۡك َر َم ُكمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ أَ ۡتقَ ٰى ُكمۡۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم خَ ب‬
‫ير‬
Artinya:”Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai
bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah
mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di
sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih
keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi
Maha Mendalam PengetahuanNya Al-Hujurat:13)

Bukanlah karena harta engkau dipandang, tidaklah sebab jabatan dirimu


dimuliakan Islam, iman dan ihsanmu menjadi rujukan Ilmu dan amal
salehmu akan menentukan Dirimu dimata Tuhan yang Maha Rahman.
Al-Syaikh Tajuddin ibn ̳Athaillah al-sakandari memberikan
penjelasan bahwa manusia yang ingin mengetahui kedekatannya dengan
Tuhan dapat dilihat bagaimana ia menjalankan salatnya. Jika salat
dijalankan dengan mengikut rasulullah, syarat, rukun dan juga
sunnatnya di datangkan, maka ia akan menjadi dekat dengan Tuhannya,
namun jika sebaliknya, salat dijalankannya hanya untuk terbebas
daripada kewajiban, maka seperti itulah rupa diri kita dihadapan Tuhan.

157
Sesungguhnya ruku’ dan sujud yang engkau lakukan tiada
bermakna disisi Allah jika hanya gerakan, bacaan tanpa bermaksud dan
hadir hati saat melakukannya. Al-Ta’dzim lillahi Rabbul Baraya adalah
hakikat dari gerakan yang dijalankan.
Mereka yang akan terselamatkan dan berjaya dalam membina
kehidupannya ialah mereka yang khusyu‘ dan senantiasa memelihara
salatnya, dimana pun ia berada saat susah, senang, kaya-miskin,
pemimpin atau rakyat jelata, salat tetap dijalankan. Dan orang-orang
yang berada dalam kebahagiaan adalah mereka yang senantiasa berada
dalam ―rasa‘ salat ketika selesai menjalankannya.
Rasa salat ialah tetap hati dalam mengingat Allah seperti kita
sedang berada dalam salat, memelihara gerakan, pandangan,
pendengaran, ucapan dan hati agar selalu istiqamah dalam kebajikan.
Salam yang diucapkan dibarengi dengan melihat ke kanan dan ke kiri
memiliki makna simbolik yakni hendaklah nilai-nilai salat dijalankan
untuk menebar kasih-sayang kepada orang lain. Salam berarti
kesejahteraan dan keselamatan bagi kita mahupun untuk orang lain.
Di dalam sembahyang seperti dijelaskan Hujjatul Islam Imam al-
Ghazali yang ditulis dalam kitab Munyah al-Mushalli oleh al-Syaikh
Daud ibn ̳Abdullah Fathani memiliki rupa zohir dan rupa batin. Rupa
zohir dapat dilihat dari syarat yang diibaratkan bagaikan ruh, rukun-
rukun salat bagaikan kepala, sunnat ab‘ad seperti anggota badan dan
sunnat hai‘at bagaikan perhiasan.
Kesempurnaan manusia terletak pada kewujudan seluruh
komponen yang ada seperti adanya ruh yang menggerakkan, ada kepala
yang berpikir, anggota badan yang lengkap merupakan kebanggaan dan
kesempurnaan wujud seseorang dan hiasan-hiasan zohir seperti pakaian

157
dan hiasan batin seperti akhlak dapat menjadi penentu kualitas manusia
disisi Tuhan dan juga manusia lainnya.
Sedangkan hakikat batin yang dimaksudkan Imam al-Ghazali
ialah kehadiran hati sejak takbiratul ihram hingga salam. Tanpa
kehadirannya, salat yang kita jalankan, disisi Allah terlihat kurang,
walaupun secara zahir telah dijalankan.
Salat yang baik dan lengkap ialah salat yang dijalankan
bersesuaian dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Rasul bersabda yang
maksudnya: Lima sembahyang dipardhukan kepada hambaNya, sesiapa
yang mendatangkannya dengan sempurna dan tiada dikurangkan
haknya, maka Allah akan memberikan janji- janjiNya dan sesiapa yang
menjalankan salat dengan mengurangkan hak-haknya, maka tiada janji
Allah untuknya.
Salat juga akan terlihat manifestasinya dalam cara berinteraksi
dalam dunia sosial, orang salat mestinya semakin dekat dengan makhluk
Allah yang lain, semakin sayang kepada fakir-miskin, keperdulian akan
saudaranya yang memerlukan bantuan. Salat mestinya mampu
mewujudkan kedamian sikap dan sifat bagi setiap orang, tiada pilih
kasih antara miskin dan kaya, cantik ataupun biasa.

Salat Berjama’ah

157
Dekat jauh ditentukan diri kita
Banyak sedikit dari amalan manusia
Salat berjamaah melebihi salat biasa
27 derajat keutamaan yang dimilikinya
Jangan abai dan melewatkan peluangnya
Kerana umur setiap insan tiada dikirakan
 
Salah satu cara Allah menampakkan rasa kasih dan sayang
kepada hamba-hambaNya dengan memberikan peluang untuk
menjalankan ibadah dan mendapatkan nilai (pahala) lebih besar. Antara
cara yang disebutkan baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam
dalam hadits yang bermaksud;” Salat berjamaah memiliki nilai
(pahala) lebih besar daripada salat sendiri 27 derajat”. (HR.
Muttafaqun ‘Alaih).
Dalam hadits lain baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda yang bermaksud;”Sesiapa yang menjalankan salat
berjama’ah seakan-akan dia telah memenuhi sungai dengan air
pahala”. (Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din Jilid.1/203).
Diriwayatkan bahwa Maimun ibn Mahran mendatangi sebuah

masjid lalu, salat berjamaan telah selesai dijalankan, iapun berkata “ ‫هلل‬ ‫إنا‬

‫ “ وإن ا إلي ه راجع ون‬keutamaan salat ini aku lebih mencintainya daripada
diberikan kepadaku menguasai wailayah Irak. (Mukasyafatul
Qulub:245).
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya;”
Sesiapa yang menjalankan ibadah salat secara berjamaah dan tiada
pernah meninggalkan walau sekali sahaja selama 40 hari, maka Allah
akanb mencatatkannya dua kebebasan iaitu bebas dari perilaku
munafiq dan selamat dari azab Neraka”. (HR. Al-Turmudzi).

157
Sayyidina Utsman ibn Affan Radliyallahu Anhu berkata,
Rasulullah Sallallau ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:” Sesiapa
yang mendapatkan salat isya secara berjamaah seakan-akan ia
melakukan salat sunnat setengah malam dan sesiapa yang menjalankan
ibadah salat subuh secara berjamaah, maka seolah-olah ia telah
melakukan salat sepanjang malam”. (HR: Muslim dan al-Tirmidzi).
Dikatakan bahawa, ketika semua sudah berkumpul di padang
mahsyar, maka akan terlihat sekumpulan orang yang wajahnya bersinar
bagaikan cahaya bintang, Malaikat berkata; siapakah kalian dan apakah
amalan yang telah kalian lakukan?, mereka berkata;” Saat kami
mendengar azan dikumandangkan, segera mengambil air wudlu’, tiada
perkara apapun yang menyibukkan kami. Lalu dibangkitkan lagi
sekumpulan orang yang wajahnya bersinar bagaikan bulan, lalu mereka
menjawa (setelah ditanya oleh Malaikat), Kami berwudlu’ sebelum
masuknya waktu dan sekelompok orang yang wajah mereka bersinar
bagaikan matahari, lalu setelah Malaikat bertanya, merekan
berkata;”Kami mendengar dan menjawab azan saat sudah berada dalam
masjid”. (Mukasyafatul Qulub;245).
Diceritakan bahawa Habib Umar ibn ‘Abdurrahman al-Attas,
ketika didatangi oleh para penta’ziyah kerana kematian beberapa anak-
anak beliau secara bersamaan, mereka berkata; Alangkah dahsyatnya
musibah yang engkau derita wahai Habib, mendengar ucapan tersebut
lalu beliau berkata;”Saat kalian melihat dan menjumpai aku kehilangan
salat jamaah, kalian tidak ada yang memberikan ta’ziyah kepadaku,
ketahuilah bahwa kehilangan satu kali salat jamaah lebih berat bagiku
daripada kehilangan anak-anakku ini”. (Al-fawaid al-Mukhtarah;154).

157
Diceritakan pula bahwa para ulama’ salaf didapati menangis
tersedu-sedu, lalu ditanya, apakah yang menyebabkan engkau menangis,
apakah bapakmu telah meninggal?, lalu ia berkata; bahkan lebih besar
daripada itu. Apakah ibumu telah meninggal, ia pun berkata lebih besar
daripada itu, lalu dikatakan kepadanya, apakah yang terjadi?, beliau
berkata;”Telah terlewatkan daripadaku salat berjamaah”. (al-Fawaid al-
Mukhtarah:154).
Tiada diterima salat seseorang kecuali dalam kekhusyu’an, dan
khusyu’ tiada dapat dirasakan oleh seseorang sepanjang salat, kerana
itulah disyariatkan salat berjamaah untuk mendapatkan khusyu’ dalam
semua rakaat salat. Sebagian kita ada yang hadir hatinya (khusyu’) saat
takbir, ada juga ketika rukuk dan mungkin juga dalam sujud demikian
seterusnya sehingga semua gerakan salat dapat dijalankan dengan
kehadiran hati. Maka Allah akan menerima salat yang kita lakukan
karena dijadikan satu dalam jamaah. (al-fawaid al-mukhtarah:154).
Diriwayatkan dalam sebuah atsar atau khabar (al-Hadits)
bahawa:” Sesungguhnya Allah akan melihat pertama sekali pada salat
imamnya, jika didapati sempurna maka akan dirahmati semua
jamaahnya, jika imam tidak sempurna, maka Allah akan melihat pada
orang yang berdiri disebelah kanan, kira, saf belakang dan seterusnya,
jika Allah tidak mendapatkan kesempurnaan pada masing-masing
jamaah, maka akan diakumulasi secara keseluruhan lalu dirahmati Allah
atas salat yang dijalankan secara jamaah”. (al-fawaid al-
mukhtarah:155).
Dari Ubaidillah ibn Umar al-Qawariir radliyallahu Anhu, beliau
berkata;”Tiada satu malampun  aku melewatkan salat isya berjamaah,
sehingga datanglah seorang tamu kepadaku dan aku sibuk menjamu

157
tamuku. Salat jamaah isya’ malam itu terlewatkan, selepas tamuku pergi
aku bergegas mencari salat jamaah di beberapa masjid Bashrah, tak
satupun masjid yang masih menajalankan salat bahkan semua masjid
telah terkunci, akupun pulang ke rumahku dan teringat olehku satu
riwayat hadits Nabi bahawa salat berjamaah mendapatkan pahala 27
derajat daripada salat sendiri”, akupun melakukan 27 kali salat isya’
pada malam itu. Di dalam tidurku aku melihat beberapa kawan-
kawanku berlari di atas kuda dengan begitu kencangnya, lalu akupun
mengejar mereka, namun mereka tidak dapat aku jumpai, seraya mereka
berkata; “engkau tidak akan dapat mengejar kami karena engkau telah
melewatkan salat isya’ secara berjamaah”. (al-fawaid al-
Mukhtarah:155).

Value of Zakat

Hartamu bukan rezekimu


Rezekimu, harta yang engkau keluarkan
Bagi mereka yang memerlukan
Satu suap makanan untuk mereka yang lapar
Lebih bermakna dibandingkan segenggam emas
 

157
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al
Taubah:103).
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku' (QS.Al Baqarah: 43). Mereka yang
beriman  kepada yang ghaib,  yang mendirikan shalat,  dan
menafkahkan sebahagian rezki  yang Kami anugerahkan kepada
mereka”. (QS. Al Baqarah:3).
Setelah Sayyidina Abu Bakar al Shiddiq Radliyallahu Anhu
dilantik menjadi khalifah al Rashidin beliau berkata dan mengajak para
Sahabatnya untuk memerangi dua kelompok perusak Islam yakni para
pendakwa Nabi Palsu dan orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Ajakan tersebut oleh Sayyidina Umar ibn al Khattab dijawab; Ya
Khalifatullah, ajakanmu yang pertama yakni kaum pendakwa dirinya
sebagai nabi Palsu, kami bersetuju, namun bagi ajakanmu yang kedua
yakni memerangi kaum ingkar zakat perlu dipikirkan dan
dipertimbangkan, bukankah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam
pernah bersabda;”Sesiapa yang telah bersyahadat, maka aman darahnya
untuk ditumpahkan (diperangi), aman kehormatannya untuk dizolimi
dan aman pula harta bendanya untuk di rampas”.
Mendengar argumentasi penolakan dari sahabat terdekatnya, lalu
Abdu Bakar dengan lantang dan tegas berkata, Wahai Umar, apakah
engkau keras semasa Jahlilah dan lemah ketika memperjuangkan
tegaknya agama Allah, tidakkah engkau membaca dan mencermati ayat
Allah surat al Baqarah/2:43 yang bererti; Dan dirikanlah shalat,

157
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'?. Demi
Allah Wahai Umar Aku akan memerangi orang-orang yang
membedakan kewajiban mendirikan salat dan membayar zakat”.
Setelah mendengar ketegasan dan hujjah Abu Bakar al Shiddiq
tersebut Umar dan para sahabat lain lalu berkata; kami mendengarkan
dan kami ikut memerangi mereka karena Allah dan rasulNya.
Menyimak beberapa ayat al Qur’an dan hujjah Sayyidina Abu Bakar
dalam pragmen dialogis yang ditempilkan Sayyidina Abu Bakar al-
Shiddiq dan Sayyidina Umar ibn al Khattab, maka dapat disimpulkan
bahawa membayar zakat merupakan prasyarat ibadah salat dapat
diterima.
Ibadah salat dan zakat tidak dapat dipisahkan, kedua-duanya
merupakan satu mata uang yang tidak akan bermakna jika sebelahnya
dipisahkan dari yang satunya, karena itu jika ingin ibadah kita
dikabulkan Allah, maka kedua-dua perintah mendirikan salat dan
menunaikan zakat (bagi yang sudah berkewajiban) mesti dijalankan
secara bersama.
Ibadah salat merupakan lambang ketaatan yang bersifat
hubungan personal (habl minallah) yakni hubungan vertikal manusia
kepada Tuhannya, sedangkan zakat merupakan perlambang ketaatan
manusia kepada Tuhannya melalui hubungan baik dengan manusia
(habl minannas) atau yang lebih dikenali sebagai hubungan yang
bersifat horizontal.
Selain zakat berfungsi sebagai lambang ketaatan kepada Rabb al-
Izzati, juga zakat berfungsi sebagai pembersih harta benda seseorang
(Tutahhiruhum:untuk membersihkan harta benda mereka), kalimat
tersebut bererti mensucikan secara zohir, seolah-olah pada harta yang

157
kita hasilkan terdapat banyak kotorannya, maka perlu dibersihkan
seperti membersihkan badan, pakaian yang tersentuh kotoran.
Pada lanjutan ayat tersebut juga menjelaskan zakat berfungsi
sebagai pembersih batin (wa Tuzakkihim biha: untuk membersihkan
batin mereka) dari kotoran salah persepsi yakni harta benda diberikan
oleh Allah dan di dalamnya terdapat pula hak-hak orang lain, karena itu
wajib dishare kepada para mustahiq (mereka yang berhak).
Al-Syaikh Abdullah ibn ‘Abdul Mubin dalam kitab tanbih al-
Ghafilin Melayu bahwa orang-orang yang mengeluarkan zakat harta dan
fitrahnya, akan diabadikan namanya  pada ketujuh langit: pertama
pemurah (karîman), langit kedua dengan nama sangat pemurah
(Jawwâdan), langit ketiga orang yang taat (muthî’an), langit keempat
orang baik (bâran), langit kelima diterima (maqbûlan), langit keenam
dipelihara (mahfûdzan) dan langit ketujuh diampuni semua dosanya
(maghfûran zunûbuhu). Sedangkan bagi mereka yang tidak membayar
zakat akan dituliskan namanya pada langit pertama kedekut (bakhîlan),
kedua sia-sia/merugi (lâghiyan), ketiga merasa memiliki (malikan),
keempat merasa tercukupi oleh harta-bendanya (mugtannan), kelima
pelaku maksiat (‘Âshiyyan), keenam tercabut keberkatan dari harta
bendanya di ddaratan mahupun di lautan (manzûl barakah lâ yahfadzu
mâlahu fî barrin walâ bahrin) dan ketujuh dihalau/ditolak oleh Allah
(mathrûdan). (Tanbih al-Ghafilin:10-11).
Rasulullah sallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda yang
artinya:”kecelakaan bagi orang-orang kaya (dunia), mereka akan
diadukan oleh para fuqara’ di peradilan Allah Azza wa Jalla; Mereka
(orang-orang fakir) akan berkata; mereka telah menzolimi kami, mereka
tidak memberikan hak-hak kami yang ada pada mereka ya Rabb, Allah

