Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengertian mood disorder


Sumber: Rahmandani, Amalia. (2017). Buku Harian Positif bagi Orang dengan
Gangguan Suasana Hati Bipolar: Studi Pendahuluan. In: Seminar Nasional Positive
Psychology 2016, Surabaya.

Gangguan suasana hati adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Orang dengan gangguan suasana hati bipolar ditandai dengan episode depresif berat
yang berganti-ganti dengan episode mania, atau hipomania. Pasien dengan suasana
hati terdepresi, mengalami gejala depresi, merasakan hilangnya energi dan minat,
perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran
tentang kematian atau bunuh diri. Sedangkan suasana yang meninggi, yaitu mania
(hipomania), menunjukkan sikap yang meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat
(flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan
kebesaran.

Sumber: Wahyuni, Anak Ayu Sri. (2018). Diagnosis dan Patofisiologi Gangguan
Depresi Mayor. Junal. Departemen Psikiatri FK UNUD / RSPU Sanglah

Gangguan mood sering disebut gangguan afektif, karena afek adalah tampilan
eksternal dari suasana hati, emosi yang dirasakan secara internal.

Sumber: Marfu'ah, Iin. (2017). Terapi Rasional Emotif Behavior untuk Mengatasi
Gangguan Mood Pada Siswi X di SMPN 3 Pulung Ponorogo. Undergraduate thesis,
UIN Sunan Ampel Surabaya.

Menurut Jefrey S. Nevid dalam bukunya psikologi abnormal gangguan mood adalah
gangguan pada mood yang berlangsung lama, tidak seperti biasanya, parah, dan cukup
serius sehingga menghambat fungsnya sehari-hari. Gangguan mood merupakan
sekelompok penyakit yang bevariasi bentuknya kelainan fundamental dari kelompok
gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah
depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat).

Sumber: Kamaludin, dkk. (2014). Gangguan Alam Perasaan (Mood). Makalah.


STIKES Medika Cikarang.

Alam perasaan (mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang


mempengaruhi seluruh kepribadian dari fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam
perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania dan depresi (Ernawati
Dalami, 2009). Mengutip dari John W. Santrock dalam Psychology the Science of
Mind and Behavior (1991: 490), gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis
yang ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi
sampai gembira yang berlebihan (euphoria) dan gerak yang berlebihan (agitasi).
Sementara itu, mengutip dari Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental
Ilness, gangguan alam perasaan meliputi kondisi mental yang menyebabkan
perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau keadaan
emosional dalam periode waktu yang panjang. Perubahan keadaan emosional tersebut
dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi berbagai siklus (tipe).

2. Proses terjadinya mood disorder


Sumber: Marfu'ah, Iin. (2017). Terapi Rasional Emotif Behavior untuk Mengatasi
Gangguan Mood Pada Siswi X di SMPN 3 Pulung Ponorogo. Undergraduate thesis,
UIN Sunan Ampel Surabaya.

Faktor Penyebab Gangguan Mood


1) Faktor biologis
Suatu gangguan yang dialami seseorang itu karena mengalami hal yang tidak
biasanya dialami oleh kebanyakan orang normal biasanya, dan pasti ada faktor-
faktor penyebabnya yang paling pertama adalah berasal dari faktor internal yaitu
kondisi fisik atau dari dalam diri sendiri.
Di duga kuat bahwa norepinephirine dan serotonim adalah dua jenis
neurotransmiter yang bertanggung jawab mengendalikan patofisiologi gangguan
alam perasaan pada manusia.
Temuan terakhir penelitian biogenic amine menunjukkan dukungan terhadap
hipotesa bahwa pada gangguan alam perasaan (mood) pada umumnya, khususnya
episode depresif terjadi kekacauan regulasi norepinephrine dan serotonin di
jaringan otak yang dapat dikoreksi oleh zat anti-depressant dalam jangka waktu
dua sampai tiga minggu. Data imaging jaringan otak yang didapat dari CT
scaning, pada penderita gangguan depresi terdapat pembesaran ventrikel otak.
Pada Positron Emisi Tomografi (PET) didapatkan bukti penurunan metabolisme
diotak. Studi lain menyebutkan terjadi penurunan aliran darah pada gangguan
depresi terutama di basal ganglia. Dengan mengkombinasikan data dan gejala
gangguan klinis depresi dan hasil riset biologik telah mendukung hipotesa bahwa
gangguan depresi melibatkan keadaan patologi di limbic sistem, basal ganglia,
dan hipothalamus. Perlu dicatat bahwa terjadinya gangguan neurologik pada
basal ganglia dan limbic sistem (terutama cacat xitasi pada belahan yang tak
dominan) selalu disertai adanya gangguan gejala depresi. Limbic sistem dan basal
ganglia berhubungan sangat erat, hipotesa sekarang menyebutkan produksi alam
perasaan berupa emosi depresi dan mania merupakan peranan utama bagi limbic
sistem disfungsi hipothalamus berakibat perobohan regulasi tidur, selera makan,
dorongan seksual, dan mengacu perobohan biologi dalam bidang endocrine dan
imunologik.
2) Masalah Genetik
Didapatkan dari fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar
(adanya episode manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja)
memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasarkan etimologi
biologik.
Dalam beberapa penelitian yang dikutipkan oleh Jefrey S. Nevid dalam
bukunya psikologi abnormal ditemukan bahwa gangguan bipolar lebih kuat
menurun ketimbang unipolar, 50% pasien bipolar memilki sat orangtua dengan
gangguan mood, yang tersering unipolar. Jika orang tua mengidap bipolar 27%
maka anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan, bila kedua
orang tua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko
mengidap gangguan alam perasaan.
3) Psikologikal
Peritiwa traumatic kehidupan dan lingkungan sosial dengan suasana yang
menegangkan dapat menjadi penyebab sesorang mengalami gangguan pada
perasaannya. Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orangtua sebelum
usia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup harmoni dapat memacu serangan
awal gangguan neurosa depresi dan mamicu gangguan mood lainnya.
Seseorang yang mengalami tekanan yang luar biasa, dan tidak mampu
mengelola pola pikirannya. Dan jika itu terjadi berulang akan terjadi guncangan
pada perasaannya. Tekanan atau faktor lingkungan sosialnya. Bagaimana dirinya
berada di lingkungan yang seperti apa sangat mempengaruhi. Lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Sumber: Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa”


