Anda di halaman 1dari 93

PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS

GAGAL GINJAL KRONIK / Chronic


Kidney Disease (CKD).

DISUSUN OLEH
CINDI AURELIA DAT

NS2014901026

PROGRAM PROFESI NERS


STIK STELLA MARIS MAKASSAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Gagal ginjal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD). Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu
dan tingkat fisiologis filtrasi. Gagal ginjal kronis merupakan gagl ginjal akut yang
sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan
dampak yag bersifar kontinyu (Prabowo & Pranata, 2014).
Gagal ginjal kronis adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. GGK merupakan
kegagalan fungsi ginjal yang berlangsung perlahanlahan, penyebab yang berlangsung
lama dan menetap sehingga ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya yang berakibat
penumpukan sisa metabolisme dan menimbulkan gejala. Chronic Kidney Disease
(CKD) atau gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan
terus-menerus..
Gagal ginjal kronis (chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau
transplantasi ginjal
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
1. Anatomi ginjal

a. Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan
keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh /
ekstraseluler. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang
belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum
atau di luar rongga peritonium.
Ketinggian ginjal dapat dierikarakan dari belakang di mulai dari ketinggian
vertebrata torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
banyak di sebelah kanan. Masing – masing ginjal memiliki panjang 11, 25
cm, lebar 5 – 7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150 –
170 gram dan wanita dewasa 115 – 155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul unikadibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri
dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna)
medula. Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya
sama antara 8 – 16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan askpeknya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian
tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta, dan duktuskoli gensterminal.
Bagian luar ( eksternal) koteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus roksimal dan distal yang
berkelok – kelok dan duktus koligens
b. Nefron
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama – sama mengandung kira – kira
2.400.000. Setiap nefron biasa membentuk urin sendiri, Karena itu fungsi
dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibetuk dari darah oleh nefron.
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
tubulus distalis. Banyak tubulus distalis keluar membentuk tubulus
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis
ginjal. Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke
dalam ke kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1
juta nefron dan semua berfungsi sama. Nefron adalah unit fungsional ginjal.
Masing-masing ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Nefron terdiri dari
lima komponen:
1) Kapsula bowman adalah struktur kantung yang terletak pada
permukaan dari komponen tubulus dari sebuah nefron pada ginjal
manusia. Sebuah glomerulus dibungkus kantong tersebut, cairan
nantinya akan di proses menjadi urin.
2) Tubulus proksimal adalah bagian dari ginjal yang membantu terjadinya
proses reabsorbsi (penyerapan kembali zat-zat yang diperlukan setelah
filtrasi, penyaringan dilakukan di glomerulus). Pada saat reabsorpsi zat-
zat yang di serap kembali adalah glukosa, asam amino, dan ion-ion
anorganik (Na+, K+, Ca+, Cl-, HCO3)
3) Lengkung Henle merupakan bagian lanjutan tubulus proksimal yang
bermuara di tubulus distal, juga berfungsi menjaga gradient osmotic
dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.
4) Tubulus distal yaitu tubulus yang jauh dari badan Malpighi, antara
tubulus proksimal dengan tubulus distal dihubungkan oleh lengkung
henle.
5) Duktus Kolektifus, pemekatan urine dan menyalurkan urine kembali ke
renal pelvis.
Secara garis besar nefron terdiri dari 2 komponen yaitu komponen tubular
yang terdiri dari glomerulus sampai dengan tubulus exretori dan komponen
vascular yang terdiri dari kapiler glomerulus dan kapiler.
c. Pembuluh arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal.
Cabang arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola
aferen serta masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di
dalam salah satu badan malphigi, yautu glomerulus. Arteriola aferen
membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam jaringan
peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai tubulus dan menerima materi
yang direabsorpsi oleh struktur tubular. Pembuluh aferen menjadi arteriola
aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler di sekeliling
tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk vena renalis yang
membawa darah ke vena cafa inverior. Kapiler arteriola lainnya membentuk
vasarekta yang berperan dalam mekanisme konsentrasi ginjal.
d. Ureter
Ureter adalah merupakan saluran retroperitonium yang menghubungkan
ginjal dengan kandung kemih. Setiap ureter panjangnya 25-30 cm atau 10-
12 inci dan berdiameter 4-6 mm.
e. Kandung kemih
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis terletak
di belakang simpisis pubus. Kandung kemih berfungsi sebagai tempat
penampungan urin dan mendorong urine keluar tubuh dengan bantuan
uretra. Dinding kandung kemih terdapat scratch reseptoryang akan bekerja
memberikan stimulus sensai berkemih apabila volume kandung kemih telah
mencapai ± 150 cc.
f. Uretra
Utetra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita sekitar 3-5 cm,
sedangkan pada pria 23-25 cm.
2. Fisiologi Ginjal
a. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel
ini di kontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi, sekresi tubulus.
b. Fungsi utama ginjal
1) Fungsi ekskresi
a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-Osmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air
b) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
batas normal
c) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-
d) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat, dan kreatinin.
2) Fungsi nonekskresi
a) Menghasilkan renin, penting untuk tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoietin, faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang
c) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya
d) Degradasi insulin
e) Menghasilkan prostaglandin
3) Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan
konsentrasi osmotic 1200-1400 m-Osmol, melebihi empat kali
konsentrasi plasma. Proses pembentukan urine terdiri dari tiga proses,
diantaranya:
a) Filtrasi
Proses pembentukan urine dimulai ketika darah melalui
glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron
tersusun dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah lewat vasa
aferen dengan mengalirkan darah balik lewat vasa aferen. Tekanan
darah menentukan berapa tekanan dan kecepatan aliran darah yang
melalui glomerulus. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
maka filtrasi akan terjadi. Air dan molekul-molekul kecil akan
dibiarkan lewat sedangkan molekul-molekul besar tetap tertahan
dalam aliran darah. Cairan di saring lewat jonjot-jonjot kapiler
glomerulus dan memasuki tubulus. Cairan ini dikenal sebagai
“filtrat”.
b) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi berlangsung pada tubulus proksimal, ansa henle,
tubulus distal, dan duktus koligens. Prinsip reabsorbsi adalah bila
zat tersebut masih di butuhkan oleh tubuh maka akan di reabsorbsi
dan jika tidak akan dibuang. Disini terjadi penyerapan kembali
sebagaian dari air, glukosa, sodium, klorida, fosfat, sulfat, dan
berbagagai ion bikarbonat.
Reabsorbsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrasi,
melintas epitel tubulus dan kedalam cairan peritubular.
Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrien gizi
yang di perlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit seperti
natrium, klorida, dan bikarbonat di reabsorpsi dengan sangat baik
sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat
nutrisi tersebut, seperti asam amino dan glukosa di reabsorpsi
secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine
meskipun sejumlah besar zat tersebut di filtrasi oleh kapiler
glomerulus
c) Sekresi
Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel
tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses
penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang
dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk
membuang beberapa material, seperti beberapa jenis obat yang
dikeluarkan ke dalam urine.
4) Pengaturan hormone terhadap fisiologi ginjal
ADH membantu dalam mempertahankan volume dan osmolalitas
cairan ekstraseluler pada tingkat konstan dengan mengatur volume dan
osmolalitas kemih. Hormone lain yang mempengaruhi konsentrasi
urine adalah renin. Bila laju filtrasi glomerulus turun karena dehidrasi
atau kehilangan darah kadar natrium di bawah normal maka ginjal akan
dirangsang untuk mensekresi renin. Renin mengubah angiotensin yang
disekresi hati menjadi angiotensin I, sel kapiler paru-paru selanjutnya
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II
mengkonstriksi otot polos di sekeliling arteriole. Hal ini meningkatkan
tekanan darah dan selanjutnya meningkatkan LFG angiotensin juga
merangsnag sekresi hormone aldosterone yang mempengaruhi
osmolalitas urine.
Korteks adrenal jika dirangsang oleh angiotensin II akan mensekresi
aldosterone yang dapat meningkatkan reabsorpsi air di ginjal,
meningkatkan tekanan darah dan menurunkan osmolalitas serum.
5) Keseimbangan asam basa ginjal
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH 7,35
untuk daerah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan ini
dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bikarbonat dan
karbondioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja dengan
menyesuaikan jumlah karbondioksida dalam darah. Ginjal
menyekresikan atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen sebagai
respon terhadap pH darah.
6) Pengaturan keseimbangan cairan
Konsentrasi total solute cairan tubuh orang normal sangat konstan
meskipun fluktuasi asupan dan ekskresi air dan solute cukup besar.
Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas-batas
yang sempit melalui pembentukan urine yang jauh lebih pekat (aug
mentasi/pemekatan) atau lebih encer dibandingkan dengan plasma
dimana urine dibentuk. Cairan yang banyak diminum menyebabkan
cairan tubuh menjadi encer. Urine menjadi encer dan kelebihan air
akan diekskresikan dengan cepat. Sebaliknya, pada waktu tubuh
kehilangan air dan asupan solut berlebihan menyebabkan cairan tubuh
menjadi pekat, maka urine akan sangat pekat sehingga solut banyak
terbuang dalam air. Dan air yang dipertahankan cenderung
mengembalikan cairan tubuh kembali pada konsentrasi solut yang
normal.