157
berfirman; demi keagunganKu dan ketinggian diriKu, Aku akan
tegakkan kadilan untuk kalian daripada mereka, lalu Rasulullah
membaca ayat al-Qur’an Surat al-Ma’arij:24-25), dan orang-orang
yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta)”. (Mukasyafatul Qulub:65).
Diceritakan bahawa sekelompok orang dari kalangan Tabi’in
keluar bersama menuju rumah Abi Sinan, setelah kami duduk, lalu Abu
Sinan mengajak kami untuk menuju seorang sahabat beliau memberi
ta’ziah atas kematian saudaranya.
Muhammad ibn Yusuf al-Faryani berkata; lalu kamipun pergi ke
rumah jirannya Abi Sinan, setelah kami masuk ke dalam rumah jiran
beliau, kami dapatkan jiran beliau sedang menangis bersedih atas
kematian saudaranya, kerana itulah kami berikan kata-kata nasihat,
namun beliau tiada menerima ta’ziah kami, lalu  kami berkata kepada
jiran Abi Sinan, tidakkah engkau ketahui bahwa kematian itu pasti
terjadi?, dia berkata; benar, akan tetapi aku menangis kerana siksa kubur
yang didapatkan saudaraku. Apakah engkau telah dibukakan hijab oleh
Allah sehingga engkau mengetahui saudaramu dalam azab Allah?, tidak
jawabnya tegas, akan tetapi setelah kami selesai dari menguburkan
jenazahnya, semua orang pulang kembali sedangkan aku sendiri duduk
di atas kubur saudaraku, tiba-tiba aku mendengar suara berkata apakah
kalian akan menyiksa diriku padahal aku telah berpuasa dan juga
mendirikan salat?, suara itulah yang menyebabkan aku menangis, aku
menggali tanah-tanah kuburan saudaraku untuk melihat apa yang
terjadi, alangkah terkejutnya aku, melihat kuburannya terbakar api, di
pundak saudaraku terlihat api menyala-nyala, lalu aku berusaha

157
memadamkan api-api tersebut sehingga tanganku ini terbakar
karenanya, lalu ia menunjukkan kepada kami tangannya yang terbakar
dan terlihat hitam terbakar, lalu akupun menutup kembali kubur
saudaraku dan aku meninggalkan kuburanya, bagaimana mungkin aku
tidak bersedih dan menangisi keadaan saudaraku?.
Lalu kami bertanya kepadanya, apakah yang saudaramu lakukan
semenjak hidup di dunia ini?, ia pun berkata; saudaraku tidak pernah
membayar zakat hartanya, perihal ini telah membenarkan firman Allah
dalam surat ali Imran/3:180 yang artinya; “Sekali-kali janganlah orang-
orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari
kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit
dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Setelah kami mendengar cerita jiran Abi Sinan, kamipun keluar
menuju rumah Abi Dzar sahabat Rasulullah sallalahu Alaihi Wasallam
dan kami ceritakan kisah jiran Abi Sinan dan kami berkata kepada
beliau, orang Yahudi dan Nasrani mati belum pernah kami dengar akan
hal seperti itu terjadi, lalu Abu Dzar berkata;”tiada keraguan, mereka
sudah pasti di neraka, adapun kejaidian itu diperlihatkan kepada ahli
iman agar menjadi pelajaran bagi kita semua”. Seperti ditegaskan Allah
dalam surat al-An’Am/6:104 yang artinya: ”Sesungguhnya telah datang
dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat
(kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan
barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka

157
kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-
kali bukanlah pemelihara (mu)”. (Mukasyafatul Qulub:65).
Daripada cerita tersebut dapat diambil satu hikmah besar terkait
dengan kewajiban membayar zakat harta yang kita miliki. Hakikat dari
kepemilikan harta-benda ialah titipan (amanah) Allah untuk digunapakai
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan Allah melalui bagida Rasul.
Pada sebagian harta yang kita dapatkan terdapat hakkun lissaili wa al-
mahrum (hak orang-orang yang memerlukan dan mereka-mereka yang
tiada dapat melakukan perbuatan –menganggur--). Tunaikan amanah
dengan memberikan hak-hak orang lain dalam harta-benda kita, dengan
itu harta akan dibersihkan dan dapat menjadi media keselamatan di
akhirat.

157
Hartamu yang Sebenarnya

Ucapan baikmu merupakan sedekah


Senyum manismupun adalah sedekah
Bahkan doa yang engkau panjatkan itu sedekah
Tiada berniat mengkhianati dan menzolimi sedekah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan penegasan hikmah dan


manfaat sedekah sepertimana dalam arti ayat berikut: “Sesungguhnya
orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat
gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang
banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang
bermakna:“Tidak diperbolehkan iri dan dengki, kecuali pada dua
perkara. Pertama, seseorang yang diberi Allah harta kekayaan lalu ia
menghabiskan harta kekayaan itu pada jalan yang benar. Kedua,
seseorang yang diberi ilmu lalu ia mengamalkanya dan mengajarkannya
pada orang lain” (HR. Muslim).
Dalam sabda lain baginda Rasul menjelaskan yang bermaksud;”
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang
pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR.

157
Muslim). Dan satu makna hadits yang sangat popular dalam keutamaan
bersedekah;” “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air
memadamkan api.” (HR. Tirmidzi).
Jika kita hayati firman Allah dan beberapa sabda baginda Rasul
tersebut, maka kita akan menjumpai betapa fadlilat sedekah sangat
banyak, antara keutamaannya ialah (dianggap) kita sedang memberikan
pinjaman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tiada pinjaman yang
lebih utama dan senantiasa memberikan keuntungan melainkan
memberi pinjaman kepada Allah Azza Wa Jalla.
Baginda Rasulullah menyebutkan bahwa tiada diperbolehkan kita
iri kepada apapun kecuali terhadap dua perkara yakni kepada seseorang
yang diberi rizki lalu ia habiskan untuk sedekah di jalan Allah dan
kepada seseorang yang diberi ilmu pengetahuan lalu ia mengamalkan
dan mengajarkannya untuk orang lain. Sedekah lanjut baginda tiada
mengurangkan harta benda seseorang melainkan menjadi perekat bagi
tuannya dan akan menarik rezeki-rezeki yang belum diperolehi dan
sedekah pula dapat menghapuskan segala khilaf dan dosa.
Habib Ahmad al-Attash seperti dikutip oleh Habib Zain bin
Ibrahim bin Smith dalam kitab al-Fawaid al-Mukhtarah li salik thariq al-
Akhirah menjelaskan;” Sesungguhnya satu suap yang kita berikan
kepada mereka yang kelaparan lebih utama dibandingkan membangun
tujuh puluh masjid jami’ (al-Fawaid:160).
Pada sebagian riwayat dijelaskan bahwa setelah Nabi Ibrahim
selesai membangun Ka’bah al-Musyarrafah, lalu beliau salat disetiap
rukun (keempat rukun hajar Aswad, Yamani, Syami dan rukun Iraqi)
sebanyak seribu rakaat. Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi
Ibrahim;”Wahai kekasihku Ibrahim, alangkah terpujinya apa yang

157
engkau lakukan itu, akan tetapi (ketahuilah) bahwa satu suap yang
engkau berikan kepada orang yang sedang lapar jauh lebih utama
dibandingkan salat yang engkau lakukan itu”. (al-Fawaid;161).
Diriwayatkan pula bahwa Malaikat Maut (Izrail) telah
memberitahukan kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam tentang umur
seorang pemuda, ia akan mati setelah lima hari, lalu Nabi Sulaiman
terus saja memperhatikan pemuda tersebut, setelah sampai lima bulan
ternyata sang pemuda masih tetap sehat, lalu beliau bertanya kepada
Malaikat Maut perihal pemuda yang masih tetap sehat.
Malaikat Maut pun menjawab, setelah ia keluar dari tempatmu,
pemuda itu berjumpa dengan seorang peminta-minta lalu ia memberikan
kepadanya sesuatu, pengemis itupun bermohon kepada Allah agar
memanjangkan umurnya, sebab itulah Allah memerintahkanku untuk
menunda pencabutan ruhnya. Dalam satu riwayat pemuda itu
bersedekah lima dirham, lalu Allah jadikan setiap dirham ditambahkan
umurnya satu tahun”. (al-Fawaid;162).
Habib Alawi ibn Shihab menceritakan kisah Habib Syaikh ibn
Muhammad ibn Shihab, saat beliau mengalami sakit, lalu ia
menceritakan perihal sakitnya kepada Habib Hasan ibn ‘Abdullah al-
Haddad, lalu Habib Hasan memberikan isyarat agar bersedekah dengan
niat kesembuhan dan berkata;”Obatilah penyakitmu dengan
bersedekah”, lalu Habib Syaikh menyembelih enam puluh kambing dan
membagi-bagikannya di Masjid Jami’ pada hari Jumat. (al-Fawaid:163).
Janganlah engkau menolak untuk memberi apapun yang mampu
engkau berikan kepada peminta-minta pertama yang datang kerumahmu
atau yang engkau jumpai, karena boleh jadi dia adalah seorang Malaikat
yang Allah kirimkan kepadamu untuk menguji dirimu apakah engkau

157
termasuk orang yang bersyukur ataukah kufur dari nikmat Allah (al-
Fawaid:164).
Dan hati-hatilah, jangan engkau menolak pemberian kepada
seorang pengemis di depan pintu rumahmu, karena ada kemungkinan
dia didatangkan Allah seorang Malaikat yang menyerupakan diri
dengan manusia untuk menguji ketaatanmu.
Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa aku telah mendengar
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Pada Bani Israil
terdapat tiga orang yang sedang mengalami sakit yakni orang sakit kulit,
orang yang sakit kepala dan orang buta. Ketiga-tiga orang ini didatangi
seorang Malaikat Allah, lalu masing-masing mereka diuji dengan
kesembuhan dan kekayaan, lalu setelah bertahun-tahun dan kekayaan
mereka semakin bertambah banyak.
Allah mengutus kembali Malaikatnya dalam bentuk orang yang
sangat menderita, lalu didatangi orang yang (semula) sakit kulit dan
meminta bantuan kepadanya, tapi sayang, orang ini menolak dan
menghardik (Malaikat yang menyamar) sebagai pengemis miskin,
demikian juga halnya pada orang kedua yakni yang (semula) kepalanya
sakit (tiada berambut).
Lalu orang ketiga yakni orang buta didatangi Malaikat dengan
wajah dan penampilan miskin papa, orang buta ini menyambut dengan
hangat dan baik, lalu Malaikat itu berkata;”Aku telah diutus Allah untuk
menguji ketaatan kalian bertiga, ternyata dua saudaramu telah ingkar
nikmat, maka Allah kembalikan keadaan semula sebelum dia menjadi
kaya, sedangkan engkau Allah akan menambahkan rezekimu karena
syukurmu terhadap nikmatNya”. (al-Fawaid:164).

157
Manfaatkan waktumu

157
Batas usia yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad Sallallahu
‘Alaihi wasallam dan ummatnya antara 69 hingga 70. Saat ini adalah
milik kita, kemarin telah berlalu, esok belum tentu kita menemuinya.
Orang buta berharap dapat melihat, orang tuli berangan-angan
untuk dapat mendengar, orang bisu berharap dapat berbicara. orang
tidak dapat berjalan bercita-cita kakinya dapat direntangkan, engkau
dapat melihat dengan jelas, dapat mendengar dengan baik, dapat
berbicara dengan fasih dan engkau dapat berjalan dengan gagah, apa
yang sudah engkau perbuat? (Al-Qarni:66).
Waktu bagaikan pedang, jika engkau tidak memanfaatkannya,
maka pedang akan terhunus memenggal lehermu. Perhatian terhadap
pentuingnya menjaga dan memanfaatkan waktu dalam al-Qur’an dan
hadits sangatlah banyak. Antara ayat al-Qur’an yang berbicara waktu
iaialh surat al-Ashr (demi masa), al-Dhuha (demi waktu dhuha), al-Lail
(demi malam), al-Syams (demi Matahari) dan al-Fajr (demi waktu
fajar).
Masing-masing waktu yang disebutkan Allah dijadikan sebagai
alat al-Qasam (sumpah), hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya
kita memperhatikan waktu. Dan waktu kita di dunia ini seperti
dijelaskan rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat terbatas antara
6- (enam puluh) hingga 70 (tujuh puluh) tahun saja.

Karena itulah nasihat yang paling mendasar ialah manfaatkan waktu


luangmu sebelum datang masa sempitmu, manfaatkan waktu mudamu
sebelum datangnya masa tuamu, gunakan masa hidupmu sebelum
datang saat matimu dan manfaatkan waktu sehatmu sebelum datang
masa sakitmu. Dua nikmat kata Nabi yang selalu disia-siakan manusia

157
yakni kesehatan dan waktu luang. Jika kita mau selamat dalam
kehidupan fana’ (dunia) ini hingga menunju alam baqa’ (kekal), maka
syukuri kedua-dua nikmat tersebut dengan banyak memanfaatkannya
bukan malah sebaliknya, menjauh dan meninggalkannya sia-sia.
Agar kita tidak menyesal saat sudah tidak mungkin lagi
menjalankan sesuatu apapun untuk mengembalikan apa-apa yang telah
terlewat dari waktu yang telah dicadangkan. Penyesalan tiada berguna
bagi mereka-mereka yang tidak memanfaatkan waktu luangnya di
dunia, hal seperti ini tercatat dalam al-Qur’an saat orang-orang pendosa
menyesali perbuatannya.
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika
orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan
Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah
melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia.
Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yakin [Al-Sajdah/32:12]

Maksud perkataan ini, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Katsîr


rahimahullah, “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar,
maka kembalikanlah kami ke dunia untuk melakukan amal shaleh,
sesungguhnya kami sekarang telah yakin bahwa janji-Mu adalah benar
dan perjumpaan dengan-Mu adalah benar. Lalu Allah berkata kepada
mereka; “ya Ahmaq (wahai orang booh) tidakkah kalian sadari bahwa
dari sana (dunia) kalian datang”.

157
Suri Tauladan Kita

"Bila aku tak suka pada rasa makananku aku teringat pada baginda
Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wasallam yang pernah meletakkan batu
pada keliling perutnya untuk menahan lapar. Bila aku merasa pakaian
yang aku miliki cuma sedikit aku teringat pada baginda Muhammad
Sallallahu ‘Alaihi wasallam yang hanya punya dua helai baju seumur
hidupnya.

157
Bila aku merasa tidak selesa akan tempat pembaringan, maka aku
teringat pada baginda Muhammad sallallahu ‘Alaihi wasallam yang
tidur hanya beralas pelepah kurma dan kain kasar dalam hidupnya.
Apabila aku menjadi begitu kedekut untuk memberi dan
berkongsi dengan orang lain, aku teringat pada baginda Muhammad
sallallahu ‘Alaihi wasallam yang pernah memberi segala-galanya
sehingga dia hampir tiada apa-apa untuk dirinya. Bila aku berfikir
betapa miskinnya dan papanya hidupku, aku teringat pada baginda
Muhammad sallallahu ‘Alaihi wasallam yang begitu cinta pada orang
miskin dan ingin bersama si miskin di syurga, semangatku untuk hidup
semakin kuat.
Bila rasa kecewa pada mereka yang telah menyakiti dan
menghinaku, akupun teringat pada baginda Muhammad sallallahu
‘Alaihi wasallam yang sentiasa memaafkan sesiapa saja yg berbuat jahat
kepadanya. Bila aku berfikir tentang mereka yg membenci diriku, aku
teringat pada baginda Muhammad sallallahu ‘Alaihi wasallam yang
sentiasa berdoa untuk orang-orang yang telah menghinanya dan
mencemoohnya.
Bila kebajikan yang aku berikan dan kerjakan untuk orang lain
namun tiada berterimakasih padaku, aku teringat pada baginda
Muhammad sallallahu ‘Alaihi wasallam yang mengingatkan aku
bahawa ganjaran yang hebat hanya dari Allah Azza Wajalla.
Bila tiada orang menyayangi dan memperdulikanku, aku teringat
pada baginda Muhammad sallallahu ‘Alaihi wasallam yang mencintaiku
semenjak beribu tahun dulu. Apabila aku berfikir betapa sengsaranya
kehidupanku, akupun teringat pada Baginda Muhammad sallallahu
‘Alaihi wasallam yang menempuh segala kepayahan hidup demi nikmat

157
Iman dan Islam pada ummatnya yang dicintainya dan bahkan
dirindukannya sehingga tiba2 menangis tersedu-sedu karena rindu yang
dahsyat kepada ummatnya. Akankah sayang, cinta dan rindu kita akan
terbalasjan oleh baginda Rasul tercinta?.
Diceritakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul
Qulub bahwa terdapat seorang lelaki soleh mimpi berjumpa dengan
Rasulullah Sallallahu ‘Ailaihi wasallam, namun lelaki soleh tersebut
tidak dipandang dan tidak pula ditegar (di ajak bicara oleh rasul), lalu
lelaki itu berkata; ya Rasulullah, apakah engkau marah kepadaku?,
rasulpun menjawab “tidak”,aku, aku tidak marah kepadamu akan tetapi
aku tidak mengenalimu, lelaki itupun berkata dengan penasaran, lalu ia
berhujjah;” kata ulama’ ummatmu, engkau lebih mengenal ummatmu
daripada seorang ibu mengenali anaknya, rasul menjawab;” benar, aku
jauh lebih mengenali ummatku daripada seorang ibu mengenali anak,
tapi karena engkau tiada membaca selawat kepadaku, maka aku tidak
mengenalmu”.
Mendengar jawab Nabi yang begitu dahsyat, maka lelaki soleh
itupun berjanji pada dirinya;” Aku tidak akan pernah luput daripada
membaca selawat sebanyak 100 kali setiap hari, lalu ia melakukan
janjinya, setelah satu minggu, lalu iapun bermimpi lagi berjumpa Nabi,
lalu Nabi berkata padanya;” sekarang aku telah mengenali dirimu”.
Sudahkah kita merindukan Nabi?, berapa rindu kita dan seberapa
banyak kita menyebut namanya dengan lantunan salawat?.
Orang bakhil ialah mereka yang mendengar namaku disebut,
namun tiada tergerak hatinya membaca selawat untukku sabda
Rasulullah saat ditanya para sahabat beliau. Jadi, selawat, selain
menjadi pasword kita bertemu dengan baginda Rasul, juga selawat

157
berfungsi sebagai ciri pemurah ataupun bakhilnya kita disisi Allah Azza
Wajalla.