1) Neurotransmiter pada Mania (Gangguan Bipolar), Otak menggunakan sejumlah
senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk komunikasi berbagai beagian
di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal sebagai
neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-
pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu
neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit
neuron di dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah
sinaptik tersebut. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan
bipolar adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin.
Selain itu, penelitianjuga menunjukksan adanya kelompok, neurotransmiter lain yang
berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk
endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-
neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang (unbalanced) pada otak
individu mania dibanding otak individu normal. Misalnya, GABA diketahui menurun
kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat
kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat
kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania,
seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang
meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang
mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki
mania, seperti juga pada skizofrenia.
2) Sistem Neuroendokrin, Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan
mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengontrol kelenjar endokrin
dan tingkat hormon yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga
mempengaruhi kelenjar pituitary. Relevansinya terkait dengan simtom vegetatif pada
gangguan depresi, seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan
mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol
(hormon adrenocortical) yang tinggi, hal itu disebabkan produksi yang berlebih dari
pelepasan hormone rotropin oleh hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison,
Neale, & Kring, 2004). Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi
juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam
Davison, Neale, & Kring, 2004). Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan
dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa
pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian
mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada
gangguan depresi.

3. Macam-macam mood disorder (depresi dan bipolar)


Sumber: Marfu'ah, Iin. (2017). Terapi Rasional Emotif Behavior untuk Mengatasi
Gangguan Mood Pada Siswi X di SMPN 3 Pulung Ponorogo. Undergraduate thesis,
UIN Sunan Ampel Surabaya.

Ada beberapa jenis gangguan mood, termasuk gangguan Unipolar dan gangguan
Bipolar. Gangguan Unipolar terdiri dari gangguan depresi mayor, dan gangguan
perubahan mood yaitu gangguan Bipolar dan Siklotimik.
A. Gangguan Unipolar
Gangguan yang mengacu pada suatu kutub, atau arah tunggal. Ada
diantaranya gangguan depresi mayor. Mengapa gangguan depresi dianggap
Unipolar, karena gangguan depresi mayor terjadi hanya pada satu arah atau satu
kutub emosional yang menurun kebawah.
1) Gangguan depresi berat (Mayor Depressive Disorder)
Depresi yang paling sering di diagnosis dan paling berat adalah major
depressive episode (episode depresi berat). Kriteria DSM-IV-TR
mengindikasikan keadaan perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak 2
minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga
dan tidak pasti) dan fungsi fisik terganggu (seperti perubahan pola tidur,
perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan atau kehilangan
banyak energi)samai titik dimana aktifitas atau gerakan yang paling ringan
sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar. Episode ini biasanya
disertai dengan hilangnya interes secra umum terhadap barbagai hal dan
ketidakmampuan mengalami kesenangan apapun dalam hidup termasuk
nteraksi dengan keluarga atau teman atau prestasi yang dicapai di sekolah atau
di tempat kerja.
Ketidakmampuan mengalami kesenangan (anhedonia) ini jauh
menonjol pada episode-episode deprsif berat ini dibanding, misalnya
kesedihan atau distress atau kecederungan menangis yang muncul baik pada
individu-individu yang depresi (kebanyakan perempuan). Gangguan depresi
mayor ditandai dari mood yang menurun hingga gangguan selera makan dan
tidur, sampai kurangnya minat, motivasi dalam keberfungsian sehari-hari. Dan
yang paling menonjol adalah ditandai engan kesedihan yang sangat, perasaan
tidak berarti kehilangan minat akan aktifitas setiap momen akan terasa sangat
berat.
Gejala depresi mayor menurut Namora Lumongga Lubis dalam bukunya
Depresi Tinjauan Psikologis ada lima atau lebih sintom-simtom selama 2
minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya
a) Mood depresi sepanjang waktu, hampir setiap hari diindikasikan oleh
laporan subyektif (misal merasa sedih atau kosong).
b) Ditandai dengan menurunnya ketertarikan atau kesenangan pada semua
hal, atau hampir semuanya, kegiatan sepanjang waktu, hampit setiap hari.
c) Kehilangan berat badan ketika tidak diet atau penambahan berat badan
atau menurun atau meningkatnya seera makan hampir setiap hari.
d) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e) Peningakatan atau penurunan gerak hampir setiap hari.
f) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
g) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan atau tidak
beralasan.
h) Berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi atau tidak bisa
memutuskan sesuatu.
i) Muncul secara berulang pikiran akan kematian, pikiran bunuh diri tanpa
rencana spesifik atau usaha bunuh diri atau sebuah rencana yang spesifik
untuk melakukan bunuh diri.

