Anda di halaman 1dari 64

RESPONS IMUN TERHADAP INFEKSI

Dr. Retno Indrawati.,drg.,MSi


Patogen bagi tubuh manusia
1. Parasit
2. Bakteri
3. Virus
4. Jamur
1.Respons imun pada infeksi Parasit
• Penyakit yang ditimbulkan oleh infestasi parasit sangat
beraneka ragam, begitu pula respons imun yang efektif
terhadap setiap jenis parasit.Pertahanan hospes non-spesifik
relatif tidak efektif terhadap parasit. Mekanisme pertahanan
terhadap infeksi parasit memerlukan antibodi, sel T, dan
makrofag yang distimulasi sel T.
• Pada umumnya, respons humoral penting terhadap organisme
yang menginvasi aliran darah seperti malaria dan
tripanosomiasis, sedangkan Imunitas seluler berperan pada
parasit yang menginvasi jaringan, seperti leismaniasis dan
toksoplasmosis.
Unicellular protozoans
• ~sebagian protozoa replikasi secara ekstraseluler
• ~sebagian lainnya replikasi secara intraseluler
Multicellular helminth worms
• ~Helminth worms reproduksi dalam tubuh host
• ~atau diluar tubuh host disuatu lokasi dimana parasite
mudah mengaksess host
• ~Pertumbuhan dan maturase cacing terjadi didalam
tubuh host → severe and long- term damage to tissues
and organs
Umumnya infeksi parasit menjadi khronis karena
• Lemahnya Innate Immunity
• Kemampuan parasit menghindar atau bertahan
terhadap daya eliminasi Adaptive Immune Response
• Individu yang tinggal di daerah endemis seringkali
mendapat paparan (terus menerus), sehingga
memerlukan kemoterapi yang berulang mahal
• Vaksin yang efektif belum berhasil ditemukan.
Imunitas Humoral pada parasit

• Proteksi oleh antibodi


Antibodi dihasilkan pada berbagai tipe infeksi parasit, tetapi
pada umumnya parasit mampu mengembangkan cara-cara
untuk menghindar dari penghancuran oleh antibodi.Kadar IgM
biasanya meningkat pada tripanosomiasis dan malaria, IgG pada
malaria dan Leismaniasis viseralis, dan IgE pada infestasi cacing.
• Pada skistosomiasis, antibodi yang dihasilkan dapat secara
efektif memblokade infeksi kedua, tetapi organisme pada infeksi
yang pertama tetap hidup dalam darah sampai beberapa tahun
karena mampu menghindari pengenalan antibodi dengan
menggunakan antigen golongan darah hospes dan
histokompatibilitas sebagai kulit luarnya.
• Pada infeksi cacing, terutama Trichinella spiralis,
dihasilkan IgE dengan kadar yang sangat tinggi.
IgE dapat membantu memaksa pengeluaran cacing
dengan melepaskan histamin dari sel mast yang
diselimuti IgE.
• Histamin ini akan meningkatkan peristaltik usus dan
menyebabkan eksudasi serum yang mengandung
antibodi protektif berkadar tinggi dari semua kelas
imunoglobulin.
Imunitas SeIluler pada parasit
Limfosit T mempunyai peran yang penting pada respons
hospes, terhadap parasit. Makrofag yang distimulasi limfokin
efektif memfagosit protozoa intraseluler seperti
Trypanosoma cruzi, Leishmania donovani Toxoplasma gondii,
dan Plasmodium sp., serta cacing seperti cacing filaria dan
skistosoma.Sel T sitotoksik secara langsung dapat
menghancurkan sel dan fibroblas jantung yang terinfeksi T.
cruzi.
Pada malaria, stimulasi antigenik terus menerus
menghasilkan pembentukan kompleks imun yang
diendapkan pada berbagai jaringan sehingga menimbulkan
reaksi hipersensitivitas tipe III.Sindrom nefrotik pada malaria
kuartana dan malaria cerebral sangat mungkin disebabkan
oleh endapan kompleks imun.
Parasit Menghindar dari responsimun melalui
• Antigenic variation
• Parasit mengembangkan suatu perlawanan terhadap respos
imun atau, mencegah berkembangnya mekanisme efektor
• kedua strategi diatas dipakai Host merespons kuat hanya
terhadap antigen yang diekspresikan pada stadium itu saja
• Setiap stadium parasit mengekspresikan gen yang spesifik
• stadium respons terhadap antigen tersebut tidak efektip untuk
melawan stadium parasit → infeksi menjadi khronis
2.RESPONS IMUN PADA INFEKSI
BAKTERI
Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular
• Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa
mekanisme yaitu
• 1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di
tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering
menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
• 2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik.
• Toksin dapat berupa endotoksin dan eksotoksin.
• Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu
lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat,
suatu ajuvan serta aktivator
• Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi
sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular.
Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain tumour necrosis
factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi
dengan berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8.
• Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan
oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik
serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen
bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan
monosit pada endotel vaskular pada tempat
Imunitas Alamiah Bakteri Ekstraselular
• melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag
jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam
makrofag menunjukkan virulensi bakteri.
• Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan
penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam
dinding bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur
alternatif tanpa adanya antibodi.
• Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek
opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis
bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil
sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi
melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit
• Pelepasan sitokin oleh makrofag dan sel NK akan mengaktifkan
fagositosis. Mekanisme ini dan berbagai mekanisme reaksi inflamasi
yang lain dapat menghambat penyebaran bakteri.
Komplemen jalur Alternatif sebagai respons
imun bawaan/non spesifik/innate immunity
• infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel
inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping
mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut.
• Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel
limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk
imunitas spesifik.
• Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol
dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik
infeksi bakteri ekstraselular.
• Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-
negatif yang menyebabkan disseminated intravascular coagulation
(DIC) yang progresif serta syok septik atau syok endotoksin. Sitokin
TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok endotoksin ini.
• Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM
serta antigen permukaan bakteri
• 1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis
dengan mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan
neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur
klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor
komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi
peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan
terhadap infeksi piogenik yang hebat.
• 2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah
penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis
untuk eliminasi toksin tersebut.
• 3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan
mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
• mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik terhadap
bakteri ekstraselular.
• Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding
sel atau kapsul mikroorganisme
• Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan
imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang
yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai
berat oleh sitokin.
• Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel
TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II.
• Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan
antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag.
Imunitas Alamiah pada Bakteri Intraselular
• Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap
mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri
patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi dalam sel
fagosit mononuklear.
• mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah
penyebaran infeksi bakteri intraseluler sehingga sering menjadi
kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.
• Sejumlah bakteri intraseluler dan semua virus serta jamur dapat
lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu.
• Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap
degradasi dalam makrofag
• Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag
yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.
• Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis
jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan
fungsi yang berat.
• Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons
imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular.
• Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium.
Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang
secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi.
Respons Imun Spesifik pada Bakteri
Intraselular
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama
diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas
ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk
eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin
yang diproduksi oleh sel T terutama interferon α (IFN α).
Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T.
Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung
sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan.
Sitokin INF α ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag
yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang
resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik.
• Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis
akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri
mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada
yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada
saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk
imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas,
reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri
persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi
imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang
menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi
dalam respons imun spesifik yang sama → baca
Hipersensitivity tipe IV
• Terapi Imunoglobulin pada Infeksi Pada keadaan infeksi bakteri yang
berat, dapat terjadi kelelahan respons imun (exhaustion) pada
individu yang mempunyai respons imun yang normal dan keadaan ini
dapat terjadi pelepasan berbagai mediator yang merangsang
timbulnya syok septik.
• Dalam keadaan ini terapi penunjang dengan intravenous
immunoglobuline (IVIG) dapat diberikan. Terapi IVIG ini secara pasif
untuk membantu sistem imun tubuh dengan antibodi yang spesifik
terhadap bakteri serta eksotoksin dan endotoksin yang sesuai.
• Distribusi subkelas IgG harus mirip seperti dalam plasma normal dan
sanggup memicu eliminasi antigen secara imunologik. Pemberian IVIG
dosis tinggi harus dilakukan dalam jangka pendek tanpa risiko
penekanan terhadap sistem imun endogen
• Terdapat 2 jenis preparat IVIG yaitu yang dipecah oleh
plasmin dan yang dipecah oleh pepsin. - Plasmin
memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu
pada ikatan disulfida pada tempat CHI yang
berseberangan dari rantai berat. Keadaan ini akan
melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu fragmen Fc.
Efek aktivasi komplemen tidak bertahan lama tetapi
meninggalkan efek imunosupresif.
• → sering digunakan pada terapi penyakit autoimun.
Hanya IgG 2 yang resisten terhadap plasma sehingga
masih mengandung sekitar 25% IgG 2.
3. Respons imun pada infeksi VIRUS
• Virus: mikroorganisme intraseluler obligat yang berkembang biak di
dalam sel hospes dan menggunakan asam nukleat dan berbagai
organ seluler hospes untuk metabolisme dan sintesis proteinnya
• Intrasel obligat: hanya dapat tumbuh dan berkembang di dalam sel
pejamu. Untuk mengkultur, perlu sel hidup.
• Intrasel fakultatif: mampu tumbuh dan berkembang di dalam
maupun di luar sel. Dapat dikultur memakai media buatan Ekstra sel:
tumbuh dan berkembang di luar sel.
Cara replikasi dan penyebaran virus
Virus masuk ke dalam sel hospes dengan cara berikatan dgn
reseptor spesifik yang berada pada permukaan sel hospes.
Spesifitas ini menentukan tropisme suatu virus pada sel atau
hospes tertentu.Misalnya, HIV (human immunodeficiency virus)
mampu berikatan dengan reseptor CD4 pada permukaan sel T
helper
virus Epstein-Barr dengan reseptor pada permukaan sel B, virus
polio pada permukaan neuron, dan virus influenza A pada
permukaan berbagai sel, termasuk epitel pernafasan
Setelah masuk ke dalam sel, virus menimbulkan kerusakan
jaringan dan penyakit serta menginduksi respons imun
hospes dengan berbagai cara.Pada infeksi yang bersifat
sitopatik atau sitolitik, replikasi virus mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel karena replikasi virus
mengganggu sintesis dan fungsi protein seluler hospes.
Sel yang terinfeksi akan mengalami lisis dengan
melepaskan virus-virus baru ke ruang ekstraseluler.
Infeksi ini biasanya bersifat akut, seperti pada influenza dan
infeksi rotavirus
• Virus non-sitolitik dapat tetap bersembunyi di dalam sel hospes
sambil melepaskan calon virus baru.
Virus ini tidak hanya dapat menyebar melalui pelepasan calon virus
ke ruang ekstraseluler, tetapi juga dapat menyebar melalui jembatan
interseluler tanpa melalui ruang ekstraseluler sehingga tidak
terjangkau antibodi dalam sirkulasi
• Sel hospes dapat tetap hidup dan bahkan membelah dan
menurunkan sel-sel baru yang telah terinfeksi.
Infeksi yang ditimbulkan biasanya bersifat laten, seperti pada infeksi
keluarga virus herpes.
• DNA virus dapat berintegrasi dengan DNA hospes dan mengakibatkan
perubahan transkripsi kode genetik yang dapat mengubah sifat sel
hospes.Perubahan sifat ini dapat diturunkan pada generasi sel
berikutnya.Infeksi ini dapat mentransformasi sel normal hospes
menjadi sel kanker.
Innate immunity / Non spesifik pada Virus
• Mekanisme pertahanan awal terhadap invasi virus
adalah integritas permukaan tubuh.
Bila mekanisme ini dapat ditembus, akan terjadi aktivasi
respons imun non-spesifik seperti interferon, NK, dan
makrofag.
• Ada tiga macam interferon, yaitu IFNa, IFNb dan
IFNg.Infeksi virus pada suatu sel akan mengakibatkan
dihasilkannya IFNa atau IFNb yang akan mengaktifkan
mekanisme antivirus sel sekitarnya dan memungkinkannya
menghindari infeksi.
Adaptive immunity / spesifik pada virus
• Antibodi dapat menetralkan virus melalui berbagai
cara.Pada influenza, antibodi terhadap hemaglutinin virus
mencegah pengikatan virus pada reseptor sel hospes
sehingga mencegah penetrasi.
• Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus melalui
aktivasi komplemen jalur klasik yang kemudian melisis sel-
sel yang terinfeksi virus campak, parotitis, dan
influenza.Pemberian antibodi pasif sebelum atau segera
sesudah paparan dapat melindungi terhadap infeksi
tertentu, seperti campak, hepatitis A dan B, dan varisela.
Imunitas seluler
• Imunitas seluler terhadap virus penting karena banyak virus
yang bersifat intraselular sehingga tidak dapat dikenali oleh
antibodi.Virus intraselular dapat mengubah antigen
permukaan membran sel hospes atau melepaskan kuncup
berbentuk partikel infeksi dari permukaan sel.
Reseptor limfosit T dapat mengenali antigen permukaan
yang telah berubah tersebut dan menimbulkan respons imun
terhadapnya.
• Sitotoksitas oleh sel NK atau sitotoksisitas seluler tergantung
antibodi (antibody dependent cell- mediated citotoxicity,
ADCC) juga sangat efektif.
Cara virus menghindari respons imun
• Virus dapat terhindar dari respons imun bila tetap berada di
dalam sel hospes tanpa mengekspresikan antigen virus pada
permukaan sel yang terinfeksi, seperti pada infeksi virus herpes
simpleks dan varisela-zoster.
• Virus yang menyebar melalui jembatan antar sel tanpa
melewati ruang ekstraseluler atau virus yang menyebar melalui
pembelahan sel dapat menghindari pengenalan oleh antibodi.
• Infeksi virus juga dapat mengakibatkan defisiensi imun
sementara atau menetap, baik terhadap antigen virus itu
sendiri maupun terhadap antigen lain → mengakibatkan
defisiensi imun menetap
• Dua mekanisme memungkinkan virus influenza untuk
mengubah konstitusi antigeniknya :
• Antigenik Drift akumulasi bertahap mutasi kecil
(misalnya substitusi nukleotida) dalam genom virus
yang mengakibatkan halus diubah coding potensial dan
karena itu diubah antigenisitas, yang mengakibatkan
penurunan pengakuan oleh sistem kekebalan tubuh.
Proses ini terjadi pada semua virus sepanjang waktu,
tetapi pada tingkat yang sangat berbeda, misalnya RNA
virus => virus DNA. Sebagai tanggapan, sistem
kekebalan tubuh selalu beradaptasi dengan pengakuan
dan respon terhadap struktur antigenik baru
• Antigenik Shift: perubahan mendadak dan besar dalam
antigenisitas dari virus karena rekombinasi genom virus
dengan genom lain tipe antigenik yang berbeda. Proses ini
menghasilkan awalnya dalam kegagalan sistem kekebalan
tubuh untuk mengenali jenis antigen baru
• Variasi antigenik pada virus influenza dan virus penyakit
kaki dan mulut (foot and mouth disease, FMD)
mengakibatkan Imunitas humoral untuk strain virus
tersebut dan hanya dapat melindungi hospes sampai
timbulnya strain baru.
• Vaksinasi terhadap strain tertentu tidak akan melindungi
hospes terhadap strain yang akan segera muncul di
kemudian hari.
Variasi Antigen Pada Virus Influenza
• Pada virus influenza variasi antigen
terjadi melalui mekanisme antigenic
drift dan antigenic shift
• Antigenic drift adalah mutasi titik pada
gen yang mengkode protein
hemaglutinanin dan neuraminidase
• Antigenic shift adalah rekombinasi
genom RNA hemaglutinin dan
neuraminidase virus influenza manusia
dan hewan
Antigenic Drift dan Antigenic Shift
Antigenic Drift Antigenic Shift
Perubahan kecil pada virus Perubahan besar pada virus
Virus baru yang terbentuk tidak terlalu Virus baru yang terbentuk berbeda
berbeda dengan yang lama dengan virus lama, memiliki
hemaglutinin dan neuraminidase baru
Terjadi setiap waktu Hanya sesekali terjadi
Berpengaruh pada kejadian influenza Berpengaruh pada kejadian epidemic
pada daerah tertentu influenza (kejadian secara global),
contohnya : kejadian luar biasa influenza
H1N1 tahun 2009
Struktur Virus
Variasi Antigen
• Pada mekanisme ini, patogen akan melakukan perubahan antigennya
sehingga tidak bisa dikenali oleh respon imun

Limfosit T dan antibodi akan spesifik mengenali antigen tertentu


Respons imun alami pada virus
4. Respons imun terhadap Jamur
• Jamur merupakan organisme saprofit yang dapat
menyebabkan infeksi sistemik pada pasien
imunokompromais.
• Infeksi jamur pada manusia lebih sulit ditangani
dibandingkan dengan infeksi bakteri. Manusia dan jamur
merupakan organisme eukariotik yang memiliki kesamaan
dalam mekanisme pembentukan protein
• Tiap spesies jamur memiliki respon mekanisme yang
berbeda-beda untuk dapat menghindari sistem imun host.
• Upaya penghindaran dari sistem imun host berlangsung tidak
hanya terbatas pada modifikasi molekul permukaan saja,
tetapi juga modifikasi pada bentuk morfologis dan modulasi
pada sistem imun humoral
• Infeksi jamur disebut mikosis. Jamur yang masuk ke dalam
tubuh akan mendapat tanggapan melalui respon imun.
• IgM dan IgG di dalam sirkulasi diproduksi sebagai respon
terhadap infeksi jamur. Respon cell-mediated immune (CMI)
adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi
jamur oportunistik.
• Respon imun yang terjadi terhadap infeksi jamur merupakan
kombinasi pola respon imun terhadap mikroorganisme
ekstraseluler dan respon imun intraseluler.
• Innate → fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi
dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas
nonspesifik.
• Efektor utamanya terhadap jamur adalah neutrofil dan
makrofag → Netrofil dapat melepas bahan fungisidal
seperti ROI dan enzim lisosom → jamur dibunuh
intraselular.
• Galur virulen→ menghambat produksi sitokin TNF dan IL-
12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang
menghambat aktivasi makrofag.
• Adaptif→Hummoral Immunity Efektivitasnya tidak jelas
• Cara jamur menghindari respons imun

• Jamur mampu beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang


tidak menguntungkan bagi perkembangannya melalui
perubahan bentuk morfologi (switching fenotip)
• fumigatus menghindari sistem imun proinflamasi (respon
imun seluler) melalui pembentukan hifa. Bentuk morfologi
hifa akan dikenali oleh sel imun humoral melalui struktur TLR4
• C. Albicans menghindari sistem imun seluler melalui bentuk
budding. Bentuk morfologi ini akan sulit dikenali host
• menghindari sistem imun seluler melalui penutupan struktur
glukoronoksilomanan (GXM) dengan kapsul ekstraseluler. Hal
ini akan mengakibatkan penekanan produksi sitokin
proinflamasi sepertiTNF-α dan IL-1β.
Penyakit infeksi jamur
dibagi dalam tiga golongan klinis, yaitu:
1. Mikosis superfisial : Sering menginfeksi kulit, rambut, dan kuku. Infeksi
jamur ini kronis, relatif tidak berat. Golongan ini juga termasuk kandida
albikans.
2. Mikosis subkutan : Dapat ditimbulkan oleh luka akibat tusukan jarum dan
ditandai oleh abses.
3. Mikosis sistemik : Merupakan infeksi jamur yang terberat, seperti
histoplasmosis, kriptokokis, dan koksidiomikosis yang bermula sebagai
infeksi paru dan diperoleh dari inhalansi spora dari jamur yang hidup
bebas→ tidak menunjukkan gejala atau gejala influenza ringan, menyebar
ke jaringan lain → fatal bila tidak diobati.
Mekanisme Respons imun adaptive
Selamat Belajar dirumah

Anda mungkin juga menyukai