Anda di halaman 1dari 51

Sanitasi Pemukiman 1

SANITASI PERMUKIMAN

Oleh :

Sujono, SKM. MSPH.

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II TAHUN 2015
Sanitasi Pemukiman 2

BAB I
PEDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu
1. Menjelaskan Latar Belakang pentingnya sanitasi pemukiman
2. Menjelaskan Kebijakan nasional Kesehatan Perumahan /Pemukiman
3. Menjelaskan Permasalahan Sanitasi Perumahan/Pemukiman
4. Menjelaskan Ruang lingkup Sanitasi Perumahan/Pemukiman

1.1 Latar belakang


Salah satu kebutuhan pokok manusia selain kebutuhan sandang dan
pangan adalah kebutuhan untuk tempat tinggal atau perumahan. Rumah
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan
makhluk hidup lainnya serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Oleh
karena itu keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur sangat
diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Mata kuliah Sanitasi Pemukiman adalah salah satu mata kuliah keahlian
yang diharapkan dapat menunjang kompetensi profesional sebagai seorang Ahli
Kesehatan Lingkungan . Oleh karena itu lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan
Kesehatan Lingkungan harus memahami mata kuliah ini. Pada Bab 1 mata
kuliah ini membahas tentang Kebijakan nasional Kesehatan perumahan
/pemukiman, Permasalahan Sanitasi Perumahan/Pemukiman, ruang lingkup dan
sasaran sanitasi pemukiman.. Pada pembahasan selanjutnya, masing-masing
tujuan pembelajaran tersebut diuraikan ke dalam beberapa kegiatan belajar.
Diharapkan mahasiswa yang akan menggunakan bahan ajar ini akan menjadi
lebih mudah dalam menyerap pengetahuan tentang pokok bahasan ini.

Selamat belajar
Sanitasi Pemukiman 3

1.2 Kebijakan nasional Kesehatan Perumahan/Pemukiman


Sanitasi Pemukiman adalah segala upaya yang dilakukan untuk dapat
melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah
tinggal yang tidak sehat.
Undang undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan
bahwa upaya kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat dan salah satunya dilaksanakan terhadap lingkungan
pemukiman
Upaya pengendalian faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya anca
man dan melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan
rumah tinggal yang tidak sehat , telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia 829/Menkes/SK/VII/1999, tentang persyaratan kesehatan
perumahan dan Permenkes Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruanbg Rumah.

1.3. Permasalahan Sanitasi Pemukiman


Aspek lingkungan belum dijadikan dasar komponen yang diperlukan dalam
perencanaan teknis pembangunan perumahan. Di pedesaan umumnya
perumahan masih berkaitan dengan budaya dan tradisi setempat yang tidak
memenuhi kondisi kesehatan lingkungan. Fungsi dan peranan sektor sektor terkait
belum terlaksana secara optimal.
Berdasarkan hasil riskesdas 2010 terlihat bahwa hanya 24,9 persen rumah penduduk
di Indonesia yang tergolong rumah sehat. Terdapat 16 provinsi di Indonesia dengan
persentase rumah sehat yang lebih rendah dari nilai nasional (24,9%).
Provinsi dengan persentase rumah tangga dengan criteria rumah sehat paling rendah
adalah Nusa Tenggara Timur (7,5%), Lampung (14,1%) dan Sulawesi Tengah
(16,1%).
Persentase tempat tinggal yang memenuhi kriteria rumah sehat lebih tinggi di
perkotaan (32,5%) daripada di perdesaan (16,8%). Berdasarkan tingkat pengeluaran
rumah tangga per kapita tampak bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran, maka
semakin besar pula persentase rumah tangga yang memiliki kriteria rumah sehat.
1. Rumah tangga yang pemakaian airnya kurang dari 20 liter/orang/hari sebesar
14,0 persen,menurun bila dibandingkan dengan tahun 2007.
2. Rumah tangga dengan kualitas fisik air minum ‘baik’ mengalami peningkatan
dari 86,0 persen pada tahun 2007 menjadi 90,0 persen pada tahun 2010.
Sanitasi Pemukiman 4

3. Tidak semua sumber utama air untuk keperluan rumah tangga digunakan sebagai
sumber air minum. Sebagai contoh, air ledeng/PAM digunakan sebagai sumber
utama air untuk keperluan rumah tangga sebesar 19,7 persen, tetapi digunakan
sebagai air minum hanya 14,4 persen, atau ada sekitar 27,0 persen air
ledeng/PAM yang tidak digunakan sebagai sumber air minum.
4. Terdapat pergeseran pola pemakaian sumber air minum, terutama di perkotaan,
di mana pemakaian air kemasan sebagai air minum meningkat dari 6,0 persen
pada tahun 2007 menjadi 7,2 persen pada tahun 2010. Sementara itu rumah
tangga yang menggunakan depot air minum sebagai sumber air minum lebih
tinggi (13,8%)
5. Akses rumah tangga terhadap sumber air minum terlindung sesuai kriteria MDGs
adalah 45,1 persen. Ada penurunan akses rumah tangga terhadap sumber air
minum terlindung, terutama di perkotaan sehingga capaian MDGs pada posisi ‘on
the wrong track’. Apabila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air
minum, persentase rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum
terlindung menjadi 66,7 persen.
6. Akses terhadap sumber air minum ‘berkualitas’ yang mempertimbangkan jenis
sumber air terlindung (termasuk air kemasan dan depot air minum), jarak ke
sumber air minum, 398 kemudahan memperoleh air minum dan kualitas fisik air
minum adalah sebesar 67,5 persen dengan persentase tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta (87,0%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat (35,9%).
7. Persentase perempuan dewasa dan anak-anak perempuan yang mengambil air
minum jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hal ini terutama terjadi di
perdesaan.
8. Akses rumah tangga terhadap pembuangan tinja layak, sesuai kriteria MDGs
adalah sebesar 55,5 persen. Akses terhadap pembuangan tinja layak baik di
perkotaan maupun di perdesaan sudah ‘on the right track’ sehingga capaian 2015
optimis tercapai.
9. Terdapat 17,2 persen rumah tangga yang cara pembuangan tinjanya
sembarangan (open defecation), tertinggi di Provinsi Gorontalo (41,7%) dan
terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,3%).
10. Sebagian besar rumah tangga cara pembuangan air limbahnya tidak saniter,
dimana 41,3 persen dibuang langsung ke saluran terbuka, 18,9 persen di tanah,
dan 14,9 persen di penampungan terbuka di pekarangan sehingga berpotensi
mencemari air tanah dan badan air.
11. Pengelolaan sampah rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan terbesar
adalah dengan cara dibakar (52,1%) dan masih rendahnya yang diangkut
petugas (23,4%). Hal ini akan berkontribusi dalam terjadinya perubahan iklim.
Sanitasi Pemukiman 5

12. Penggunaan arang dan kayu bakar sebagai sumber energi terutama di perdesaan
sebesar 64,2 persen diprediksi akan meningkatkan gas CO yang berpotensi
menimbulkan risiko penyakit saluran pernafasan dan mendukung terjadinya
perubahan iklim.
13. Secara nasional hanya 24,9 persen rumah penduduk di Indonesia yang tergolong
rumah sehat. Persentase rumah sehat tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur
(43,6%) dan terendah di Provinsi NTT (7,5%).

1.4. Ruang Lingkup Sanitasi pemukiman


Ruang lingkup sanitasi pemukiman adalah meliputi; Penyediaan Air
bersih, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, penyehatan udara
pencahayaan , ventilasi, kebisingan, konstruksi, pemberantasan vector penyakit,
sarana dan prasarana lingkungan
Sanitasi Pemukiman 6

BAB II
PENGERTIAN SANITASI PEMUKIMAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menjelaskan
1. Pengertian Rumah
2. Pengertian Rumah Sehat
3. Pengertian Pemukiman
4. Pengertian Pemukiman Sehat
5. Pengertian Sanitasi Pemukiman

2.1. Latar belakang

Salah satu hal yang dapat mendasari dalam membahas masalah sanitasi
pemukiman adalah mahasiswa mampu menjelaskan beberapa pengertian yang
terkait dengan pokok bahasan sanitasi pemukiman.
Pokok bahasan tentang Pengertian Sanitasi Pemukiman adalah salah
satu pokok bahasan yang diharapkan dapat mendasari kompetensi profesional
sebagai seorang Ahli Kesehatan Lingkungan dalam menangani Sanitasi
Pemukiman . Oleh karena itu lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan Kesehatan
Lingkungan harus memahami pokok bahasan ini. Pada Bab II buku ajar ini
membahas tentang Pengertian rumah, dan rumah sehat, pengertian pemukiman
dan pemukiman sehat serta Sanitasi pemiukiman. Pada pembahasan selanjutnya,
masing-masing tujuan pembelajaran tersebut diuraikan ke dalam beberapa
kegiatan belajar. Diharapkan mahasiswa yang akan menggunakan bahan ajar ini
akan menjadi lebih mudah dalam menyerap pengetahuan tentang pokok bahasan
ini.

Selamat belajar
Sanitasi Pemukiman 7

2.2. Pengertian Rumah dan Rumah Sehat


Rumah adalah tempat untuk berlindung/bernaung dari pengaruh keadaan
alam sekitarnya, serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Sedangkan menurut KepmenkesNo
829tahun 1999 Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tin ggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah sehat adalah tempat untuk
berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat shingga menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik phisik, rohani maupun social.

