DISUSUN OLEH
CINDI AURELIA DAT
NS2014901026
a. Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan
keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh /
ekstraseluler. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang
belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum
atau di luar rongga peritonium.
Ketinggian ginjal dapat dierikarakan dari belakang di mulai dari ketinggian
vertebrata torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih
banyak di sebelah kanan. Masing – masing ginjal memiliki panjang 11, 25
cm, lebar 5 – 7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150 –
170 gram dan wanita dewasa 115 – 155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul unikadibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri
dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna)
medula. Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya
sama antara 8 – 16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan askpeknya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian
tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta, dan duktuskoli gensterminal.
Bagian luar ( eksternal) koteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus roksimal dan distal yang
berkelok – kelok dan duktus koligens
b. Nefron
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama – sama mengandung kira – kira
2.400.000. Setiap nefron biasa membentuk urin sendiri, Karena itu fungsi
dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibetuk dari darah oleh nefron.
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
tubulus distalis. Banyak tubulus distalis keluar membentuk tubulus
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis
ginjal. Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke
dalam ke kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1
juta nefron dan semua berfungsi sama. Nefron adalah unit fungsional ginjal.
Masing-masing ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Nefron terdiri dari
lima komponen:
1) Kapsula bowman adalah struktur kantung yang terletak pada
permukaan dari komponen tubulus dari sebuah nefron pada ginjal
manusia. Sebuah glomerulus dibungkus kantong tersebut, cairan
nantinya akan di proses menjadi urin.
2) Tubulus proksimal adalah bagian dari ginjal yang membantu terjadinya
proses reabsorbsi (penyerapan kembali zat-zat yang diperlukan setelah
filtrasi, penyaringan dilakukan di glomerulus). Pada saat reabsorpsi zat-
zat yang di serap kembali adalah glukosa, asam amino, dan ion-ion
anorganik (Na+, K+, Ca+, Cl-, HCO3)
3) Lengkung Henle merupakan bagian lanjutan tubulus proksimal yang
bermuara di tubulus distal, juga berfungsi menjaga gradient osmotic
dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.
4) Tubulus distal yaitu tubulus yang jauh dari badan Malpighi, antara
tubulus proksimal dengan tubulus distal dihubungkan oleh lengkung
henle.
5) Duktus Kolektifus, pemekatan urine dan menyalurkan urine kembali ke
renal pelvis.
Secara garis besar nefron terdiri dari 2 komponen yaitu komponen tubular
yang terdiri dari glomerulus sampai dengan tubulus exretori dan komponen
vascular yang terdiri dari kapiler glomerulus dan kapiler.
c. Pembuluh arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal.
Cabang arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola
aferen serta masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di
dalam salah satu badan malphigi, yautu glomerulus. Arteriola aferen
membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam jaringan
peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai tubulus dan menerima materi
yang direabsorpsi oleh struktur tubular. Pembuluh aferen menjadi arteriola
aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler di sekeliling
tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk vena renalis yang
membawa darah ke vena cafa inverior. Kapiler arteriola lainnya membentuk
vasarekta yang berperan dalam mekanisme konsentrasi ginjal.
d. Ureter
Ureter adalah merupakan saluran retroperitonium yang menghubungkan
ginjal dengan kandung kemih. Setiap ureter panjangnya 25-30 cm atau 10-
12 inci dan berdiameter 4-6 mm.
e. Kandung kemih
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis terletak
di belakang simpisis pubus. Kandung kemih berfungsi sebagai tempat
penampungan urin dan mendorong urine keluar tubuh dengan bantuan
uretra. Dinding kandung kemih terdapat scratch reseptoryang akan bekerja
memberikan stimulus sensai berkemih apabila volume kandung kemih telah
mencapai ± 150 cc.
f. Uretra
Utetra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita sekitar 3-5 cm,
sedangkan pada pria 23-25 cm.
2. Fisiologi Ginjal
a. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel
ini di kontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi, sekresi tubulus.
b. Fungsi utama ginjal
1) Fungsi ekskresi
a) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-Osmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air
b) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
batas normal
c) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-
d) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat, dan kreatinin.