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Suwitra (2006), penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal
yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

(140 – umur) X Berat Badan

LFG (ml/mnt/1,73m2)

72 X kreatinin plasma (mg/dl)


*) Pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat (stage) penyakit.


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m4)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 90

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Menurut Corwin (2009), penyakit gagal ginjal kronik terdiri dari beberapa stadium yaitu
sebagai berikut:
1. Stadium 1 yang ditandai dengan kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologI
kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam
pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir
normal, tepat atau diatas 90 ml per menit (> 75% dari nilai normal).
2. Stadium 2 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per
menit
(kira-kira 50 % dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini
dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa
dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan
beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal.
3. Stadium 3 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per
menit
(25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium
ini. Nefron terus-menerus mengalami kematian.
4. Stadium 4 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per
menit
(12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.

5. Stadium 5 yang ditandai dengan gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus
kurang dari 15 ml per menit (12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi
tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.

4. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
a) Faktor Presipitasi
1) Nefropati diabetik (35-40%)
Nefropati diabetika (penyakit ginjal pada pasien diabetes) merupakan salah
satu penyebab kematian terpenting pada diabetes mellitus yang lama. Diabetes
mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.
Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada diabetes mellitus. Glomerulusskelerosis adalah lesi yang paling
khas dan dapat terjadi secara difuse atau nodular.
2) Glomerulonefritis kronik (24%)
Pada glomerulonephritis kronis terjadi infeksi yang berulang, dimana ukuran
ginjal sedikit berkurang sekitar seper lima dari ukuran normal dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular, sejumlah glomeruli dan
tubulus akan berubah menjadi jaringan parut, cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, ketika
glomerulus sudah tidak bisa melakukan fungsinya maka akan terjadi gagal
ginjal.
3) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) dinding pembuluh darah. Pada ginjal, arteriosklerosis ginjal akibat
hipertensi lama menyebabkan nefroskelerosis benigna. Gangguan ini
merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh
darah intrarenal. Ginjal dapat mengecil, biasanya simetris, dan mempunyai
permukaan berlubang-lubang dan bergranula. Penyumbatan arteria dan arteriol
akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak.

4) Pielonefritis
Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal
pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan
parencyma ginjal atau jaringan ginjalmencakup penyakit ginjal stadium akhir
mulai dari hilangnya nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut.
Ketika terjadi kerusakan nefron maka nefron tidak dapat lagi menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan
oleh tubuh sehingga terjadi gagal ginjal.
5) Ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif yang menyebabkan kerusakan ginjal.
6) Batu ginjal
Batu yang terbentuk di ginjal terjadi akibat adanya proses presipitasi yang
terkandung dalam urine. Batu yang berukuran kecil dapat dikeluarkan lewat
urine, namun batu yang berukuran terlalu besar tidak bisa keluar lewat urine,
maka akan menimbulkan obstruksi akibat terhambatnya aliran urine keluar. .
7) Medikasi
Penggunaan agen toksik dapat menyebabkan insufiensi renal. Penggunaan
analgesik kronik, terutama disertai NSAID menyebabkan nefritis interstisial,
dan nekrosis papiler.
8) Infeksi saluran kemih
Adanya bakteri yang memasuki ginjal sehingga menimbulkan jenis infeksi
yang serius yaitu pyelonefritis (peradangan pada ginjal yang dapat meluas
mengenai unit penyaring dan pembuluh darah).
b) Faktor predisposisi
a. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Seperti
peningkatan berat badan, mengkonsumsi makanan banyak kolesterol,
merokok, dan kurang berolahraga.
b. Umur
Fungsi ginjal akan berubah bersamaan dengan bertambahnya usia. Lansia yang
berumur antara 55-65 tahun merupakan kelompok yang berkembang cepat
untuk mengalami penyakit renal tahap akhir.
c. Lingkungan
Lingkungan dan agen berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal mencakup
timah, cadmium, merkuri, dan kronium.

5. PATOFISIOLOGI
Kegagalan fungsi ginjal dimulai pada keadaan dimana fungsi renal menurun,
yang mengakibatkan produk akhir metabolism protein yang normalnya disekresi
kedalam urine tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka kerusakan
ginjal semakin berat.
Nefron yang berfungsi sebagai akan mengalami penurunan fungsi akibat dari
punumpukan sampah dalam darah sehingga terjadi gangguan pada Klirens Renal,
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Suplai
cairan mulai berkurang, dan fungsi nefron semakin menurun sehingga mengakibatkan
gangguan ginjal secara irreversible.
Menurunnya filtrasi glomerulus, (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang penting dari fungsi renal, karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium terjadi krena ginjal tidak mapu untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urine secara normal, pada penyakit ginjal tahap
akhir. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari tidak terjadi karena cairan dan natrium yang tertahan maka akan
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi jiga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin, yang mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam sehingga mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin mamperburuk status uremik.
Asidosis juga dapat terjadi karena semakin berkembangnya penyakit renal.
Terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam, terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk meyekresi ammonia (NH 3) dan mengabsorbsi
(HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain yang terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoetin merupakan suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang unruk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan
sesak nafas.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh, memiliki hubungan saling timbal balik; jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum, menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh tidak berespon
secara normal, terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium
ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang (pruritus,
kulit kering bersisik). Selain itu, metabolism aktiv vitamin D (1,25-
dehidrokolikalsiferol) yang secara normal, dibuat di ginjal dan akan menurun seiring
dengan berkembangnya gagal ginjal

6. MANIFESTASI KLINIS
a) Gejala dini : sakit kepala, keleahan fisik dan mental, bert badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
Sakit kepala, awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan langsung terasa,
namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya
adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat
kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa meiliki kadar oksigen
dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika penderita
bermasalah dengan anemia
b) Gejala lebih lanjut : Anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan
berkurang, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak,
udem disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkinn juga sangat
parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala
mual muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang tidak
nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama
sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan
nafsu makana berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun
menyebabkan ada banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses
metabolisme dalam tubuh
c) Adapun manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin – angiotensin -
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
d) Manifestasi klinik menurut Nahas & Levin (2010) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak
dan gagal jantung akibat pemantauan cairan, gangguan irama jantung dan
edema
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, eajah,
dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan
semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, hejala ini juga sering disertai
dengan beberapa tanda seperti rambut rontok terus menerus, berat badan
yang turun meskipun terlihat lebih gemuk.
2) Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amoniak.
4) Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), buring
feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor,
miopati (elemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
5) Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat
penimbunan uroktrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
6) Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juha terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia
8) Sistem Hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eriitopotein,
sehinggarangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup erotrosit dalam suasana uremia toksik, dapat
juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dalam menentukan diagnosa gagal ginjal kronis, maka diadakan pemeriksaan
diagnostic seperti:
a) Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah
dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinine). Selain pemeriksaan
fungsi ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai
bentuk kinerja ginjal.
b) Urinalisis
Urinalis dilakukan untuk menapis ada/tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/tidaknya pendarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
c) Ultrasonografi (USG) ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya atrofi ginjal, obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
d) EKG
Mungkin abnormal karena menunjukkan ketidakseimbangan asam/basa.
e) Uji klirens kreatinin
Untuk melakukan tes ini, cukup mengumpulkan specimen urine 24 jam dan satu
specimen darah diambil dalam waktu 24 jam yang sama. Pada penyakit gagal
ginjal kronik, nilai GFR turun di bawah nilai normal sebesar 125 ml/menit.
f) Kreatinin serum
Pada pemeriksaan kreatinin serum maka akan terlihat peningkatan kadar
kreatinin serum. Kreatinin serum, pria: 0,85-1,5 mg/100 ml sedangkan wanita:
0,7-1,25 mg/100 ml.
g) Pemeriksaan BUN (Blood Ureum Nitrogen)
Konsentrasi BUN normal besarnya antara 10 sampai 20 mg per 100 ml,
sedangkan konsentrasi kreatinin plasma besarnya 0,7-1,5 mg/100 ml. kedua zat
merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolism protein yang normal
diekskresikan dalam urin. Bila GFR turun seperti pada insufisiensi ginjal, kadar
kreatinin BUN plasma meningkat. Keadaan ini di kenal sebagai azotemia (zat
nitrogen dalam darah).