2.3. Pengertian Pemukiman dan kesehatan pemukiman


Pemukiman/perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana
dan prasarana lingkungan. Kesehatan pereumahan/pemukiman adalah kondisi
fisik kimia dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan
sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajad
kesehatan yang optimal. Sedangkan persyaratan kesehatan perumahan
adalahketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam
rangka melindungi rumah, masyarakat yang bermukim di perumahan, dan atau
masyarakat sekitarnya dari bahaya atau gangguan kesehatan

2.4. Pengertian Sanitasi Lingkungan Pemukiman


Pengertian sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik
beratkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Pengertiaan Lingkungan pemukiman adalah Tempat permukiman dengan segala
sesuatu dimana organisme itu hidup beserta segala keadaan dan kondisi nya
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat di duga ikut mempengaruhi
tingkat kehidupan maupun kesehatan organisme tersebut

2.5. Sarana dan Prasarana Lingkungan


Prasarana kesehatan lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan ytang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya
Sanitasi Pemukiman 8

Sarana kesehatan lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk


penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomis social dan budaya.
Sarana dan prasarana Lingkungan yang dimaksud adalah:
a. Memiliki taman bermain untuk anak-anak, sarana rekreasi keluarga
dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vector
penyakit dan memenuhi syarat teknis sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Memiliki sarana jalan lingkungan
d. Tersedia sumber air bersih yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas
e. Pengelolaan pembuangan kotoran manusia dan limbah rumah tangga
yang harus memenuhi persyaratan
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat
kesehatan
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan umum dan social
h. Pengaturan instalasi listrik yang menjamin keamanan yang sesuai
peraturan yang berlaku
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadinya
kontaminasi yang dapat menimbulkan keracunan sesuai dengan peraturan
yang berlaku
Sanitasi Pemukiman 9

BAB III
PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PERUMAHAN/PEMUKIMAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menjelaskan
1. Lokasi
2. Kualitas Udara, kebisingan dan getaran
3. Kualitas Tanah
4. Kualitas Air Tanah
5. Sarana dan Prasarana Lingkungan
6. Binatang Penular penyakit
7. Penghijauan

3.1. Latar belakang


Untuk memenuhi kondisi fisik, kimia dan biologi di dalam rumah dan
dilingkungan rumah dan perumahan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi
Pokok bahasan tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Perumahan/pemukiman, adalah salah satu pokok bahasan yang diharapkan
dapat mendasari kompetensi profesional sebagai seorang Ahli Kesehatan
Lingkungan dalam menangani Sanitasi Pemukiman . Oleh karena itu lulusan
Politeknik Kesehatan Jurusan Kesehatan Lingkungan harus memahami pokok
bahasan ini. Pada Bab III buku ajar ini membahas tentang Lokasi, Kualitas Udara,
kebisingan dan getaran,Kualitas Tanah, Kualitas Air Tanah, Sarana dan
Prasarana Lingkungan, Binatang Penular penyakit, Penghijauan
. Pada pembahasan selanjutnya, masing-masing tujuan pembelajaran
tersebut diuraikan ke dalam beberapa kegiatan belajar. Diharapkan mahasiswa
yang akan menggunakan bahan ajar ini akan menjadi lebih mudah dalam
menyerap pengetahuan tentang pokok bahasan ini.

Selamat belajar
Sanitasi Pemukiman 10

3.2. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti
bantaran sungai, aliran lahar, gelombang tsunami, longsor dan
sebagainya.
b. Tidak terletak pada daerah bekas pembuangan akhir sampah
dan bekas lokasi pertambangan
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan

3.3. Kualitas udara, kebisingan


Kualitas udara ambient di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguan gas beracun baik oleh alam atau aktifitas manusia dan
memenuhi persyaratan baku mutu udara yang berlaku dengan
perhatian khusus terhadap parameter parameter sebagai berikut:
a. Tingkat kebisingan dilokasi tidak melebihi 45-55 dbA
b. Gas berbau (H2S dan NH3) secara biologis tidak terditeksi
c. Partikel debu diameter <10 lig tidak melebihi 150 gg/m3
d. Gas SO tidak melebihi 0,10 ppm
e. Debu terendap tidak melebihi 350 mm3/m2/hari

3.4. Kualitas Tanah

Kualitas tanah pada daerah perumahan harus memenuhi


persyaratan sbb;
a. Timah hitam (Pb) maksimal 300 mg/kg
b. Arsenik total maksimal 100 mg/kg
c. Cadmium (Cd) maksimal 20 mg/kg
d. Benzo (a) pyrene maksimal 1 mg/kg
Sanitasi Pemukiman 11

3.5. Kualitas Air Tanah

Kualitas air tanah pada daerah perumahan minimal harus


memenuhi persyaratan air baku air minum sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.

3.6. Binatang Penular penyakit

a. Indek lalat di lingkungan perumahan harus memenuhi


persyaratan sesuai dengan persyaratan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Indek jentik nyamuk (angka bebas jentik) di perumahan tidak
melebihi 5 %

3.8. Penghijauan

Pepohonan untuk penghijauan di lingkungan perumahan merupakan


pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan
kelestarian alam
Sanitasi Pemukiman 12

BAB IV
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG
PEMUKIMAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menjelaskan
1. Jaringan Jalan
2. Drainase
3. Air Minum
4. Persampahan
5. Air Limbah
6. Kepadatan Hunian
7. Sarana Pendidikan
8. Sarana Kesehatan
9. Sarana Perniagaan
10. Sarana Pelayanan Umum
11. Sarana Sosial Budaya
12. Sarana Ruang Terbuka dan Olah Raga
13. Sarana Olah Raga dan Daeran Terbuka

4.1. Latar belakang


Sarana dan prasarana adalah sesuatu yang akan digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan guna mendukung kegiatan manusia yang dilakukan secara
bersama-sama agar dapat bermukim dengan nyaman, aman, dan dapat bergerak
dengan mudah, serta dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam
mempertahankan kehidupannya.
Pokok bahasan tentang Sarana dan Prasarana Penunjang Pemukiman,
adalah salah satu pokok bahasan yang diharapkan dapat mendasari kompetensi
profesional sebagai seorang Ahli Kesehatan Lingkungan dalam menangani
Sanitasi Pemukiman . Oleh karena itu lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan
Kesehatan Lingkungan harus memahami pokok bahasan ini. Pada Bab VI buku
ajar ini membahas tentang jaringan jalan, drainase, air minum, persampahan, air
limbah, kepadatan hunian, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana
Sanitasi Pemukiman 13

perniagaan, sarana pelayanan umum, sarana sosial budaya, serta sarana ruang
terbuka dan olah raga.
Pada pembahasan selanjutnya, masing-masing tujuan pembelajaran
tersebut diuraikan ke dalam beberapa kegiatan belajar. Diharapkan mahasiswa
yang akan menggunakan bahan ajar ini akan menjadi lebih mudah dalam
menyerap pengetahuan tentang pokok bahasan ini.

Selamat belajar

4.2. Jaringan Jalan


Prasarana jalan umumnya dikelola oleh masyarakat, karena jalan yang
menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya dimanfaatkan secara
bersama-sama oleh masyarakat bukan individu-individu tertentu dan
pengoperasian serta pemeliharaannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
masyarakat yang ada di lingkungan pemukiman.
Ketentuan sarana jalan di lingkungan perumahan dan pemukiman adalah
sebagai berikut:
a. Konstruksi jalan tidak membahayakan kesehatan
b. Konstruksi trotoar jalan tidak membahayakan pejalan kaki dan
penyandang cacad
c. Bila ada jembatan, harus diberi pagar pengaman
d. Lampu penerangan jalan tidak menyilaukan
e. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan umum dan sosial, seperti
keamanan, kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan,
tempat pendidikan, kesenian, dan sebagainya.

4.3. Drainase
Prasarana penunjang yang sangat berhubungan dengan jaringan jalan
adalah drainase, yaitu saluran di sepanjang kiri kanan jalan karena memiliki
hubungan langsung dengan kegiatan sehari-hari dan masyarakat memiliki
kemampuan untuk mengoperasikan dan memeliharanya. Rendahnya kinerja
saluran akan mengakibatkan genangan yang berpengaruh langsung pada aktifitas
masyarakat dan kondisi jalan di lingkungan pemukiman.
Kriteria teknis yang perlu diperhatikan untuk drainase yaitu saluran
drainase merupakan saluran terbuka yang dilengkapi dengan bangunan
Sanitasi Pemukiman 14

pelengkap, sistem drainase harus dihubungkan dengan badan air penerima,


sehingga drainase dapat berfungsi dengan baik, dan stabilitas komponen
penerima tidak terganggu, badan air penerima dapat berupa sungai atau laut atau
kolam atau danau.