Mereka Mengenalkan Tuhanmu

Guru; mereka yang membebaskanmu dari belenggu kejahilan


Guru; mereka yang memperlihatkan indahnya persaudaraan
Guru; mereka yang menuntunmu dari dzulmah kepada al-nuur
Guru; mereka yang akan mengembalikanmu dari dunia ke hadirat Ilahi
 
Mengapa kita mesti menghormati Guru
Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan ahli
ilmu beberapa derajat (al-Mujadalah:11). Ibnu Abbas berkata derajat
para ulama (ahli ilmu) dibandingkan orang-orang mukmin lainnya
dengan tujuh ratus derajat dan masing-masing derajat seperti perjalanan
lima ratus tahun (al-fawaid al-mukhtarah:19).
Ketika kematian Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah
dekat, bumi menangis dan berkata kepada Allah Azza Wajalla;”Ya
Rabbi, para Nabi telah berjalan di atas punggungku, lalu setelah

157
kematian al-Mushtafa (Muhammad) Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, siapa
lagi yang akan berjalan di atasku?, lalu Nabi berkata; Ulama’ ummatku
seperti nabi-nabi Bani Israil”. (Habib Idrus al-Idrus dalam al-fawaid al-
mukhtarah:19).
Dikatakan bahawa Allah menghiasi indahnya langit dengan tiga
perkara matahari, bulan dan bintang, sedangkan dihiasi bumi dengan
ulama’, hujan dan juga pemimpin yang adil (Habib Habib Alwy ibn
Shihab dalam al-fawaid al-mukhtarah:20).
Satu rekaat yang dilakukan oleh ahli ilmu jauh lebih tinggi
nilainya disisi Allah daripada seribu rekaat yang dilakukan orang jahil.
(Habib Habib Alwy ibn Shihab dalam al-fawaid al-mukhtarah:20).
Umar ibn ‘Abdul Aziz berkata; sesiapa yang beramal (berbuat
sesuatu) tanpa ilmu, maka mudharatnya jauh lebih banyak daripada
manfaatnya dan sekiranya seseorang beribadah kepada Allah seperti
ibadahnya para Malaikat Allah tanpa ilmu, maka dia akan merugi. (al-
Minhaj al-Sawi:81).
Akan ditimbang midâd al-Ulama’ (tinta pena yang digunakan
menulis ilmu), maka ia akan mengalahkan darahnya para syuhada’
(orang-orang yang mati di jalan Allah). Dan diriwayatkan bahawa orang
yang pertama-tama mendapatkan syafaat adalah para Rasul, kemudian
para Nabi, lalu ulama’ dan syuhada’. (al-Jawâhir al-lu’luawiyyah;23).
Imam Hâtim al-Asham berkata; “Janganlah engkau melihat
kepada orang yang berbicara tetapi lihatlah apa yang dibicarakan”.
(Tanbîh al-Mughtarrîn:81). Ucapan yang bermaksud sama ditegaskan
Imamuna al-Syafi’i mengutip kata-kata gurunya Imam Malik;”Wahai
Muhammad (ibn Idris:Imam al-Syafi’i) jadikanlah ilmumu seperti

157
garam (makanan tidak akan pernah nyaman tanpa garam) dan adab
(akhlakmu) bagaikan tepung”. (al-Fawaid al-Mukhtarah:68).
‘Abdurrahman ibn Qasim membuat kesaksian terkait dengan
pentingnya adab dalam pengajaran;”Aku telah bersama imam Malik
selama dua puluh tahun, dari duapuluh tahun itu, aku mendapati beliau
delapan belas tahun diisi dengan pengajaran adab dan dua tahun saja
mengajarkan ilmu (selain adab), maka alangkah pentingnya
mengutamakan pengajaran adab bagi setiap pelajar”. (al-Minhaj al-
Sawi:198, Tanbih al-Mughtarrin:13 dan al-Fawaid al-Mukhtarah: 69).
Para pelaku tasawuf sangat mengutamakan adab dalam
kehidupan mereka, hal ini dapat dilihat dari pelbagai komentar yang
mereka berikan. Imam al-Syubli berkata;”Tanda-tanda orang yang
dekat dengan Allah ialah menjauhkan diri dari suul adab kepada semua
manusia”. Abu Husain al-Nuuri berkata; “sesiapa yang tiada
memelihara adab (etika) bersama orang lain, maka tiada kebajikan
baginya”. Dzunnun al-Mishri memberikan komentarnya; ”Sesiapa yang
meringan-ringankan adab, maka akan kembali menjadi orang jahil”.
Sedangkan al-Syaikh Tajuddin ibn ‘Athaillah al-sakandari berkata;
”Belumlah dikatakan murid yang beradab sebelum ia merasa malu dari
perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah siang mahupun malam”. (al-
Anwar al-Qudsiyyah:37).
Diceritakan bahawa Imam al-Syafi’i mendirikan salat subuh di
dekat kubur imam Abi Hanifah, lalu beliau tidak mengeraskan bacaan
basmalahnya dan tiada membaca doa Qunut sebagai penghormatan
beliau kepada Imam Hanafi”. (al-Fawaid al-Mukhtarah:75).
Al-Syaikh Zurnuji dalam kitab syarh Ta’lim al-Muta’allim;
”Ketahuilah bahawa tiada akan diperolehi (keberkatan) ilmu

157
pengetahuan jika tidak disertakan adab kepada ilmu dan juga pengajar
ilmu (guru;mudarrits), tiada keberhasilan tanpa memberikan
penghormatan dan tiada kegagalan akan datang melainkan dengan
meninggal adab”.
Lanjut al-Syaikh; “memberi penghormatan lebih butama
daripada ketaatan itu sendiri, tidakkah kalian melihat bahawa
kekufuran (iblis) tidaklah disebabkan karena perbuatan maksiatnya
kepada Allah, melainkan karena ia meninggalkan (tidak mentaati
perintah) ketika diminta memberi penghormatan kepada Nabi Adam
Alaihissalam”. (Ta’lim al-Muta’allim:34).
Al-Syaikh Imam Sadid al-Din al-Syairazi berakata;” Sesiapa
yang menginginkan anaknya menjadi seorang ahli ilmu (‘Alim),
hendajklah ia memberikan perhatian terhadap ahli ilmu yang
dijumpainya, memberikan penghormatan kepadanya dan memberikan
kepadanya sesuatu, jika bukan anaknya yang (menjadi) ahli ilmu
(‘Alim), maka cucunya akan mendapatkan kedudukan tersebut.
Antara adab kepada ahli ilmu seperti dijelaskan al-Syaikh
Zurnuji ialah tidak berjalan di hadapan guru, tiada duduk ditempat
duduk gurunya, tidak berbicara terlebih dahulu sebelum diizinkan,
menjaga agar tidak banyak berbicara, tidak bertanya tentang sesuatu
saat gurunya sudah (terlihat) letih, menjaga waktu bersama gurunya,
tidak mengetuk pintu sehingga gurunya keluar, secara kesimpulannya
bahwa mencari ridla gurunya dengan meninggalkan perkara-perkara
yang tidak disenangi gurunya”. (Ta’lim al-Muta’allim:36).
Adab penuntut ilmu seperti dijelaskan oleh Habib Abdullah ibn
‘Alawy al-Haddad al-Hadramy al-Syafi’i ialah mempercantik  dan
memelihara taubatnya kepada Allah dari semua khilaf kecil apalagi

157
besar, kemudian seorang murid hendaklah menjaga hatinya agar selalu
husnuzhon kepada Allah dan juga makhluk Allah, berikutnya seorang
murid mestilah memelihara seluruh anggota tubuhnya agar tidak
terjatuh dalam perbuatan dosa dan maksiat zohir mahupun bathin.
(Risalah Adab  Suluk al-murid:19-23)
Lanjutnya al-Habib seorang murid hendaklah memelihara
wudhu’nya, senantiasa menjauhkan diri sejauh mungkin dari prasangka
buruk dan perbuatan maksiat, seorang murid hendaklah menjaga hati
dan lisannya untuk tidak memperkatakan apapun yang dilihatnya
“salah’ daripada gurunya, kerana belum tentu yang dilihatnya “salah”
adalah salah dalam ilmu gurunya, hendaklah menjaga salat yang lima
waktu, salat jumat tiada pernah ditinggalkannya dan seorang murid
mestilah menjaga agar selalu menjalankan (sesuai kemampuannya)
segala perintah Allah dan menjauhkan dirinya dari segala larangan
Tuhan. (Risalah Adab  Suluk al-murid:24-30).
Al-Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ary dalam kitab Adabul
‘Alim wa Muta’allim:11 berkata;”Tauhid itu memerlukan Iman
(keyakinan), orang yang tiada iman berarti belum bertauhid, iman
memerlukan syariah dan siapa yang tiada syariah berarti belumlah
beriman dan belum pula bertauhid, syariah memerlukan adab, sesiapa
yang tiada memiliki adab berarti belumlah dinamakan bertauhid, belum
pula beriman juga belum bersyariah”.
Dari teks ini terlihat jelas bahwa adab merupakan inti sari dari
keimanan, juga syariah. Jika tiada beradab maka dapat dikatakan kosong
dari iman, sunyi dari amalan syariah.
Seorang pelajar mesti melengkapi dirinya dengan sepuluh sifat-
sifat utama iaitu; Membersihkan hatinya dari kotoran debu-debu hasad,

157
kibr, ujub dan juga riya’. Memperbaiki niatnya dalam mencari ilmu
pengetahuan; hendaklah berniat mencari ilmu semata-mata ridha Allah,
untuk menghilangkan kejahilan yang ada dalam dirinya, menghidupkan
syariah dan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Azza Wajalla.
Mensegerakan mencari ilmu saat masih muda belia, jangan
menunda-nunda hingga usia tua.
Bersabar dalam menghadapi segala kesusahan dalam mencari
ilmu, kekurangan biaya, makanan dan pakaian adalah ujian dan cobaan.
Imam al-Syafi’i berkata; tiadalah ilmu akan diperolehi bagi mereka
yang ketika belajar dengan kesenangan dan kegemerlapan dunia,
melainkan ilmu akan dihasilkan oleh mereka yang sentiasa merasa
kekurangan dan mengabdikan dirinya untuk ilmu dan ulama”.
Membahagikan masanya lebih banyak untuk ilmu daripada untuk
hal-hal diluar ilmu, sepertimana ilmu berkata;”Berikanlah seluruh
masamu untukku, maka aku akan memberikan diriku sedikit saja”.
Mempersedikit makan, minum dan juga waktu luang, hendaklah
semua waktu diusahakan untuk mengabdikan dirinya pada ilmu.
Hendaklah memelihara sikap wara’ pada diri pelajar dan menjaga
makanan dan minuman daripada makan minum yang syubhat apalagi
yang haram.
Mengurangkan dirinya memakan makanan yang menyebabkan
bebal yakni makanan makanan yang sangat masam.
Mengurangkan tidur sebatas tidak merusak kesehatan badan,
tetapi memberikan hak-hak badan juga ruh secara seimbang.
Mengurangkan diri ikhtilat (bergaul) dengan lain jenis sehingga
pikiran tidak tertuju kepada mereka. (kitab Adabul ‘Alim wa
Muta’allim:24-28).

157
Sepuluh sifat yang dituliskan oleh al-Syaikh menunjukkan bahawa
seorang penuntut ilmu yang berkah tidak akan dapat diperoleh
melainkan dengan melazimkan sifat-sifat al-hasanât dan menjauhkan
diri dari segala perkataan, perbuatan dan sikap al-makrûhât.
Akhlak dan adab jauh lebih utama dari ilmu yang diperoleh
seseorang, akhlak yang baik akan terpancar dari ucapan yang mulia,
akhlak yang terpuji akan terlihat dari sikap dan sifat terpuji pula.

Ilmu & Ulama’

Ilmu itu cahya tidak akan dapat masuk dan tinggal pada kegelapan (al-
Duzlmah), kerana itu sucikan hatimu dalam mencarinya, maka ia akan
.tinggal bersamamu selama-lamanya
 
ِِ ِ ِ
ٌ ‫إِمَّنَا خَي ْ َشى اهلل م ْن عبَاده الْعُلَ َماءُ إِ َّن اللَّهَ َع ِز ٌيز َغ ُف‬
(٣٥:٢٨/‫ور )فاطر‬

157
Allah berfirman bahwa ulama ialah mereka yang takut (semakin
dekat) kepadaNya, bukan mereka yang berilmu tanpa taqwa, bukan pula
mereka yang hanya pandai berargumentasi tanpa makna. Ulama ialah
mereka yang lihai  memberi contoh bukan kata-kata dan retorika, ulama
ialah mereka yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia,
menghormati sesama bukan menjadi agen surga dan menjual kavling-
kavling neraka.
Ulama bukan pula yang menghiasi tubuhnya dengan sorban,
namun hatinya dibaluti dengan kotoran (hasad, riya dan sum’ah), ulama
tidak berhenti pada kata al-nahyi wa al-munkar, namun ia terus berjalan
walau seluruh dunia menghina dan menghardiknya.
Untuk mengetahui hakikat seorang ulama seperti diungkapkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang ahli dalam hal
atau dalam pengetahuan agama Islam. Kata ulama berasal dari bahasa
Arab, bentuk jamak daripada kata ‘aalim. ‘Alim adalah isim fa’il dari
kata dasar ‘ilmu, jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu dan ulama
adalah orang-orang yang memiliki ilmu dalam bidang agama Islam.  
Imam Hâtim al-Asham berkata; “Janganlah engkau melihat
kepada orang yang berbicara tetapi lihatlah apa yang dibicarakan”.
(Tanbîh al-Mughtarrîn:81). Ucapan yang bermaksud sama ditegaskan
Imamuna al-Syafi’i mengutip kata-kata gurunya Imam Malik; “Wahai
Muhammad (ibn Idris:Imam al-Syafi’i) jadikanlah ilmumu seperti
garam (makanan tidak akan pernah nyaman tanpa garam) dan adab
(akhlakmu) bagaikan tepung”. (al-Fawaid al-Mukhtarah: 68).
‘Abdurrahman ibn Qasim membuat kesaksian terkait dengan
pentingnya adab dalam pengajaran; “Aku telah bersama imam Malik
selama dua puluh tahun, dari duapuluh tahun itu, aku mendapati beliau

157
delapan belas tahun diisi dengan pengajaran adab dan dua tahun saja
mengajarkan ilmu (selain adab), maka alangkah pentingnya
mengutamakan pengajaran adab bagi setiap pelajar”. (al-Minhaj al-
Sawi:198, Tanbih al-Mughtarrin:13 dan al-Fawaid al-Mukhtarah: 69).
Para pelaku tasawuf sangat mengutamakan adab dalam
kehidupan mereka, hal ini dapat dilihat dari pelbagai komentar yang
mereka berikan. Imam al-Syubli berkata; “Tanda-tanda orang yang
dekat dengan Allah ialah menjauhkan diri dari suul adab kepada semua
manusia”. Abu Husain al-Nuuri berkata; “sesiapa yang tiada
memelihara adab (etika) bersama orang lain, maka tiada kebajikan
baginya”. Dzunnun al-Mishri memberikan komentarnya; “Sesiapa yang
meringan-ringankan adab, maka akan kembali menjadi orang jahil”.
Sedangkan al-Syaikh Tajuddin ibn ‘Athaillah al-sakandari berkata;””
“Belumlah dikatakan murid yang beradab sebelum ia merasa malu dari
perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah siang mahupun malam”. (al-
Anwar al-Qudsiyyah:37).
Diceritakan bahawa Imam al-Syafi’i mendirikan salat subuh di
dekat kubur imam Abi Hanifah, lalu beliau tidak mengeraskan bacaan
basmalahnya dan tiada membaca doa Qunut sebagai penghormatan
beliau kepada Imam Hanafi”. (al-Fawaid al-Mukhtarah:75).
Al-Syaikh Zurnuji dalam kitab syarh Ta’lim al-Muta’allim;
”Ketahuilah bahawa tiada akan diperolehi (keberkatan) ilmu
pengetahuan jika tidak disertakan adab kepada ilmu dan juga pengajar
ilmu (guru;mudarrits), tiada keberhasilan tanpa memberikan
penghormatan dan tiada kegagalan akan datang melainkan dengan
meninggal adab”.