2) Fungsi nonekskresi
a) Menghasilkan renin, penting untuk tekanan darah.
b) Menghasilkan eritropoietin, faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang
c) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya
d) Degradasi insulin
e) Menghasilkan prostaglandin
3) Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan
konsentrasi osmotic 1200-1400 m-Osmol, melebihi empat kali
konsentrasi plasma. Proses pembentukan urine terdiri dari tiga proses,
diantaranya:
a) Filtrasi
Proses pembentukan urine dimulai ketika darah melalui
glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron
tersusun dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah lewat vasa
aferen dengan mengalirkan darah balik lewat vasa aferen. Tekanan
darah menentukan berapa tekanan dan kecepatan aliran darah yang
melalui glomerulus. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
maka filtrasi akan terjadi. Air dan molekul-molekul kecil akan
dibiarkan lewat sedangkan molekul-molekul besar tetap tertahan
dalam aliran darah. Cairan di saring lewat jonjot-jonjot kapiler
glomerulus dan memasuki tubulus. Cairan ini dikenal sebagai
“filtrat”.
b) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi berlangsung pada tubulus proksimal, ansa henle,
tubulus distal, dan duktus koligens. Prinsip reabsorbsi adalah bila
zat tersebut masih di butuhkan oleh tubuh maka akan di reabsorbsi
dan jika tidak akan dibuang. Disini terjadi penyerapan kembali
sebagaian dari air, glukosa, sodium, klorida, fosfat, sulfat, dan
berbagagai ion bikarbonat.
Reabsorbsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrasi,
melintas epitel tubulus dan kedalam cairan peritubular.
Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrien gizi
yang di perlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit seperti
natrium, klorida, dan bikarbonat di reabsorpsi dengan sangat baik
sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat
nutrisi tersebut, seperti asam amino dan glukosa di reabsorpsi
secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine
meskipun sejumlah besar zat tersebut di filtrasi oleh kapiler
glomerulus
c) Sekresi
Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel
tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses
penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang
dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk
membuang beberapa material, seperti beberapa jenis obat yang
dikeluarkan ke dalam urine.
4) Pengaturan hormone terhadap fisiologi ginjal
ADH membantu dalam mempertahankan volume dan osmolalitas
cairan ekstraseluler pada tingkat konstan dengan mengatur volume dan
osmolalitas kemih. Hormone lain yang mempengaruhi konsentrasi
urine adalah renin. Bila laju filtrasi glomerulus turun karena dehidrasi
atau kehilangan darah kadar natrium di bawah normal maka ginjal akan
dirangsang untuk mensekresi renin. Renin mengubah angiotensin yang
disekresi hati menjadi angiotensin I, sel kapiler paru-paru selanjutnya
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II
mengkonstriksi otot polos di sekeliling arteriole. Hal ini meningkatkan
tekanan darah dan selanjutnya meningkatkan LFG angiotensin juga
merangsnag sekresi hormone aldosterone yang mempengaruhi
osmolalitas urine.
Korteks adrenal jika dirangsang oleh angiotensin II akan mensekresi
aldosterone yang dapat meningkatkan reabsorpsi air di ginjal,
meningkatkan tekanan darah dan menurunkan osmolalitas serum.
5) Keseimbangan asam basa ginjal
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH 7,35
untuk daerah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan ini
dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bikarbonat dan
karbondioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja dengan
menyesuaikan jumlah karbondioksida dalam darah. Ginjal
menyekresikan atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen sebagai
respon terhadap pH darah.
6) Pengaturan keseimbangan cairan
Konsentrasi total solute cairan tubuh orang normal sangat konstan
meskipun fluktuasi asupan dan ekskresi air dan solute cukup besar.
Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas-batas
yang sempit melalui pembentukan urine yang jauh lebih pekat (aug
mentasi/pemekatan) atau lebih encer dibandingkan dengan plasma
dimana urine dibentuk. Cairan yang banyak diminum menyebabkan
cairan tubuh menjadi encer. Urine menjadi encer dan kelebihan air
akan diekskresikan dengan cepat. Sebaliknya, pada waktu tubuh
kehilangan air dan asupan solut berlebihan menyebabkan cairan tubuh
menjadi pekat, maka urine akan sangat pekat sehingga solut banyak
terbuang dalam air. Dan air yang dipertahankan cenderung
mengembalikan cairan tubuh kembali pada konsentrasi solut yang
normal.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Suwitra (2006), penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal
yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi
atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
Menurut Corwin (2009), penyakit gagal ginjal kronik terdiri dari beberapa stadium yaitu
sebagai berikut:
1. Stadium 1 yang ditandai dengan kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologI
kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam
pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir
normal, tepat atau diatas 90 ml per menit (> 75% dari nilai normal).
2. Stadium 2 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per
menit
(kira-kira 50 % dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini
dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa
dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan
beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal.
3. Stadium 3 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per
menit
(25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium
ini. Nefron terus-menerus mengalami kematian.
4. Stadium 4 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per
menit
(12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
5. Stadium 5 yang ditandai dengan gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus
kurang dari 15 ml per menit (12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi
tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.
4. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
a) Faktor Presipitasi
1) Nefropati diabetik (35-40%)
Nefropati diabetika (penyakit ginjal pada pasien diabetes) merupakan salah
satu penyebab kematian terpenting pada diabetes mellitus yang lama. Diabetes
mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.
Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada diabetes mellitus. Glomerulusskelerosis adalah lesi yang paling
khas dan dapat terjadi secara difuse atau nodular.
2) Glomerulonefritis kronik (24%)
Pada glomerulonephritis kronis terjadi infeksi yang berulang, dimana ukuran
ginjal sedikit berkurang sekitar seper lima dari ukuran normal dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular, sejumlah glomeruli dan
tubulus akan berubah menjadi jaringan parut, cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, ketika
glomerulus sudah tidak bisa melakukan fungsinya maka akan terjadi gagal
ginjal.
3) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) dinding pembuluh darah. Pada ginjal, arteriosklerosis ginjal akibat
hipertensi lama menyebabkan nefroskelerosis benigna. Gangguan ini
merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh
darah intrarenal. Ginjal dapat mengecil, biasanya simetris, dan mempunyai
permukaan berlubang-lubang dan bergranula. Penyumbatan arteria dan arteriol
akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak.
4) Pielonefritis
Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal
pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan
parencyma ginjal atau jaringan ginjalmencakup penyakit ginjal stadium akhir
mulai dari hilangnya nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut.
Ketika terjadi kerusakan nefron maka nefron tidak dapat lagi menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan
oleh tubuh sehingga terjadi gagal ginjal.
5) Ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif yang menyebabkan kerusakan ginjal.
6) Batu ginjal
Batu yang terbentuk di ginjal terjadi akibat adanya proses presipitasi yang
terkandung dalam urine. Batu yang berukuran kecil dapat dikeluarkan lewat
urine, namun batu yang berukuran terlalu besar tidak bisa keluar lewat urine,
maka akan menimbulkan obstruksi akibat terhambatnya aliran urine keluar. .
7) Medikasi
Penggunaan agen toksik dapat menyebabkan insufiensi renal. Penggunaan
analgesik kronik, terutama disertai NSAID menyebabkan nefritis interstisial,
dan nekrosis papiler.
8) Infeksi saluran kemih
Adanya bakteri yang memasuki ginjal sehingga menimbulkan jenis infeksi
yang serius yaitu pyelonefritis (peradangan pada ginjal yang dapat meluas
mengenai unit penyaring dan pembuluh darah).
b) Faktor predisposisi
a. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Seperti
peningkatan berat badan, mengkonsumsi makanan banyak kolesterol,
merokok, dan kurang berolahraga.
b. Umur
Fungsi ginjal akan berubah bersamaan dengan bertambahnya usia. Lansia yang
berumur antara 55-65 tahun merupakan kelompok yang berkembang cepat
untuk mengalami penyakit renal tahap akhir.
c. Lingkungan
Lingkungan dan agen berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal mencakup
timah, cadmium, merkuri, dan kronium.
5. PATOFISIOLOGI
Kegagalan fungsi ginjal dimulai pada keadaan dimana fungsi renal menurun,
yang mengakibatkan produk akhir metabolism protein yang normalnya disekresi
kedalam urine tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka kerusakan
ginjal semakin berat.
Nefron yang berfungsi sebagai akan mengalami penurunan fungsi akibat dari
punumpukan sampah dalam darah sehingga terjadi gangguan pada Klirens Renal,
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Suplai
cairan mulai berkurang, dan fungsi nefron semakin menurun sehingga mengakibatkan
gangguan ginjal secara irreversible.
Menurunnya filtrasi glomerulus, (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang penting dari fungsi renal, karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium terjadi krena ginjal tidak mapu untuk
mengkonsentrasi atau mengencerkan urine secara normal, pada penyakit ginjal tahap
akhir. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari tidak terjadi karena cairan dan natrium yang tertahan maka akan
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi jiga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin, yang mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam sehingga mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin mamperburuk status uremik.
Asidosis juga dapat terjadi karena semakin berkembangnya penyakit renal.
Terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam, terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk meyekresi ammonia (NH 3) dan mengabsorbsi
(HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain yang terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoetin merupakan suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sum-sum tulang unruk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan
sesak nafas.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada
gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolism kalsium dan fosfat. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh, memiliki hubungan saling timbal balik; jika salah satunya
meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum, menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal tubuh tidak berespon
secara normal, terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium
ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang (pruritus,
kulit kering bersisik). Selain itu, metabolism aktiv vitamin D (1,25-
dehidrokolikalsiferol) yang secara normal, dibuat di ginjal dan akan menurun seiring
dengan berkembangnya gagal ginjal
6. MANIFESTASI KLINIS
a) Gejala dini : sakit kepala, keleahan fisik dan mental, bert badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi.
Sakit kepala, awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan langsung terasa,
namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya
adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat
kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa meiliki kadar oksigen
dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika penderita
bermasalah dengan anemia
b) Gejala lebih lanjut : Anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan
berkurang, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak,
udem disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkinn juga sangat
parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala
mual muntah ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang tidak
nyaman, bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama
sekali tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan
nafsu makana berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun
menyebabkan ada banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses
metabolisme dalam tubuh
c) Adapun manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin – angiotensin -
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
d) Manifestasi klinik menurut Nahas & Levin (2010) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak
dan gagal jantung akibat pemantauan cairan, gangguan irama jantung dan
edema
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan, eajah,
dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa mengeluarkan
semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, hejala ini juga sering disertai
dengan beberapa tanda seperti rambut rontok terus menerus, berat badan
yang turun meskipun terlihat lebih gemuk.
2) Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amoniak.
4) Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), buring
feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor,
miopati (elemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
5) Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat
penimbunan uroktrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
6) Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juha terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia
8) Sistem Hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eriitopotein,
sehinggarangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup erotrosit dalam suasana uremia toksik, dapat
juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dalam menentukan diagnosa gagal ginjal kronis, maka diadakan pemeriksaan
diagnostic seperti:
a) Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah
dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinine). Selain pemeriksaan
fungsi ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai
bentuk kinerja ginjal.
b) Urinalisis
Urinalis dilakukan untuk menapis ada/tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/tidaknya pendarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
c) Ultrasonografi (USG) ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya atrofi ginjal, obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
d) EKG
Mungkin abnormal karena menunjukkan ketidakseimbangan asam/basa.
e) Uji klirens kreatinin
Untuk melakukan tes ini, cukup mengumpulkan specimen urine 24 jam dan satu
specimen darah diambil dalam waktu 24 jam yang sama. Pada penyakit gagal
ginjal kronik, nilai GFR turun di bawah nilai normal sebesar 125 ml/menit.
f) Kreatinin serum
Pada pemeriksaan kreatinin serum maka akan terlihat peningkatan kadar
kreatinin serum. Kreatinin serum, pria: 0,85-1,5 mg/100 ml sedangkan wanita:
0,7-1,25 mg/100 ml.
g) Pemeriksaan BUN (Blood Ureum Nitrogen)
Konsentrasi BUN normal besarnya antara 10 sampai 20 mg per 100 ml,
sedangkan konsentrasi kreatinin plasma besarnya 0,7-1,5 mg/100 ml. kedua zat
merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolism protein yang normal
diekskresikan dalam urin. Bila GFR turun seperti pada insufisiensi ginjal, kadar
kreatinin BUN plasma meningkat. Keadaan ini di kenal sebagai azotemia (zat
nitrogen dalam darah).
8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat di bagi menjadi 2 tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal:
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahapan ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
a. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
1) Pembatasan protein
Pembatasan protein bukan hanya untuk mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi
ion hidrogen yang berasal dari protein.
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah dari pada gagal ginjal
kronis. Asupan kalium dikurangi. Diet yang di anjurkan adalah 40-80
mEq/hari.
3) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2g Na). asupan
natrium terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Aturan yang digunakan untuk menentukan banyaknya asupan cairan
adalah jumlah urine yang dikeluarkan selam 24 jam terakhir +500 ml
5) Observasi balannce cairan
6) Observasi adanya edema
7) Dilakkan pemeriksaan lab darah dan urin
9. KOMPLIKASI
Apabila gagal ginjal kronik tidak segera ditangani maka akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi sebagai berikut:
1. Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Pericarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung, akibat retensi produk
sampah dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldodteron.
4. Anemia
Anemia timbul akibat adanya penurunan eritropoetin, penurunan tentang usia
sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah hemodialisa.
5. Penyakit tulang
Penyakit tulang terjadi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar albumin.
PATHWAY
PATHWAY CKD
Penumpukan sekret
2. Pengkajian Sekunder
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada klien dengan gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedure pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
kerana itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti klien.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien dengan gagal ginjal kronik mengalmi mual dan muntah, anoreksia, intake
cairan tidak adekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, perubahan warna
urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Keram otot/nyeri kaki, takipnea, dyspnea, malaise, keterbatasan gerak sendi.
5) Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi kognitif
Sakit kepala, penglihatan kabu, keram otot, gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, kehilangan memori, tingkat kesadaran menurun
7) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja), mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga, lemas, penampilan tak berharga, murung, suka
menyendiri
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi pada jalan napas (D.0001)
Teraupetik :
Edukasi :
Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
R : Perhatikan tingkat kemampuan pasien melakukan
aktivitas
Kolaborasi :
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi :
3. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b/d diharapkan Besihan Jalan Napas Observasi :
hipersekresi pada jalan dengan kriteria hasil : Monitor pola napas
napas (D.0001) Produksi sputum menurun R : Mengetahui adanya kelainan pola napas pada pasien
Batuk efektif meningkat Monitor bunyi napas tambahan
Sianosis menurun R : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
Pola napas membaik darah atau area konsolidasi, adanya mengi mengindikasikan
spasme bronkus/ tertahannya sekret. Krekels basah
menyebar menunjukan cairan pada intertisial/dekompesasi
jantung.
Teraupetik :
Edukasi :
Teraupetik
kendalikan faktor lingkungan penyebab mual
R : Untuk mengurangi penyebab pasien mual
Berikan makanan dalam jumlah kecil
R : untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
R:
Edukasi :
Kolaborasi
Terapeutik
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika tidak daat berpindah
atau berjalan
R : Memberikan rasa nyaman dan menghindari pasien dari
cidera akibat posisi yang salah
Edukasi
Anjurkan tirah baring
R : Mengurangi aktivitas yang belebihan dan dapat
mengembalikan energi pasien
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
R : Tanda dan gejala kelemahan tidak menurun dapat
memeprparah kondisi pasien
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
R : Jika pasien mudah lelah dapat memperparah kondisinya
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
Asupan makanan
R : Agar lebih tepat asupan makann yang diberikan kepada
pasien yang dapat meningkatkan energi pasien
DISCHARGE PLANNING
Adapun penyuluhan yang harus diberikan perawat kepada pasien dan keluarga untuk
pertimbangan perawatan di rumah, sebagai berikut:
1. Menganjurkan kepada keluarga untuk memantau pemberian cairan yang
diberikan pada pasien.
2. Menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap nutrisi yang
direkomendasikan oleh ahli gizi.
3. Menganjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diinformasikan seperti
mengurangi makanan yang banyak mengandung garam, kalium.
4. Menganjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian dan support kepada
pasien.
5. Memberikan saran kepada keluarga pasien untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi
SKENARIO
SKENARIO
Pada tanggal 26 november 2020, Seorang pasien bernama Tn.M berusia 52 tahun
masuk IGD diantar oleh keluarganya dengan keluhan badan merasa lemah, sesak
napas, merasa mual dan muntah muntah sebanyak 4x dalam sehari, gelisah,
bengkak pada bagian ektermitas, serta pusing. Keluarga pasien mengatakan sejak 3
bulan terakhir pasien mengalami peningkatan berat badan dan jika berkemih itu
hanya sedikit sekali sekitar kurang dari 400 ml dengan warna kuning pekat dan
berbau khas. Keluarga pasien mengatakan 4 bulan yang lalu pasien sering
merasakan dengan keluhan yang sama namun tidak sesak. Keluarga pasien
mengatakan pasien jarang mengontrolkan kesehatannya di tempat kesehatan.
Keluarga pasien mengatakan pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Keluarga
pasien mengatakan pasien jarang sekali mengonsumsi air putih, keluarga pasien
mengatakan pasien mengonsumsi air putih hanya pada saat ia makan dan saat
akan tidur malam. Keluarga pasien mengatakan pasien akhir-akhir ini sering merasa
gatal-gatal pada kulitnya dan sering merasa nyeri pada bagian pinggang
belakangnya.
Batuk Produktif
Non produktif
Sputum Tidak ada
Ada
Alat bantu napas Tidak ada
Ada
Jenis : Oksigen NRM
10 liter/mnt
SP02 : 90 %
Edema Ada
tidak ada
Lokasi pada bagian
ektermitas gerak dan
pada wajah dengan
piting edema
dengaan derajat 3
EKG
TD : 160/90
Reaksi pupil :
Ada: tampak refleks
Kanan
pupil mengecil saat
diberina cahaya pada
pupil kanan
Tidak ada
Ada: tampak refleks
Kiri
pupil mengecil saat
diberina cahaya pada
pupil kanan dan kiri
Tidak ada
Refleks fisiologis Ada, Tricep (+), Bicep
(+), Patella (+),
Achiles (+)
Tidak ada
Refleks patologis Ada
Tidak ada (Babinski - )
Meningeal sign Ada :
Tidak ada :
Lain – lain :
Lidah Kotor
bersih
Keadaan gigi Lengkap
Gigi palsu
Nyeri telan Ya
Tidak
Abdomen Distensi
Tidak distensi
Peristaltik usus Normal
Menurun
Meningkat
Nilai : 5X/ menit
Mual Ya
Tidak
Muntah Ya
Tidak
Hematemesis Ya
Tidak
Jumlah
Frekuensi :
Melena Ya
Tidak
Jumlah
Frekuensi :
Terpasang NGT Ya
Tidak
Diare Ya
Tidak
Konstipasi Ya
Tidak
Asites Ya
Tidak
Lain – lain
BB : 52
CRT: ≥ 3 detik
Hasil observasi
TD: 160/90mmHg,
N: 112x/mnt
Edema: pada bagian ektermitas
tangan dan kaki piting edema 3
kembali dalam 7 detik
Tampak terpasang foley kateter
dengan jumlah kurang dari 50 cc
berwarna kuning pekat
Hasil pemeriksaan
a. Hb : 5,0 gr/dL
b. Creatinin 19,7 mg/dL (0,5-1.2
mg/dl) ,
c. Ureum 224 mg/dL (15-44
mg/dl)
d. Urea N (BUN): 58 mg/dL (6-
20 mg/dL).
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi :
c. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan sejak 1 bulan terakhir pasien mengalami
peningkatan berat badan dan jarang untuk berkemih dan jika berkemih itu
hanya sedikit sekali sekitar kurang dari 300 ml yang semakin hari semakin
sedikit pengeluarannya dengan warna kuning pekat dan berbau khas.
2) Setelah sakit
Keluarga pasien mengatakan semenjak sakit pasien mengalami susah
kencing dan jika kencing urinnya sedikit .