8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat di bagi menjadi 2 tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal:
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahapan ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
a. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
1) Pembatasan protein
Pembatasan protein bukan hanya untuk mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi
ion hidrogen yang berasal dari protein.
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah dari pada gagal ginjal
kronis. Asupan kalium dikurangi. Diet yang di anjurkan adalah 40-80
mEq/hari.
3) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2g Na). asupan
natrium terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Aturan yang digunakan untuk menentukan banyaknya asupan cairan
adalah jumlah urine yang dikeluarkan selam 24 jam terakhir +500 ml
5) Observasi balannce cairan
6) Observasi adanya edema
7) Dilakkan pemeriksaan lab darah dan urin

b. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi


1) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
a) Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldoment), propranolol,
klonidin (catapres). Apabila penderita sedang mengalami
hemodialisa, pemberian antihipertensi dihentikan karena dapat
mengakibatkan hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh
keluarnya cairan intravascular melalui ultrafiltrasi.
b) Pemberian diuretik: furosemide (Lasix)
2) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K +
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan
juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian
glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ kedalam sel,
atau dengan pemberian kalsium glukonat 10%.
3) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoetin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone
eritopoetin, pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfuse
darah.
4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO 3- plasma turun
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO3- (natrium bikarbonat) parenteral.
2. Hemodialisis dan Transplantasi
Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melaui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melaukuan
daerah femoralis namun utnuk mempermudah maka dilakuakn :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen ; langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung.
Tujuannya yaitu menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh yaitu fungsi eksresi
yaitu membuang sisa – sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin,
dan sisa metabolisme.
Dialisis diadakan apabila dasar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml
pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit.

9. KOMPLIKASI
Apabila gagal ginjal kronik tidak segera ditangani maka akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi sebagai berikut:
1. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Pericarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung, akibat retensi produk
sampah dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldodteron.
4. Anemia
Anemia timbul akibat adanya penurunan eritropoetin, penurunan tentang usia
sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah hemodialisa.
5. Penyakit tulang
Penyakit tulang terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar albumin.
PATHWAY
PATHWAY CKD

PRESIPITASI Etiologi PREDISPOSISI


sisi

Glomerulonefritis Pielonefritis Diabetes Mellitus Hipertensi Penyakit umur Gaya hidup


ginjal polikistik

Inflamasi pd Bakteri masuk 55-65 tahun (lansia)


peningkatan kadar Hipertensi yang Peningkatan berat
glomerulus dalam vesika
glukosa berlangsung Stenosis badan, mengkonsumsi
berulang urinalis
arteri ginjal makanan yang banyak
lama
Penurunan mengandung
fungsi ginjal kolesterol, merokok
Ukuran ginjal ber Menyebabkan Peningkatan
(-) & menjadi iritasi dan viskositas darah Suplai darah
Volume darah
lapisan terbatas peradangan ke ginjal
ke ginjal akan Aterosklerosis
berkurang Sel ginjal
meningkat pembuluh darah
Perfusi ke ginjal menjadi rusak
Jaringan fibrosa ginjal
Terjadi refluks urin menurun Perfusi darah
yang meluas
dari kandung Ginjal tidak ke ginjal
kemih ( refluks mampu menjadi tidak Oklusi
vesika ureter ) Kerusakan pada menyaring adekuat pembuluh
Jaringan parut
ginjal darah yang darah ginjal
merusak korteks
terlalu banyak
Merangsang
Bakteri
Permukaan ginjal peningkatan Penurunan
masuk ke pelvis
kasar dan irregular Kinerja ginjal sekresi renin aliran darah
ginjal
meningkat ke ginjal
secara terus -
menerus Sistem RAA
Kerusakan Mengiritasi
meningkat
glomerulus pelvis ginjal
secara terus
menerus
Fungsi glomerulus korteks menipis
menurun
Pembuluh darah di
ginjal rusak
terjadi
kerusakan
nefron

nefron tidak dapat


lagi menyaring
darah

mereabsorpsi cairan dan


molekul yang masih
diperlukan oleh tubuh

 Stadium I : Penurunan cadangan ginjal


Kerusakan pada ginjal
(≥75%). Kreatinin serum dan kadar BUN
normal dan pasien asimtomatik
.
 Stadium II: GFR menurun (60-89 GFR menurun

ml/mnt/50%). Kreatinin & BUN mulai


meningkat Gangguan fungsi ginjal berlangsung kronik
 Stadium III: GFR menurun (30-59 ml/mnt
atau 25-50%)
 Stadium IV: GFR me (15-20 ml/hr atau 15- CKD
24%)
 Stadium V: Penyakit Ginjal Stadium Akhir
(ESRD)
Kerusakan glomerulus Penurunan Laju filtrasi Uremia Zat toksin (ureum dan
fungsi ginjal glomerulus menurun menginaktifkan kreatinin menumpuk
menyebabkan eritropoetin dalam darah
sekresi renin
Terjadi
permeabilitas Laju filtrasi
kapiler glomerulus menurun Ureum dan kreatinin
Merangsang Sekresi eritropoetin meningkat
angiotensinogen menurun
menjadi angiotensin I
Protein keluar Ketidakmampuan
melalui urin ginjal dalam Merangsang HCl
membuang limbah Anemia
dalam lambung
kotoran dari aliran
darah Menjadi angiotensin II
Proteinuria oleh enzim
konvertase Penurunan konsentrasi
hemoglobin dlm darah Mual dan muntah
Hipoalbumin Penumpukan
transudasi cairan
kotoran (urea) Merangsang korteks
intravascular ke dalam tubuh adrenal untuk Sekresi aldosteron Suplai O2 dan T&G: anoreksia,
intertisiil melepaskan nutrisi tidak
Tekanan osmotik meningkat mual, muntah,
aldosteron adekuat
menurun perubahan cita
Sindrom uremik rasa, stomatitis
penimbunan Ekskresi urin MK: Defisit
Sekresi aldosteron Kegagalan
Peningkatan cairan bermasalah pengantaran nutrisi
meningkat/reabsorbsi
kontraktilitas Uremia yang tinggi nutrisi dan O2
natrium oleh tubulus SLKI status
jantung jaringan pada
ginjal nutrisi
tinggkat
Edema T&G: oliguria dan kapiler SIKI :
Terjadi penimbunan anuria terganggu Manajemen
Peningkatan
beban kerja kristal urea di bawah Retensi cairan dan MK: Gangguan
T&G: edema ekst, permukaan kulit natrium eliminasi urin
ventrikel
edema palpebra, (urea frost) SLKI: eliminasi
edema anasarka urin TG : Crt >3 Detik Akral
Beban kerja MK: Hipervolemia Peningkatan volume SIKI: manajemen Terabab Dingin, Warna Kulit
jantung meningkat SLKI: status cairan intravaskuler eliminasi urin Pucat Turgor Kulit Menurun
SIKI manajemen Pruritis MK :perfusi perifer Tidak
Hipervolemia Efektif
SLKI: Perfusi Perifer
SIKI : Perawatan Sirkulasi
MK: penurunan
curah jantung Peningkatan Ketidakmampuan ATP (adenosin
SLKI : curah jantung T&G: pucat, gatal-gatal, dan volume sekuncup untuk mengeluarkan tripospat)
SIKI :perawatan kulit kering, pruritus cairan dari tubuh menurun
jantung MK: Gangguan integritas
kulit/jaringan Peningkatan
SLKI: Integritas kulit dan tekanan darah T&G: mudah letih, lesu,
jaringan Penumpukan cairan
dalam pembuluh lelah, sesak napas saat
SIKI: perawatan integritas kulit
darah beraktivitas
MK: intoleransi aktivitas
HIPERTENSI
SLKI : Intoleransi aktivitas
NIC: menajemen energi
Permeabilitas
Edema paru pembuluh darah
dalam paru