2) Gangguan Distimik (Dysthymic Disorder)


Dalam periode gangguan mood menurun ada pula gangua distimik.
Gangguan ini terlihat lebih ringan dari episode depresi mayor. Gangguan
distimik adalah suatu bentuk depresi kronik yang lebih ringan daripada
gangguan depresi mayor namun tetap dapat diasosiasikan dengan hendaya
dalam berfungsi pada peran-peran sosial pekerjaan.
Gangguan distimik merupakan gangguan yang parah dan ditandai oleh
perubahan yang relatif tiba-tiba dari kondisi seseorang yang sebelumnya.
Bentuk yang lebh ringan dari depresi tampaknya disebabkan oleh suatu
perkembangan kronis yang sering kali bermula pada masa kanak-kanak atau
masa remaja. Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik perasaan depresi
selama beberapa hari paling sedikit selama dua tahun atau satu tahun pada
anak-anak remaja. Selama depresi paling tidak ada dua hal berikut yang hadir
tidak nafsu makan atau makan berlebihan, lemah atau keletihan, self-esteem
rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan
putus asa. Selama dua tahun atau lebih mengalami gangguan orang itu tanpa
gejala-gejala selama dua bulan, tidak ada episode manik yang terjadi dan
kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan, lalu gejala ini tidak disebabkan
oleh efek psikologis langsung dari kondisi obat atau medis, serta signifikasi
distres (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
Gangguan distimik ini sebenarnya tidak separah yang terjadi pada
depresi mayor, walaupun gangguan distimik ini ringan namun kronis. Dan
biasanya berlangsung selama beberapa tahun, oleh keran itu gangguan
distimik dan depresi mayor merupakan gangguan mood yang terjadi hanya
satu arah yaitu menurun.