4.4. Air Minum


Air adalah kebutuhan mutlak bagi manusia. Tanpa air orang tidak dapat
hidup dan dibutuhkan sekali untuk berbagai macam keperluan, seperti: minum,
mencuci, mandi, dan keperluan lainnya.
Ketentuan umum penyediaan air minum adalah sebagai berikut:
a. Tersedia jaringan air minum yang dapat melayani/tersambung dengan
lokasi perumahan (tapping dari pipa PAM/PDAM)
b. Bila tidak tersedia jaringan PAM/PDAM, maka dapat diberikan pada
sumber air minum, seperti pembuatan sumur bor.
c. Penyediaan sarana air minum komunal, meliputi jaringan distribusi,
tangki penampungan, rumah pompa, dll.
d. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari
e. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan
atau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Permenkes 416 tahun 1990 untuk air bersih dan Kepmenkes
492 tahun 2010 untuk air minum

4.5. Persampahan
Penanganan persampahan di lingkungan pemukiman mengikuti prinsip
dasar atau tata cara pengelolaan sampah pemukiman, yaitu:
a. Pewadahan: Kantong plastik bekas untuk setiap sumber sampah
b. Pengumpulan: Gerobak sampah untuk 1 m3 volume sampah/1000 penduduk
terlayani, Dump truck untuk 6 m3 volume sampah/10.000 penduduk, atau
Tranfer Depo untuk 100-250 m2/30.000 penduduk.
c. Pengangkutan: Dump truck dengan kapasitas angkut 6 m3/10.000 pendudukan
d. Pemindahan: Transfer Depo dengan kapasitas angkut 100-150 m2/30.000
terlayani dengan radius 400-600 m
Sanitasi Pemukiman 15

4.6. Air Limbah


Kriteria teknis untuk pembuangan air limbah adalah:
1. Pembangunan prasarana air limbah komunal
2. Penempatan instalasi pembuangan air limbah dapat ditempatkan pada
lokasi ruang terbuka hijau atau pada badan jalan, dengan
memperhatikan kekuatan dan keamanan konstruksi
3. Penyediaan sarana air limbah system terpusat, meliputi air limbah dan
instalasi pembuangan air limbah.
4. Sarana dan prasarana pembangunan pembuangan air limbah harus
berorientasi pada kebutuhan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan
kemudahan dalam pengoperasian.

4.7. Kepadatan Penghuni


Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per
orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan
dan fasilitas yang tersedia.
Untuk perumahan sederhana, minimum 8 m²/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang,
kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat
kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni >10
m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila
diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni <10 m²/orang.

4.8. Sarana Pendidikan


Sarana pendidikan yang tersedia harus dapat menampung jumlah anak
usia sekolah. Sarana pendidikan yang ada harus dengan fasilitas yang lengkap
sesuai dengan standar pendidikan dasar/menengah/tinggi. Bersih, mudah dicapai,
tidak bising, jauh dari sumber penyakit, sumber bau/sampah, atau pencemaran
lainnya.
Sarana pendidikan untuk melayani jumlah penduduk usia sekolah, minimal
tersedia:
Sanitasi Pemukiman 16

- 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk


- 1 unit SD untuk setiap 6.000 penduduk
- 1 unit SLTP untuk setiap 25.000 penduduk
- 1 unit SMU untuk setiap 30.000 penduduk
- 1 unit Perguruan Tinggi untuk setiap 70.000 penduduk

4.9. Sarana Kesehatan


Sarana pelayanan kesehatan harus dapat melayani seluruh penduduk
yang ada di wilayah pemukiman.
Lokasi sarana pelayanan kesehatan di pusat lingkungan, bersih, mudah
dicapai, tenang, jauh dari sumber penyaki, sumber bau/sampah, dan atau
pencemaran lainnya
Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia minimal:
- 1 unit Balai Pengobatan untuk setiap 3.000 penduduk
- 1 unit BKIA/RS Bersalin untuk setiap 10.000-30.000 penduduk
- 1 unit Puskesmas untuk setiap 120.000 penduduk
- 1 unit Rumah Sakit untuk setiap 240.000 penduduk

4.10. Sarana Perniagaan


Sarana perniagaan sangat diperlukan oleh penduduk di pemukiman, untuk
pemenuhan kebutuhan primer maupun sekunder. Lokasi sarana perniagaan ini
harus mudah diakses.
Ketersediaan akan sarana perniagaan, minimal 1 (satu) pasar untuk setiap
30.000 jiwa

4.11. Sarana Pelayanan Umum


Sarana pelayanan umum di kawasan pemukiman, minimal tersedia:
- 1 unit kantor polisi/30.000 jiwa
- 1 unit Kantor Pos Pembantu untuk 30.000 penduduk dan 1 unit Kantor Pos
untuk 120.000 penduduk
- 1 unit Kantor Bank Cab. Pembantu untuk 30.000 penduduk
- 1 unit Lembaga Pemasyarakatan untuk 1.000.000–2.000.000
penduduk
- 1 Unit Kantor Telepon/Telegrap untuk 1.000.000-2.000.000 penduduk
- 1 unit Terminal Angkutan untuk 500.000-2.000.000 penduduk
Sanitasi Pemukiman 17

4.12. Sarana Sosial Budaya


Sarana sosial dan budaya di kawasan pemukiman, minimal tersedia:
- 1 unit tempat ibadah, untuk setiap 1,2 m2/jama’ah)
- 1 unit perpustakaan lingkungan

4.13. Sarana Ruang Terbuka dan Olah Raga


Ketentuan sarana ruang terbuka di pemukiman adalah sebagai berikut:
- Taman lingkungan pemukiman untuk setiap 250 jiwa
- 0.3 m2/penduduk dari luas kawasan pemukiman (taman, olah raga,
bermain)
- 0.2 m2/penduduk dari luas kawasan pemukiman (pemakaman umum)
- Parkir lingkungan 3% dari luas kawasan pemukiman dengan jumlah
2500 orang
Sanitasi Pemukiman 18

BAB V
ASPEK TEKNIS PEMBANGUNAN PEMUKIMAN
ASPEK TEKNIS PEMBANGUNAN PEMUKIMAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menjelaskan
1. Pemilihan Lokasi
2. Penetapan Luas Rumah, Jumlah, dan Ukuran Ruang
3. Konstruksi Khusus:
- Pondasi
- Lantai
- Dinding
- Ventilasi
4. Penerangan
5. Pencegahan Kecelakaan dan Keselamatan

5.1. Latar belakang


Aspek yang perlu diperhatiakan dalam pembangunan perumahan atau
pemukiman adalah bagaimana memberdayakan atau menguatkan peran
masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan perumahan atau pemukimannya
sendiri yang sehat, aman, serasi, dan produktif tanpa merusak lingkungan hidup
dan merugikan masyarakat luas. Perumahan atau pemukiman tidak sekedar
sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya
terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan
keluarga sehat dan sejahtera.
Aspek teknis kesehatan perumahan atau pemukiman yang wajib dipenuhi
dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan
dan masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan. Pembangunan
perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat.
Pokok bahasan tentang Aspek Teknis Pembangunan Pemukiman, adalah
salah satu pokok bahasan yang diharapkan dapat mendasari kompetensi
profesional sebagai seorang Ahli Kesehatan Lingkungan dalam menangani
Sanitasi Pemukiman . Oleh karena itu lulusan Politeknik Kesehatan Jurusan
Sanitasi Pemukiman 19

Kesehatan Lingkungan harus memahami pokok bahasan ini. Pada Bab VI buku
ajar ini membahas tentang pemilihan lokasi, penetapan luas rumah, konstruksi
rumah, penerangan, pencegahan kecelakaan dan keselamatan, serta fasilitas
sanitasi.
Pada pembahasan selanjutnya, masing-masing tujuan pembelajaran
tersebut diuraikan ke dalam beberapa kegiatan belajar. Diharapkan mahasiswa
yang akan menggunakan bahan ajar ini akan menjadi lebih mudah dalam
menyerap pengetahuan tentang pokok bahasan ini.

Selamat belajar

5.2. Pemilihan Lokasi


Pemilihan lokasi pemukiman yang baik menurut Wonosuprojo,dkk (1993)
perlu mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain:

a. Aspek Teknis Pelaksanaan

1). Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan gali dan urug,
pembongkaran tonggak kayu, dan sebagainya.
2). Bukan daerah banjir, gempa, angin ribut, perayapan
3). Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti
4). Kondisi tanah baik, sehingga konstruksi bangunan direncanakan semurah
mungkin
5). Mudah mendapat air bersih, listrik, pembuangan air limbah/ kotoran/ hujan
6). Mudah mendapat bahan bangunan
7). Mudah mendapat tenaga kerja

b. Aspek Tata Guna Tanah

1). Tanah secara ekonomis lebih sukar dikembangkan secara produktif


2). Tidak merusak lingkungan yang ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya
3). Sejauh mungkin mempertahankan fungsi sebagai reservoir air tanah, dan
penampung air hujan.

c. Aspek Kesehatan

1). Lokasi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi
2). Lokasi sebaiknya tidak terlalu terganggu kebisingan
Sanitasi Pemukiman 20

3). Lokasi sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum, listrik,
sekolah, puskesmas dan lainnya untuk kepentingan keluarga
4). Lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuni

d. Aspek Politik Ekonomis

1). Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya


2). Dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat disekitarnya untuk
membangun rumah dan lingkungan yang sehat
3). Mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan
mendapat keuntungan yang wajar.

Pemilihan lokasi pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai,
aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan
sebagainya
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah atau bekas tambang
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerahkebakaran
seperti jalur pendaratan penerbangan.