3) Observasi : Tampak pasien terpasang kateter dengan haluaran urine 50 ml
berwarna kuning pekat.
4) Pemeriksaan fisik :
Peristaltik usus : 5x/menit
Palpasi kandung kemih : Penuh Kosong
Mulut uretra : Tidak dikaji
Anus :
Peradangan: -
Hemoroid : -
Fistula : -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Golongan darah O
KIMIA DARAH
Gula darah
*sewaktu
108 mgdl 70-180
Elektrolit
Natrium (Na) 120.0 mmol/L 135-145
TERAPI OBAT
Terapi Yang Diberikan Dosis
Lactat
Furosemid 10 1x1
mg/inj
Amlodipine 5 1x1
Mg
PRC 200 cc/3 1 x 1 kolf/Transfuse on HD 2
Kolf Kolf
Lansoprasole 2x1
30 mg
DS ;
Edukasi :
Kolaborasi
SPO2 : 90%
Hasil :
Hasil :
H:
Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
Amlodipine 5 mg/ IV
Lansoprasole 30 mg/IV
II 10.15 Memantau haluaran urine
Hasil:
Tampak pengeluaran urine 50 cc
Hasil :
Hb : 6,0 gr/dl
H:
Tampak pasien makan nasi yang dsediakan RS tetapi sedikit – sedikit walaupun
kadang – kadang pasien mual
H:
Hasil :
Hasil :
Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
Lansoprasole 30 mg/IV
II 12.00 Memantau haluaran urine
Hasil:
Tampak pengeluaran urine 100 cc
Hasil :
Hb : 8,0 gr/dl
I 12.00 Memonitor adanya napas tambahan, adanya produksi sputum, atau adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
Terdengar suara napas tambahan ronkhi, dan tampak tidak adanya
sumbatan jalan napas atau penumpukan sputum
III 12.05 Memonitor mual
Hasil :
Hasil: tampak pasien makan sedikit namun dalam jumlah sedikit namun masih
meerasa mual
IV 12.30
Menganjurkan tirah baring
Hasi; :
Tampak pasien beristirahat dengan posisi semifowler
Hasil :
Hasil :
Furosemid 10 mg/dL/amp/IV
albumin 5%,
Amlodipine 5 mg/ IV
Lansoprasole 30 mg/IV
I 10.45 Memonitor adanya napas tambahan, adanya produksi sputum, atau adanya
sumbatan jalan napas
Hasil:
Terdengar suara napas tambahan ronkhi, dan tampak tidak adanya sumbatan
jalan napas atau penumpukan sputum
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
P:
Monitor mual
Memonitor asupan nutrisi dan kalori
Berikan makanan dalam jumlah kecil
Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
sbergerak
O:
Tampak dispnea
tampak pasien lemah dan hanya berbaring diatas tempat tidur
A : intoleransi aktivitas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
Hipervolemia b/d S:
gangguan mekanis
O:
regulasi
Haluran urin 150 cc
Pitting edema Grade 2
TD : 150/90
Membran mukosa Kering
BB :
A :Hipervolemia belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
P:
Monitor mual
Memonitor asupan nutrisi dan kalori
Berikan makanan dalam jumlah kecil
Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
bergerak
O:
Tampak dispnea
tampak pasien lemah dan hanya berbaring diatas tempat tidur
A : intoleransi aktivitas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
Monitor pola napas (frekuensi kedalaman, usaha napas)
Monitor adanya napas tambahan dan adanya sumbatan jalan
napas
Posisikan semi fowler atau fowler
Berikan oksigen
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Hipervolemia b/d S:
gangguan mekanis
O:
regulasi
Haluran urin 200 cc
Pitting edema Grade 2
TD : 140/90
Membran mukosa Kering
BB : 46 Kg
A :Hipervolemia teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Periksa tanda dan gejala hypervolemia
P:
Monitor mual
Memonitor asupan nutrisi dan kalori
Berikan makanan dalam jumlah kecil
Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Intoleransi aktivitas b/d S:
Keitdakseimbangan
Pasien mengatakan merasa lemas
antara suplai dan
pasien mengatakan masih merasa sesak saat terlalu banyak
kebutuhan oksigen
bergerak
O:
P : Lanjutkan intervensi