B. Gangguan Afektif Bipolar atau Siklotimik


Dalam gangguan mood ada periode perubahan mood, seperti mengendarai
roller coster emosional berayun dari rasa ketinggian rasa girang ke kedalaman
depresi tanpa adanya penyebab gejala yang jelas.
Episode pertama dalam gangguan bipolar adalah episode manik atau depresi.
Dalam episode manik orang mengalami elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba
merasakan kegembiraan, euforia, optimisme, dan kepercayaan dii yang
berlebihan.
Orang yang mengalami episode manik merasa sangat bersemangat dan akan
memeperolok orang lain, dengan memberikan lelucon yang keterlaluan, terkesan
menjengkelkan, dan banyak teman yang mereka hindari. Bipolar memilki dua
kutub yaitu manik dan depresi. Gangguan ini bersifat episode yang cenderung
berulang, menunjukkan suasana perasaan atau mood dan tingkat aktifitas yang
terganggu. Sesorang yang mengidap Bipolar Disorder biasanya sering merasa
euforia berlebihan (mania) dan mengalami depresi yang sangat berat. Periode
mania dan depresi ini bisa berganti dalam hitungan jam, minggu, maupun bulan.
Ini semua tergantung masing-masing pengidap mood atau keadaan emosi internal
merupakan penyebab utama dari gangguan ini.
Kadang penderita memiliki perasaan atau yang bisa disebut sebagai mood
meninggi, energi dan aktifitas fisik dan mental meningkat atau episode manik atau
hipomanik. Pada waktu lain berupa penurunan mood, energi dan aktifitas dan
mental berkurang (episode depresi).
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua
minggu sampai ima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsing lebih lama.
Episode hipomanik mempunyai derajat yang lebih ringan dari pada manik.
Seseorang yang mengalami bipolar beralih dari perasaan sangat senang dan
gembira ke perasaan sangat sedih atau sebaliknya. Dua kutub mood tinggi dan
rendah yang saling bergantian.
Jadi dalam bipolar disorder seseorang mengalami suatu episode yang
bergantian, dari episode manik atau depresi. Yaitu mood yang meninggi atau
menurun, kemudian berganti keepisode hipomanik, lebih ringan dari pada episode
manik atau depresi. Dalam hipomanik seseorang cenderung normal atau stabil.
Bipolar disorder sering dialami oleh remaja yang beranjak dewasa atau dewsa
muda, setidaknya setengah dari kasus dimulai sebelum umur 25 tahun. Beberapa
orang memiliki gejala-gejalanya bahkan sejak masih kanak-kanak. Seemntara
disorder tidak mudah dikenali saat kelainan ini dimulai gejalanya terlihat seperti
masalah- masalah yang berbeda, tidak tampak seperti bagian dari masalah lain
yang lebih besar. Beberapa orang menderita kalainan ini sampai bertahun-tahun
sampai akhirnya terdiagnosis dan mendapatkan terapi. Seperti penyakit diabetes
dan penyakit jantung, bipolar disorder adalah kelainan jangka panjang yang harus
diawasi dan diatur/dikendalikan seumur hidup.
Jadi menurut beberapa ahli banyak juga gangguan ini dialami oleh remaja
bahkan kanak-kanak dan harus segera dikenali gejalanya. Perasaan yng berubah-
ubah atau kondisi depresi yang parah bila tidak dikenali dan tidak segera
mendapat perawatan atau terapi khusus nanti akan menghambat perkembangannya
ketika memasuki fase dewasa.
Dalam gangguan bipolar adakalanya seseorang berada dalam episode mania
kemudian stabil dan berada pada posisi hipomania, kemudian jatuh dan menurun
pada episode depresi, semua itu berlnagsung secara bergantian.
a) Gejala-gejala dari mania atau episode manik dalam gangguan bipolar:
Perubahan-perubahan suasana hati periode yang panjang dari perasaan
puncak, atau suasana hati yang sangat gembira atau ramah. Suasana hati yang
sangat teriritasi, agitasi, merasakan atau gelisah. Berbicara sangat cepat
melompat dari sati ide ke ide lainnya, mempunyai pemikiran yang bergegas-
gegas, sangat mudah dikaukan. Aktifitas-aktifitas yang menuju tujuan yang
meningkat, seperti meneriam proyek-proyek baru, menjadi gelisah, tidur yang
sedikit, mempunyai kepercayaan yang tidak realistik pada kemampuan-
kemampuan seseorang, berkelakuan secara implusif dan mengambil bagiam
pada banyak kelakuan-kelakuan yang menyenangkan kepercayaan diri yang
meningkat, suka menjadi pusat perhatian.
Jika ada seseorang yang mengalami 3 dari gejala-gejala gangguan
diatas dan dapat berlangsung secara tidak biasa atau berlebihan maka
seseorang tersebut berada pada episode mania atau manik dalam gangguan
bipolar.
b) Gejala-gejala dari episode hipomania dalam gangguan bipolar
Tahap hipomania mirip dengan mania, perbedaannya adalah penderita
yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali
normal serta tidak mengalami halicination dan delition. Hipomania sulit untuk
didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tepi membawa resiko
yang sama seperti mania.Gejala-gejala dari tahap hipomania bipolar disorder
adalah sebagai berikut:
 Bersemangat dan penuh energi, muncul kreatifitas.
 Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat
marah.
 Penurunan kebutuhan untuk tidur.
c) Gejala-gejala episode campuran (mixed state episode)
Dalam konteks bipolar disorder mixed state adalah suatu kondisi
dimana tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu,
penderita mungkin bisa merasakan energi berlebihan, tidak bisa tidur, muncul
ide yang berlalu lalang dikepala, agresif, dan panik. Akan tetapi beberapa jam
kemudian keberadaan itu menjadi sebaliknya., penderita akan mengalami
kelelahan putus asa dan berfikiran negatif terhadap lingkungan disekitarnya.
Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat.
Mixed state bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita
bipolar disorder pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan
untuk bunuh diri kerena kelelahan, putus asa, delusion, dan halusinasi.
d) Gejala siklotimik
Ketidak stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputibanyak
periode depresi ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup
lama untuk memenuhi kriteria gangguan bipolar atau depresif berulang.50
Dalam gangguan siklotimik masih belum bisa ditentukan gejala pastinya
karena mendekati dan hampir mirip dengan gangguan bipolar, hanya saja
gangguan siklotimik lebih ringan, namun bila dibiarkan berlarut larut sangat
berpotensi parah dan menjadi gangguan bipolar.Dalam beberapa tipe
gangguan mood ini memiliki gejala masing-masing. Namun adapula yang
pada periode mixed atau campuran, bisa seseorang itu berada pada episode
depresi umum beberapa minggu kemudian naik keperiode mania yaitu
perasaan yag meninggi dan sangat bersemangat, adapula periode hipomania
yang terjadi pada masa periode normal.

Sumber: Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa”