5.3. Penetapan Luas Rumah, Jumlah, dan Ukuran Ruang


Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia
di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja,
duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya.
Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup
sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Dari hasil kajian,
m2
kebutuhan ruang per orang adalah 9 dengan perhitungan ketinggian rata-rata
langit-langit adalah 2.80 m.
Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu
memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
· kebutuhan luas per jiwa
· kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
· kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
· kebutuhan luas lahan per unit bangunan
Sanitasi Pemukiman 21

5.4. Konstruksi Khusus Bangunan


Konstruksi bangunan pemukiman yang dibuat atau direncanakan
mengikuti persyaratan teknis kesehatan, sehingga dapat menekan resiko
kesehatan sekecil mungkin.

a. Pondasi
Pondasi harus kuat, guna meneruskan beban bangunan ke tanah dasar,
memberikan kestabilan bangunan dan merupakan konstruksi penghubung antara
bangunan dengan tanah.
Ketentuan umum suatu pondasi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
- Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras
- Penampang melintang pondasi harus simetris
- Harus dihindarkan penempatan pondasi pada sebagian tanah keras
dan sebagian tanah lunak
- Disarankan menggunakan pondasi menerus, mengikuti panjang denah
Bangunan
- Pondasi dibuat menerus pada kedalaman yang sama
- Apabila digunakan pondasi setempat/umpak, maka masing-masing
pondasi setempat tersebut harus diikat satu dengan lainnya secara
kaku dengan balok pengikat.
- Penggunaan pondasi pada kondisi tanah lunak dapat digunakan
pondasi pelat beton atau jenis pondasi alternatif lainnya.
- Untuk rumah panggung di tanah keras yang menggunakan pondasi
tiang, maka masing-masing dari tiang tersebut harus terikat
sedemikian rupa satu sama lainnya dengan silang pengaku, bagian
bawah tiang yang berhubungan dengan tanah diberi telapak dari batu
cetak atau batu kali sehingga mampu memikul beban yang ada
diatasnya secara merata. Ukuran batu cetak 25 X 25cm, tebal 20 cm

Secara umum sistem pondasi yang memikul beban kurang dari dua ton
(beban kecil), yang biasa digunakan untuk rumah sederhana dapat dikelompokan
kedalam tiga sistem pondasi, yaitu: pondasi langsung; pondasi setempat; dan
pondasi tidak langsung.
Sanitasi Pemukiman 22

Sistem pondasi yang digunakan pada rumah dan pengembangannya


dalam hal ini rumah sederhana sehat adalah sistem pondasi setempat dari bahan
pasangan batu kali atau pasangan beton tanpa tulangan dan sistem pondasi tidak
langsung dari bahan kayu ulin atau galam.

b. Dinding
Dinding rumah harus terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak
lembab, berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan
hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan
(privacy) penghuninya.

c. Lantai
Lantai rumah harus terbuat dari bahan yang kedap air dan tidak lembab, tinggi
minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan lantai kedap
air (keramik atau sejenisnya), untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan
atau anyaman bambu.

d. Langit-langit
Langit-langit rumah berfungsi untuk menahan dan menyerap panas terik
matahari, minimum 2,4 meter dari lantai. Langit-langit yang dipakai dapat terbuat
dari bahan papan, anyaman bamboo, triplek, atau gypsum.

e. Ventilasi
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan
dan menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, ventilasi dapat dibagi ke
dalam dua jenis, yaitu:
1). Ventilasi alam.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-
gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur.
Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur
udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka
ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous
dinding ruangan, atap dan lantai.
2). Ventilasi buatan
Sanitasi Pemukiman 23

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan


alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin,
exhauster dan AC (air conditioner).

Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:


a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan,
sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 %
dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau
pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan
lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain.
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan
antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter.
Menurut indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat
kesehatan adalah > 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Depkes RI, 1989).

5.5. Penerangan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 dan
tidak menyilaukan mata.

Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai


pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah
penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:
- cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,
- ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,
- ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata.

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan


ditentukan oleh:
- kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
- lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
- tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
Sanitasi Pemukiman 24

- lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,


- sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 jam setiap hari,
- cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00.

Nilai faktor langit tersebut akan sangat ditentukan oleh kedudukan lubang
cahaya dan luas lubang cahaya pada bidang atau dinding ruangan. Semakin lebar
bidang cahaya (L), maka akan semakin besar nilai faktor langitnya. Tinggi ambang
bawah bidang bukaan (jendela) efektif antara 70 – 80 cm dari permukaan lantai
ruangan.
Nilai faktor langit minimum dalam ruangan pada siang hari tanpa bantuan
penerangan buatan, akan sangat dipengaruhi oleh:
- tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis atau meja makan,
- bidang pembatas ruangan, seperti partisi, tirai masif.
Sanitasi Pemukiman 25

BAB VI.

PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN SANITASI


PEMUKIMAN

Tujuan pemberlajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan latar belakang perlunya pengawasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman
2. Menjelaskan metode pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
3. Menjelaskan alat yang digunakan untuk melakukan pengawasan dan pemantauan
sanitasi pemukiman
4. Menjelaskan periode pelaksanaan pengawasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman
5. Menjelaskan cara membuat pencatatan dan pelaporan

6.1. Latar Belakang


Di dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijaan untuk menanggulangi
masalah permukiman melalui penataan permukiman dengan tujuan: memenuhi kebutuhan
rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka pemerataan dan
kesejahteraan rakyat; mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur; memberi arah panduan untuk memenuhi
kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka pemerataan
kesejahteraan rakyat; mewujudkan rumah yang layak dalam lingkungan yang aman, sehat
dan teratur; memberi arah panduan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman yang
merupakan kebutuhan dasar manusia dalam rangka pemerataan permukiman dan sarana
umum. Sedangkan dalam Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan perumahan Persyaratan kesehatan perumahan dimaksudkan untuk
melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang
tidak sehat. Persyaratan kesehatan perumahan meliputi : Lingkungan perumahan yang terdiri
dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah, sarana
dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit dan penghijauan. Rumah tinggal
yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan,
kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan
hunian ruang tidur. Agar persyaratan tersebut dapat dilaksanakan dengan benar maka
Sanitasi Pemukiman 26

perlu dilakukan suatu pengawasan dan pemantauan secara terus menerus atau berkala
oleh petugas yang berwewenang, sehingga keluarga terlindungi dari dampak kualitas
lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat.

6.2. Metode Pengawasan dan Pemantauan

Pengawasan dan pemantauan sanitasi permukiman dilakukan pada beberapa


aspek yaitu: aspek teknis, sosial dan administrasi.

1. Aspek teknis:
Aspek teknis sanitasi permukiman meliputi: (1) kelompok komponen rumah,
langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, dan
ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan; (2)
kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan
kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah;
2. Aspek sosial
Aspek sosial meliputi: kelompok perilaku penghuni, yaitu perilaku membuka
jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan tamu,
membersihkan halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan
membuang sampah pada tempatnya.

3. Aspek administrasi
Aspek administrasi meliputi: peraturan yang digunakan sebagai acuan dalam
melakukan sanitasi pemukiman, sumber dana yang disediakan, sistem
pencatatan dan pelaporan

Metode pelaksanaan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman secara


umum dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan survey (pengamatan langsung) dan pengukuran terhadap


parameter sanitasi permukiman yang telah ditentukan untuk memperoleh data
primer kondisi sanitasi pemukiman.
2. Pengambilan sampel parameter (air, limbah, debu dan sebagainya)
3. Pemeriksaan laboratorium dari sampel yang telah diambil
4. Mengadakan interview kepada masyarakat atau penghuni rumah melalui
instrumen dan check list yang telah dikembangkan
5. Mengumpulkan dan mempelajari data pendukung lain (data sekunder)
termasuk peraturan atau standar-standar indikator yang telah ditetapkan
6. Pengolahan data dan analisis hasil dengan membandingkan hasil temuan
tersebut dengan standar atau peraturan yang telah ditetapkan
Sanitasi Pemukiman 27

7. Penyajian data dal am bent uk t abel , gam bar/ graf i k dan interpretasinya
8. Desiminasi informasi : hasil interpretasi disampaikan kepada pemangku
kepentingan t erkait guna proses p enga m bil an keput usan
sel anj ut nya. Hasil ini akan dipergunakan untuk :
a. Bahan penyusunan modelling perbaikan kualitas sanitasi pemukiman
b. Menyusun trend/kecenderungan kualitas sanitasi pemukiman dan
dampaknya terhadap kesehatan;
c. Menyusun proyeksi kualitas sanitasi pemukiman
d. Bahan perencanaan jangka panjang pengelolaan kualitas sanitasi
pemukiman
9. Rekomendasi: menyampaikan hasil dari analisis kepada pemangku
kepentingan, opsi upaya penyehatan untuk dapat ditindaklanjuti.
10. Rencana Tindak Lanjut: berupa kegiatan yang dapat dilakukan rencana tindak
lanjut di setiap level

Sedangkan untuk pengawasan air minum secara khusus dilakukan sesuai dengan
Kepmenkes nomor 492 tahun 2010 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum sebagai berikut:

Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi :


1. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun
swasta yang didistribusikan ke masyarakat dengan sistem perpipaan
2. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun
swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau
kemasan isi ulang.