Penumpukan sekret

T&G: Batuk tidak efektif,


sputum berlebihan,
terdengar suara nafas
tambahan (seperti ronchi)
MK: bersihan jalan napas
tidak efektif
SIKI : Bersihan jalan nafas
SIKI Manajemen jalan
nafas
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a) B1 (Breathing)
Pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic kidney disease (CKD) biasanya
mendapatkan nafas pendek, dispnue, batuk dengan/ tanpa sputum, dan juga biasa
didapatkan bau nafas seingkali dikaitkan dengan rasa logam pada mulut, dapat
terjadi edema dalam paru, pleuritis, pernafasan
b) B2 (Blood)
Penyakit yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik salah satunya
hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran akan
mempengaruhi volume vaskuler, stagnasi ini akan memicu retensi natrium dan
air sehingga akan meningkatkan beban jantung, dan dapat terjadi edema
c) B3 (Brain)
Pengkajian yang dapat dilihat dari aspek ini adalah kesadaran. Pada pasien gagal
ginjal kronik biasa didapatkan kesadaran composmentis. Manifestasi gagal ginjal
kronik/Chronic kidney disease (CKD) terjadi lebih awal dan mencangkup
perubahan mental seperti kesulitan berkosentrasi, keletihan, dan insomnia. Gejala
psikotik, kejang, dan koma dikaitkan dengan enselopati uremik lanjut
d) B4 (Bladder)
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorpsi, dan ekresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurun
urin output <400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output)
e) B5 (Bowel)
Pada pengkajian ini akan didapatkan BB mengalami penurunan, anoreksia, mual
dan muntah adalah gejala awal uremia, cegukan biasa dialami, nyeri akut, fetor
uremik, bau nafas seperti urine seringkali dapat menyebabkan anoreksia
f) B6 (Bone)
Pada pasien gagal ginjal kronik/chronic kidney disease (CKD) sering terjadi
nyeri otot dan tulang, kelemahan otot, pasien beresiko mengalami fraktur
spontan. Gangguan pada kulit yaitu pucat, warna kulit eremik, kulit kering, turgor
buruk, preuritis, edema.

2. Pengkajian Sekunder
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada klien dengan gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedure pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
kerana itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti klien.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien dengan gagal ginjal kronik mengalmi mual dan muntah, anoreksia, intake
cairan tidak adekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, perubahan warna
urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Keram otot/nyeri kaki, takipnea, dyspnea, malaise, keterbatasan gerak sendi.
5) Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi kognitif
Sakit kepala, penglihatan kabu, keram otot, gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, kehilangan memori, tingkat kesadaran menurun
7) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja), mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga, lemas, penampilan tak berharga, murung, suka
menyendiri
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.

10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress


Hubungan perasaan tidak berdaya, tak da harapan, mudah tersinggung
11) Pola nilai dan kepercayaan
Pasien tidak dapat beribadah karena penyakit yang dideritanya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi jantung (D.0008)

2. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)

3. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi pada jalan napas (D.0001)

4. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsetrasi hemoglobin (D.0009)

5. Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan mencerna makanan (D.0019)

6. Gangguan mobilitas fisik b/d peruahan metabolisme (D.0054)


INTERVENSI KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI

1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung :


jantung b/d perubahan diharapkan Curah Jantung Observasi :
frekuensi jantung Meningkat dengan kriteria hasil :  identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(D.0008)  Kekuatan nadi perifer cukup R : Untuk mengetahui tanda dan gejala primer yang ada pada
meningkat pasien
 Takikardi cukup menurun  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan jantung
 Tekanan darah membaik R : Untuk mengetahui tanda dan gejala yang ada pada pasien
 Monitor tekanan darah
R : Untuk memantau peningkatan atau penurunan tekanan
darah
 monitor BB setiap hari pada waktu yang sama
R: Peningkatan berat badan dapat memperparah kondisi
pasien
 monitor intake dan output cairan
R : Untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan cairan
 monitor saturasi oksigen
R ; Untuk mengetahui status kesehatan pasien dan
mencegah komplikasi lanjutan

Teraupetik :

 Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke


bawah atau posisi nyaman
R : Agar pasien merasa nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
R : Mengurangi beban kerja jantung, meminimalkan berat
badan, memenuhi kebutuhan gizi pasien, mencegah dan
mengurangi risiko yang dapat memperparah kondisi jantung
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
R : Untuk mencegah komplikasi lanjutan dan mengatasi
kekurangan oksigen akibat penurunan curah jantung

Edukasi :
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
R : Perhatikan tingkat kemampuan pasien melakukan
aktivitas

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian anti aritmia, jika diperlukan


R : Mengobati kondisi jantung pasien (irama jantung yang
tidak normal)
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2. Hipervolemia b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipervolemia


gangguan mekanisme diharapkan Keseimbangan Cairan Observasi :
regulasi (D.0022) Meningkat dengan kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala hipervolemia
 Haluran urin cukup meningkat R : Jika terjadi dipsnea, edema dapat memperparah kondisi
 Edema mneurun pasien
 Tekanan darah membaik  Monitor status hemodinamik
 BB membaik R : Memantau jika terjadi perubahan pada frekuensi jantung

 Mmebran mukosa membaik dan TD


 Monitor intake dan output cairan
R : Menjaga keseimbangan cairan pasien
 Monitor kecepatan infus secara tepat
R : Untuk mengetahuan ketepatan pemberian cairan
 Monitor efek samping diuretik
R : Memantau jika tidak adanya alergi atau terjadi
ortostatisk hipervolemia, hipo kalemia, hiponatrium.

Teraupetik :

 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


R : Perubahan berat badan dapat menunjukan keparahan dari
pasien
 Batasi asupan cairan dan garam
R : Tidak terjadi kelebihan cairan pada pasien dikerenakan
gangguan pada fungsi ginjal

Edukasi :

 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari


R : Tanda tersebut dapat menunjukan terjadinya
hipervolemia dimana dapat memperparah kondisi pasien
 Ajarkan cara membatasi cairan
R : Untuk menambabah pengetahuan pasien tentang berapa
jumlah cairan yang bisa dikonsumsi

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian diuretik


R : Untuk mengurangi hipertensi, edema
 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
R : Untuk mencegah hipertensi, acites,

3. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b/d diharapkan Besihan Jalan Napas Observasi :
hipersekresi pada jalan dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas
napas (D.0001)  Produksi sputum menurun R : Mengetahui adanya kelainan pola napas pada pasien
 Batuk efektif meningkat  Monitor bunyi napas tambahan
 Sianosis menurun R : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
 Pola napas membaik darah atau area konsolidasi, adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus/ tertahannya sekret. Krekels basah
menyebar menunjukan cairan pada intertisial/dekompesasi
jantung.

Teraupetik :

 Posisikan semi fowler – fowler


R : Posisi semi fowler membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menururnkan upaya pernafasan
 Berikan minum air hangat
R : Mengencerkan sekret
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
R : Membantu mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan
 Berikan oksigen jika perlu
R:

Edukasi :

 Ajarkan teknik batuk efektif


R : Agar pasien dapat mengeluarkan sekret
Kolaborasi :

 Kolaborasi peeberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,


jika perlu
R : Menurunkan kekentalan secret dan mengeluarkan secret

4. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi


efektif b/d penurunan diharapkan Perfusi perifer dengan Observasi
konsetrasi hemoglobin kriteria hasil :  Periksa sirkulasi perifer (mis, nadi perifer, edema, pengisian
(D.0009)  Denyut perifer meningkat kapiler, warna, suhu)
 warna kulit pucat menurun R : Mengetahui masalah yang terjadi pada sirkulasi perifer

 pengisian kapiler cukup sehingga

membaik  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi

 kelemahan otot menurun R : Sirkulasi perifer dapat menunjukan tingkat keparahan


penyakit
 turgor kulit cukup membaik
 Monitor bengkak pada ekstermitas
 akral cukup membaik
R : Bengkak pada ektermitas pasien dapat memperparah
kondisi pasien
Teraupetik

 Lakukan pencegahan infeksi


R : Bila terjadi infeksi maka proses penyembuhannya akan
semakin memburuk akibat sirkulasi darah yang tidak lancar
 Lakukan hidrasi
R : Untuk mengetahui dehidrasi

5. Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Mual


ketidak mampuan diharapkan status nutrisi dengan Observasi
mencerna makanan kriteria hasil :  identifikasi pengalaman mual
(D.0019)  Porsi makanan yang dihabiskan R : Untuk mengetahui tindakan selanjutnya
meningkat  Monitor mual
 Nafsu makan membaik R : mengetahui sejauh mana kondisi mual pasien dan untuk
 Membrane mukosa membaik mengetahui sejauh mana pasien kekurangan cairan dan
nutrisi
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
R:

Teraupetik
 kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
R : Untuk mengurangi penyebab pasien mual
 Berikan makanan dalam jumlah kecil
R : untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
 kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
R:

Edukasi :

 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


R : Membantu memulihkan kondisi pasien dan mencegah
ada rasanya mual
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual
R:

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu


R : Untuk mengoptimalkan pencegahan mual
6. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi
fisik b/d peruahan diharapkan Mobilitas fisik dengan Observasi
metabolisme (D.0054) kriteria hasil :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
 Kekuatan otot meningkat kelemahan
 Gerakan terbatas menurun R :Untuk mengetahui tingkat kelemahan dari pasien
 Kelemahan fisik menurun  Monitor kelemahan fisik dan emosional
R :Untuk memantau tingkat kelemahan dan emosional dari
pasien

Terapeutik
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika tidak daat berpindah
atau berjalan
R : Memberikan rasa nyaman dan menghindari pasien dari
cidera akibat posisi yang salah
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
R : Mengurangi aktivitas yang belebihan dan dapat
mengembalikan energi pasien
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
R : Tanda dan gejala kelemahan tidak menurun dapat
memeprparah kondisi pasien
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
R : Jika pasien mudah lelah dapat memperparah kondisinya
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
Asupan makanan
R : Agar lebih tepat asupan makann yang diberikan kepada
pasien yang dapat meningkatkan energi pasien
DISCHARGE PLANNING

Adapun penyuluhan yang harus diberikan perawat kepada pasien dan keluarga untuk
pertimbangan perawatan di rumah, sebagai berikut:
1. Menganjurkan kepada keluarga untuk memantau pemberian cairan yang
diberikan pada pasien.
2. Menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap nutrisi yang
direkomendasikan oleh ahli gizi.
3. Menganjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diinformasikan seperti
mengurangi makanan yang banyak mengandung garam, kalium.
4. Menganjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian dan support kepada
pasien.
5. Memberikan saran kepada keluarga pasien untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi
SKENARIO

SKENARIO
Pada tanggal 26 november 2020, Seorang pasien bernama Tn.M berusia 52 tahun
masuk IGD diantar oleh keluarganya dengan keluhan badan merasa lemah, sesak
napas, merasa mual dan muntah muntah sebanyak 4x dalam sehari, gelisah,
bengkak pada bagian ektermitas, serta pusing. Keluarga pasien mengatakan sejak 3
bulan terakhir pasien mengalami peningkatan berat badan dan jika berkemih itu
hanya sedikit sekali sekitar kurang dari 400 ml dengan warna kuning pekat dan
berbau khas. Keluarga pasien mengatakan 4 bulan yang lalu pasien sering
merasakan dengan keluhan yang sama namun tidak sesak. Keluarga pasien
mengatakan pasien jarang mengontrolkan kesehatannya di tempat kesehatan.
Keluarga pasien mengatakan pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Keluarga
pasien mengatakan pasien jarang sekali mengonsumsi air putih, keluarga pasien
mengatakan pasien mengonsumsi air putih hanya pada saat ia makan dan saat
akan tidur malam. Keluarga pasien mengatakan pasien akhir-akhir ini sering merasa
gatal-gatal pada kulitnya dan sering merasa nyeri pada bagian pinggang
belakangnya.

Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TD: 160/90mmHg, S: 37,1 C, N:


112x/mnt, P:30x/mnt, BB: 52.Kg Terpasang infus RL 12 TPM, terpasang oksigen RM
10 L/mnt.tampak pasien udem dengan grade 3, tampak pasie anemis tampak pasien
terpasang folley chateter dengan pengeluaran urine 50 cc dengan warna kuning
pekat. Peristaltik usus 5x/mnt. Teraba akral dingin pucat dxengan tingkat kesadaran
pasien compos mentis, GCS: M:6, V:5, E:4 SPO2: 90%. Hb: 5 gr/dL, Creatinin 19,7
mg/dL (0,5-1.2 mg/dl) , Ureum 224 mg/dL (15-44 mg/dl) Urea N (BUN): 58 mg/dL
(6-20 mg/dL). eLFG: (CKD-EPI): 13 mL/menit/1,73. Kemudian pasien dirujuk ke
kamar ICU untuk penanganan lanjut pasien mendapat terapi RL IV,furosemid IV.
B1 Pergerakan dada  Simetris
(Breathing  Tidak simetris
) Tampak simteris
kedua lapang dada
pasien dan
pergerakannya

Pemakaian otot bantu napas  Ada, pernapasan


dada
 Tidak ada
Palpasi  Vocal premitus :
Getaran dinding paru
kiri kanan
 Nyeri tekan : Tidak
ada nyeri tekan pada
bagian dada
 Kreapitasi :tidak ada
Perkusi  redup
 sonor, dikedua
lapang paru
 pekak
Suara napas  Vesikuler
 Wheezing
 Ronchi
 Rales
 Friction rub
Lokasi

Batuk  Produktif
 Non produktif
Sputum  Tidak ada
 Ada
Alat bantu napas  Tidak ada
 Ada
Jenis : Oksigen NRM
10 liter/mnt

Lain – lain Pernapasan 30 X/ menit

SP02 : 90 %

Blood (B2) Suara jantung  S1 S2 S3 S4


 Tunggal
 Gallop
 Murmur
Irama jantung  Irreguler
 Reguler
CRT  < 3 detik
 > 3 detik
JVP  Normal
 Meningkat
CVP  Ada
 tidak ada
 Nilai :

Edema  Ada
 tidak ada
Lokasi pada bagian
ektermitas gerak dan
pada wajah dengan
piting edema
dengaan derajat 3
EKG

Lain – lain : HB : 5,0 gr/Dl

TD : 160/90

Brain (B3) Tingkat kesadaran

Reaksi pupil :
 Ada: tampak refleks
 Kanan
pupil mengecil saat
diberina cahaya pada
pupil kanan
 Tidak ada
 Ada: tampak refleks
 Kiri
pupil mengecil saat
diberina cahaya pada
pupil kanan dan kiri
 Tidak ada
Refleks fisiologis  Ada, Tricep (+), Bicep
(+), Patella (+),
Achiles (+)
 Tidak ada
Refleks patologis  Ada
 Tidak ada (Babinski - )
Meningeal sign  Ada :
 Tidak ada :
Lain – lain :

Bladder Urin  Jumlah : 50 ml


(B4)  warna : Kuning pekat

Kateter  Ada, Hari ke 1


 Jenis ,Folley chateter
Kesulitan BAK  Ya
 Tidak
Lain – lain

Bowel Mukosa bibir  Lembab


(B5)  kering

Lidah  Kotor
 bersih
Keadaan gigi  Lengkap
 Gigi palsu
Nyeri telan  Ya
 Tidak
Abdomen  Distensi
 Tidak distensi
Peristaltik usus  Normal
 Menurun
 Meningkat
 Nilai : 5X/ menit
Mual  Ya
 Tidak
Muntah  Ya
 Tidak

Hematemesis  Ya
 Tidak
 Jumlah
 Frekuensi :
Melena  Ya
 Tidak
 Jumlah
 Frekuensi :
Terpasang NGT  Ya
 Tidak

Terpasang colostomy bag  Ya


 Tidak

Diare  Ya
 Tidak

Konstipasi  Ya
 Tidak

Asites  Ya
 Tidak

Lain – lain

Bone (B6) Turgor  baik


 jelek, Tampak kulit
kering dn bersisik
Pendarahan kulit  Ada
 tidak ada
Icterus  Ya
 Tidak ada
Akral  Hangat
 kering
 Merah
 dingin
 Pucat
 Basah
prgerakan sendi  Bebas
 Terbatas
 skala
Fraktur  Ada
 Tidak ada
 Jenis
Luka  Ada
 Tidak ada
 Jenis
Lain – lain
DIAGNOSA PENGKAJIAN PRIMER
No Data Etiologi Masalah
.