Secara garis besar, tipe gangguan dapat diklasifikasikan menjadi mood episode,
depressive disorder, dan bipolar disorders (Yosep, 2007).
1) Mood Episode
a. Mayor depressive episode, pada tipe ini, terdapat 5 atau lebih gejala-gejala
yang ditampilkan selama periode 2 minggu dan menampilkan perubahan
fungsi sebelumnya. Adapun tanda-tanda secara lengkap adalah;
 Perasaan depresif lebih banyak dalam sehari, hampir setiap hari yang
diindikasikan berdasarkan data subjektif atau hasil observasi.
 Menurunnya secara nyata minat terhadap kesenangan, hampir semua
aktivitas dalam sehari atau hampir setiap hari.
 Kehilangan berat badan yang berartimeskipun tidak diet.
 Kesulitan tidur (insomnia)
 Terjadi peningkatan aktivitas psikomotor atau perlambatan motorik
hampir setiap hari.
 Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
 Perasaan-perasaan tidak berharga atau berlebihan atau perasaan
berdosa yang berlebihan hampir setiap hari.
 Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau
perasaan ragu-ragu hampir setiap hariterus-menerus berpikir tentang
kematian, berulangnya ide-ide untuk bunuh diri.
b. Manic Episode, Pada tipe ini, ditandai dengan periode agngguan yang nyata
dan peningkatan secara menetap, mood mudah terangsang selama 1 minggu.
Selama periode gangguan, 3 atau lebih gejala berikut telah menetap dan telah
nampak dalam tingkat yang berarti:
 Melambungnya harga diri.
 Menurunnya kebutuhan untuk tidur.
 Lebih banyak bicara dibanding biasanya.
 Flight of ideas.
 Perhatian yang mudah teralih.
 Peningkatan perilaku.
 Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan
yang berpotensi untuk mengakibatkan cedera (Yosep, 2007).
2) Depressive disorders
a. Mayor Depressive Disorders, Dapat berupa episode berulang atau episode
tunggal. Hal ini dapat juga memiliki gambaran khusus seperti adanya
penampilan diam melamun (catatonic) atau melankolik atau menyertai
kejadian postpartum.
b. Dysthymic disorder, Dikenal dengan Depresi Neurosis, yang ditandai dengan
mood yang terdepresi dalam sebagain besar hari (Davison, Neale, & Kring,
2004).
3) Bipolar Disorders
a. Bipolar Disorders, klien dengan tipe bipolar mendemonstrasikan kekuatan,
meluap-luap dan menggambarkan siklus irama mood. Bentuk yang ditemukan
dalam tipe gangguan mental ini adalah kapanpun mengalami keadaan meluap-
luap selama waktu satu mingu atau satu bulan.
b. Cyclothymic Disorders, Individu dengan kelainan ini cenderung untuk
mengalami irama mood diantara keriangan dan depresif (Davison, Neale, &
Kring, 2004).

4. Masalah keperawatan yang timbul pada mood disorder


Sumber: Kamaludin, dkk. (2014). Gangguan Alam Perasaan (Mood). Makalah.
STIKES Medika Cikarang.

Masalah keperawatan yang berhubungan dengan respon emosional (gangguan alam


perasaan) adalah
a) Berduka disfungsional
b) Ketidakberdayaan
c) Peningkatan mobilitas fisik
d) Gangguan pola tidur
e) Risiko terhadap cedera
f) Perubahan nutrisi
g) Defisit perawatan diri
h) Ansietas
i) Potensial bunuh diri

5. Psikofarmaka dan terapi keperawatan pada klien dengan mood disorder


Sumber: Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa”

A. Terapi Psikologis Depresi adalah:


1) Terapi Psikodinamik disebabkan depresi dianggap berasal dari perasaan akan
kehilangan dan juga kemarahan yang secara tidak disadari diarahkan ke diri
sendiri, maka terapi psikoanalis mencoba untuk membantu pasiennya
memperoleh insight mengenai konflik dan mendorong pelepasan kemarahan
yang selama ini diarahkan ke dalam dirinya. Tujuan dari terapi psikoanalis
adalah untuk membuka motivasi tersembunyi tentang depresi pasien. Pasien
seringkali menyalahkan dirinya sendiri atas kurangnya kasih sayang yang
diberikan orang tua dan kemudian menginternalisasi keyakinan tersebut.
Terapis harus membimbing pasiennya untuk mengkonfrontasi kenyataan dan
membantu pasien untuk menyadari rasa bersalah yang tidak berdasar tersebut.
Selain itu juga membebaskan pasien dari lingkungan masa kecilnya yang
penuh dengan tekanan. Tidak banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui efektivitas dari terapi psikodinamik ini.
2) Terapi Cognitive-Behavioral depresi terjadi karena skema yang negatif dan
kesalahan dalam proses berpikir. Terapis mencoba mempersuasi pasien
depresi untuk mengubah pandangan tentang dirinya sendiri dan peristiwa.
Terapis juga meminta pasien untuk memperhatikan pernyataan pribadinya dan
mengidentifikasi semua pola pikirnya yang menyebabkan depresi agar dapat
membuat asumsi yang lebih positif serta realistis. Dapat pula dikembangkan
metode Ellis’s rational emotive dan analisis Beck. Melalui metode tersebut,
pasien dapat diminta untuk melakukan hal positif ketika mengalami depresi
atau terapis memberikan aktivitas pada pasien yang berkaitan dengan
pengalaman akan kesuksesan dan membuat pasien berpikir positif mengenai
dirinya sendiri. Dengan demikian pendekatannya adalah melakukan perubahan
struktur kognitif dengan cara mempersuasi pasien memperoleh perbedaan
dalam berpikir. The NIMH Treatment of Depression Collaborative Research
Program National Institute of Mental Health (NIMH) melakukan penelitian
mengenai terapi kognitif Beck (CT) yang kemudian dibandingkan dengan
terapi interpersonal (IPT) dan farmakoterapi, yaitu penggunaan Tofranil (Elkin
et al., 1985, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pemilihan terapi
berdasarkan pada fokus yang sama pada penanganan depresi dan memiliki
instruksi yang eksplisit dan terstandardisasi. Hasil menunjukkan bahwa pasien
dengan IPT dan CT menyatakan kepuasannya karena melalui terapi tersebut
mereka dapat mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyadari sumber depresi yang dimilikinya dibandingkan
dengan pasien dengan farmakoterapi (Blatt, et al., 2000, dalam Davison,
Neale, & Kring, 2004).
3) Mindfulness-Based Cognitive Therapy, difokuskan pada pencegahan
timbulnya kembali gangguan yang biasanya mengikuti keberhasilan treatment
pada depresi (Davison, Neale, & Kring, 2004). Gangguan dapattimbul kembali
dari pengulangan asosiasi antara mood yang depresi dan pola pikir yang salah
selama episode depresi mayor. Berdasarkan hal tersebut, maka jika individu
yang mulai membaik merasakan kesedihan kembali, maka mereka akan
kembali berpikir dengancara yang sama dengan pikiran yang digunakan ketika
mereka mengalami depresi. Tujuan terapi ini adalah untuk mengajarkan
individu agar menyadari bahwa ketika mereka mengalami depresi, maka
mereka harus melihatnya sebagai peristiwa mental yang tidak sesuaidengan
kenyataan sehingga mereka tidak kembali membentuk pola berpikir yang
salah.
4) Social-skill Training, difokuskan pada peningkatan interaksi sosial, karena
salah satu karakteristik dari depresi adalah kurangnya pengalaman yang
memuaskan dengan oranglain.
5) Behavioral Activation Therapy. fokusnya adalah keterlibatan pasien pada
perilaku tertentu dan aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan penguatan
yang positif dan akan membantu untuk mengatasi depresi. Hal tersebut
disebabkan secara umum, perilaku yang terlihat dari pasien depresi adalah
tidak adanya aktivitas, menarik diri dari berbagai aktivitas atau tidak
bersemangat untuk beraktivitas. Selain perubahan pada pola pikir pasien,
keterlibatan pasien dalam berbagai kegiatan positif juga menjadi hal yang
penting (Davison, Neale, & Kring, 2004).