157
Lanjut al-Syaikh; “memberi penghormatan lebih utama daripada
ketaatan itu sendiri, tidakkah kalian melihat bahawa kekufuran (iblis)
tidaklah disebabkan karena perbuatan maksiatnya kepada Allah,
melainkan karena ia meninggalkan (tidak mentaati perintah) ketika
diminta memberi penghormatan kepada Nabi Adam Alaihissalam”.
(Ta’lim al-Muta’allim:34).
Al-Syaikh Imam Sadid al-Din al-Syairazi berkata;” Sesiapa yang
menginginkan anaknya menjadi seorang ahli ilmu (‘Alim), hendaklah ia
memberikan perhatian terhadap ahli ilmu yang dijumpainya,
memberikan penghormatan kepadanya dan memberikan kepadanya
sesuatu, jika bukan anaknya yang (menjadi) ahli ilmu (‘Alim), maka
cucunya akan mendapatkan kedudukan tersebut.
Antara adab kepada ahli ilmu seperti dijelaskan al-Syaikh
Zurnuji ialah tidak berjalan di hadapan guru, tiada duduk ditempat
duduk gurunya, tidak berbicara terlebih dahulu sebelum diizinkan,
menjaga agar tidak banyak berbicara, tidak bertanya tentang sesuatu
saat gurunya sudah (terlihat) letih, menjaga waktu bersama gurunya,
tidak mengetuk pintu sehingga gurunya keluar, secara kesimpulannya
bahwa mencari ridla gurunya dengan meninggalkan perkara-perkara
yang tidak disenangi gurunya”. (Ta’lim al-Muta’allim:36).
Adab penuntut ilmu seperti dijelaskan oleh Habib Abdullah ibn
‘Alawy al-Haddad al-Hadramy al-Syafi’i ialah mempercantik  dan
memelihara taubatnya kepada Allah dari semua khilaf kecil apalagi
besar, kemudian seorang murid hendaklah menjaga hatinya agar selalu
husnuzhon kepada Allah dan juga makhluk Allah, berikutnya seorang
murid mestilah memelihara seluruh anggota tubuhnya agar tidak

157
terjatuh dalam perbuatan dosa dan maksiat zohir mahupun bathin.
(Risalah Adab  Suluk al-murid:19-23).
Lanjutnya al-Habib seorang murid hendaklah memelihara
wudlu’nya, senantiasa menjauhkan diri sejauh mungkin dari prasangka
buruk dan perbuatan maksiat, seorang murid hendaklah menjaga hati
dan lisannya untuk tidak memperkatakan apapun yang dilihatnya
“salah” daripada gurunya, kerana belum tentu yang dilihatnya “salah”
adalah salah dalam ilmu gurunya, hendaklah menjaga salat yang lima
waktu, salat jumat tiada pernah ditinggalkannya dan seorang murid
mestilah menjaga agar selalu menjalankan (sesuai kemampuannya)
segala perintah Allah dan menjauhkan dirinya dari segala larangan
Tuhan. (Risalah Adab  Suluk al-murid :24-30).

157
Imam al- Syubli
Berguru pada 400 Orang Guru

Diceritakan bahwa Imam Al-Syubli telah menghabiskan waktunya


untuk mencari ilmu dari banyak guru. Tercatat untuknya 400 orang guru
dan beliau berkata aku telah membaca 4000 (empat ribu buah Hadits),
namun aku memilih satu dari empat ribu Hadits tersebut dan dengan
yang satu ini aku beramal dan aku pun meninggalkan 3.399 buah
Hadits.
Setelah aku telaah dan pelajari dari satu buah Hadits ini, akupun
mendapatkan jawaban kehidupan darinya, dengan satu Hadits ini
kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat dapat dihasilkan, ilmu-
ilmu para ulama besar bersumber pada satu Hadits ini, karena itulah aku
memfokuskan diri pada Hadits tersebut. Hadits dimaksud ialah Sabda
Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wasallam.

157
Artinya:“ Beramallah untuk duniamu sebatas waktu (tinggal)
yang engkau miliki, berbuatlah untuk akhiratmu mengikut lama (waktu
tinggalmu) di dalamnya, bekerjalah untuk Tuhanmu seberapa perlu
engkau kepadaNya dan berkaryalah untuk (menghindari) neraka
seberapa sabar engkau dari pada panasnya”.
Ketahuilah, kata Imam al-Ghazali, kepada murid beliau, jika
engkau mengetahui dan beramal dengan Hadits tersebut, maka kamu
tidak lagi memerlukan Hadits lain sebagai panduang kehidupanmu.
Empat poin utama yang dipesankan dari Hadits yang juga
dimanfaatkan oleh al-Syaikh Al-Syibly dalam memelihara kehidupan
duniawi untuk menggapai kebahagiaan ukhrawinya. Keempat perkara
tersebut adalah orang yang ingin hidup di atas dunia dengan tenang dan
bahagia, maka hendaklah menjadikan dunia bukan tujuan tetapi
perantara untuk sampai kepada akhirat yang telah dijanjikan. Kehidupan
dunia sebagai media beramal hingga waktunya Allah menjemput kita.
Dikatakan dalam sebuah ungkapan populis “al-Dunia Darul Amali wal
akhiratu Darul Jaza’“ (dunia adalah tempat berkarya dan bekerja
sementara akhirat tempat memetik hasil kerja).
Hal kedua ialah akhirat; kehidupan akhirat adalah kehidupan
yang kekal (baqa’) sepertimana firman Allah Azza Wajalla; bagi
seorang hamba kehidupan akhirat jauh lebih baik dan lebih kekal
dibandingkan kehidupan duniamu. Siapa yang mencari kehidupan
akhirat, maka Allah akan memberikan kehidupan akhirat dan dunia
sekaligus, tetapi siapa yang hanya mencari kehidupan dunia tanpa
melakukan amalan akhirat, maka akan diberikan kehidupan dunia
semata tanpa ditambahkan kehidupan akhirat.

157
Perkara ketiga yang ditegaskan dalam Hadits Rasulullah tersebut
ialah siapa saja yang menjalankan ibadah hanya hanya kepada Allah,
sangat tergantung kepada seberapa berhajat kita denganNya. Ketahuilah
bahwa manusia tidak akan pernah tidak tergantung kepada Allah, baik
dalam keadaan senang maupun susah, sedih maupun bahagia, kaya
maupun miskin. Karena tidak ada peluang bagi kita untuk tidak berhajat
kepada Allah, maka segala ibadah yang kita lakukan mestinya hanya
karenaNya, bukan yang lain.
Dan perkara terakhir yang ditegaskan dalam Hadits tersebut ialah
berbuatlah untuk menghindari neraka, karena tidak ada manusia bahkan
makhlukpun yang kuat menahan pedih dan panasnya api neraka.
Sebagai gambaran bahwa siksaan yang paling ringan akan diberikan
Allah adalah seseorang yang ditaruhkan di bawah telapak kakinya barak
api neraka yang sangat kecil, maka akan terasa bahwa tiada siksa
terberat yang akan didapati manusia melainkan siksaannya tersebut.

157
Tujuan Menuntut Ilmu
 
Belajar satu bab daripada ilmu lebih baik dibandingkan dengan dunia
serta isinya.
ِ ‫ قَ َال رس و ُل‬:‫اهلل ب ِن مس عو ٍد ر ِض ي اهلل َتع اىَل عْنهم قَ َال‬
‫اهلل‬ ِ ِ ِ ِ
ُْ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ‫يم َع ْن َع ْل َق َم ةَ َع ْن َعْب د‬ َ ‫َع ْن إ ْب َرا ْه‬
ِ ِ ِ
ُ‫ َم ْن َت َعلَّ َم بَابًا م َن ال ِْعل ِْم َي ْنتَ ِف ُع بِ ِه فِ ْي آخ َرت ِه َو ُد ْنيَ اهُ أَ ْعطَ اهُ اهللَ َخ ْي ًرا لَه‬ :‫َت َع اىَل َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
.‫ام لَيَالِْي َها َم ْقبُواًل غَْي ُر َم ْر ُد ْو ٍد‬ ِ
ُ َ‫ار َها َوقي‬ُ ‫ام َن َه‬
ِ ٍ ِ
ُ َ‫الد ْنيَا َس ْب َعةَ آالَف َسنَة صي‬ ُّ ‫ِم ْن عُ ُم ِر‬

Artinya: “Dari Ibrahim, dari ‘Alqamah, dari Abdullah bin Mas’ud


Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam
bersabda: “Barangsiapa mempelajari satu bab dari ilmu yang
bermanfaat bagi dunianya dan akhiratnya maka Allah memberinya
yang lebih baik baginya dari tujuh ribu umur dunia yang siangnya
digunakan berpuasa dan menghidupkan malamnya yang ibadah
tersebut diterima dan tidak ditolak”.

 
Ibn ‘Athaillah berkata: “Katakanlah bahwa ketika kata ilmu
disebutkan berulang kali dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, maka
ia bermaksud ilmu yang bermanfaat yang dilengkapi rasa takut dan
cemas. Hal tersebut dapat dilihat dalam firman Allah yang bererti
“Hamba yang takut kepada Allah hanya orang yang berilmu” (QS.
Fathir:28). Allah menegaskan bahwa ilmu selalu diiringi dengan rasa

157
takut. Nabi dalam sebuah haditsnya bersabda; “Ulama adalah pewaris
para nabi (HR. al-Tirmidzi).
Dari ayat dan al-hadits tersebut dapat dijelaskan bahawa orang
berilmu memiliki tujuan agar semakin takut (dekat) kepada Allah.
Selain itu juga agar mendapatkan ilmu yang mampu mengalahkan hawa
nafsu serta menghancurkan syahwat. Kerana itulah Nabi berdoa “Ya
Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat”.
Nabi juga mengingatkan kepada ahli ilmu untuk tidak
menjadikan segala sesuatu menjadi tujuannya, melainkan hanya kepada
Allahlah kita mengarahkan semua usaha dan amalan kita. “Barang
siapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan untuk mencari ridha
Allah, tetapi ia mempelajarinya untuk mendapatkan dunia, kelak pada
hari kiamat ia tidak akan mencium bau surga”. (HR. Abu Daud, Ibn
Majah dan Ahmad).
Dalam hadits yang sangat populer Rasulullah bersabda yang
bermakna “Sesiapa yang menuntut ilmu agar ia dapat membanggakan
diri di antara para ulama, untuk mendebat dengan orang bodoh (jahil)
dan untuk menarik perhatian manusia, maka tempatnya adalah
neraka”. (HR. Ibnu Majah).
Ilmu yang disertai rasa takut adalah ilmu yang dapat
menunjukkan jalan ke surga, pengetahuan tentang detail-detail penyakit
jiwa dan berbagai faktor yang merusak amal, pengetahuan tentang
kehinaan dunia dan orang-orang yang mengejarnya adalah hakikat ilmu
yang sebenarnya. (Tajul Arus, Ibn ‘Athaillah Al-sakandari:471).
Dalam kata-kata hikmah Ibn ‘Athaillah al-Sakandari berkata,
“Ilmu yang disertai rasa takut akan memberi manfaat kepadamu. Jika
tidak, ilmu itu akan menjadi penyebab bencana. Ilmu yang disertai rasa

157
takut akan memberi manfaat dunia dan akhirat, demikian juga
sebaliknya bahawa ilmu yang tiada rasa takut di dalam jiwa akan
memberi mudharat dalam kehidupan akhiratnya. Puncak ilmu ialah
mengenal Allah dan kurniaNya serta menyadari bahawa hanya Dialah
yang patut disembah”.  (Tajul Arus, Ibn ‘Athaillah al-Sakandari:472).
Ilmu yang mesti dituntut oleh seorang manusia yang
mengharapkan ridha Allah ialah ilmu bermanfaat yakni ilmu-ilmu untuk
mengenal keesaan Allah termasuk di dalamnya ilmu tentang kecintaan
kepada Allah, kecintaan kepada rasulNya, kecintaan kepada para
sahabat dan keyakinan bahwa kebenaran bersama jamaah”. (Tajul Arus,
Ibn ‘Athaillah Al-sakandari:477).
Ilmu bermanfaat ialah ilmu yang cahayanya terhujam dalam dada
(al-Shadr) dan tirainya tersingkap dari hati dan menerangi insan dan
makhluk Allah yang lain. Ilmu bermanfaat ialah yang dapat berdaya
guna bagi kepentingan Agama. Rasulullah bersabda “Cintailah Allah
kerana Dia telah memberikan berbagai nikmatNya kepada kalian.
Cintailah diriku melalui cintamu kepada Allah, cintailah keluargaku
melalui cintaku kepada mereka”. (HR. Al-Tirmidzi).
Ilmu dan ibadah adalah dua perkara yang tidak dapat diabaikan,
kerana sebab keduanya inilah langit dan bumi diciptakan, wahyu-wahyu
Allah diturunkan, para rasul diutus adalah kerana ilmu dan ibadah. Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepadaKu (QS. Adz-Dzariyat:57). Kerana itulah sepatutnya setiap
manusia tidak menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara selain
keduanya.

157
Jadi pada dasarnya tujuan utama dari menuntut ilmu ialah agar
manusia lebih takut (al-khasyah) kepada Allah dan untuk dapat
memberi manfaat bagi makhluk-makhluk Allah Azza Wajalla.
Tujuan lain daripada menuntut ilmu seperti dinyatakan Habib
Zain ibn Ibrahim ibn Smith dalam al-Fawaid al-Mukhtarah/13. Untuk
menjaga agar hati terus hidup tidak mengalami kematian seperti halnya
orang sakit akan mati jika tidak memakan dan meminum obat. Kematian
hati dapat terjadi jika selama tiga hari tidak mendapatkan siraman
hikmah (ilmu dan nasihat).
Habib al-Idrus al-Hambsy menambahkan ilmu merupakan gizi
hati, kerana itulah beliau selalu berdoa setiap selesai dari majlis ilmu:

.‫اَحْلَ ْم ُد لِلَّ ِه الَّ ِذ ْي أَطْ َع َميِن ْ َه َذا َو َر َزقَنِْي ِه ِم ْن َغرْيِ َح ْو ٍل ِميِّن ْ َواَل ُق َّو ٍة‬

Maksudnya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makanan


ini dan telah merezekikannya tanpa usaha dan kekuatan”. (Muhammad
Zain. Alfawaid al-Mukharah/13).
Dari doa yang dibaca oleh al-Habib terlihat jelas bahwa ilmu
sama dengan makanan yang dikonsumsi oleh setiap manusia, jika
makanan yang dimakan halal dan thayyiban maka tubuh badan selain
sehat juga akan dapat memberikan motivasi dalam mendekatkan diri
kepada Allah. Demikian juga halnya dengan ilmu, jika ilmu yang
dituntut adalah ilmu agama, maka akan dapat menjadi media
bertaqarrub kepada Allah Azza Wajalla.

Etika Berteman

157
 
Tiga orang teman; Harta yang akan engkau tinggalkan, keluarga yang
akan menjauhimu dan amal saleh yang sentiasa bersamamu (Ibn
‘Athaillah:357).
ِ ۡ ٍ ‫ض ُه مۡ لِبَ ۡع‬ ِۢ ِۡ
َ ‫ض َع ُد ٌّو إِاَّل ٱ لُمتَّق‬
  ‫ني‬ ُ ‫ٱ لأَخٓاَّل ءُ يَ ۡوَمئ ِذبَ ۡع‬
Tafsirnya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang
bermaksud: “Ada tiga kelompok yang akan mengikuti mayat: keluarga,
harta dan amal saleh. Dua kembali meninggalkannya dan hanya satu
yang akan selalu bersamanya di alam kubur hingga menghantarkannya
ke dalam surga”.
Kebiasaan menjalankan amal soleh sangat dipengaruhi oleh
tingkat keimanan dan kekuatan persahabatan. Kerana itulah Ibnu
Mas’ud berkata; “Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman
kerana seorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang
fajir akan mengikuti orang fajir yang lainnya.” (Al Ibanah 2/477).
Lanjut beliau: “Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan
orang yang dicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya. “Nilailah
seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnya seseorang tidak
akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (kerana
seperti dia).” (Al Ibânah 2/477.)
Dari Abu Musa Al-Asy’ariy  Radhiyallahu ‘Anhu  berkata,
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

157
ِ ‫ فَح ِام ل الْ ِمس‬،‫ك ونَافِ ِخ الْ ِك ِري‬
‫ك إِ َّما أَ ْن‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫الصالِ ِح و‬ ِ ِ‫َمثَل اجْلَل‬
ْ ُ َ َ ‫الس ْوء َك َحام ِل الْم ْس‬ َ َّ ‫يس‬ ُ
ِ
‫ َونَاف ُخ الْ ِك ِري إِ َّما أَ ْن حُيْ ِر َق‬  ،ً‫ َوإِ َّما أَ ْن جَتِ َد ِمْنهُ ِرحيًا طَيِّبَة‬  ،ُ‫اع ِمْنه‬ ِ
َ َ‫ َوإِ َّما أَ ْن َتْبت‬،‫ك‬َ َ‫حُيْذي‬
.‫ َوإِ َّما أَ ْن جَتِ َد ِرحيًا َخبِيثَة‬  ،‫ك‬ َ َ‫ثِيَاب‬
Maksudnya: “Perumpamaan teman duduk yang salih dan buruk adalah
seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual
minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan
membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun
tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau
kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (Bukhari dan Muslim).

Dari teks hadits tersebut, baginda rasul menjelaskan bahwa


teman yang baik dapat memberikan kebahagiaan dan dicintai Allah,
sedangkan orang yang berteman dengan orang jahat akan mengalami
kehidupan sempit dan tersiksa.