Kegiatan pengawasan air minum dilakukan oleh Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, yang meliputi:

1. Pengamatan lapangan atau inspeksi sanitasi:


Pada air minum perpipaan maupun air minum kemasan, dilakukan pada
seluruh unit pengolahan air minum, mulai dari sumber air baku, instalasi
pengolahan, proses pengemasan bagi air minum kemasan, dan jaringan
distribusi sampai dengan sambungan rumah bagi air minumn perpipaan.

2. Pengambilan sampel:
Jumlah, frekuensi, dan titik sampel air minum harus dilaksanakan sesuai
kebutuhan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut:
a. Untuk Penyediaan Air Minum Perpipaan:
1). Pemeriksaan kualitas bakteriogi:
Jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi adalah :
Sanitasi Pemukiman 28

TABEL 6.1
JUMLAH SAMPEL AIR MINUM UNTUK PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI PADA
JARINGAN DISRTRIBUSI AIR MINUM PERPIPAAN

Penduduk yang dilayani Jumlah minimal sampel per bulan

< 5000 jiwa 1 sampel

5000 s/d 10 000 jiwa 1 sampel per 5000 jiwa


> 100 000 jiwa
1 sampel per 10 000 jiwa, ditambah 10
sampel tambahan

2). Pemeriksaan kualitas kimiawi:


Jumlah sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi minimal 10%
dari jumlah sampel untuk pemeriksaan bakteriologi.
3). Titik pengambilan sampel air:
Harus dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili secara keseluruhan
dari sistem penyediaan air minum tersebut, termasuk sampel air
baku.
b. Untuk Penyediaan Air Minum Kemasan dan atau Kemasan isi ulang.
Jumlah dan frekuensi sampel air minum harus dilaksanakan sesuai
kebutuhan, dengan ketentuan mimimal sebagai berikut:

1). Pemeriksaan kualitas Bakteriologi:


Jumlah minimal sampel air minum pada penyediaan air minum
kemasan dan atau kemasan isi ulang adalah sebagai berikut:
Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan satu kali; Air
yang siap dimasukan kedalam kemasan minimal satu sample
sebulan sekali; Air dalam kemasan minimal dua sampel
satu,bulan,satu,kali.

2). Pemeriksaan Kualitas Kimiawi:


Jumlah minimal sampel air minum adalah sebagai berikut: Air baku
diperiksa minimal satu sampel tiga bulan sekali; Air yang siap
dimasukan kedalam kemasan minimal satu sample sebulan sekali; Air
dalam kemasan minimal satu sampel satu bulan sekali.
3). Pemeriksaan kualitas air minum
Dilakukan di lapangan, dan di Laboratorium Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, atau laboratorium lainnya yang ditunjuk.

4). Hasil pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa,


selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobiologik dan 10
Sanitasi Pemukiman 29

hari untuk pemeriksaan kualitas kimiawi.


5). Pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum dapat dilakukan
sewaktu-waktu bila diperlukan karena adanya dugaan terjadinya
pencemaran air minum yang menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan atau kejadian luar biasa pada para konsumen.

6.3. Periode Pengawasan dan Pemantauan


Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman dilakukan secara:
1. Berkala sesuai dengan peraturan yang berlaku berupa laporan tertulis
2. Insidentil atau dilakukan secara mendadak terutama apabila terjadi masalah
atau kasus kesehatan

6.4. Sistem Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelapporan merupakan bagian penting dari pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman, karena dari pencatatan dan pelaporan dapat
diperoleh gambaran kondisi dan permasalahan sanitasi pemukiman suatu daerah
dan selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun kebijaksanaan dan langkah-
langkah lebih lanjut dalam upaya peningkatan sanitasai pemukiman.
Hasil pengawasan sanitasi pemukiman dilaporkan secara berkala oleh Kepal a
Di nas Ke se hat an set em pa t kepad a Pemeri nt ah Kabupaten/Kota
setempat secara rutin, minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan apabila terjadi
kejadian luar biasa karena terjadinya masalah kesehatan, maka pelaporannya
wajib langsung dilakukan, dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi
dan Direktur Jenderal.

6.5. Ringkasan
Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman merupakan fungsi manajemen
yang penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui kondisi sanitasi
pemukiman dan dilakukan rencana tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas
sanitasi pemukiman. Metode pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
pada prinsipnya dilakukan dengan pengamatan (survey) dan pengukuran
parameter untuk mendapatkan data primer dan sekunder, kemudian dilakukan
pengolahan data, analisa data, penyajian data, desiminasi, rekomendaasi dan
rencana tindak lanjut. Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
dilakukan secara rutin 6 bulan sekali dan apabila terjadi masalah kesehatan dapat
dilakukan secara insidentil.
Sanitasi Pemukiman 30

6.6. Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman harus
dilakukan?
2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengwasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman?

6.7. Bacaan lanjutan


1. Kepmenkes nomor 492 tahun 2012 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum
2. Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan
Sanitasi Pemukiman 31

BAB VII

PARAMETER DAN INDIKATOR PENGAWASAN DAN


PEMANTAUAN SANITASI PEMUKIMAN
Tujuan pemberlajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan latar belakang perlunya parameter dan indikator pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman
2. Menjelaskan parameter pengawasan dan pemantauan sanitasi lingkungan
pemukiman dan rumah tinggal
3. Menjelaskan indikator pengawasan dan pemantauan sanitasi lingkungan
pemukiman dan rumah tinggal

7.1. Latar belakang


Perumahan dan pemukiman, baik yang akan dibangun, baru dibangun maupun
yang telah dibangun perlu mendapat pengawasan dan pemantauan. Pengawasan
dan pemantauan sanitasi pemukiman dimaksudkan agar perumahan / pemukiman
tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap penghuni maupun
lingkungannya.
Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan tersebut perlu ditetapkan
parameter dan indikatornya yang digunakan sebagai acuan keberhasilan dari
kegiatan sanitasi pemukiman. Parameter sanitasi pemukiman yang dimaksudkan
disini adalah komponen-komponen atau unsur-unsur yang perlu diamati atau diukur
dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman. Sedangkan
indikator sanitasi pemukiman adalah nilai atau kondisi yang disyaratkan pada setiap
komponen atau unsur yang ada pada setiap parameter tersebut.

7.2. Parameter Sanitasi Lingkungan Pemukiman


Parameter sanitasi lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan
(Kepmenkes) No. 829/ Menkes /SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Lokasi/ tata letak pemukiman
2. Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan (gas H2S, NH3, SO2 dan
debu)
3. Kebisingan dan getaran
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman terutama untuk kandungan
Timah hitam (Pb), kandungan Arsenik (As), kandungan Cadmium (Cd) dan
kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg
Sanitasi Pemukiman 32

5. Prasarana dan sarana lingkungan antara lain taman bermain, sarana drainase,
sarana jalan lingkungan, persediaan air bersih, pembuangan tinja dan limbah
rumah tangga, pembuangan sampah, sarana pelayanan kesehatan, komunikasi,
pendidikan, kesenian, tempat hiburan, instalasi listrik, tempat pengelolaan
makananan.
6. Vektor penyakit: indeks lalat dan jentik nyamuk
7. Penghijauan

7.3. Parameter Sanitasi Rumah Tinggal


Parameter sanitasi rumah tinggal menurut Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
2. Komponen dan penataan ruangan
3. Vektor penyakit: keberadaan lalat, nyamuk dan tikus
4. Penyediaan air: kapasitas dan kualitas
5. Sarana penyimpanan makanan
6. Pembuangan Limbah
7. Kepadatan hunian

Sedangkan parameter udara dalam rumah menggunakan acuan Permenkes 1077/


Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah yaitu
adalah sebagai berikut:
1. Kual i t as f i si k, t erdi ri dari param et er: part i kul at ( Part iculat e
Matter/PM2,5 dan PM10), suhu udara, pencahayaan, kelembaban, serta
pengaturan dan pertukaran udara (laju ventilasi);
2. Kualitas kimia, terdiri dari parameter: Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen
dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Timbal
(Plumbum=Pb), asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS), Asbes,
Formaldehid (HCHO), Volatile Organic Compound (VOC); dan

3. Kualitas biologi terdiri dari parameter: bakteri dan jamur.

Untuk parameter air minum mengacu pada Kepmenkes 492 tahun 2010 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
Menurut Permenkes 1077/ Menkes/ Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah nilai per parameter adalah sebagai berikut:
Sanitasi Pemukiman 33

1. Persyaratan Fisik

No Jenis Parameter Satuan Kadar yang


dipersyaratkan
1 Suhu
. 18 - 30

2 .
Pencahayaan Lux Minimal 60

3 .
Kelembaban % Rh 40 - 60

4 . Ventilasi
Laju m/dtk 0,15 – 0,25

5 .
PM2,5
µg/ m 3 35 dalam 24 jam

6 . µg/ m 3 ≤ 70 dalam 24 jam


PM10

2. Persyaratan Kimia

Kadar Keterangan
No Jenis Parameter Satuan maksimal
yang
dipersyaratkan
1 . dioksida
Sulfur (SO2) ppm 0,1 24 jam
Nitrogen dioksida
2 . (NO2
ppm 0,04 24 jam

3 )Carbon
. monoksida (CO) ppm 9,00 8 jam
Carbondioksida
4 . (CO
ppm 1000 8 jam
2)
5. Timbal (Pb) µg /m 3 1,5 15 menit
Asbes serat/ 5 Panjang
6.
ml serat 5µ
Formaldehid ppm 0,1 30 menit
7.
(HCHO)
Volatile Organic Compound ppm 3 8 jam
8.
(VOC)
Environmental Tobaco µg/m3 35 24 jam
9.
Smoke (ETS)

3. Persyaratan Kontaminan Biologi

Parameter kontaminan biologi dalam rumah adalah


parameter yang mengindikasikan kondisi kualitas biologi
udara dalam rumah seperti bakteri, dan jamur.
Sanitasi Pemukiman 34

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimal


1 Jamur
. CFU/m3 0 CFU/m3
2 Bakteri
. patogen CFU/m3 0 CFU/m3
3. Angka kuman CFU/m3 < 700 CFU/m3

Catatan :
 CFU= Coloni Form Unit
 Bakteri patogen yang harus diperiksa : Legionela, Streptococcus
aureus, Clostridium dan bakteri patogen lain bila diperlukan.

Persyaratan kualitas air minum menurut Kepmenkes nomor 492 tahun 2010
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air Minum adalah sebagai
berikut:

1. Bakteriologis
Parameter Satuan Keterangan
Kadar Maksimum
yang diperbolehkan

1 2 3 4

a. Air Minum
E. Coli atau fecal coli Jumlah per 0
100 ml sampel
b. Air yang masuk 0
sistem distribusi
E. Coli atau fecal coli Jumlah per 0
100 ml sampel
Total Bakteri Coliform Jumlah per 0
100 ml sampel
c. Air pada sistem
distribusi
E.Coli atau fecal coli Jumlah per 0
100 ml sampel
Total Bakteri Coliform Jumlah per 0
100 ml sampel

2. Kimia: (nilai detail terlampir)


a.Bahan-bahan inorganik (yang memiliki pengaruh langsung pada
kesehatan)
b.Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan
keluhan pada konsumen)
Sanitasi Pemukiman 35

c.Bahan-bahan Organik (yang memiliki pengaruh l angsung pada


kesehatan)

d. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan


pada konsumen)

e. Pestisida
f. Desinfektan dan hasil sampingannya

3.Radioaktifitas

Parameter Satuan Kadar maksimum yang Keterangan

diperbolehkan

1 2 3 4

Gross alpha activity Gross beta (Bq/liter) (Bq/liter) 0.1

activity 1

4. Fisik
Parameter Satuan Kadar maksimum yang Keterangan

diperbolehkan

1 2 3 4

Parameter Fisik

Warna TCU 15
Rasa dan bau T e m p e r a t u r
- - Tdk berbau dan berasa
Kekeruhan
Suhu udara + 3 0C
0C
NTU 5

7.4. Ringkasan
Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman perlu
ditentukan parameter dan indikatornya yang digunakan sebagai acuan dalam
analisis hasil pengamatan dan pengkuran, sehingga diketahui kondisi kualitas
sanitasi pemukiman tersebut. Parameter-parameter tersebut mencakup fisik,
bakteriologis, kimia, dan radioaktif

7.5. Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa dalam pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
diperlukan parameter dan indikator
2. Jelaskan jenis parameter sanitasi pemukiman secara umum
3. Jelaskan parameter udara dalam rumah
4. Jelaskan indikator bakteriologis air bersih
5.
Sanitasi Pemukiman 36

7.6. Bacaan lanjutan


1. Permenkes 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas air
Minum
2. Kepmenkes 492 tahun 2010 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
3. Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan
4. Permenkes 1077/ Menkes/ Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah
Sanitasi Pemukiman 37

BAB VIII

ALAT DAN INSTRUMEN PENGAWASAN &


PEMANTAUAN SANITASI PEMUKIMAN

Tujuan pemberlajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan latar belakang perlunya alat dan instrumen pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman
2. Menjelaskan jenis alat/ detektor dan instrumen pengawasan dan pemantauan
sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal
3. Menjelaskan fungsi dari masing-masing alat dan instrumen pengawasan dan
pemantauan sanitasi lingkungan pemukiman
4. Menjelaskan cara pengukuran / pemeriksaan

8.1. Latar Belakang

Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman mempunyai tujuan untuk


mengendalikan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal
sehingga dapat menjamin kenyamanan dan kesehatan para penghuninya. Untuk
melakukan pengawasan dan pengendalian sanitasi pemukiman diperlukan alat
dan instrumen yang digunakan untuk mengamati dan mengukur semua parameter,
yang kemudian hasilnya dianalisis sehingga diketahui faktor risiko kesehatan yang
akan terjadi dan dapat dilakukan upaya pencegahan maupun untuk menyusun
rencana tindak lanjut peningkatan kualitas sanitasi pemukiman. Alat dan instrumen
tersebut tentunya disesuaikan dengan parameter-parameter yang perlu diukur dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mengukur parameter sanitasi
pemukiman digunakan beberapa peraturan yang digunakan sebagai acuan.
Peraturan tersebut adalah: Kepmenkes 492 tahun 2010 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum; Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999
tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, dan Permenkes 1077/ Menkes/
Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Dalam
peraturan tersebut walaupun ada yang tumpang tindih namun perlu diperhatikan
bahwa parameter-parameter tertentu harus mengikuti peraturan yang terakhir.
Sanitasi Pemukiman 38

8.2. Jenis alat, fungsi dan cara pengukuran / pemeriksaan

1. Jenis alat yang digunakan

a. Teknis
Alat yang digunakan untuk pengawasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman secara teknis adalah alat untuk mengukur:
- Kelembaban udara
- Pencahayaan
- Debu
- Kebisingan
- Kepadatan lalat
- Tikus
- Luas ruangan,
- Ventilasi;
- Panas temperatur
- Pemeriksaan untuk air bersih
- Pemeriksaan air limbah
- Pengambilan gambar desain rumah,
- Pengamatan pembuangan sampah.

b. Sosial: alat/ instrumen yang digunakan adalah check list dan kuesioner
untuk mengetahui pengetahuan, perilaku dan tindakan penghuni rumah,
petugas Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan aparat
pemda setempat berkaitan dengan sanitasi pemukiman

c. Administrasi: Peraturan per Undang-Undangan, Permenkes, Kepmenkes,


KepMendagri, KepmenPU, dan lainnya (yang berkaitan dengan sanitasi
pemukiman) yang digunakan sebagai acuan pada waktu melaksanakan
pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman.
Sanitasi Pemukiman 39

2. Jenis alat dan Fungsinya

TABEL.8.1
JENIS ALAT DAN INSTRUMEN SERTA FUNGSINYA UNTUK
PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN SANITASI PEMUKIMAN
NO JENIS ALAT FUNGSI
A Teknis
1. - Hygrometer - Mengukur Kelembaban udara
2. - Light meter - Mengukur Pencahayaan
3. - Dust center - Mengukur Debu
4. - Sound Level meter - Mengukur Kebisingan
5. - Fly grill - Mengukur kepadatan lalat
6. - Meteran (roll meter) - Untuk mengukur luas ruangan, ventilasi
7. - Termometer - Untuk mengukur panas temperatur
8. - Spectrometer,Ph meter dll - Pemeriksaan untuk air bersih, air limbah
- Camera
9. - Pengambilan gambar desain rumah, tempat pembuangan sampah, dsb
- Alat mengambil sampel tanah - Pengambilan sampel tanah untuk pemeriksaan kandungan zat kimia
10. - Formulir dan check list - Pengamatan bahan bangunan, instalasi listrik,pembuangan sampah,
buangan tinja, limbah rumah tangga, keberadaan tikus, nyamuk,
11. kepadatan hunian, komponen dan penataan ruangan,
- Mencatat hasil pengamatan dan pengukuran
- Alat tulis

12.

B. Sosial
1. -Formulir wawancara dan - Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan penghuni rumah tentang

check list sanitasi pemukiman

C. Administrasi
1. Peraturan per Undang-Undangan, - Sebagai acuan standar pengukuran dan persyaratan lain yang harus diikuti
Permenkes, Kepmenkes,
KepMendagri, KepmenPU,

3. Cara pengukuran/ pemeriksaan:

a. Lokasi:

Salah satu parameter sanitasi pemukiman adalah lokasi tidak terletak pada daerah
rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor,
gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya; tidak terletak pada daerah
bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang; tidak
terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan. Untuk melakukan pengawasan parameter tersebut
dilakukan survey atau pengamatan dengan menggunakan alat check list dan
camera.
Sanitasi Pemukiman 40

b. Kualitas tanah:
Persyaratan kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman adalah:
Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg; kandungan Arsenik (As)
total maksimum 100 mg/kg; kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg;
kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg. Untuk melakukan pengukuran
atau pemeriksaan kualitas tanah tersebut dilakukan pengambilan sampel pada
titik-titik tertentu dan diperiksa di laboratorium.
c. Prasarana dan sarana lingkungan:
Parameter prasarana dan sarana lingkungan pemukiman antara lain memiliki
taman bermain, drainase, sarana jalan lingkungan, tersedia cukup air bersih,
pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga,
akses ke pelayanan kesehatan dan penghijauan. Untuk pengukuran parameter
tersebut dilakukan dengan cara pengamatan dengan menggunakan alat check
list dan camera.
d. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan
gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut : Gas
H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi; debu dengan diameter kurang
dari 10 g maksimum 150 g /m3; gas SO2 maksimum 0,10 ppm; debu
maksimum 350 mm3/m2 per hari. Untuk mengukur kualitas udara tersebut
dilakukan dengan mengambil sampel pada beberapa titik yang berisiko,
kemudian diperiksa dilaboratorium. Hailnya dibandingkan dengan standar
tersebut.
Sedangkan untuk pengukuran kualitas udara di dalam rumah yang mempunyai
salah satu atau lebih faktor risiko dengan kondisi sebagai berikut: bahan
bakar untuk memasak menggunakan biomassa/minyak tanah; ventilasi < 20 %
dari luas lantai; ada anggota keluarga dan atau orang lain yang merokok di
dalam rumah; dan menggunakan obat nyamuk bakar/semprot/elektrik dan
penyegar ruangan dalam bentuk semprot, dilakukan melalui wawancara dan
check list dan pengukuran dengan menggunakan roll meter. Untuk persyaratan
lainnya (fisik, kimia dan biologi) dilakukan pengukuran dengan pengamatan dan
pengambilan sampel untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
e. Bahan bangunan:
Bahan bangunan rumah harus memenuhi syarat tidak terbuat dari bahan yang
dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain :
debu total kurang dari 150 g /m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24
jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan; tidak terbuat dari bahan yang
dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen. Untuk
mengukur parameter ini dilakukan pengambilan sampel dibeberapa titik dan
Sanitasi Pemukiman 41

dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Disamping itu dilakukan pengamatan


dan check list.
f. Penataan ruangan:
Komponen dan penataan ruangan harus memenuhi syarat: lantai kedap air dan
mudah dibersihkan; dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar
cuci kedap air dan mudah dibersihkan; langit-langit rumah mudah dibersihkan
dan tidak rawan kecelakaan; bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya; dapur harus memiliki
sarana pembuangan asap. Pengukuran parameter ini dilakukan dengan cara
pengamatan dengan menggunakan alat check list dan camera.
g. Air bersih
Parameter air bersih untuk pemukiman adalah tersedianya sarana penyediaan
air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari; dan untuk air minum
harus memenuhi syarat bakteriologis, kimia, fisik dan radioaktifis. Untuk
mengukur parameter tersebut dilakukan pengamatan, pengukuran, wawancara
dan pengambilan sampel untuk diperiksa di laboratorium.Untuk menjamin
kualitas air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan, Pengelola Air Minum
dengan system perpipaan wajib mengadakan pengawasan internal terhadap
kualitas air yang diproduksinya, sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk Produksi Air Minum sebesar < 200.000 m 3/Tahun/Unit Produksi:
Pada setiap reservoir (tendon air) dilakukan pemeriksaan parameter: Sisa
khlor dilakukan minimal satu kali sehari; Ph, dilakukan minimal satu kali
per minggu; Daya hantar listrik (DHL), Alkalinitas, kesadahan total,
Co2 Agresif, dan suhu dilakukan minimal satu kali per minggu; Besi dan
Mangan, dilakukan minimal satu kali per bulan bila menjadi masalah.
Pada jaringan pipa distribusi dilakukan pemeriksaan parameter: Sisa
khlor, minimal satu kali sehari, pada outlet reserv oir dan
konsumen terjauh; Ph, minimal satu kali per minggu; Daya hantar listrik
(DHL), minimal satu kali perbulan; Kekeruhan, minimal satu kali per
minggu; Total Coliforms/E, minimal satu bulan sekali pada outlet reservoir
dan konsumen terjauh
- Untuk Produksi Air Minum sebesar > 200.000 m 3 /Tahun/Unit
Produksi:
Pada setiap reservoir (tendon air)/stasiun Khlorinasi (1) (3) dilakukan
pemeriksaan parameter: Sisa khlor dilakukan minimal satu kali sehari; Ph,
Daya hantar listrik (DHL), Alkalinitas, kesadahan total, Co2
Agresif, dan suhu dilakukan minimal satu kali per minggu; Besi dan
Mangan, dilakukan minimal satu kali sebulan, bila menjadi masalah.
Sanitasi Pemukiman 42

Pada jaringan pipa distribusi dilakukan pemeriksaan parameter: Sisa


(2),
khlor/ORP pada outlet reservoir sampai dengan konsumen terjauh,
m3
dilakukan pemeriksaan sebanyak satu sample per 15.000 produksi air
minum; Total Coliforms/E Coli, dilakukan pemeriksaan sebanyak satu
sample per 15.000 m3 produksi air minum; Ph, Daya hantar listrik
(DHL),Kekeruhan, dilakukan pemeriksaan sebanyak satu sample per
15.000 m3 produksi air minum.

- Kualitas Air Baku:


Pemeriksaan kualitas air baku air minum dilakukan minimal dua
kali pertahun, meliputi parameter: Total Coliforms/E.Coli; PH DO,
Bahan Organik (KMn O4), Alkalinitas. Kesadahan Total, CO2
agresif, Suhu, DHL; Besi dan Mangan, dilakukan bila menjadi masalah

h. Pembuangan Limbah

Parameter untuk pembuangan limbah adalah limbah cair yang berasal rumah
tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak
mencemari permukaan tanah; limbah padat harus dikelola dengan baik agar
tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah. Untuk
pengukuran parameter ini dilakukan pengamatan dengan alat check list dan
pengambilan sampel untuk kemudian diperiksa di laboratorium.

i. Kepadatan hunian:

Parameter untuk kepadatan hunian adalah luas kamar tidur minimal 8 m2 dan
dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur. Untuk pengukuran parameter
tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran dengan menggunakan roll
meter dan dilakukan wawancara.

j. Vektor penyakit
Parameter untuk vektor penyakit adalah tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus
yang bersarang di dalam rumah. Untuk pengukuran parameter tersebut
dilakukan pengamatan dengan check list, dan wawancara.

8.3. Ringkasan
Dalam melakukan pengumpulan data primer dan sekunder untuk pengawasan
dan pemantauan diperlukan alat. Alat tersebut meliputi alat teknis yang
digunakan untuk mengukur parameter sanitasi pemukiman, dan instrumen dan
check list untuk wawancara. Untuk mengumpulkan data setiap komponen
parameter menggunakan alat dan cara pengukuran yang berbeda.
Sanitasi Pemukiman 43

8.4. Pertanyaan

1. Jelaskan kapan kita menggunakan instrumen dan check list dalam


pengumpulan data?
2. Sebutkan alat yaang digunakan untuk mengukur kelembaban udara?
3. Bagaimana Saudara mengukur kepadatan penghuni

8.5. Bacaan lanjutan

1. Permenkes 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas


air Minum
2. Kepmenkes 907 tahun 2002 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum
3. Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan
4. Permenkes 1077/ Menkes/ Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah
Sanitasi Pemukiman 44

BAB IX

KETENAGAAN DALAM PENGAWASAN DAN


PEMANTAUAN SANITASI PEMUKIMAN

Tujuan pemberlajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan latar belakang perlunya ketenagaan untuk pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman
2. Menjelaskan jenis tenaga, tugas dan kewenangannya dalam pengawasan dan
pemantauan sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal
3. Menjelaskan kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga pelaksana pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman

Latar Belakang

Sanitasi pemukiman bertujuan untuk menciptakan lingkungan perumahan yang


saniter sehingga penghuni rumah dapat merasa nyaman dan terhindar dari masalah
kesehatan. Untuk itu, setiap perumahan wajib memenuhi persyaratan kesehatan
perumahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk menjamin bahwa
sanitasi pemukiman tersebut sudah sesuai dengan ketentuan maka dilakukan
pengawasan dan pemantauan.
Dalam pelaksanaannya kegiatan pengawasan dan pemantauan sanitaasi
pemukiman dilakukan oleh tenaga kesehatan lingkungan di dinas Kesehatan
Kabupaten/ kota bekerjasama dengan berbagai unsur yang terkait. Unsur-unsur
tersebut adalah pemilik rumah, penghuni rumah, pengembang pembangunan
perumahan, pemerintah, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota.
Sesuai kewenangannya pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan
sanksi administrasi kepada pengembang yang tidak memenuhi persyaratan berupa
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan rekomendasi atau pencabutan surat
izin usaha perdagangan (SIUP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan sanitasi pemukiman dapat dilakukan melalui koordinasi,
advokasi, sosialisasi, bimbingan teknis, peningkatan sumber daya manusia,
pemantauan dan evaluasi.
Sanitasi Pemukiman 45

9.3. Tenaga, tugas dan kewenangannya

Pengawasan sanitasi pemukiman secara garis besar meliputi pengawasan umum,


pengawasan kualitas udara dalam rumah dan pengawasan kualitas air minum.
Berikut adalah tenaga yang melaksanakan unsur pengawasan sanitasi
pemukiman sesuai dengan tugas dan kewenangannya:

1. Pengawasan umum

Secara umum pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan


menjadi tanggung jawab :

a. Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan;


b. Pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.

Persyaratan Kesehatan Perumahan berlaku juga terhadap rumah susun atau


kondominium, rumah toko dan rumah kantor pada zona permukiman.

Pengawasan dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan mengikut


sertakan instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi
yang terkait. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter
kualitas sanitasi pemukiman yang akan diperiksa, sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Sedangkan pembinaannya dilakukan oleh Menteri Kesehatan,
Kepala Dinas kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

2. Pengawasan kualitas udara dalam rumah

Pengawasan dan pemantauan terhadap kualitas udara dalam ruang rumah


dilaksanakan oleh petugas kesehatan lingkungan di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/ kota. Pengawasan tersebut diarahkan untuk
meningkatkan upaya penyehatan udara dalam ruang rumah oleh masyarakat.

3. Pengawasan kualitas air minum

Pengawasan kualitas air minum dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota


dengan mengikut sertakan instansi terkait, asosiasi pengelola air minum,
lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi yang terkait, sehingga
persyaratan kesehatan air minum secara bakteriologis, kimiawi, radioaktif
dan fisik dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air minum, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan
diperiksa, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air,
instalasi pengolahan air dan jaringan perpipaan.

Kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi:


Sanitasi Pemukiman 46

a. Inspeksi sanitasi dan pengambilan sampel air termasuk air pada sumber
air baku, proses produksi, jaringan distribusi, air minum isi ulang dan air
minum dalam kemasan.

b. Pemeriksaan kualitas air dilakukan di tempat/di lapangan dan atau di


laboratorium.
c. Analisis hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan lapangan.
d. Memberi rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemui dari hasil
kegiatan a, b, c yang ditujukan kepada pengelola penyediaan air minum.

e. Tindak lanjut upaya penanggulangan/perbaikan dilakukan oleh pengelola


penyedia air minum.

f. Penyuluhan kepada masyarakat.


Hasil pengawasan tersebut dibuat dalam laporan dan secara berkala
dilaporkan oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Bupati/Wali Kota.
9.4. Kompetensi yang harus dimiliki :

Mengingat pengawasan sanitasi pemukiman dilaksanakan oleh berbagai sektor,


maka agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar, para petugas yang
melaksanakan pengawasan harus mempunyai kompetensi mengenai sanitasi
pemukiman.
Kompetensi sesuai dengan kewenangannya tersebut antara lain adalah:
1. Tenaga kesehatan lingkungan:
- Parameter sanitasi pemukiman yang harus diukur/ dinilai
- Cara mengukur atau menilai parameter sanitasi pemukiman
- Cara mengumpulkan data primer dan sekunder untuk pengawasan
sanitasi pemukiman
- Cara menentukan titik-titik untuk pengambilan sampel
- Cara mengambil sampel berbagai parameter sanitasi pemukiman
- Cara mengembangkan instrumen dan check list
- Cara melakukan wawancara kepada penduduk khususnya penghuni
rumah
- Cara pengiriman sampel ke laboratorium
- Cara pengolahan data sanitasi pemukiman
- Cara menganalisis hasil pengolahan data sanitasi pemukiman
- Cara menyajikan data sanitasi pemukiman
- Cara membuat laporan sanitasi pemukiman termasuk rekomendasi
pemecahan masalah
- Cara melaksanakan penyuluhan
Sanitasi Pemukiman 47

2. Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan


- Persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan sanitasi pemukiman
- Parameter-arameter sanitasi pemukiman
- Teknik pembangunan sarana dan prasarana pemukiman sesuai dengan
persyaratan yang berlaku

3. Penghuni rumah
- Pengetahuan tentang persyaratan rumah sehat
- Sikap yang harus dimiliki untuk mewujudkan lingkungan rumah yang sehat
- Tindakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan lingkungan rumah yang
sehat

4. Bupati / wali kota

- Persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan sanitasi pemukiman


- Parameter-parameter sanitasi pemukiman
- Teknik melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
- Cara koordinasi dengan pihak lain yang terkait dengan pengawasan
sanitasi pemukiman

5. Kepala Dinas kesehatan


- Persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan sanitasi pemukiman
- Parameter-parameter sanitasi pemukiman
- Teknik melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman
- Cara koordinasi dengan pihak lain yang terkait dengan pengawasan
sanitasi pemukiman
Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui pelatihan-pelatihan maupun
sosialisasi dari peraturan-peraturan yang berlaku.

9.5. Ringkasan
Untuk melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman diperlukan
tenaga yang profesional dalam arti mempunyai kompetensi dibidangnya.
Pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman dilakukan oleh berbagai sektor
yaitu pengembang perumahan, penghuni, dinas kesehatan provinsi/ kab kota,
bupati/ wali kota. Sebagai pelaksananya adalah tenaga kesehatan lingkungan.
Untuk melaksanakan pengawasan sanitasi pemukiman diperlukan kompetensi
baik yang bersifat teknis, sosial maupun administrasi.
Sanitasi Pemukiman 48

9.6. Pertanyaan
1. Sebutkan tenaga yang melaksanakan pengawasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman
2. Kompetensi apa yang harus dimiliki oelh seorang tenaga kesehatan
lingkungan dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sanitasi
pemukiman
9.7. Bacaan lanjutan
1. Permenkes 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
air Minum
2. Kepmenkes 492 tahun 2010 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum
3. Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan
4. Permenkes 1077/ Menkes/ Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah
Sanitasi Pemukiman 49

BAB X

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Tujuan pemberlajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan latar belakang pentingnya pencatatan pelaporan dalam pengawasan
dan pemantauan sanitasi pemukiman
2. Menjelaskan ruang lingkup pencatatan dan pelaporan dalam pengawasan dan
pemantauan sanitasi lingkungan pemukiman dan rumah tinggal
3. Menjelaskan jadwal pencatatan pelaporan dalam pengawasan dan pemantauan
sanitasi pemukiman
4. Menjelaskan formulir pencatatan dan pelaporan pengawasan dan pemantauan
sanitasi pemukiman

10.1. Latar Belakang

Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian penting dari pelaksanaan


pengawasan sanitasi pemukiman. Tujuan dari pencatatan dan pelaporan adalah
mencatat semua hasil pengawasan sanitasi pemukiman yang selanjutnya
digunakan sebagai bahan laporan kepada pihak-pihak terkait untuk dilaksanakan
langkah tindak lanjut sebagai upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sanitasi
pemukiman. Dalam melakukan pencatatan dan pelaporan mencakup-komponen
yang dilaporkan atau ruang lingkupnya, cara, jadwal serta formulir yang
digunakan.

10.2. Ruang lingkup Pencatatan dan Pelaporan

Ruang lingkup pencatan dan pelaporan mencakup:


1. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Ruang lingkup
2. Profil wilayah (peta pemukiman/ mapping)
3. Standar parameter sanitasi pemukiman
4. Pengumpulan data primer dan sekunder
Sanitasi Pemukiman 50

a. Bahan
- alat ukur yang digunakan
- instrumen (check list dan kuesioner)
- dsb
b. Cara
- menentukan titik-titik pengukuran,
- pengukuran
- pengambilan sampel
- pengiriman sampel ke laboratorium (labelling)
- dsb
5. Pengolahan data
6. Analisis data
7. Penyajian data
8. Masalah yang ditemukan
9. Solusi pemecahan masalah
10. Rencana tindak lanjut
11. Penutup

10.3. Jadwal Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara berkala yaitu 6 bulan sekali dan
secara insidentil apabila ditemukan adanya masalah kesehatan atau diperlukan
untuk hal-hal khusus.
Pencatatan dan pelaporan disiapkan oleh petugas kesehatan lingkungan
setempat kemudian oleh Dinas Kesehatan disampaikan kepada Gubernur/ Bupati/
Walikota untuk pemantauan dan evaluasi ditembuskan kepada Menteri Kesehatan
c.q. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

10.4. Formulir Pencatatan dan Pelaporan


Formulir Pencatatan dan Pelaporan terdiri dari:
1. Formulir observasi/ pengamatan dan pengukuran parameter dengan check list
2. Formulir wawancara yang terdiri dari :
a. Data umum mencakup identitas responden dan domisili
b. Kriteria responden (karakteristik responden)
c. Data khusus yang mencakup hal-hal teknis berkaitan dengan parameter
sanitasi pemukiman
d. Data tentang pengetahuan, sikap dan tindakan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan sanitasi pemukiman
Sanitasi Pemukiman 51

10.5. Rangkuman
Pencatatan dan pelaporan sangat penting dalam pelaksanaan pengawasan dan
pemantauan sanitasi pemukiman. Ruang lingkup pencatatan dan pelaporan
mencakup seluruh komponen proses pengawasan dan pemantauan yaitu mulai
pengumpulan data, pengolahan data, analisis, penyajian, rekomndasi sampai
rencana tindak lanjutnya. Pencatatan dan pelaporan ini dilakukan secara rutin dan
insidentil terutama apabila terjadi masalah kesehatan. Formulir untuk pencatatan
dan pelaporan berupa formulir teknis yaitu untuk melakukan pengamatan dan
pengukuran dan formulir untuk wawancara yang berupa kuesioner dan check list.

10.6. Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa dalam pengawasan dan pemantaun sanitasi pemukiman
perlu dilakukan pencatatan dan pelaporan
2. Sebutkan ruang lingkup pencatatan dan pemantauan sanitasi pemukiman
3. Sebutkan formulir yang digunakan untuk pengumpulan data pada
pengawasan dan pemantauan sanitasi pemukiman

10.7. Bacaan Selanjutnya

1. Permenkes 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas


air Minum
2. Kepmenkes 492 tahun 2010 Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum
3. Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan
4. Permenkes 1077/ Menkes/ Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah

Anda mungkin juga menyukai