B. Terapi Psikologis Gangguan Bipolar.


Intervensi cognitive-behavioral dapat dilakukan dengan target pada pemikiran dan
perilaku interpersonal yang buruk pada saat mood mudah berpindah sehingga
lebih efektif. Selain itu, pemberian pengetahuan mengenai gangguan bipolar dan
treatment-nya juga dapat meningkatkan ketaatan penyembuhan dengan
menggunakan lithium, dimana membantu mengurangi mood yang mudah
berpindah dan membuat kehidupan pasien lebih stabil (Davison, Neale, & Kring,
2004). Masalah yang timbul adalah pasien cenderung kehilangan insight tentang
perilaku mereka yang tidak sesuai dan cenderung merusak. Hal itu membuat
intervensi juga perlu dilakukan pada keluarga dengan mengajarkan mereka
tentang gangguan dan bagaimana harus memperlakukan pasien serta menciptakan
suasana yang mendukung kesembuhan pasien. Dapat pula dilakukan family-
focused treatment (FFT), yaitu pemberian pengetahuan pada keluarga mengenai
gangguan, meningkatkan komunikasi dalam keluarga, dan melatih kemampuan
untuk menyelesaikan masalah (Miklowitz, 2001; Miklowitz & Goldstein, 1997,
dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Kombinasi antara terapi obat dan terapi
ini lebih efektif dibandingkan menggunakan terapi obat saja.