Seribu orang baik sebagai teman itu sedikit karena itu carilah
sahabat sebanyak-banyaknya dan satu orang jahat yang menjadi musuh
itu banyak, sebab itulah mesti dijauhi.

Orang Shâlih

157
Berteman dengan teman shalih, duduk-duduk bersamanya, bergaul
dengannya, mempunyai keutamaan yang lebih banyak dari pada
keutamaan duduk dengan penjual minyak wangi. Kerana duduk dengan
orang shalih dapat memberikan manfaat untuk agama dengan nasihat
dan ilmunya.
Sesungguhnya seseorang akan mengikuti sahabat atau teman
duduknya, dalam hal tabiat dan perilaku. Keduanya saling terikat satu
sama lain dalam kebaikan ataupun sebaliknya. (Bahjah Quluubil Abrar,
119). Seseorang, akan dinilai sesuai dengan siapakah yang menjadi
teman dekatnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam:

‫َح َد ُك ْم َم ْن خُيَالِ ْل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫اَلْ َم ْرءُ َعلَى ديْ ِن َخلْيله َف ْلَيْنظُْر أ‬
Maksudnya: “Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka
hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman
dekatnya”. (HR. Abu Daud). 
Kerana begitu besar peranan seorang teman dalam kehidupan
manusia khasnya dalam berugama, maka Al-Syaikh al-Zurnuji dalam
kitab ta’lim al-Muta’allim menyebutkan beberapa perkara dalam
memilih seorang teman;
Pertama; teman yang rajin, bukan yang pemalas. Rajin dalam
belajar, rajin (taat) beribadah.
Kedua; teman mesti yang wara’, ini bererti menjaga dirinya
(zahir dan batin) dari perkara al-muharramât dan al-makruhât.
Ketiga; teman yang memiliki sifat (tabi’at) yang baik (al-
mustaqîm) dan saling memahami (al-tafahhum).

157
Keempat; hindari teman yang malas, kerana kemalasan dapat
mengakibatkan kebodohan.
Kelima; hindari teman yang suka menganggur (tidak aktif
bekerja). Bekerja bermaksud akal dan fikirannya berjalan tidak statis.
Keenam; hindari teman yang “perusak”, termasuk pembohong
dan mereka yang memiliki perangai jahat.
Ketujuh; hindari teman penebar fitnah, adu domba antara sesama,
bahkan memiliki kecenderungan bermuka dua. (Ta’lim al-Muta’allim;
32).

‫فَِإ َّن الْ َق ِريْ َن بِالْ ُم َقا ِر ِن َي ْقتَ ِد ْي‬ ِ ‫ع ِن الْمر ِء الَ تَسأ َْل وأَب‬
    ُ‫ص ْر قَ ِر ْينَه‬ َْ ْ َْ َ
‫ َوإِ ْن َكا َن ذَا خَرْيٍ َف َقا ِرنْهُ َت ْهتَ ِد ْي‬        ً‫فَِإ ْن َكا َن ذَا َشٍّر فَ َجنِّْبهُ ُس ْر َعة‬
ِ ِ ‫ َكم‬      ‫آل تَصحب الْ َكسالَ َن يِف حاالَتِِه‬
‫آخَر َي ْف ُس ُد‬َ ‫صال ٍح بَِف َساد‬ َ ْ َ ْ ْ ْ َْ
‫رم ِاد َفيَ ْخ ُم ُد‬ ِ ِِ
َ َّ‫ض ُع يِف ْ ال‬ َ ‫ َكاجْلَ ْم ِر يُ ْو‬        ٌ‫َع ْد َو الْبَلْيد إِىَل اجْلَلْيد َس ِر ْي َعة‬

Maksudnya:“Janganlah anda bertanya daripada seseorang (tentang


kebaikannya), tetapi lihatlah siapa teman pergaulannya. (ketahuilah)
bahawa sesungguhnya seorang teman dapat diketahui (baik atau
tidaknya) melalui teman sepergaulannya, jika temannya orang-orang
(berperilaku) jahat, jauhilah ia, namun jika temannya (berakhlak)
mulia dekatilah ia, kerana sesungguhnya ia akan memberikan manfaat
bagimu. Janganlah engkau bersahabat dengan pemalas, kerana dia
akan membawamu pada kejahilan, berapa banyak orang-orang baik
(rajin) yang berteman dengan orang-orang malas terjangkit dengan
mudah oleh virus kemalasan seperti halnya bara api yang dengan
mudah membakar sesuatu yang kering di dekatnya”.
  Nasihat tersebut memberi amaran kepada kita untuk selalu
berhati-hati dalam memilih teman, jangan hanya melihat penampilan

157
zahirnya saja, melainkan lihatlah terlebih dahulu siapa teman-teman
sepergaulannya. Teman yang baik akan dapat memberikan arahan dan
nasihat agar sentiasa dekat dengan Allah, sebaliknya teman yang jahat
ialah mereka yang berbahagia jika kita jauh dari Sang Khaliq.
Alangkah jahilnya orang-orang pandai dan berakal cerdik begitu
mudahnya ia terpengaruh dengan orang-orang bodoh sama seperti bara
api yang menyala-nyala dengan mudahnya padam jika dimasukkan ke
dalam abu dan debu. Begitulah keadaan orang cerdik pandai, jika ia
bergaul dengan orang-orang bodoh, dengan segera iapun akan menjadi
bodoh.

“Sesungguhnya teman yang jahat itu lebih berbahaya daripada ular


yang berbisa. Aku bersumpah dengan sebenar Zat Allah Ta’ala yang
bernama Somad dan Maha Suci-Nya, teman yang jahat itu membawa
anda ke dalam neraka Jahannam, ambillah sahabat yang baik
supaya dapat masuk jannatun Na’im bersamanya”. (Ta’lim al-
Muta’allim:53-54).
 
Menurut al-allâmah Dr. Bakr bin Abdullah dalam kitab Hilyat
Thâlib al-Ilm:
“Hati-hatilah dengan teman yang buruk (perangainya), sebagaimana
kebiasaan orangtua bisa menurun, maka adab yang buruk pun dapat
menular. Manusia bagaikan serombongan burung yang ditetapkan
secara natural untuk saling menyerupai satu sama lain. Maka, hati-
hatilah bergaul dengan orang-orang seperti itu, kerana bisa menjadi
malapetaka. Dengan demikian, pilihlah sahabat dan teman yang bisa
membantumu dalam pencarian ilmu, mendekatkan dirimu kepada
Tuhanmu, yang sesuai dengan kemuliaan tujuan dan maksud, kerana
itu bersikaplah selektif dalam memilih teman”.
 
Ungkapan tersebut bermaksud bahwa teman itu ibarat
segerombolan burung (al-Thuyûr), satu sama lain saling menyerupai dan

157
akan terbang bersama dalam kumpulan yang sama jenisnya, tidak akan
dapat bersama dengan burung-burung yang lain. Manusia juga demikian
adanya, jika kita baik maka akan bersama orang-orang baik, demikian
juga sebaliknya, orang jahat akan selalu bersama-sama dengan orang
jahat.
Rasulullah dalam sebuah haditsnya yang sangat populer di
kalangan ahli ilmu bersabda yang bermaksud; “Perumpamaan teman
yang saleh seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman
yang buruk (perangainya) seperti pandai besi” (HR. Bukhari).
Lanjut al-allâmah Dr. Bakr bin Abdullah, teman dibahagi
menjadi tiga yakni teman kepentingan, teman bersenang-senang dan
teman keutamaan. Dua dari tiga tipe teman akan sirna seiring dengan
hilangnya sebab seperti hilangnya manfaat untuk yang pertama dan
sirnanya nikmat pada yang kedua.
Sedangkan teman yang ketiga yakni teman yang menjadikan
keutamaan (kemuliaan) dari segi agama dan akhlak akan tetap abadi
hingga yaumul mahsyar.
Senada dengan ungkapan tersebut, baginda Rasulullah Sallallahu
‘Alaihi Wasallam pernah bersabda yang bermaksud;
“Perumpamaan hubungan antara anak Adam dengan harta dan
amalnya sebagaimana seseorang yang memiliki 3 orang kekasih.
Salah satunya berkata kepadanya, ‘Aku bersama engkau selama
engkau hidup. Maka jika engkau telah wafat, engkau bukan bagian
dariku dan akupun bukan bagian darimu; itulah hartanya.’ Dan yang
kedua berkata, ‘Aku bersama engkau. Maka jika engkau telah masuk
ke dalam kuburmu, engkau bukan bagian dariku dan aku bukanlah
milikmu lagi; dan itulah anaknya. Dan yang ketiga berkata, ‘Aku
bersama engkau selama-lamanya, saat engkau hidup dan juga setelah
matimu; itulah amalannya”.
 

157
Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa pada saatnya akan
kita ketahui siapa teman yang patut dijaga dan siapa pula yang mesti
diabaikan.
Al-Syaikh Hâtim al-Asham saat ditanya oleh gurunya (al-Syaikh
Syaqîq al-Balkhi) tentang manfaat yang dapat diperoleh selama ia
bersama, Hâtim al-Asham berkata; aku mendapatkan beberapa perkara
antara lain ialah;

“Aku tahu bahawa sahabat akan bersamaku jika kita masih sehat, lalu
akan lari meninggalkanku ketika sakit menderita. Keluarga yang
menyayangiku, setelah aku meninggal mereka kembali ke rumah lalu
memperebutkan harta peninggalanku dan amal yang aku lakukan, ia
sentiasa setia bersamaku dalam kubur, ia sedia membelaku saat
Munkar dan Nakir bertanya kepadaku”. (Al-Ghazali; Ayyuhal
Walad:21).
 

 Al-Istighfar

)١٨:‫َس َحا ِر ُه ْم يَ ْسَت ْغ ِف ُرو َن (الذريات‬


ْ ‫َوبِاأْل‬
Artinya:” Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum
fajar”.

Orang-orang yang berbuat baik itu, dulu saat di dunia mereka


hanya sedikit tidur di malam hari, mereka shalat beribadah kepada

157
Tuhan mereka, dan di akhir malam menjelang shubuh.
Seorang Sufiah Rabi'ah al-Adawiyyah pernah berkata:"
Istighfaruka Yahtaju Ilal Istighfar" (Istighfar yang kalian baca masih
memerlukan istighfar).
Ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam. Istighfar
sebagai bagian dari tobat yang kita lakukan masih memerlukan istighfar
ini berarti tobat kita yang kita lakukan belum sempurna.
Kesempurnaan tobat dapat terlihat dari tiga persyaratan jika
hubungannya dengan Allah ditambah satu syarat jika kaitannya dengan
manusia lain dapat dipenuhi.
Mencabut diri dari perbuatan dosa sebagai syarat utama,
dilanjutkan dengan penyesalan yang mendalam terhadap kesalahan serta
berazam dengan sungguh-sungguh untuk tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama. Akhirnya mengembalikan hak-hak orang lain
yang telah diambilnya merupakan syarat bagi kesalahan yang tetkait
dengan orang lain.
Setelah semua persyaratan terpenuhi belumlah dikatakan tobat
sebenar-benarnya sehingga ruh tobat melekat dalam dirinya. Ruh tobat
yang dimaksud ialah melakukan tobat dengan penuh kesadaran dan
kehadiran hati dalam ragam ibadah. Ruh tobat akan terlihat jelas saat
amalan saleh dijalankan sebagai ganti laku kejahatan sebelumnya.
Allah menyebutkan manfaat sholat ialah mencegah kita
melakukan perbuatan keji dan amalan munkar. Banyak orang percaya
bahwa menjalankan sholat merupakan bukti nyata ketaatan kita pada
Allah dan juga rasulNya. Saat azan tanda waktu telah tiba kita juga
dengan segera mendatangi masjid ataupun surau.
Namun berapa banyak antara kita yang benar-benar telah

157
menjalankan sholat sesuai perintah yang diinginkan Allah dan rasulNya,
berapa banyak di antara kita yang telah menjadikan sholat sebagai
sebuah keperluan bukan kewajiban. Sudahkah kita menjalankannya
dengan menghadirkan hati dan memahami setiap gerakan dan bacaan.
Mungkin rata-rata kita menjawab, saya belum menjalankannya
dengan sebenar yang diinginkan Allah dan rasulNya. Mungkin masih
lebih baik jika kita menyadari bahwa kita masih belum melakukan
dengan sebenar-benarnya dibandingkan dengan mereka yang kadang
merasa setelah menjalankan sholat telah terbebas dari tuntutan perintah
dan bersih dari kesalahan dan khilaf.
Dosa diperbuat tanpa perduli akan hukuman di akhirat, dosa
dillakukan dengan kesadaran bahwa masih ada waktu untuk bertaubat.
Sadarkah kita bahwa umur ini tidak akan panjang, siapa yang dapat
menjamin kehidupan kita akan sampai pada esok pagi.
Kembalilah kepada Allah, segeralah bertaubat sebelum Malaikat
Izrail menjemputmu, berlarilah kepada Allah untuk menjalankan
perintahNya dengan sebaik mungkin. Sebagai kalam akhir, renungkan
firman Allah dalam hadits qudsinya:

‫ك َكَر َامةَ اْألَنْبِيَ ِاء‬


َ ‫ب َعلَ َّى أُ ْك ِر ْم‬
ْ ُ‫آد َم ت‬
َ ‫يَا ابْ َن‬
Wahai anak Adam bertaubatlah kepadaKu, aku akan ampunkan dosa
kalian dan akan memberikan kemuliaan seperti Aku memuliakan para
NabiKu.
 
 

157
Berharap Syafa’at Nabi

ِ ِ ِ ُ ‫ قال رس‬:‫عن أيب هريرة ر ِض ي اهلل عنه قَ ال‬


ٍّ ‫ ل ُك ِّل نَيِب‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ ُ
‫اعةً أِل َُّميِت َي ْو َم‬َ ‫ت َد ْع َويِت َش َف‬ ْ ‫ َوإِيِّن‬،ُ‫ َفَت َع َّج َل ُك ُّل نَيِب ٍّ َد ْع َوتَ ه‬،ٌ‫َد ْع َوةٌ ُم ْس تَ َجابَة‬
ُ ْ‫اختَبَ أ‬
ِ ِ‫ فَ ِهي نَائِلَةٌ إِ ْن َشاء اهلل من مات ِمن أ َُّميِت اَل ي ْش ِر ُك ب‬،‫الْ ِقيام ِة‬
.‫اهلل َشْيئًا‬ ُ ْ َ َ َُْ َ َ ََ
Artinya:” Dari Abi Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, telah bersabda Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam; Setiap Nabi diberikan doa yang mustajab, semua Nabi
telah memanfaatkannya di dunia, sedangkan aku menyimpankannya untuk
ummatkubdi akhirat —saat mengalami kesulitan—, semua ummatku akan
mendapatkannya kalau ia mati tidak menyekutukan Allah Azza Wajalla”.

Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin halaman 14-16, pasal yang kesebelas


tentang Ahwal Yaumul Qiyamati dijelaskan bahwa pada hari pertama
kebangkitan Allah membangunkan Malaikat Jibrail (Jibril) dan meminta
kepadanya untuk membangunkan Malaikat Ridwan dan Malik menyiapkan
Surga dan Neraka, dan meminta Malaikat Mikali menyiapkan Timbangan, dan
akhirnya meminta Malaikat Israfil meniupkan Terompet agar membangunkan
seluruh makhluk Allah dari tidur panjangnya (penantian). 
Manusia pertama yang dibangunkan adalah Nabi kita Nabi Besar
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. setelah beilau terbangun, pertanyaan
pertamanya adalah hari apakah ini? dan dimana ummatku?.
Jibril menjawab dua pertanyaan Kekasih Allah dengan tersenyum hari
ini adalah hari kebangkitan manusia untuk menuju pertimbangan (yaum al-
Mizan/Yaumul Hisab). dan ummatmu akan dibawa semuanya ke tempat
pertimbangan tersebut. Maka, Nabi berkata;" Ya Allah mudahkanlah hisab
umat-umatku, berilah keselamatan untuk menuju rahmat SurgaMu".

 
Persis di dekat Mizan Rasulullah duduk menyaksikan timbangan amal baik dan
buruk ummatnya, jika dia dapati umatnya memiliki timbangan amal baik lebih
banyak beliau tersenyum dan berkata; Allah telah meridlai umatku".
 

157
Namun jika melihat timbangan umatnya memiliki amal jahatnya lebih banyak
dengan cepat mengambil Sorbannya dan ditaruh pada timbangan amal baik
umatnya, untuk menambahkan beratnya. dengan itu kemudian selamatlah
umat. lantas Malaikat Jibrail berkata, Wahai Muhammad Jangan engkau
taruhkan sorbanmu pada tempat itu?,
 
Mendengar itu kemudian Allah berfirman kepada Malaikat Jibaril: Ya Jibrail
biarkan Kekasihku melakukan apa yang dia inginkan karena Aku telah
memberikan hak untuk itu; “Walausafa Yu’yhika Rabbuka Fatardha”.

Antara amalan-amalan yang dapat menjadi media memperoleh syafaat


baginda rasul ialah (1) Ikhlash dalam beramal, (2) memperbanyak salawat, (3)
membantu orang-orang yang memerlukan bantuan.

Dalam pelbagai hadits Rasulullah menjelaskan amalan-amalan jazabiyyah


(yang dapat menarik) syafaat ialah membaca selawat.

“Orang yang paling berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah,
yang paling banyak shalawat kepadaku” (HR Tirmidzi).

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari
10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat,” (HR. ath-
Thabrani).

Allahumma Ya Allah begitu besarkah keperdulian Nabi Kami untuk


ummatnya, berilah kami termasuk orang-orang yang disyafaatkan di hari yang
tidak ada pertolongan melainkan pertolonganMu dan tidak ada syafaat
(bantuan) melainkan Syafaat Nabi Kami Muhammad Sallallahu 'Alaihi
Wasallam.

Jasadun Bilâ Rûhin

َ َ‫ك ٱلَّ ِذي خَ ل‬


‫ق‬ ۡ ِ‫ۡٱق َر ۡأ ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬

157
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,

Sebuah Ungkapan menarik. Jasad tanpa Ruh tidak mungkin berfungsi, siap
dimandikan, disalatkan dan juga di makamkan. Ungkapan tersebut
dimaksudkan dalam konteks membaca dan kepemilikan buku. Jika ada rumah
yang didalamnya tidak ada tersimpan buku-buku, maka sama halnya dengan
jasad yang tidak memiliki ruh. Fakabbir Alaihi Arba'an Liwafatihi (Takbirkan
dengan empat takbir karena telah wafat: kata Imam Syafi'i).

Baiti Jannati (rumahku surgaku) Sabda Rasul, bagaimana mungkin kita akan
memperoleh kebahagiaan hakiki, jika dalam rumah-rumah kita tidak ada
Ulama, cendikiawan, Filosof, Sufi, Fuqaha', Mufassir, dan lainnya tidak
duduk, tidak tidur dan tidak berbicara dengan kita?.

Rumah yang berisi banyak buku, berarti dia selalu bersama dengan Ulama
juga berbagai ilmuan lainnya. bayangkan jika kita setiap hari dan malam di
dalam rumah kita duduk, berdiri, dan tidur ulama dan pemikir di rumah kita?
apa yang akan terasa? Insya Allah bahagia.

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadithnya bersabda; Siapa saja


yang berada pada majelis ilmu berarti dia sedang berada di taman surga.

Ketahuilah bahwa diantara isi surga yang akan bersama Rasul, orang-orang
saleh, dan juga syuhada adalah mereka yang senantiasa duduk, bersama
orang-orang berilmu.

Bedakan: Orang yang Cinta ilmu dan Cinta selain ilmu, jika kita bertamu di
rumahnya dengan cepat kita mengetahui bahwa pemilik rumah itu adalah ahli
Ilmu karena di dalam rumahnya terdapat kutub (buku-buku) yang tersimpan di
atas rak-rak buku.
Sedangkan mereka yang tidak cinta ilmu, yang kita saksikan adalah barang-
barang mewah seperti Kursi yang boleh jadi tidak pernah ia nikmati hanya
sebagai pajangan belaka. Kursi yang dipajang dinikmati oleh para tamu, tuan
rumah hanya duduk di kursi cadangan yang kadang diambil dari kursi
makannya.

Jadi masihkah kita enggan mengoleksi beragam buku dan kitab?, masihkan

157
kita menyimpan barang-barang mewah tak berguna bagi diri kita?, masihkan
kita bermegah-megah dengan pajangan serba Eropa?, masihkan kita
mempamerkan kemewahan-kemewahan harta benda yang Sudah PASTI tidak
akan dapat membantu kita dalam menghadapi dan berjumpa dengan Sang
Khaliq?

Namun jika buku dan kitab sudah terkoleksi di rumah, jangan biarkan dibaca
oleh para rayap (pemakan kertas), jangan biarkan para Ulama hanya berdiam
tak mengambil manfaat dari duduk, tidur dan menginap di rumah kita.
Ambillah manfaat walaupun satu halaman sehari, satu paragraf semalam.
Jadikanlah buku menjadi Muqaddimah tidur.

Ingatlah seruan Ilmu kepada kita; A'thini Kullakum Wa A'tikum Juz'an


(Berikanlah semua waktumu untukku niscaya aku akan memberikanmu
sedikit saja dari diriku). Bagaimana kalau kita hanya menyiapkan sedikit
waktu untuk ilmu, maka kita tidak akan mendapatkan apapun darinya.

Wariskanlah Buku dan Kitab untuk generasimu yang akan datang, jangan
hanya mewariskan harta benda, emas, dan ladang, karena semua itu tidak akan
dapat secara maksimal menolongmu.

Dia amat dekat

ِ ‫نسن و َنعلَم ما ُتوس ِوس بِِۦه َن ْفسهۥ ۖ وحَن ن أَْقرب إِلَي ِه ِمن حب ِل ٱلْو ِر‬
‫يد‬ ِ
َ َْ ْ ْ ُ َ ُ ْ َ ُ ُ ُ ْ َ َ ُ ْ َ َ َٰ ‫َولََق ْد َخلَ ْقنَا ٱإْل‬
Terjemahan: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya,

157
Ibadah mestinya dapat menjadikan batin tenang dan merasakan kehadiran
Ilahi setiap waktu, tempat dan juga saat. Ketika kita bekerja Allah hadir
melihat pekerjaan kita, ketika kita berhenti Allah hadir pula dengan melihat
pekerjaan yang sudah kita lakukan, jadi kapankah kita akan terbebas dari
pengawasanNya, tidak akan, oleh karena itu jadilah hamba Allah yang selalu
merasakan kehadiranNya sehingga tidak ada pekerjaan apapun kita lakukan
yang tidak disukaiNya.
 
Kadang manusia merasakan betapa jauhnya pertolongan Allah, karena apapun
yang dilakukannya selalu saja mengalami kegagalan. Tapi setelah dia
memperoleh kesuksesan dan terhindar dari semua kegagalan yang dialaminya,
dia pun lupa dan menjauh dari Allah Sang Pemberi kebebasan.
 
Kesulitan dan kemudahan, kesedihan dan kegagalan jika direnungkan
keduanya berasal dari yang Maha Tunggal yakni Allah, namun mengapa
manusia berbeda sikap dalam menghadapi kedua hal tersebut.

Bukankah kedua-duanya sama, didatangkan Allah sebagai “ibtila’/ujian”.


Coba renungkan nilai-nilai yang diberitakan Allah dalam surat al-Fajr:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya


dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya
maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.

Kedamaian bukan bererti kita harus berada di tempat yang tiada keributan,
kesulitan atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian sejati itu hati yang
tenang dan tenteram, meskipun berada di tengah-tengah keributan luar biasa.
Ini hanya boleh dinikmati oleh hati yang taqwa kepada Allah.”
 
Jika dianugerahkan nikmat (kemudahan juga kesuksesan) kita beranggapan
Allah sedang sayang dengan kita, namun jika yang datang adalah musibah
(kegagalan juga kesedihan) kita merasa Allah benci kepada kita.
 
Padahal kalau sama-sama kita sadari bahwa keduanya dihadirkan Allah untuk
menjadi "ujian" dariNya, baik yang berupa nikmat maupun musibah, maka
sikap kita tentunya akan sama dengan mensyukuri nikmatNya dan bersabar

157
terhadap musibahNya.
 
Manusia oh manusia, akankah engkau ingkari beragam nikmat yang telah
Allah anugerahkan dengan kegagalan, kesedihan yang saat ini engkau hadapi.
 
Akankah musibah yang saat ini engkau alami membuatmu ingkar terhadap
berbagai nikmat yang sudah diberikannya, bukankah selama ini engkau telah
memperoleh berbagai nikmat dan anugerah.
 
Manusia oh manusia, kapankah engkau menyadari bahwa hidup yang sedang
engkau jalani merupakan salah satu ujian untuk memperoleh kenikmatan
sejati di Akhirat kelak, bukankah engkau sudah memahami bahwa setiap
manusia akan kembali kepada yang telah menciptakamu. sudah siapkah
engkau menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir dan sudah siapkah
menghadapi hari akhir hayatmu, persiapan apakah yang telah engkau lakukan.
 
Semoga semua nikmat ataupun ujian yang Allah anugerahkan dapat kita
mensyukurinya dan terhitung menjadi ibadah kita kepadaNya. Amin

Jadilah “AKAR”

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpaan kalimat


yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)
ke langit, pohon itu memberikan buahnya setiap musim, dengan seizin
Rabbnya. Allah membuat perumpaan-perumpaan itu untuk manusia agar
mereka selalu ingat. Dan perumpaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak
dapat tegak sedikit pun.” (Q.S. Ibrahim: 24-26)

Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Kalimat Thayyibah yang dimaksud di


dalam ayat diatas adalah kalimat syahadat Asyahadu allaa ilaaha illallah.
Akarnya berada di hati orang-orang beriman dan cabangnya menjulang ke

157
langit, sehingga amalan seorang mukmin itu sampai ke langit.

Dan maksud ‘kalimat yang buruk’ adalah syirik. Dengan syirik, tidak ada
suatu amalan pun yang akan diterima. Di dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra
berkata, “Kata-Kata ‘memberikan buahnya setiap musim’ maksudnya adalah
mengingat Allah setiap siang dan malam."

Dari Jabir ra Nabi SAW bersabda, “Dzikir yang paling utama ialah
‘Laailaahaillallah’ dan doa yang paling utama ialah ‘Alhamdulillah.” (H.R.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
 
Jadilah AKAR yang gigih mencari air...! Menembus tanah yang keras demi
sebatang pohon. Ketika pohon tumbuh, berdaun rimbun, berbunga indah,
menampilkan eloknya pada Dunia dan mendapatkan Pujian.
 
Akar tetap tidak iri, ia tetap bersembunyi dalam tanah. Itulah makna dari
sebuah Ketulusan dan Keikhlasan.
 
Manusia yang memiliki perpaduan tulus, ikhlas, sabar dan tegar bagai AKAR
merekalah orang-orang yang mampu merubah warna zaman. Ia kan tetap
hidup dan menghidupkan.
 
Akar dalam sebuah pohon merupakan sumber dan pondasi dalam sebuah
bangunan. Jika kekuatan akar dan pondasi benar-benar diperhatikan maka,
pohon dan bangunan akan dapat bertahan hingga masa dan waktu yang sangat
panjang.
 
Pohon yang kuat akarnya tidak akan dikhawatirkan roboh tertiup angin, dan
setiap orang yang merasa kepanasan dan juga kehujanan dapat menjadikannya
sebagai tempat berteduh yang sangat baik. Namun jika akar tidak kuat, maka
akan dirobohkan oleh, sekalipun, anginnya tidak kencang dan kuat dan jika
kita berteduh di bawahnya dikhawatirkan akan menimpa siapa dan apapun
yang ada dibawahnya.
 
Demikian juga bangunan yang kuat pondasinya, akan bertahan hingga berapa
puluh bahkan ratusan tahun. Bangunan seperti ini dapat dijadikan tempat
bernaung dan beristirahat dengan tenang, namun jika sebaliknya pondasi tidak
kuat, maka dikhawatirkan akan roboh dan menimpa setiap orang yang berada

157
di dalamnya.
 
Jika pondasi berupa sifat ikhlas, sabar, syukur dan tegar ada pada setiap insan,
maka insya Allah kehidupan duniawi dan sangat mungkin juga ukhrawi akan
menjadi tenang dan bahagia. Karena itu perkuatlah diri kita dengan keempat
sifat tersebut agar kehidupan kita menjadi bahagia fiddunia maupun akhirat.

Sirami pohon (jiwa) kita dengan selalu membasahi lidah dan hati dengan
kalimat zikrullah qiyaman wa quudan wa alaa junubihim.

Anytime Ingat Allah

َ‫صلَ ٰو ۚة‬ ْ ‫ٱط َم ۡأنَنتُمۡ فَأَقِي ُم‬


َّ ‫وا ٱل‬ ۡ ‫ فَإِ َذا‬tۚۡ‫ُودا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ُكم‬ tْ ‫صلَ ٰوةَ فَ ۡٱذ ُكر‬
ٗ ‫ُوا ٱهَّلل َ قِ ٰيَ ٗما َوقُع‬ َ َ‫فَإِ َذا ق‬ 
َّ ‫ض ۡيتُ ُم ٱل‬
ٗ ُ‫صلَ ٰوةَ َكان َۡت َعلَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ِك ٰتَبٗ ا َّم ۡوق‬
t‫وتا‬ َّ ‫إِ َّن ٱل‬
Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman.

Abdullah bin Abbas Radliyallahu Anhuma menafsirkan ayat tersebut, Apablia


kamu selesai melakukan salat maka ingatlah Allah baik dalam keadaan berdiri
(qiyaman), duduk (quudan), ataupun dalam keadaan berbaring (ala
junubihim).
 
Beliau mengatakan, ayat tersebut memiliki maksud “pada malam dan siang,

157
daratan dan juga lautan, dalam pelayaran (musafir) ataukah dalam negeri
(menetap), ketika kaya taupun papa, sakit maupun sehat, dengan sir (rahasia)
ataupun dengan jahar”.
 
Tafsiran Sahabat Abdullah bin Abbas tersebut memberikan kesadaran agar
setiap saat ingat Allah tidak mengenal waktu dan tempat, setiap tarikan dan
keluaran nafas, ingat (berzikir) kepadaNya, karena dengan berzikir kita dapat
merasakan kenyamanan, ketenangan, kekhusyuan dalam beribadah. Alaa
bizikrillahi tathmainnal qulub (hendaklah engkau ingat Allah agar hatimu
tetap tenang).
 
Master Sufi al-Syeikh Jalaluddin Rumi pernah mengatakan:“ Ingatlah Allah
saat kamu berada dalam keramaian orang banyak”. Ungkapan ini bermakna
bahwa mengingat Allah tidak selalu saat berada dalam sholat, zikir dan ragam
ibadah lainnya. Ingat Allah saat kita bekerja ingat Allah, maka tidak akan
tergoda dengan pekerjaan yang haram, saat berdagang ingat Allah sebab itu
tidak akan berbuat kecurangan.

Terdapat tiga tanda Allah mencintai hambaNya seperti dinyatakan dalam


hadits yang ditulis oleh Habib zain bin Ibrahim bin Smith dalam kitab al-
Fawaidul Mukhtarah li Salik thariq al-Akhirah. Pertama; Allah zuhudkan
(kurangkan) keterkaitan (hatinya) dengan dunia, kedua; gembirakan dirinya
untuk melakukan amal akhirat dan ketiga; Allah bukakan aib dirinya (agar
subuk mencari obat agar aibnya hilang) dan tidak sibuk mencari-cari aib
(kelemahan) orang lain.

Hadits tersebut memberitakan kepada kita bahwa saat rasa keterkaitan kita
dengan dunia sedikit (tidak ngoyo) itu tanda Allah sayang kepada kita. Ketika
getaran hati untuk amalan akhirat diikuti dengan gerak langkah kaki, tangan
dan lisan (zikrullah) itu juga bukti Allah cinta dengan kita dan waktu
kesibukan hati dan amalan kita tertuju pada pengobatan diri sendiri berarti
Allah Azza Wajalla senang dengan kita.
 
Kesimpulannya bahwa ingat Allah anytime tidak mengenal tempat dan waktu,
tidur maupun terjaga ingatlah Allah, makan dan juga minum ingatlah Allah.
Semoga dengan selalu ingat Allah kita juga akan diingat oleh Allah dengan
pemeliharaannya yang tidak kita dapatkan dari makhluk lain.

157
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
Bersihkan Hatimu
 
Ibn ‘Athaillah al-Sakandari berkata; “Hati bagaikan cermin, sedangkan
nafsu bagaikan nafas. Cermin akan menjadi tidak dapat memancarkan
bayangan setiap kali engkau bernafas di hadapannya. Hati seorang yang
fasik bagaikan cermin milik lelaki renta yang tiada memiliki perhatian
terhadap wajahnya, tiada lagi memanfaatkan cermin untuk melihat
keelokan tampangnya. Sebaliknya, hati orang yang mengenal Allah
bagaikan cermin pengantin perempuan, setiap hari ia melihat cermin,
jika terdapat kotoran debu yang menempel padanya ia dengan
sertamerta  membersihkannya, sehingga tetap dapat memantulkan
bayangan indah seperti yang ada dalam wajah cantiknya.

157
Perhatian utama seorang Zâhid ialah memperbanyak amal, sedangkan
perhatian utama seorang Ârif ialah meluruskan kedaan jiwa. Hati tempat
tatapan Tuhan, kerana itulah Nabi bersabda; “Aku (Allah) tiada melihat
kepada bentuk dan wajah kalian, melainkan ia akan melihat kepada hati
dan amal yang dijalankan”.

Hati dan nafsu tidak akan pernah dapat disatukan, nafsu selalu
membawa kepada perbuatan maksiat, dan laku maksiat merupakan yang
dapat menjadikan hati gelap dan kotor. Hati yang terus-menerus
ditumbuhi perilaku maksiat akan semakin gelap dan semakin lama tidak
dapat memancarkan cahaya, melainkan disucikan dengan terus-menerus
berzikir kepada Allah. Hati yang gelap tiada dapat melihat terangnya
cahaya Tuhan, hati gelap tidak akan dapat menerima seribu nasihat.
Langit di atas udara tegak tanpa tiang kerana satu nama Allah, mengapa
hati tidak dapat istiqamah dengan ratusan nama-nama Allah?.

Zikir pagi dan petang adalah pembersih hati dan zikir yang terbaik ialah
al-Qur’an al-Karim, mulaikanlah hidupmu hari ini dengan al-Qur’an dan
akhiri hidupmu nanti malam dengan al-Qur’an. Hati yang dibiarkan
kotor bagaikan tanah yang tidak pernah diurus, ia akan keras tidak
menghasilkan tanaman apapun sedangkan hati yang dibersihkan
bagaikan tanah yang setiap hari dibersihkan dan disirami air dan
diberikan pupuk, sehingga semua tanaman menjadi subur dan berhasil
dengan baik.

157
Tangisan Menantu Rasulullah
Ali bin Abi Thalib

Ketika Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu duduk bersama para sahabat


beliau, tiba-tiba beliau menangis dengan tangisan yang sangat luar biasa,
bebarapa sahabat yang duduk bersama beliau merasa heran, tidak ada kejadian
penting atau luar biasa saat itu yang dapat membuat Sayyidina Ali menangis.

Akhirnya, salah seorang sahabat memberanikan diri untuk bertanya ke beliau.


“Apa yang membuat anda menangis?” katanya. Dengan air mata yang masih
membasahi dua bola mata yang sangat sayu, Sayyidina Ali menjawab
pertanyaan itu.

“Sudah seminggu ini, tidak seorangpun tamu datang ke rumah saya. Saya
takut Allah Subahanahu Watala akan memurkai saya,” jawab Sayyidina Ali
sambil mengusap air matanya.

157
Jawaban beliau tersebut tidak menghilangkan rasa penasaran para sahabat,
melainkan terhenyak dan menundukkan kepalanya. Entah apa yang ada
dipikiran para sahabat saat itu. Namun saat Sayyidina Ali melanjutkan
jawaban beliau dengan menyebutkan kitiadaan tamu yang berkunjung dalam
satu minggu saja, Sayyidina Ali ketakutan dan menangis. Takut akan murka
Allah Subhanahu Wata’ala.

Bukankah memuliakan tetamu merupakan wujud dari kuat atau lemahnya


keimanan seseorang. Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wasallam
bersabda;”Sesiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, hendaklah ia
memuliakan tetamu”.

Dan dalam riwayat lain dijelaskan; “sesiapa yang memuliakan tamu yang
tidak ia kenal sama seperti ia memuliakan Allah Azza Wajalla dan sesiapa
yang memuliakan tetamu yang ia kenal sama seperti ia memuliakan baginda
Rasulullah”.

Memuliakan tetamu tidak hanya dengan makanan yang lezat, melainkan


dengan sikap yang tulus, senyuman yang manis serta tutur kata yang simpatik.
Karena itu, al-Syaikh ‘Aid al-Qarni berkata;” Bukalah sedikit bibir manismu
(senyum) maka engkau akan dapat membeli milyaran hati manusia”.

Mudah2an kita termasuk orang yang dapat memuliakan tetamu dan semoga
Allah membimbing kita menjadi lebih baik. Amin

157
Renungan Malam
 
Al-Syaikh Ali Hanafiyyah mengatakan:The clever person is one who is
able to lead worldly knoweege to the palace of true knowledge that is
Me (Orang yang pintar adalah orang yang dapat menghalau ilmu
pengetahuan dunia kepada istana sumber ilmu pengetahuan yang hakiki,
yakni Allah).
 
Ungkapan yang sangat Inspiratif bagi para Ilmuan dan pencinta
pengetahuan. Ilmu bukan semata-mata yang kita pahami dan yang dapat
menuntun kita memperoleh kesenangan duniawi, melainkan ilmu yang
sejati adalah ilmu yang dapat mendekatkan kita sedekat mungkin
dengan Yang Maha 'Aliim.
 

157
Jika kita lihat banyak pakar memiliki pengetahuan yang tinggi, namun
sifat Ke-Ilahiyahannya (spiritualitasnya) sama sekali tidak muncul. pola
hidup dan sikap sosialnya terlihat jauh dari sikap seorang yang berilmu.

Padahal Allah melalui firmanNya dengan terang menegaskan bahwa


“sesungguhnya hamba-hambaKu yang paling takut ialah para ulama’
(yakni) mereka yang memiliki ilmu dan beramal dengan ilmunya”.

Imam al-Ghazali dalam kitab Minhaj Al-‘Abidin menjelaskan pula


bahwa “ilmu itu imamnya amal dan amal perbuatan mengikuti ilmu
seseorang”. Jika seseorang dikatakan berilmu tetapi tiada beramal dg
ilmunya berarti pada hakikatnya seorang jahil paling tidak ia menjadi
orang yang ghafil (lalai) yang perlu diingatkan.
 
Rasulullah dalam sebuah hadith yang maknanya; Orang yang memiliki
pengetahuan kemudian tidak mengamalkannya baik dalam perilaku
individu maupun sosial, maka kelak Allah akan menyiksa mereka
sebelum orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan.
 
Semoga kita termasuk orang yang berilmu, dan dengan ilmu kita dapat
lebih dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Amin.

157
Bahagia Milik Siapa?
 
Seharusnya setiap orang Beriman itu "BAHAGIA", Bahagia karena
Allah senantiasa berada disisinya, saat suka maupun duka, sedih
maupun senang. Bahagia karena apapun yang dikerjakan selalu
berasamaNya.

Karena itulah saat al-Syaikh Ibrahim ibn Adham diminta nasihat oleh
seorang muridnya yang bergelimang dosa. Beliau berkata lakukan saja
apa yang sudah engkau lakukan (perbuatan dosa) asalkan ingat beberapa
hal iaitu Janganlah makan dari rezeki Allah, sang murid bertanya ya
syaikh kalau begitu darimana aku akan makan, semua rezeki datang dari
Allah, jika engkau sadar bahwa rezeki dari Allah, janganlah engkau
berbuat dosa.
 
Namun -aneh- kebanyakan kita tidak menyadari bahwa Allah bersama
kita kapan, dimana dan saat apapun, karena ketidak sadaran itulah
kemudian bagi yang memperoleh kemenangan (kesuksesan) lupa diri

157
(tidak bersyukur) dengan anggapan bahwa kesuksesannya tidak ada
campur tangan Allah seperti kasus Karun La’natullah.
 
Dan bagi mereka yang sedih karena GAGAL --kadang- terjerumus
dengan mengakhiri hidupnya. Padahal jika disadari bahwa susah dan
senang --datangnya dari Yang Maha Quddus--, mengapa kita harus
bersikap berbeda, senang disikapi dengan Syukur sebagai tanda nikmat
Allah teranugerah kepadanya, mestinya susah juga dibarengi dengan
sikap SABAR sebagai tanda menerima taqdir yang diatur oleh Allah.

Bukankah Allah berfirman dalam hadits Qudsinya yang berarti; Sesiapa


yang tidak redha dengan taqdirKu, tidak bersyukur dengan nikmatKu
dan tidak bersabar dari ujianKu, maka carilah Tuhan (lain) untuk kalian
sembah”.

Mencari “Tuhan lain” adalah kalimat cabaran (tantangan) dari Allah


akibat ketidak sadaran kita bahwa apapun yang sudah, sedang dan akan
terjadi datang dari Allah, karena itu jangan panik, jangan risau dan
jangan berlebihan dalam menyikapi segala kejaidian yang sedang kita
hadapi, kembalikan pada Allah dengan semakin akrab dan dekat
kepadaNya, minta dikeluarkan dari segala perkara yang tidak
membahagiakan kita.
 
Ya Allah Jadikanlah kami dan keluarga kami termasuk orang yang
pandai bersyukur terhadap nikmat yang telah Engaku anugerahkan dan
berilah kami kesabaran dalam mengahadapi semua taqdir yang Engkau
suratkan pada kami. Amin.

157
Nasihat Guru
 
Guru adalah insan yang sangat mulia, karena merekalah kita dapat
mengetahui mana yang baik dan mana pula yang rusak. Karena guru
pula kita terangkat dari lembah kehinaan menuju ridha Allah Azza
Wajalla, karena itulah segala titah dan nasihatnya patut diikuti.

Antara pesan Guru yang diberikan kepada para muridnya; Wahai


anakku, kebahagiaan dan kesuksesan yang sedang engkau cari akan
dapat diperoleh jika engkau melakukan tiga hal.

Pertama; Al-Harakah (pergerakan) barakah (Ziyadat al-Khair


--bertambahnya kebajikan).
 
Kedua; Laa Tasma' Man dunaka idza tayaqqanta bishalihiha (Jangan
engkau dengarkan komentar orang lain jika engkau yakin apa yang
dilakukan benar --sesuai al-Qur'an dan al-Sunnah).
 
Ketiga; Idza Daqat Ittasaat (apabila dalam keadaan sulit pasti Allah
akan memberikan jalan keluarnya (Kata Imam Syafi'i dalam Ushulul
Fiqh).
 
Nasihat yang sangat dahsyat, untuk yang pertama dapat berarti bahwa
setiap manusia harus terus bergerak (dinamis) tidak boleh diam (statis)
menerima apa yang terjadi tanpa melalui usaha dan kerja. Bergurulah
kepada alam seperti matahari dan bulan. Kedua-dua planet ini siang dan

157
malam tidak pernah berhenti beredar sehingga sampai pada titik edar
yang telah ditentukan sebagai sunnatullah.
 
Tidak dapat dibayangkan jika kedua-duanya atau salah satunya berhenti
beredar apa yang akan terjadi, mungkin planet lain akan bertabrakan dan
hancurlah dunia ini.
 
Jadi sikap diam (statis) tidak bekerja sama hakikatnya dengan matahari
dan bulan yang berhenti beredar dapat berakibat berhentinya nadi
kehidupan dan akhirnya kehancuran keluargapun dapat terjadi.
 
Kedua sikap acuh, tidak terpengaruh dengan komentar orang lain.
Jalankan apa yang diyakini, yang jelas tidak berseberangan dengan
ajaran Allah dan juga RasulNya. Kita adalah orang yang sangat tahu
kemana dan apa yang ada dalam hati dan akal kita, orang lain hanya
melihat dari luar diri.
 
Ketiga sikap yakin terhadap apapun yang terjadi dalam kehidupan ini
merupakan skenario Allah Azza Wajalla. Kita hanya menjalankan apa
yang telah ditentukan dan yakinlah bahwa setiap mengalami kesukaran
pasti diberikan jalan keluar. “Fainna Ma’al ‘Usri
Yusran”Sesungguhnya bersama kesulitan itu kemudahan.

Hijrah sebagai manifestasi al-Harakah merupakan jalan keimanan,


berhijrah dari sikap tidak perduli menjadi lebih terbuka dan perduli
kepada orang lain. Hijrah dari manusia tertutup (antisosial) menjadi
manusia humanis (berjalan di atas nilai-nilai kebajikan).

157
6 hari = 60 tahun
 
Diceritakan oleh al-Syeikh Daud al-Patani dalam Kitab Tanbih al-
Ghafilin:
"Saat Nabi Daud Alaihissalam sedang duduk bersama Malakut al-Maut,
masuklah seorang pemuda. Malaikat itupun berkata kepada Nabi Daud,
ketahuilah wahai Daud umur anak muda ini tinggal 6 hari lagi.
 
Setelah itu Malakul Maut dan pemuda itupun pergi meninggalkan
rumah Nabi Daud, 6 hari telah berlalu pemuda itupun tetap sehat bahkan
berjalan hingga 6 bulan dari pertemuan dengan Malakul Maut tidak ada
tanda-tanda kewafatannya.
 
Dalam kegelisahan tersebut, Malakul Mautpun berkunjung kembali ke
rumah Nabi Daud seraya menjelaskan mengapa pemuda tersebut masih
hidup.
 
Wahai Daud, ketahuilah bahwa setelah keluar dari rumahmu pemuda
tersebut bertemu dengan Faqir-Miskin yang sangat memerlukan bantuan
dan diapun membantu dengan sedikit rezeki yang dimilikinya, karena
itulah Allah menambahkan umur anak muda tersebut dari 6 hari menjadi
60 tahun.
 
Luar biasa, sedekah dapat melipatgandakan umur yang sedikit menjadi
banyak. Itulah rahasia dibalik sedekah yang dikeluarkan dengan tulus
ikhlas dapat memberikan apa saja yang kita tidak perkirakan
sebelumnya.
 
Dalam hadits lain Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan
ada satu amalan jika dilakukan dengan penuh keikhlasan akan dapat

157
memperpanjang umur dan memperbanyak rezeki yaitu memelihara dan
menjaga tali silaturrahim.
 
“Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan
rezekinya,hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan”  (H.R.
Bukhari-Muslim)

Namun, apa yang dimaksudkan dengan memperpanjang umur,


bukankah umur, rezeki dan jodoh telah ditentukan sejak azali. Tentunya
yang dimaksudkan dengan kata “memperpanjang umur”, bukanlah
jumlah hitungan atau kuantiti dari umur kita yang di perpanjang, akan
tetapi kualitas dari umur kita yang semakin bertambah. Walau demikian
ada juga ulama yang menyatakan bahwa sedekah dapat memanjangkan
umur secara hakiki bukan hanya majazi.

Marilah kita amalkan sedekah walau dengan sebiji kurma dengan


bersama-sama membuat tabung amal dalam keluarga dan agar manfaat
dari umur yang pendek ini dapat dirasakan oleh generasi mendatang.
 
Semoga Allah memberikan kemudahan untuk menjalankan niat kita.
Amin ya Rabbal Alamin.

157
Ikhlashlah
 
ِ ‫اِعمل الْمعرو‬
‫ف َو َر ُم اَلْبَ ْح ُر‬ ْ ُْ َ ْ َ ْ
Jalankan kebajikan dan janganlah engkau ceritakan kepada siapapun

Ungkapan ini bermaksud, jika sudah melakukan kebajikan jangan


menceritakannya kepada orang lain.
 
Jadilah seperti lautan, apapun yang kita lempar ke dalamnya pasti diterima
dan tidak akan pernah menolaknya, begitu luas penerimaannya seluas dirinya.
 
Bekerja dan lakukanlah pekerjaan karena Allah semata, carilah ridha dan
kasihnya dari amal yang kita lakukan.
 
Jika sikap ini dilakukan, maka tidak akan pernah menyesal, namun jika
melakukan perbuatan baik karena manusia, maka rasa sesal akan muncul saat
orang lain memperoleh ganjaran pahala dan kebaikan Allah di hari kemudian.
 
Hanya kepada Allah menyerahkan semua tujuan, dan kepada Dialah segala
urusan serta untukNyalah segala pekerjaan di arahkan. Lain dari tujuan itu
akan sia-sia bagaikan debu yang berterbangan.
 
Salah satu penyakit yang dapat menodai keikhlasan seorang hamba adalah
riya’ yaitu memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan dengan tujuan
mendapatkan pujian manusia.
 
Semakna dengan riya’ adalah sum’ah yaitu memperdengarkan suatu amalan
dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan pujian manusia. Riya’ termasuk
syirik khafiy (tersembunyi), maknanya adalah kesyirikan yang terdapat di
dalam hati manusia yang tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
 
Seseorang bisa saja selamat dari syirik akbar yaitu dengan menjauhi segala
bentuk peribadatan kepada selain Allah, namun terkadang dia tidak selamat
dari riya’ yang merupakan syirik asghar. Oleh karena itu, sepatutnya seorang
mukmin mewaspadai hal ini.

157
 
Penyakit riya’ dapat menimpa siapa saja, termasuk orang yang shalih
sekalipun. Di dalam hadits yang panjang dari Abu Hurairah yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa golongan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat
adalah seorang yang mati syahid, seorang yang mempelajari dan mengajarkan
ilmu, dan seorang yang bersedekah.
 
Namun, ternyata Allahta’ala masukkan mereka ke dalam neraka karena niat
ibadah mereka tidak ditujukan kepada Allah ta’ala. Orang yang mati syahid
ternyata berperang sampai syahid supaya dia dikatakan pemberani, orang yang
mempelajari dan mengajarkan ilmu ternyata ingin dikatakan sebagai seorang
alim, dan orang yang bersedekah ternyata ingin supaya dikatakan dermawan
oleh orang lain.

Selain itu, seorang yang riya’ dalam ibadahnya, berarti terdapat dalam dirinya
satu bagian dari sifat-sifat kaum munafikin, sebagaimana firman Allah ta’ala;
 
“Dan apabila mereka (kaum munafikin) berdiri mengerjakan shalat, maka
mereka berdiri dalam keadaan malas dan riya’ di hadapan manusia dan
tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisa: 142).
 
Ayat lain Allah berfirman: Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, yaitu
mereka yang lalai dalam shalatnya, (dan) mereka yang riya’…” (QS. Al
Ma’un: 4-6).

Agar Ujian menjadi Ringan

157
)٢:‫َّاس أَن يُْتَر ُكوا أَن َي ُقولُوا َآمنَّا َو ُه ْم اَل يُ ْفَتنُو َن (العنكبوت‬ ِ ‫أ‬
ُ ‫ب الن‬
َ ‫َحس‬
َ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi.

Setiap manusia yang diberikan kehidupan apalagi mereka yang sudah


menagaku beriman, pasti akan diberikan ujian oleh Allah. Ujian
terkadang berupa kekayaan, kebahagiaan, keberlimpahan harta benda
dan ada juga yang berupa kemiskinan, kesedihan dan berbagai wujud
kekurangan lainnya.
 
Agar ujian terasa lebih ringan, yakinlah bahwa apa yang sedang terjadi
datangnya dari Allah. Maka hargai apapun yang datang dan bersumber
dari Allah, jika kita berhasil menghargainya, semua masalah akan terasa
ringan.
 
Tidak ada masalah berat jika kita sudah menganggapnya ringan dan
tidak ada masalah ringan jika kita menganggapnya berat. Masalah berat
ataupun ringan sangat tergantung pada anggapan kita.
 
Yakin pula bahwa kita tidak akan pernah diuji diluar batas kemampuan
kita. fahamilah bahwa jika kita diuji berarti kita memang layak untuk
naik derajat dan kelas. Lihatlah fenomena masyarakat dan alam secara
keseluruhan, hanya mereka yang diujilah yang akan mungkin naik dan
juga turun ataupun tetap pada posisinya. Sebab, untuk mengetahui
kenaikan, tetap ataupun turun dari posisi sebenarnya dengan ujian.
Maka nikmatilah ujian sebagai media menaikkan posisi (derajat) kita
disisi Allah Subhanahu Wa ta’ala.
 
Dan yakinlah bahwa tidak ada ujian yang diberikan Allah kepada
hambaNya kecuali dibarengi dengan jalan keluar (solusi) nya.
 
‫فَإ ِ َّن َم َع ۡٱلع ُۡس ِر ي ُۡسرًا‬

157
Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
 
Yakin dan fahamilah bahwa, semakin tinggi derajat yang ada pada diri
seseorang, akan semakin dahsyat pula ujiannya. Inilah yang telah
ditegaskan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya
yang berarti:
 
“Ya Rasûlullâh, Siapakah yang paling berat ujiannya?" Beliau
menjawab, "Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya,
kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar
(kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan
bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar
kekuatan agamanya” (HR. al-Tirmidzi).

Jadi ujian dengan pelbagi dimensinya (bahagia dan sedih), jadikan


media kenaikan derajat kita disisi Allah, syukur saat ujian berupa
kebahagiaan dan keberlimpahan harta didapatkan, maka ziyadah
(bertambah) nikmat (ujian) yang akan kita rasakan. Sabar ketika
kesedihan dan kepapaan menghantam kehidupan maka akan Allah
angkat derajat sehingga bernilai pahala Nabi Allah Ayyub Alaihissalam
yang sabar atas penderitaan yang menahun.

Renungkan hadits Nabi: Sungguh mengherankan bagi (perkara) yang


dialami orang2 mukmin, semua kejadian yang dihadapinya terdapat
kebajikan. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka akan
dicatat menjadi kebajikan dan saat dirundung kemalangan ia bersabar
iapun akan mendapatkan ganjaran kebaikan atas sabar yang
dijalankannya”.

‫ك‬ ِ ‫ ولَي‬،‫ عجباً ألم ِر الْمؤ ِم ِن إِ َّن أَمره ُكلَّه لَه خير‬:‫ول اهلل ﷺ‬
َ ‫س ذَل‬َ ْ َ ٌَْ ُ ُ ُ َْ ُْ ْ َ َ ُ ‫قَ َال َر ُس‬
ِ ٍ ِ
ً‫صَبَر فَ َكا َن خرْي ا‬
َ ُ‫ضَّراء‬ َ ‫ َوإِ ْن أ‬،ُ‫َص َابْتهُ َسَّراءُ َش َكَر فَ َكا َن خَرْي اً لَه‬
َ ُ‫َص َابْته‬ َ ‫ إِ ْن أ‬:‫أل َحد إِالَّ ل ْل ُم ْؤمن‬
.‫ رواه مسلم‬.ُ‫لَه‬

157
Ya Allah Ya Rabb, berilah kami kekuatan dalam mengatasi semua ujian
yang Engkau berikan. Amin.

Hargai Perempuan
 

157
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫َفلَ ْو مَلْ تَ ُك ِن الْ َم ْراَةُ َشْي ٌئ َعظْي ٌم عْن َد اهلل َوعْن َد الْ َم ْخلُ ْوقنْي َ ملَاَّ َج َعلَ َه ا اهللَ ُحِّريَةً يُ َك ايِف‬
‫هِبَا الْ ُم ْؤ ِمنِنْي َ يِف ْ اجْلَن َِّة‬

Sekiranya Perempuan bukan sesuatu yang sangat utama disisi Allah


juga makhluk lainnya, niscaya tidak akan dijadikan bidadari sebagai
balasan bagi orang-orang mukminin di dalam surga. (Tanbih al-
Ghafilin)
 
Ungkapan yang sangat dahsyat, selain sebagai ganjaran para mukmin di
surga, juga dari merekalah kita semua lahir, para Nabipun dilahirkan
oleh seorang perempuan.
 
Karena itulah kita kaum lelaki harus menempatkan perempuan pada
posisi yang tinggi, memuliakan perempuan berarti kita telah
menghormati ibu yang melahirkan kita dan menghina atau merendahkan
mereka juga berarti kita telah merendahkan ibu kita.
 
Rasulullah dalam banyak haditsnya menjelaskan posisi perempuan yang
tidak dapat dibandingkan dengan makhluk manapun. Penghormatan
seorang anak terhadap ibu sebagai keterwakilan perempuan disebutkan
tiga kali baru setelahnya bapak mengikuti untuk keempat kalinya.

َ ‫ص َحابَيِت قَ َال أ ُُّم‬ ‫ول اللَّ ِه من أَح ُّق الن ِ حِب‬


َّ‫ك قَ َال مُث‬
َ ‫ك قَ َال مُثَّ َم ْن قَ َال مُثَّ أ ُُّم‬ َ ‫َّاس ُ ْس ِن‬ َ ْ َ َ ‫َف َق َال يَا َر ُس‬
.‫وك‬َ ُ‫ك قَ َال مُثَّ َم ْن قَ َال مُثَّ أَب‬
َ ‫َم ْن قَ َال مُثَّ أ ُُّم‬
Artinya: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬sambil
berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti
kepadanya?" beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian
siapa?" beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa
lagi?" beliau menjawab, "Ibumu." Dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" dia
menjawab, "Kemudian ayahmu.

Allah juga menjadikan satu di antara seratus empat belas surat dalam al-
Qur’an dengan nama al-Nisa’ yang berarti kaum perempuan. Bahkan
rasul juga menyebutkan bahwa orang yang paling baik akhlak kepada

157
keluarganya termasuk di dalamnya perempuan adalah yang paling baik
akhlaknya.
 
Ya Allah ya Rabbi jadikanlah kami menjadi hamba-hambaMu yang taat
kepadaMu dan rasulMu juga berbakti kepada kedua orang tua kami dan
berilah kami keteguhan hati untuk saling menghargai antar sesama kami
terutama terhadap para perempuan. Amin

Ingat Rumah (Sejati) mu

)٤:‫ك ِم َن اأْل ُوىَل (الضحى‬


َ َّ‫َولَآْل ِخَرةُ َخْيٌر ل‬

157
Artinya: Dan sungguh kehidupan Akhirat lebih baik bagimu
daripada kehidupan dunia, karena kenikmatan abadi yang tidak
terputus di Akhirat.

Sedikit di antara kita yang sadar bahwa umur yang diberikan Allah
sangat terbatas. Tidak hanya orang tua yang dipanggil menghadapNya,
bahkan anak yang baru dan belum lahirpun diambilNya.
 
Sadarkah kita bahwa sekalipun setiap hari umur bertambah, namun
hakikatnya berkurang, Janganlah engkau sia-siakan. Bahkan hari ketika
datang setiap pagi berseru kepada manusia;
 
“Wahai anak adam, aku datang silih berganti, warna-warni aku bawa
bersamaku, namun kalian masih tetap dalam keasikanmu, seolah
hidupmu tiada akhir, sadarlah waktumu tinggal sedikit, teman
Malaikatku telah mengintaimu setiap saat”.
 
Setiap tarikan nafasmu akan diminta pertanggungjawaban dihadapan
Rabbmu. Jadilah manusia cerdas yang sadar dengan anugerah Allah,
sebab kebodohan bagi mereka yang tersesat jalan saat sudah dekat
tempat tinggalnya.
 
Simak dan renungkanlah ungkapan cerdas seorang Hukama’ berikut:
 
ِ
َ ‫ض َّل الطَِّريْ َق يِف ْ آخ ِر َس َف ِر ِه َو قَ ْد قَ َار‬
‫ب الْ َمْن ِز َل‬ ِ ‫أَ ْغىَب الن‬
َ ‫َّاس َم ْن‬
Artinya: Manusia terbodoh ialah mereka yang tersesat jalan di dekat
rumahnya sendiri.
 
Ungkapan ini berarti setiap hari kita mestinya merasakan bahwa rumah
tinggal yang sebenarnya (Surga-ataukah Neraka) sangat dekat, namun
banyak kita terpana dengan gemerlapnya dunia fana' (sementara).
 
Bahkan ada sebagian orang secara fisik sudah lemah dan umurnya
sudah terbilang tua, namun perilakunya seolah tidak sadar bahwa
kematian telah amat dekat dengannya.

157
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mendapatkan petunjuk
sehingga tidak tersesat dalam perjalanan menuju rumah abadi yakni
Surga. Amin Ya Rabbal Alamin.

3 Sahabat

ِ ٍ ‫ض ُه ْم لَِب ْع‬ ٍِ ِ
َ ‫ض َع ُد ٌّو إِاَّل الْ ُمتَّق‬
‫ني‬ ُ ‫اأْل َخاَّل ءُ َي ْو َمئذ َب ْع‬
Artinya: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh
bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (Az-
Zukhruf:67)

157
Orang-orang yang saling berteman dan saling bersahabat di dunia hanya
atas dasar urusan dunia dan permainannya saja kelak pada hari kiamat
akan saling membenci satu sama lain. Kecuali orang-orang yang
bertakwa, yaitu orang-orang yang senantiasa taat dan menjalankan
perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Mereka saling mencintai
karena Allah semata, merekalah orang-orang yang setia satu sama lain
dan sahabat sejati. Ayat ini turun untuk Umayyah bin Khalf Aljumahi
dan Uqbah bin Abi Mu’ith dua orang yang saling berteman karib.
Mereka bersepakat dan satu misi untuk menyakiti/melukai Nabi SAW,
namun mereka berdua terbunuh dalam perang Badr. (Zubdat al-Tafsir).

Syeikh Tajuddin Ibnu Athaillah dalam kitab Taj al-Arus yang dikaji
bersama orang awam pada pengajian kitab turath hari ini
menyebutkan:"ada tiga sahabat dekat yang dimiliki manusia, yang dua
akan binasa seiring matinya tubuh kita, hanya satu yang akan setia
menemani kita dari alam kubur hingga masuk surga".
 
Pertama; al-Mâl atau harta yang kita kumpulkan semasa hidup di dunia.
Harta akan kita tinggalkan jika jasad sudah berpisah dengan ruh. Harta
yang selalu kita hitung dan kumpulkan tidak akan bermanfaat, jika tidak
dapat disalurkan oleh ahli waris pada jalan yang diridhai Allah.
 
Harta yang kita tinggalkan bahkan akan menjadi penyebab datangnya
bala’ dan siksa Allah karena keluarga yang ditinggalkan tidak
mendistribusikan sesuai ketentuan yang berlaku. Harta yang sebenarnya
dan menjadi milik kita ialah harta yang kita sedekahkan untuk jalan
Allah, karena itulah ingatlah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan
mati, maka sebelum maut menjemput kita, distribusikanlah harta yang
kita miliki ke jalan Allah.
 
Kedua; al-Usrah atau keluarga yang kita cintai dan sayangi juga akan
ditinggalkan bila jasad telah bersatu dengan tanah. Keluarga menjadi
tanggungjawab kita, karena banyak orang yang disiksa akibat dari
kelalaiannya dalam menjaga dan mendidik keluarganya.
 

157
Keluarga yang baik akan dapat membantu seseorang dalam menghadapi
kehidupan ukhrawinya, saat meninggal dunia mereka ingat dan berdoa
serta beristghfar untuknya, namun keluarga yang tidak baik mereka
akan melupakan diri kita seiring dengan tertimbunnya tubuh dengan
tanah.
 
Ketiga; amal kebajikan, inilah yang akan senantiasa bersama kita hingga
masuk ke dalam surga. Amal yang baik (amalan solihan) ialah seluruh
amal yang dicintai oleh Allah dan RasulNya. Tidak hanya terbatas pada
amal yang secara kasat mata terlihat sebagai amal akhirat, namun amal
dunia yang diniatkan untuk akhiratpun merupakan bagian dari amal
soleh.
 
Karena itulah harta dan keluarga mesti disikapi dengan sederhana tidak
berlebihan sedangkan kebajikan atau amal soleh mesti selalu bersama
dan tidak pernah dilepaskan dimanapun kita berada.
 
Semoga ajaran yang sangat dahsyat ini dapat kita jalankan dalam
kehidupan kita. Amin ya Rabbal Alamin.

Percaya Diri Sendiri

“Setiap manusia sama; mereka telah diberikan potensi yang sama oleh
Allah, namun yang membedakan mereka adalah lingkungan, keluarga
dan juga al-tarbiyah (pendidikan) yang dijalaninya” (al-Razi)

Setiap orang sukses, pasti menyimpan sebuah rahasia. Rahasia


kesuksesan sebenarnya ada pada diri kita sendiri, percaya akan
kemampuan diri sendiri dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti
sunnatullah.

157
 
Orang luar dari diri kita hanya berfungsi sebagai stimulator dan
motivator terhadap pengembangan diri seseorang. Karena itu, alangkah
naibnya seseorang yang ingin sukses tapi masih terus menggantungkan
nasibnya pada orang lain.

Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (Maulana


Syaikh) menggariskan tiga perkara —jika dijalankan dengan sungguh-
sungguh— pasti berjaya:

Pertama; al-harakah barakah (bergerak; jangan diam) zohir batin,


perbuatan maupun pikiran pasti akan mendapatkan keberkahan iaitu
bertambahnya kebajikan (ziyadat al-khair).

Kedua; Laa tasma’ Qaulal akharin maa dumta fii khairin (jangan
dengarkan —perdulikan— komentar orang lain terhadap apa yang
engkau lakukan selama yang kita jalani adalah kebajikan). Kebanyakan
kita bersandar pada komentar orang lain, karena itu bersiap-siaplah
menjadi orang gagal.

Ketiga; Idzaa Dhaqat Ittasa’at (apabila engkau dalam kesulitan/kepayah;


tertutup semua jalan, ingat dan yakinlah bahwa Allah akan memberikan
jalan keluarnya (...inna ma’al Usri Yusran).
Ingin bahagia, kebahagiaannya tersandera pada orang di luar dirinya.
Bagaimana mungkin kebahagian dapat diperoleh, jika orang yang
menjadi sandaran kebahagiaan kita juga bergantung pada orang atau
benda lain.

Oleh karena itu jangan sekali-kali menggantungkan keberhasilan, hajat


dan keperluan kita kepada orang lain yang juga menggantungkan
nasibnya pada Allah. Langsung saja bergantung dan berharap hanya
kepadaNya semata. Seperti yang ditegaskan oleh Rasul Allah dalam
hadithnya.
 
ِ ِ‫إِذَا سأَلْت فَاسئ ِل اهلل وإِذَا سَتعْنت فَاستَعِن ب‬
‫اهلل‬ ْ ْ َ َ ْ َ َ َْ َ َ
157
Artinya: Apabila kalian meminta, maka mintalah hanya kepada Allah dan
apabila kalian memohon perlindungan maka berlindunglah kepadaNya.

Persiapan Menghadapi kematian

َ‫ ۖل فَإ ِ َذا َجٓا َء أَ َجلُهُمۡ اَل يَ ۡست َۡأ ِخرُونَ َساع َٗة َواَل يَ ۡست َۡق ِد ُمون‬ٞ ‫َولِ ُكلِّ أُ َّم ٍة أَ َج‬
Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada tempoh (yang telah ditetapkan); maka
apabila datang tempohnya, tidak dapat mereka dikemudiankan walau
sesaatpun, dan tidak dapat pula mereka didahulukan. (al-A’raf:34).

 
Setiap makhluk yang bernyawa pasti mengahadapi kematian, saat
kematian telah datang tidak ada perkara yang dapat mengakhirkannya
dan tidak ada pula yang dapat mempercepatnya. Kematian itu pasti, ia

157
bagaikan sebuah pintu, setiap orang akan keluar dan masuk melalui
pintu, sebab, cara dan tempat tidak ada yang mengetahuinya.

Sebelum kematian menjemput kita, persiapkanlah diri kita dengan


memperbanyak amalan salihan. Baik amalan yang berhubungan dengan
makhluk Allah mahupun yang berkaitan dengan sanga Khaliq.

Berbuat kebajikan dengan makhluk Allah minimal kalau tidak dapat


memberi manfaat jangan membuat kemudharatan bagi orang lain.
Lakukanlah kebajikan, engkau akan dapatkan disisi Allah Azza Wajalla.

Persiapkan kematian dengan membangun hubungan baik dengan Allah


Azza Wajalla. Zikrullah qiyaman (berdiri) waqu’udan (duduk) wa alaa
junubihim (dalam keadaan berbaring).

Amalkan dan bersahabatlah dengan al-Qur’an dimana pun kita berada,


awali hidup kita pada pagi hari dengan al-Qur’an dan akhiri hidupmu
(malam hari sebelum tidur) dengan al-qur’an.

157

Anda mungkin juga menyukai