1. DS : Hambatan upaya napas Pola napas tidak


efektif
 Klien mengatakan lemas
 Klien mengatakan sesak
DO :

 Tampak menggunakan otot bantu


pernafasan
 klien tampak gelisah
 Akral dingin dan pucat
 SPO2 : 90 %
 Membran mukosa kering
 TTV :
TD : 160/90
Pernapasan 30 X/ment
Nadi : 112 X / menit
Suhu : 37 0C
 CRT > 3 detik
 Terpasang NRM 10 liter/menit
 Hb 5,0 gr/dl
2. DS : Gangguan mekanisme Hipervolemia
regulasi
 Pasien mengatakan badannya
terasa berat dan bengkak
DO :

 BB : 52
 CRT: ≥ 3 detik
 Hasil observasi
TD: 160/90mmHg,
N: 112x/mnt
 Edema: pada bagian ektermitas
tangan dan kaki piting edema 3
kembali dalam 7 detik
 Tampak terpasang foley kateter
dengan jumlah kurang dari 50 cc
berwarna kuning pekat
 Hasil pemeriksaan
a. Hb : 5,0 gr/dL
b. Creatinin 19,7 mg/dL (0,5-1.2
mg/dl) ,
c. Ureum 224 mg/dL (15-44
mg/dl)
d. Urea N (BUN): 58 mg/dL (6-
20 mg/dL).
INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


I Pola napas tidak efektif bd hambatan upaya Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
napas d/d keperawatan diharapkan Pola nafas
Observasi :
membaik dengan kriteria hasil :
DS :
 Monitor pola napas (frekuensi
 Klien mengatakan lemas  Dispnea menurun kedalaman, usaha napas)
 Klien mengatakan sesak  Penggunaan otot bantu  Monitor adanya napas tambahan dan

DO : pernapasan menurun adanya sumbatan jalan napas


Teraupetik
 Tampak menggunakan otot bantu  Frekuensi napas membaik

pernafasan  Kedalaman napas membaik  Posisikan semi fowler atau fowler


 klien tampak gelisah  Berikan oksigen
 Akral dingin dan pucat Terapi oksigen
 SPO2 : 90 %
Observasi :
 Membran mukosa kering
 TTV :  Monitor kecepatan aliran oksigen
TD : 160/90  Monitor efektifitas terapi oksigen
Pernapasan 30 X/ment TERAUPETIK
Nadi : 112 X / menit
 Siapkan dan atur peralatan pemberian
Suhu : 37 0C
oksigen
 CRT > 3 detik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Terpasang NRM 10 liter/menit
 Tetap berikan oksigen saat pasien
 Hb 5,0 gr/dl
ditransportasi
KOLABORASI

 Kolaborasi penentuan dosis oksigen


 Lakukan tranfui darah, jika perlu
II Hipervolemia b/d gangguan mekanisme Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
regulasi (D.0022) d/d : keperawatan diharapkan Observasi :
Keseimbangan Cairan Meningkat  Periksa tanda dan gejala hipervolemia
DO :
dengan kriteria hasil : R : Jika terjadi dipsnea, edema dapat
 CRT: ≥ 3 detik  Haluran urin cukup meningkat memperparah kondisi pasien
 Hasil observasi  Edema mneurun  Monitor status hemodinamik
TD: 160/90mmHg,  Tekanan darah membaik R : Memantau jika terjadi perubahan
N: 112x/mnt  BB membaik pada frekuensi jantung dan TD
 Edema: pada bagian ektermitas pada  Membran mukosa membaik  Monitor intake dan output cairan
tangan dan kaki dengan piting edema R : Menjaga keseimbangan cairan
3 kembali dalam 7 detik pasien
 Tampak terpasang foley kateter  Monitor kecepatan infus secara tepat
dengan jumlah kurang dari 50 cc R : Untuk mengetahuan ketepatan
berwarna kuning pekat pemberian cairan
 BB : 52 kg  Monitor efek samping diuretik
 Hasil pemeriksaan R : Memantau jika tidak adanya alergi
a. Hb : 5,0 gr/dL atau terjadi ortostatisk hipervolemia,
b. Creatinin 19,7 mg/dL (0,5-1.2 hipo kalemia, hiponatrium.
mg/dl) ,
Teraupetik :
c. Ureum 224 mg/dL (15-44 mg/dl)
d. Urea N (BUN): 58 mg/dL (6-20  Timbang berat badan setiap hari pada
mg/dL). waktu yang sama
R : Perubahan berat badan dapat
menunjukan keparahan dari pasien
Edukasi :

 Ajarkan cara membatasi cairan


R : Untuk menambabah pengetahuan
pasien tentang berapa jumlah cairan
yang bisa dikonsumsi

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian diuretik


R : Untuk mengurangi hipertensi,
edema ,
Pengkajian sekunder: (meliputi pengkajian Riwayat Keperawatan dan Head To Toe)
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan kesehatan itu penting, namun pasien jarang
mengontrolkan kesehatannya di tempat kesehatan. Keluarga pasien mengatakan
ketika pasien sakit maka ia dibawa ke PUSKKESMAS. Pasien memiliki riwayat
hiipertensi 7 tahun yang lalu dan suka mengkonsumsi kopi di pagi hari dan jarang
juga mengkonsumsi air putih saat dirumah dan dikantor
2) Riwayat penyakit yang pernah dialami :
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit menular. Keluarga
pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit ginjal seperti yang dialami pasien.
Pemeriksaan fisik :
 Kebersihan rambut : Rambut tampak bersih dan tampak adanya uban
 Kulit kepala : Tampak kulit kepala bersih
 Kebersihan kulit :Tampak kulit kering, bersisik
 Higiene rongga mulut : Aroma mulut berbau
 Kebersihan genetalia : Tidak dikaji
 Kebersihan anus : Tidak dikaji

b. Pola nutrisi dan metabolik


1) Keadaan sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien jarang sekali mengonsumsi air putih saat
dirumah dan dikantor, keluarga pasien mengatakan pasien mengonsumsi air putih
hanya pada saat ia makan dan saat akan tidur malam. Keluarga pasien mengatakan
pasien biasa paling sering mengonsumsi minuman-minuman instan dan kopi. Pasien
mengatakan suka meminum minumanyang berenergi, karena menurut pasien itu bisa
menambah tenaganya saat bekerja dan menghilangkan rasa capeknya saat bekerja.
Pasien mengatakan ia makan seperti biasa yaitu 3 kali sehari dalam porsi biasa
2) Keadaan sejak sakit :
Keluarga pasien mengatakan sejak sakit pasien ,merasa kurang nafsu makan dibantu
oleh keluarga untuk makan intensitas 4x sehari dengan porsi bubur, pasien
mengatakan biasa hanya makan sedikit – sedikit dan tidak menghabiskan
makanannya Dan semenjak sakit pada pasien makan ia kadang – kadang merasa
mual dan muntah 4 kali
3) Observasi
Tampak pasien tebaring lemah di tempat tidur, tampak pasien tidak menghabiskan
makananya, tampak pasien mual dan muntah
4) Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan rambut : Rambut tampak bersih dan tampak adanya uban
b) Hidrasi kulit : Finger print kembali > 3 detik
c) Palpebra/conjungtiva :Tampak edema/Tampak anemis
d) Sclera : Tampak tidak ikterik
e) Higiene rongga mulut : Rongga mulut tampak bersih dan tidak ada radang
pada mukosa
f) Kemampuan mengunyah keras : tampak pasien tidak mampu mengunyah
keras
g) Lidah : Tampak kotor
h) Pharing : Tidak ada peradangan
i) Kelenjar getah bening : Tidak tampak teraba adanya pembesaran kelenjar
j) Kelenjar parotis: Tampak teraba adanya pembesaran kelenjar
k) Abdomen :
 inspeksi :Tampak tidak adanya benjolan atau massa
 Auskultasi : Paristaltik usus 5x/menit
 Palpasi : Tampak tidak adanya nyeri tekan
 Perkusi : Timpani
l) Kulit :
 Edema : Positif Negatif
 Icterik : Positif Negatif
 Tanda- tanda radang : -
m) Lesi : -

c. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan sejak 1 bulan terakhir pasien mengalami
peningkatan berat badan dan jarang untuk berkemih dan jika berkemih itu
hanya sedikit sekali sekitar kurang dari 300 ml yang semakin hari semakin
sedikit pengeluarannya dengan warna kuning pekat dan berbau khas.
2) Setelah sakit
Keluarga pasien mengatakan semenjak sakit pasien mengalami susah
kencing dan jika kencing urinnya sedikit .
3) Observasi : Tampak pasien terpasang kateter dengan haluaran urine 50 ml
berwarna kuning pekat.
4) Pemeriksaan fisik :
 Peristaltik usus : 5x/menit
 Palpasi kandung kemih : Penuh Kosong
 Mulut uretra : Tidak dikaji
 Anus :
Peradangan: -
Hemoroid : -
Fistula : -

d. Pola aktivitas dan latihan


1) Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan sebalum sakit pasien dapat melakukan
aktivitasnya secara mandiri dan tanpa bantuan dari keluarga. seorang
pekerja kelapa sawit. Keluarga pasien mengatakan biasanya pasien pergi
bekerja di kantor jam 07.00 – 17.00.
2) Setelah sakit
Keluarga pasien mengatakan semenjak sakit semua aktivitas pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat karena kondisi pasien yang lemah dan
mengalami sesak napas.serta tubuhnya yang mengalami pemebengkakan
(edema)
3) Obaservasi
Tampak pasien terbaring lemah di tempat tidur dan semua keperluhan pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat.

e. Pola istirahat dan tidur


1) Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit istirahat dan tudur pasien
tercukupi. Pasien biasanya tidur dari jam 22:00-05:00. Keluarga psien
mengatakn pasien jarang tidur siang karena perkerjaanya sebagai
karyawanan swasta di kantor
2) Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan sejak sakit tidur pasien terganggu kerena
sesak yang dirasakan dan merasa kurang nyaman dengan bengkak pada
tubuhnya
3) Observasi
Tampak pasien terbaring lelah di tempat tidur dan Tampak mata panda, dan
tampak pasien banyak menguap
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

HEMATOLOGI

Paket darah Hasil satuan Nilai nornal

WBC 5.78 10^3/uL 4.00-10.00

HGB 5.0 g/Dl 12.0-16.0

HCT 34.9 % 37.0-48.0

PLT 180 10^3/uL 150-400

LYMPH 0.81 10^3/uL 20.0-40.0

MONO 0.36 10^3/uL 2.00-8.00

Golongan darah O

KIMIA DARAH

Gula darah
*sewaktu
108 mgdl 70-180

Ureum 224 mg/dl 15-44

Creatinin 19. mg/dl 0,70 -1,2

Elektrolit
Natrium (Na) 120.0 mmol/L 135-145

Kalium (K) 5.66 mmol/L 3.5-5.55

Clorida (Cl) 125.8 mmol/L 98-108

 Pemeriksaan GFR : LFG (CKD-EPI): 14 mL/menit/1,73, (Stadium 5)

TERAPI OBAT
Terapi Yang Diberikan Dosis

IVFD Ringer 12 Tpm

Lactat

Furosemid 10 1x1

mg/inj

Amlodipine 5 1x1

Mg
PRC 200 cc/3 1 x 1 kolf/Transfuse on HD 2

Kolf Kolf

Lansoprasole 2x1

30 mg

DIAGNOSA PENGKAJIAN SEKUNDER

NO Data Etiologi Masalah

1. DS : Ketidakmampuan Defisit nutrisi


 Keluarga pasien mengetakan untuk mencerna
semenjak sakit pasien merasa makanan
nafsu makan berkurang
 Pasien merasakan jika ingin
makan pasien merasa mual dan
pasien muntah sebanyak 4 x
dalam sehari
 Pasien mengatakan lidahnya
terasa pahit
DO :
 Tampak pasien tebaring
lemah di tempat tidur
 Membran mukosa kering
 Tampak pasien tidak
menghabiskan makananya
 tampak pasien mual dan
muntah jika ingin makan

2. DS : Keitdakseimbanga Intoleransi aktivitas


n antara suplai dan
 Keluarga pasien
kebutuhan oksigen
mengatakan semenjak
sakit semua aktivitas
pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat
karena kondisi pasien
yang lemah dan
mengalami sesak napas.

DS ;

 Tampak pasien terbaring


lemah di tempat
 semua keperluhan pasien
dibantu oleh keluarga dan
perawat.
 Hb : 5,0 gr/Dl
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI


III Defisit nutrisi b/d Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
untuk mencerna makanan d/d : keperawatan 3x8 jam diharapkan Observasi
status nutrisi membaik dengan kriteria  identifikasi pengalaman mual
DS :
hasil : R : Untuk mengetahui tindakan
 Keluarga pasien mengetakan
 Porsi makanan yang selanjutnya
semenjak sakit pasien merasa
dihabiskan meningkat  Monitor mual
nafsu makan berkurang
 Nafsu makan membaik R : mengetahui sejauh mana kondisi mual
 Membrane mukosa membaik pasien dan untuk mengetahui sejauh mana
 Pasien merasakan jika ingin
pasien kekurangan cairan dan nutrisi
makan pasien merasa mual dan
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
pasien muntah sebanyak 4 x
R:
dalam sehari
DO : Teraupetik
 Tampak pasien tebaring lemah di
 kendalikan faktor lingkungan penyebab
tempat tidur
mual
 Membran mukosa kering
R : Untuk mengurangi penyebab pasien
 Tampak pasien tidak mual
menghabiskan makananya  Berikan makanan dalam jumlah kecil
 tampak pasien mual dan muntah R : untuk tetap memenuhi kebutuhan
jika ingin makan nutrisi pasien
 kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
mual
R:

Edukasi :

 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup


R : Membantu memulihkan kondisi pasien
dan mencegah ada rasanya mual
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi mual
R:

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika


perlu
R : Untuk mengoptimalkan pencegahan
mual

IV Intoleransi aktivitas b//d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi


Keitdakseimbangan antara suplai dan keperawatan 3x8 jam diharapkan Observasi
kebutuhan oksigen d/d : toleransi aktivitas meningkat dengan  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kriteria hasil : mengakibatkan kelemahan
DS :
 Frekuensi nadi meningkat R :Untuk mengetahui tingkat kelemahan
 Pasien mengatakan pasien merasa  keluhan lelah menurun dari pasien
lemas  Dispnea saat aktivitas menurun
Terapeutik
 Keluarga pasien mengatakan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika
semenjak sakit semua aktivitas
tidak daat berpindah atau berjalan
pasien dibantu oleh keluarga dan
R : Memberikan rasa nyaman dan
perawat karena kondisi pasien
menghindari pasien dari cidera akibat
yang lemah dan mengalami sesak
posisi yang salah
napas.
Edukasi
DS ;  Anjurkan tirah baring
R : Mengurangi aktivitas yang belebihan
 Tampak pasien terbaring lemah di
dan dapat mengembalikan energi pasien
tempat
 semua keperluhan pasien dibantu Kolaborasi
oleh keluarga dan perawat.  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
 Hb : 5,0 gr/Dl meningkatkan
Asupan makanan
R : Agar lebih tepat asupan makann yang
diberikan kepada pasien yang dapat
meningkatkan energi pasien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TANGGAL DX JAM IMPLEMENTASI PERAWAT

27/11/2020 I 08.00 Memonitor status neurologis (tingkat kesadaran)


Hasil
 Tampak GCS (M:6, V:5, E:4)
 Tampak kesadaran kualitatif: compos mentis
I & III 08.05 Mengobservasi TTV
Hasil
TD: 160/90mmHg
N : 112 x/menit
P : 30x/menit
S : 37,1

SPO2 : 90%

I 08.15 Melakukan pemenuhan oksigenasi (dosis dan kecepatan )


Hasil:
 Terpasang oksigen NRM 10 L/menit
I 08.18 Memberikan pasien posisi semfowler
Hasil :

 Tampak sesak pasien berkurang


IV 08.20 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan

Hasil :

 Tampak pasien sesak saat beraktivvitas


I 08.30 Memonitor adanya napas tambahan dan adanya sumbatan jalan napas
Hasil:
 Tidak terdengar suara napas tambahan, dan tampak tidak adanya
sumbatan jalan napas atau penumpukan sputum
II 08.32 Melakukan periksa tanda dan gejala hipervolemia
Hasil:
 Tampak udem pada bagian ekstermitas gerak dan pada wajah dengan
grade 3
 BB : 52 kg
II 09.00 Memonitor kecepatan infus secara tepat

Hasil :

 Tampak cairan infus 12 tts/menit


II 09.05 Memonitor intake dan out put cairan
Hasil:
 Terpasang Infus RL 12 tpm
 tampak pengeluaran urine 50 cc
II 10.00 Berkolaborasi pemberian obat

H:

 Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
 Amlodipine 5 mg/ IV
 Lansoprasole 30 mg/IV
II 10.15 Memantau haluaran urine
Hasil:
 Tampak pengeluaran urine 50 cc

I 10.30 Berkolaborasi pemberian PRC 200 CC/ 1 KOLF/ IV

Hasil :

Hb : 6,0 gr/dl

II 11.00 Mengajarkan cara membatasi cairan pada keluarga pasien


Hasil:
Tampak keluarga penjaga pasien mengerti penjelasan perawat terkait
pembatasan asupan ciaran yang harus diberikan kepada pasien

III 12.00 Memonitor asupan nutrisi dan kalori

H:

Tampak pasien makan nasi yang dsediakan RS tetapi sedikit – sedikit walaupun
kadang – kadang pasien mual

IV 12.30 Menganjurkan tirah baring


Hasi; :
 Tampak pasien beristirahat dengan posisi semifowler

28/11/2020 1 & II 08.00 Memonitor status neurologis (tingkat kesadaran)


Hasil
 Tampak GCS (M:6, V:5, E:4)
 Tampak kesadaran kualitatif: compos mentis
I & II 08.15 Mengobservasi TTV
Hasil
TD: 150/90mmHg
N : 108 x/menit
P : 28x/menit
S : 37,1

I 08.20 Melakukan pemenuhan oksigenasi (dosis dan kecepatan )


Hasil:
 Terpasang oksigen RM 8 L/menit
 SPO2 : 91 %
I 08.22 Memberikan pasien posisi semfowler

H:

 Tampak sesak pasien berkurang


II 08.25 Memonitor intake dan out put cairan
Hasil:
 Terpasang Infus RL 12 tpm
 tampak pengeluaran urine 50 cc

II 08.27 memeriksa tanda dan gejala hipervolemia


Hasil:
 Tampak udem pada bagian ekstermitas gerak dan pada wajah dengan
grade 3 kembali dalam 7 detik bengkak pada wajah berkurang
IV 08.27 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan

Hasil :

 Tampak pasien sesak saat beraktivvitas


II 08.27 Memonitor kecepatan infus secara tepat
Hasil:
 Terpasang infus RL 12 tpm

08.30 Melakukan prosedur Hemodialisis


Hasil post HD :
TD: 150/80mmHg
N : 110 x/menit
P : 28x/menit
S : 37,8
BB : 48
II & iii 12.00 Berkolaborasi pemberian obat

Hasil :
 Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
 Lansoprasole 30 mg/IV
II 12.00 Memantau haluaran urine
Hasil:
 Tampak pengeluaran urine 100 cc

I Berkolaborasi pemberian PRC 400 CC/ 2 KOLF/ IV

Hasil :

Hb : 8,0 gr/dl
I 12.00 Memonitor adanya napas tambahan, adanya produksi sputum, atau adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
 Terdengar suara napas tambahan ronkhi, dan tampak tidak adanya
sumbatan jalan napas atau penumpukan sputum
III 12.05 Memonitor mual
Hasil :

Tampak pasien masih merasa mual dan muntah


III 12.05 Memberikan makan dalam jumlah kecil

Hasil: tampak pasien makan sedikit namun dalam jumlah sedikit namun masih
meerasa mual

IV 12.30
Menganjurkan tirah baring
Hasi; :
Tampak pasien beristirahat dengan posisi semifowler

29/11/2020 I & II 08.00 Memonitor status neurologis (tingkat kesadaran)


Hasil:
GCS (M:5, V:4, E:4)
Kesadaran kualitatif: compos mentis

I & II 08.05 Mengobservasi TTV


Hasil:
TD: 140/90mmHg
N : 100 x/menit
P : 26x/menit
 S : 37,1
SPO2 : 95%

I 08.10 Melakukan pemenuhan oksigenasi


Hasil:
Terpasang oksigen RM 8 L/menit

II 08.15 Memonitor kecepatan infus secara tepat


Hasil:
Terpasang infus RL 12 tpm

I 08.17 Memberikan pasien posisi semfowler

H: Tampak sesak pasien berkurang

IV 08.35 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelemahan

Hasil :

Tampak pasien sesak saat beraktivvitas

III 08.55 Monitor mual


Hasil : tampak mual muntah pasien sudah berkurang
II 09.15 Memantau haluaran urine
Hasil:
tampak pengeluaran urine 200 cc

II & III 10.00 Berkolaborasi pemberian obat

Hasil :

 Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
 albumin 5%,
 Amlodipine 5 mg/ IV
 Lansoprasole 30 mg/IV

I 10.45 Memonitor adanya napas tambahan, adanya produksi sputum, atau adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
Terdengar suara napas tambahan ronkhi, dan tampak tidak adanya sumbatan
jalan napas atau penumpukan sputum

III 12.00 Memberikan makanan dalam jumlah sedikit


Hasil : tampak pasien sudah bisa mengahbiskan makanannya namun masih dalam
jumlah sedikit
II 12.40 Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia
Hasil:
Tampak udem pada bagian ekstermitas gerak dan pada wajah dengan grade 2.
kembali dalam 5 detik

IV 13.20 Menganjurkan tirah baring


Hasi; :
Tampak pasien beristirahat dengan posisi semifowler
EVALUASI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI PERAWAT


Pola napas tidak 27/11/2020 S;
efektif b/d hambatan
 Pasien mengatakan masih merasa sesak
upaya napas
O:

 Tampak pasien menggunakan otot bantu pernapasan


 Tampak terpasang oksigen NRM 8 L/menit
 P : 28 X/ menit
 Hb : 6,0 gr/dl
 SPO2 : 91%
A : Pola nafas belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Monitor pola napas (frekuensi kedalaman, usaha napas)


 Monitor adanya napas tambahan dan adanya sumbatan jalan
napas
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Lakukan tranfusi darah, jika perlu
Hipervolemia b/d S:
gangguan mekanis
O:
regulasi
 Haluran urin 100 cc
 Pitting edema grade 3
 TD : 150/90
 Membran mukosa tampak kering
 BB : 52
A :Hipervolemia belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Periksa tanda dan gejala hipervolemia


 Monitor status hemodinamik
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor kecepatan infus secara tepat.
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Kolaborasi pemberian diuretic
Defisit nutrisi b/d S:
ketidakmampuan
 Pasien mengatakan masih merasa mual dan ingin muntah
mencerna makanan
 Pasien mengatakan nafsu masih kurang
O:

 Tampak makanan di piring tidak dihabiskan


 Membrane mukosa kering
 Tampak pasien mual saat makan
A : Defisit nutrisi

P:

 Monitor mual
 Memonitor asupan nutrisi dan kalori
 Berikan makanan dalam jumlah kecil
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
 Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
 pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
sbergerak
O:

 Tampak dispnea
 tampak pasien lemah dan hanya berbaring diatas tempat tidur
A : intoleransi aktivitas belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan


kelemahan
 Anjurkan pasien tirah baring
Pola napas tidak 28/11/2020 S;
efektif b/d hambatan
 Pasien mengatakan masih merasa sesak
upaya napas
O:

 Tampak pasien menggunakan otot bantu pernapasan


 Tampak terpasang oksigen RM 8 L/menit
 P : 26 X/ menit
 SPO2 : 93 %
A : Pola nafas belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Monitor pola napas (frekuensi kedalaman, usaha napas)


 Monitor adanya napas tambahan dan adanya sumbatan jalan
napas
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Lakukan tranfusi darah, jika perlu

Hipervolemia b/d S:
gangguan mekanis
O:
regulasi
 Haluran urin 150 cc
 Pitting edema Grade 2
 TD : 150/90
 Membran mukosa Kering
 BB :
A :Hipervolemia belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Periksa tanda dan gejala hipervolemia


 Monitor status hemodinamik
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor kecepatan infus secara tepat.
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Kolaborasi pemberian diuretic
Defisit nutrisi b/d S:
ketidakmampuan
 tampak pasien makan sedikit namun dalam jumlah sedikit
mencerna makanan
namun masih meerasa mual
 Pasien mengatakan nafsu makan sudah ada
O:

 Tampak makanan di piring masih ada sisa


 Membrane mukosa kering
 Tampak pasien masih merasakan mual saat makan
A : Defisit nutrisi

P:

 Monitor mual
 Memonitor asupan nutrisi dan kalori
 Berikan makanan dalam jumlah kecil
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
 Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
 pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
bergerak
O:

 Tampak dispnea
 tampak pasien lemah dan hanya berbaring diatas tempat tidur
A : intoleransi aktivitas belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan


kelemahan

Pola napas tidak 29/11/2020 S;


efektif b/d hambatan
 Pasien mengatakan sesak sudah mulai berkurang
upaya napas
O:

 Tampak pasien tidak menggunakan otot bantu pernapasan


 Tampak terpasang oksigen RM 8 L/menit
 P : 24 X/ menit
 SPO2 : 94 %
A : Pola nafas teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
 Monitor pola napas (frekuensi kedalaman, usaha napas)
 Monitor adanya napas tambahan dan adanya sumbatan jalan
napas
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan oksigen
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen

Hipervolemia b/d S:
gangguan mekanis
O:
regulasi
 Haluran urin 200 cc
 Pitting edema Grade 2
 TD : 140/90
 Membran mukosa Kering
 BB : 46 Kg
A :Hipervolemia teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
 Periksa tanda dan gejala hypervolemia

 Monitor status hemodinamik

 Monitor intake dan output cairan


 Monitor kecepatan infus secara tepat.
 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Kolaborasi pemberian diuretic
Defisit nutrisi b/d S:
ketidakmampuan
 pasien mengatakan tidak mual dan muntah
mencerna makanan
 Pasien mengatakan nafsu makan sudah ada
O:

 Tampak makanan di piring masih habis


 Membrane mukosa kering
 Tampak pasien tidak merasakan mual saat makan tetapi
makan sedikit - sedikit
A : Defisit nutrisi teratasi sebagian

P:
 Monitor mual
 Memonitor asupan nutrisi dan kalori
 Berikan makanan dalam jumlah kecil
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
 Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
 pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
bergerak
O:

 tampak pasien lemah dan hanya berbaring diatas tempat tidur


A : intoleransi aktivitas belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan


kelemahan

Anda mungkin juga menyukai