C. Terapi Biologis Gangguan Mood adalah:


1) Electroconvulsive therapy (ECT), Meskipun masih kontrovesial, ECT yang
dikemukakan oleh Cerletti dan Bini dianggap merupakan pengobatan yang
paling optimal untuk depresi yang parah. Elektroda dengan kekuatan antara 70
- 130volt diletakkan pada setiap sisi kepala memungkinkan untuk melewati
kedua hemisfer otak, metode ini adalah bilateral ECT. Namun, saat ini lebih
sering diletakkan pada satu hemisfer saja (kiri) untuk mengurangi efek
samping pada kognisi, seperti hilangnya memori. Dulu, pasien melalui ECT
dalam keadaan sadar sehingga terkadang dapat menimbulkan tulang patah.
Saat ini, pasien diberikan bius singkat dan suntikan relaksasi otot sebelum
dilakukan ECT. Mekanisme kerja dari ECT tidak diketahui. Secara umum,
ECT mengurangi aktivitas metabolisme dan sirkulasi darah ke otak. Biasanya
dilakukan setelah terapi lainnya mengalami kegagalan.
2) Drug therapy, Umumnya, obat-obatan lebih sering digunakan untuk mengatasi
gangguan mood. Namun tidak dapat diterapkan pada setiap pasien dan efek
samping yang ditimbulkan biasanya serius. Terapi Obat-obat utama untuk
depresi adalah
a. Tricyclics, seperti imipramine (Tofranil), dan amitriptyline (Elavil).
b. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), seperti fluoxetine
(Prozac) dan sertraline (Zoloft).
c. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors, seperti tranylcypromine (Parnate).
Dari ketiga jenis obat tersebut, MAO inhibitors memiliki efek samping yang
paling besar sehingga yang paling banyak digunakan adalah dua jenis obat
yang lainnya. Penggunaan obat antidepresan ini biasanya juga dikombinasikan
dengan penggunaan terapi lainnya. Obat antidepresan biasanya digunakan
untuk depresi yang parah, namun meskipun penggunaannya mengurangi
episode depresi, secara umum kekambuhan dapat muncul setelah penggunaan
obat dihentikan (Reimherr et al., 2001, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004).
3) Terapi Obat untuk Gangguan Bipolar, Berkaitan dengan gangguan bipolar,
terapi menggunakan lithium karena dapat mengatasi episode mania dan
depresi secara efektif. Dilakukan dengan mengontrol dosis dari lithium
carbonate, yang lebih efektif digunakan pada gangguan bipolar dibandingkan
unipolar. Lithium memberikan pengaruhnya secara bertahap, biasanya terapi
diawali dengan penggunaan lithium dan antipsikotik seperti Hafdol untuk
memberikan efek penenang dengan cepat. Pasien harus melakukan tes darah
secara teratur untuk memastikan tingkat penggunaan lithium tidak terlalu
tinggi sehingga menjadi racun bagi tubuh. Penggunan lithium juga harus
secara teratur karena kekambuhan gangguan masih dapat terjadi (Davison,
Neale, & Kring, 2004).

6. ASKEP
MOOD DISORDER
Kasus 2
Seorang Remaja 15 tahun, masuk IGD rumah sakit umum dengan kondisi lemah dengan
tanda-tanda vital BP 90/50mmHg, RR:15, HR: 60x/detik. Klien tidak mau berangkat sekolah
selama seminggu belakangan ini serta kehilangan napsu makan selama 5 hari belakangan ini.
Hal ini terjadi setelah dia bullying di sekolahnya yang sudah berlangsung selama dia kelas 2
SMP. Dia diejek bahwa dia pendek dan hitam. Awalnya dia cuek, tetapi semakin lama itu
terjadi lama – lama mengganggu dan membuatnya tertekan. Dia tidak ada tempat cerita dan
hanya menyimpan dalam hati karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Klien pernah
mencoba untuk cerita dengan temannya, tetapi temannya mengatakan dia baperan, akhirnya
dia malas untuk bercerita. Klien yang dulunya hobby futsal sudah sejak 3 bulan ini tidak
berminat lagi. Klien juga beberapa kali mencoba untuk menyakiti diri sendiri, karena sudah
merasa tidak ada keinginan untuk hidup dengan penderitaan seperti ini.
A. Analisa Data

Tgl DATA Masalah Keperawatan


DS: Gangguan Interaksi Sosial
 Klien pernah mencoba untuk cerita dengan temannya,
tetapi temannya mengatakan dia baperan, akhirnya dia
malas untuk bercerita.
 Klien yang dulunya hobby futsal sudah sejak 3 bulan ini
tidak berminat lagi.

DO:
 Masuk IGD rumah sakit umum dengan kondisi lemah
dengan tanda-tanda vital BP 90/50mmHg, RR:15, HR:
60x/detik.
 Klien tidak mau berangkat sekolah.
 Awalnya dia cuek, tetapi semakin lama itu terjadi lama –
lama mengganggu dan membuatnya tertekan. Dia tidak
ada tempat cerita dan hanya menyimpan dalam hati
karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.
 Hal ini terjadi setelah dia bullying di sekolahnya yang
sudah berlangsung selama dia kelas 2 SMP. Dia diejek
bahwa dia pendek dan hitam.
DS: Risiko Bunuh Diri
 Klien juga beberapa kali mencoba untuk menyakiti diri
sendiri, karena sudah merasa tidak ada keinginan untuk
hidup dengan penderitaan seperti ini.
DO:
 -
DS:
 -
DO:
 Klien kehilangan napsu makan selama 5 hari belakangan
ini.

B. Rumusan Diagnosa Keperawatan

Tgl Jam No Diagnosa Keperawatan


1 Gangguan Interaksi Sosial b.d. ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan,
penganiayaan atau pengabaian anak, hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
d.d. pasien merasa tidak nyaman dengan situasi sosial, merasa sulit menerima
atau mengkomunikasikan perasaan, kurang responsif atau tertarik pada orang
lain, sulit mengungkapkan kasih sayang.
2 Risiko Bunuh Diri d.d. gangguan psikologis (penganiayaan masa kanak-
kanak).
3 Risiko Defisit Nutrisi d.d. gangguan psikologis (stres dan keengganan untuk
makan)
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Interaksi Sosial [D.0118]
2. Risiko Bunuh Diri [D.0135]
3. Risiko Defisit Nutrisi [D.0032]

D. Rencana Asuhan Keperawatan

Tg No SLKI SIKI
l Dx
Ke
p
1 Intraksi Sosial [L.13115] Modifikasi perilaku keterampilan sosial [I.13484]
Setelah dilakukan tindakan Definisi:
keperawatan 3x24 jam, maka Mengubah pengembangan atau peningkatan
didapatkan intraksi sosial keterampilan social interpersonal.
meningkat dengan kriteria hasil:
 Perasaan nyaman dengan Observasi:
situasi sosial meningkat 1. Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan
 Perasaan mudah menerima atau sosial
mengkomunikasikan perasaan 2. Identifikasi fokus keterampilan sosial
meningkat
 Responsive pada orang lain Terapeutik:
1. Motivasi untuk berlatih keterampilan social
meningkat
2. Beri umpan balik positif (pujian atau
 Perasaan tertarik pada orang
penghargaan)
lain meningkat
3. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan
 Kooperatif dalam bermain
dengan sebaya meningkat
Edukasi:
 Kooperatif dengan teman1. Jelaskan tujuan melatih keterampilan social
sebaya meningkat 2. Jelaskan respon dan konsekuensi keterampilan
 Gejala cemas menurun sosial
3. Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat
masalah yang dialami
4. Anjurkan mengevaluasi pencapaian setiap
interaksi
5. Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan
sosial
6. Latih keterampilan social secara bertahap
2 Kontrol Diri [L.09076] Pencegahan Bunuh Diri [I.14538]
Setelah dilakukan tindakan Definisi:
keperawatan 3x24 jam, maka Mengidentifikasi dan menurunkan risiko merugikan
didapatkan kontrol diri meningkat diri sendiri dengan maksud mengakhiri hidup.
dengan kriteria hasil:
 Perilaku melukai diri sendiri Observasi:
menurun 1. Identifikasi gejala risiko bunuh diri
 Perilaku merencanakan bunuh
diri menurun (mis.gangguan mood, halusinasi, delusi,panik,
 Alam perasaan depresi penyalahgunaa zat, kesedihan, gangguan
menurun kepribadian)
2. Identifikasi keinginan dan pikiran rencana
bunuh diri
3. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin
(mis.barang pribadi, pisau cukur, jendela)
4. Monitor adanya perubahn mood atau perilaku

Terapeutik:
1. Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
2. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3. Lakukan pendekatan lamgsung dan tidak
menghakimi saat membahas bunuh diri
4. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan
mudah dipantau (mis.tempat tidur dekat dengan
ruang perawat)
5. Tingkatkan pengawasan pada kondidi tertentu
(missal, rapat staf, pergantian shift)
6. Lakukan intervensi perlindungann (mis.
pembatasan area, pengekangan fisik), jika perlu
7. Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan
8. Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri
dimasa depan (mis. orang yang dihubungi, kemana
mencari bantuan)
9. Pastikan obat ditelan

Edukasi:
1. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami
kepada orang lain
2. Anjurkan menggunkaan sumber pendukung
(mis.layanan spiritual, penyedia layanan)
3. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada
keluarga atau orang terdekat
4. Informasikan sumber daya masyarakat dan
program yang tersedia
5. Latih pencegahan risiko bunuh diri (mis.latihan
asertif, relaksasi otot progresif)

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau
antipsikotik, sesuai indikasi
2. Kolaborasikan tindakan keselamatan kepada PPA
3. Rujuk kepelayanan kesehatan Mental, jika perlu.

Manajemen Mood [I.09289]


Definisi:
Mengidentifikasi dan mengelola keselamatan,
stabilitasi, pemulihan, dan perawatan gangguan mood
(keadaan emosional yang bersifat sementara).

Observasi:
1. Identifikasi mood (mis, tanfa, gejala, riwayat
penyakit)
2. Identifikasi risiko keselamatan diri atau orang lain
3. Monitor fungsi kognitif(mis.konsentrasi,
memori,kemampuan membuat keputusan)
4. Monitor aktivitas dan tingkat stimulasi lingkungan

Teraupetik:
1. Fasilitasi pengisian kuesioner self-report (mis.
beck depression inventory, skala status
fungsional), jika perlu
2. Berikan kesempatan untuk menyampaikan
perasaan dengan cara yang tepat (mis. sandsack,
terapi seni, aktivitas fisik)

Edukasi:
1. Jelaskan tentang gangguan mood dan
penanganannya
2. Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan dan
rehabilitasi, jika perlu
3. Anjurkan rawat inap sesuai indikasi (mis.risiko
keselamatan, defisit perawatan diri, social)
4. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood (mis.
Situasi stress, masalah fisik)
5. Ajarkan memonitor mood secara mandiri (mis.
skala tingkat 1-10, membuat jurnal)
6. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian
masalah baru

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
2. Rujuk untuk psikoterapi (mis. perilaku, hubungan
interpersonal, keluarga, kelompok), jika perlu
3 Nafsu Makan [L.03024] Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan 3x24 jam, maka 1. Identifikasi status nutrisi
didapatkan nafsu makan membaik 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi makanan yang disukai
 Keinginan makan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Asupan makanan meningkat 5. Monitor asupan makanan
 Energi untuk makan meningkat 6. Monitor berat badan
 Asupan nutrisi meningkat
 Stimulus untuk makan Terapeutik:
meningkat 1. Fasilitasi menentukan pendoman diet (mis.
piramida makanan)
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi:
1. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai