Anda di halaman 1dari 7

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal.

75 - 81 ISSN : 2337-8204

Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan


Sekitarnya
Susi Susanti1) , Andi Ihwan1) , M. Ishak Jumarangi1)

1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak


Email : susie_luphfiras@yahoo.co.id

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang analisis tingkat kekeringan di Kota Pontianak dan sekitarnya
menggunakan parameter cuaca yaitu curah hujan dan suhu udara maksimum harian selama 3 tahun (2006,
2007, dan 2008). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Keetch-Byram Dryness Index
(KBDI). Berdasarkan perhitungan, tingkat KBDI dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan jumlah curah
hujan. Penurunan jumlah curah hujan dapat memicu terjadinya hotspot. Dari 3 tahun pengamatan koefisien
korelasi antara KBDI dengan hotspot yang tertinggi terdapat pada tahun 2006 yakni sebesar 0,87. Besarnya
koefisien korelasi ini karena pada tahun 2006 terjadi fenomena El-Nino. Sebagian besar hotspot yang terjadi
pada tahun 2006 disebabkan karena pengaruh alam. Korelasi KBDI terhadap hotspot pada tahun 2007 dan
2008 sangat rendah (0,31 dan 0,35). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh alam pada pembentukan hotspot
sangat kecil.

Kata kunci : KBDI, curah hujan, suhu udara, hotspot.

1. Pendahuluan menguap ke atmosfer. Intensifikasi hujan adalah


Kalimantan Barat merupakan salah satu banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu
wilayah yang sering mengalami kebakaran hutan tertentu. Apabila dikatakan intensitas besar
dan lahan, terutama pada saat terjadi berarti hujan lebat dan ini kurang baik bagi
penyimpangan cuaca yang ekstrim, diantaranya tanaman karena dapat menimbulkan erosi dan
fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena banjir (Tjasyono, 2004).
tersebut menyebabkan terjadi penurunan dan
peningkatan jumlah curah hujan di wilayah 2.2 Suhu Udara
Indonesia. Pada makalah ini dilakukan analisis Suhu udara merupakan derajat panas dan
tingkat kekeringan menggunakan parameter dingin suatu keadaan yang dipengaruhi oleh sinar
cuaca serta hubungan terhadap hotspot di Kota matahari. Suhu udara akan menurun dengan
Pontianak dan sekitarnya. Studi ini bertujuan bertambahnya ketinggian tempat. Setiap
untuk menganalisis tingkat kekeringan yang ketinggian bertambah 100 meter, suhu udara
dipengaruhi oleh faktor cuaca pada tahun berkurang (turun) rata-rata 0,6oC. Penurunan ini
kejadian El-Nino, La-Nina dan Normal. disebut gradient temperatur vertikal atau lapse
rate. Pada udara kering, besar lapse rate adalah
2. Landasan Teori 1oC. untuk mengetahui temperatur rata-rata suatu
2.1 Curah Hujan tempat digunakan persamaan:
Curah hujan dapat mempengaruhi
kelembaban dan kadar air bahan bakar. Bila kadar h
Tx = T0 − 0,6 100 (1)
air bahan bakar tinggi akibat curah hujan yang
tinggi maka sulit untuk terjadi kebakaran. Namun Dengan menurunnya suhu udara,
sebaliknya bila curah hujan rendah disertai suhu kapasitas udara menampung uap air semakin
udara yang tinggi serta didukung oleh kemarau rendah, berarti udara akan lebih cepat menjadi
yang panjang menyebabkan kebakaran hutan dan jenuh. Penurunan suhu lebih lanjut akan
lahan akan mudah terjadi. menyebabkan terjadinya kondensasi (Lakitan ,
Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau 2002).
millimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan
1 mm, menunjukkan tinggi air hujan menutupi 2.3 El-Nino dan La-Nina
permukaan 1 mm untuk luas 1 m persegi, jika air Peristiwa El-Nino ditantai dengan naiknya
tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau suhu permukaan air laut di Pasifik Tengah dan

75
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

Pasifik Timur di sekitar equator. Ketika terjadi El- Tabel 2. Tahun Kejadian La-Nina
Nino suhu permukaan Pasifik Barat terbentuk Lemah Sedang Kuat
pusat tekanan tinggi, sedangkan pada Pasifik 1950 1954 1995
tengah dan Selatan terbentuk pusat tekanan 1956 1964 1973
rendah. Terbentuknya pusat tekanan tinggi di
1962 1970 1975
Pasifik Barat dan Samudra Hindia sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan awan 1976 1998 1988
di lautan Indonesia bagian Timur sehingga 1971 1999
beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan 1974 2007
curah hujan yang jauh dari normal (Edukasi, 1984 2010
2009). 1995
Pada tahun normal, tekanan permukaan 2000
rendah berkembang di wilayah Utara Australia
(Amirullah, 2011).
dan Indonesia dan tekanan tinggi melalui sistem
pantai Peru akibatnya, angin pasat melalui
2.4 (Keetch-Byram Dryness Index) KBDI
Samudera Pasifik bergerak sangat kuat dari Timur
KBDI merupakan metode untuk
ke Barat. Di Timur aliran angin pasat membawa
mengukur tingkat kekeringan yang dikembangkan
permukaan air hangat ke Barat, sehingga badai
pada tahun 1968 di Amerika. Metode ini
membawa badai konvektiv ke Indonesia dan
diperkenalkan pertama kali di Kalimantan Timur
pesisir Australia. Sepanjang pantai Peru, kolam air
oleh Jhon E pada tahun 1995, dari perhitungan
dingin terbawa sampai ke permukaan untuk
yang telah dilakukan, telah terbukti dengan
menggantikan kolam air hangat yang diambil di
kondisi yang terjadi. KBDI mendefinisikan indeks
sebelah barat.
kekeringan sebagai ekspresi kurangnya
La Nina merupakan suatu kondisi dimana
kelembaban tanah menurut kemungkinan
terjadi penurunan suhu muka air laut di kawasan
maksimal kandungan kelembaban tanah
Timur equator di Lautan Pasifik. Pada saat terjadi
(kapasitas lahan). Perhitungan KBDI
La-Nina angin pasat timur yang bertiup di
menunjukkan kemungkinan terjadinya kebakaran
sepanjang Samudra Pasifik menguat (Sirkulasi
yang diekspresikan melalui index yang berkisar
Walker) bergeser ke arah Barat, sehingga massa
antara 0 sampai 2000. Untuk mulai menghitung
air hangat yang terbawa semakin banyak ke arah
KBDI pada daerah tertentu KBDI berada diposisi
Pasifik Barat, akibatnya massa air dingin di Pasifik
“0” maka masa hujan dengan jumlah curah hujan
Timur bergerak ke atas dan menggantikan massa
sebanyak 150 -200 mm dalam satu minggu
air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa
(Deeming, 1995).
disebut upwelling. Dengan pergantian massa air
suhu permukaan laut mengalami penurunan dari
2.5 Titik Api (Hotspot)
nilai normalnya (Haryanto, 1998)
Hotspot merupakan suatu titik panas yang
dapat menimbulkan titik api yang diindikasikan
Tabel 1. Tahun Kejadian El-Nino
sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan yang
Lemah sedang kuat
biasa disebut sebagai hotspot. Hotspot dapat
1951 1986 1957 dideteksi dengan mengguanakan satelit NOAA
1963 1987 1965 (Nation Oceanic and Atmosfer) yang dilengkapi
1968 1994 1972 sensor AVVHRR (Advenced Very High Resilation
1976 2002 1982 Radiometer). Sebuah titik hotspot teridentifikasi
1977 1991 pada satelit dengan luas areal 1,1 km² dengan
2004 1976 suhu tinggi dari 42 C (Heryalianto, 2006).
2006 2009
(Amirullah, 2011). 3. Metodologi
Perhitungan nilai Keetch-Byram Dryness
Index (KBDI) menggunakan persamaan (Deeming,
1995) :
KBDI = KBDIt 1 − (10xCH + DF) (2)

76
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

Tabel 3. Kriteria KBDI


Skala Numerik Sifat Kriteria
0 - 999 Low
1000 - 1499 Moderate
1450 - 1749 High
1750 - 2000 Ekstrim

(2000 − KBDI )(0.9676 exp


DF =
(1 + 10.88exp −

(0.087xT + 1.552) − 8.3))x0.001


( )
0.00175 x ann rain)

Persamaan korelasi KBDI terhadap jumlah hotspot


(Heryalianto, 2006):

( ) ( )2( )

r= (4)
² ( )² ² ( )²

4. Hasil dan Diskusi


KBDI Jumlah Hotspot
2000 400

1800
350
1600
300
1400
250
1200
Nilai KBDI

1000 200

800
150
600
100
400
50
200

0 0
JAN FEB MART APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES
Bulan

Gambar 4.1 Grafik Hubungan KBDI Terhadap Jumlah Hotspot Bulanan Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun
2006
hujan meningkat dan menyebabkan tingkat
Berdasarkan grafik tahun 2006 pada kekeringan rendah sehingga sulit untuk
bulan Januari, Februari, April, Mei, Juni, November mengalami hotspot. Pada bulan Maret terdeteksi
dan Desember tidak ada hotspot yang terjadi, jumlah hotspot sebanyak 12 titik dengan tingkat
karena pada bulan-bulan tersebut jumlah curah KBDI Moderate sebesar 1120. pada bulan Juli

77
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

jumlah hotspot meningkat menjadi 243 titik sebesar 1282, pada bulan Oktober jumlah hotspot
dengan kriteria KBDI High sebesar 1727, kembali meningkat menjadi 119 titik dengan
kemudian pada bulan Agustus jumlah hotspot kriteria KBDI Moderate sebesar 1480. Jumlah
mengalami kenaikan lagi hingga menjadi 371 titik hotspot meningkat seiring dengan tinggi nilai
dengan tingkat KBDI Extrim sebesar 1850, pada KBDI yang dipengaruh oleh penurunan jumlah
bulan September jumlah hotspot menurun curah hujan.
menjadi 39 titik dengan tingkat KBDI Moderate

KBDI jumlah hotspot


120
1400

100
1200

Jumlah Hotspot
1000 80

800
60

600
40
400

20
200

0 0
JAN FEB MART APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES
Bulan
Gambar 4.2 Grafik Hubungan KBDI Terhadap Jumlah Hotspot Bulanan Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun
2007
kemudian pada bulan September hingga
Berdasarkan grafik tahun 2007 pada bulan Desember jumlah hotspot kembali menurun
Januari, Mei, Juni, Nopember dan Desember tidak hingga tidak hotspot yang terjadi. Jumlah hotspot
ada hotspot yang terjadi. karena pada bulan-bulan menurun seiring dengan menurun nilai KBDI yang
tersebut jumlah curah hujan meningkat dan dipengaruhi oleh peningkatan jumlah curah hujan,
menyebakan tingkat kekeringan rendah sehingga akan tetapi pada bulan Agustus peningktan jumlah
sulit untuk terjadi hotspot. Pada bulan Februari hotspot terjadi hal yang tidak lazim karena
terdeteksi hostpot sebanyak 16 dengan tingkat peningkatan jumlah hotspot pada bulan tertsebut
KBDI moderate sebesar 1377, kemudian pada melebihi dari peningkatan nilai KBDI, hal ini
bulan April sampai bulan Juni terjadi penurunan karena jumlah hotspot yang terjadi bukan hanya
jumlah hotspot, kemudian pada bulan Juli dari faktor alam tetapi ada faktor lain seperti
terdeteksi jumlah hotspot sebanyak 14 dengan pembakaran hutan yang dilakukan oleh manusia
tingkat KBDI Moderate sebesar 1067, pada bulan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah
Agustus jumlah hotspot meningkat menjadi 99 hotspot yang besar.
titik dengan tingkat KBDI Moderate sebesar 1023,

78
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

KBDI Jumlah Hotspot


1400 160

1200 140

120
1000

Jumlah Hotspot
100
800
80
600
60
400
40

200 20

0 0
JAN FEB MART APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES
Bulan

Gambar 4.3 Grafik Hubungan KBDI Terhadap Jumlah Hotspot Bulanan Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun
2008

Berdasarkan pada grafik 2008 pada bulan Tabel 4. Kriteria KBDI Rata-Rata Bulanan Tahun
Januari terdeteksi 50 hotspot dengan tingkat KBDI 2006-2008
Moderate sebesar 1062, pada bulan Februari 59 TAHUN
hotspot dengan tingkat KBDI Moderate sebesar BULAN 2006 2007 2008
1321, pada bulan Maret dan April terjadi Januari Low Low Moderate
penurunan tingkat KBDI dan jumlah hotspot. Februari Low Moderate Moderate
Pada bulan Mei jumlah hotspot kembali naik Maret Moderate Moderate Moderate
seiring dengan kenaikan nilai KBDI kemudian April Low Low Low
pada bulan Juni jumlah hotspot kembali menurun Mei Moderate Low Moderate
dan jumlah hotspot naik kembali pada bulan juni Low Low Moderate
Agustus. Peningkatan jumlah hotspot ini tidak Juli High Moderate Low
sebanding dengan kenaikan nilai KBDI, nilai KBDI Agustus Ekstrim Moderate Moderate
sebesar 1019 dan jumlah hotspot 144. Kenaiakan September Moderate Low Low
ini merupakan hal yang tidak lazim terhadap Oktober Low Low Low
faktor kondisi alam, karena itu jumlah hotspot November Low Low Low
yang terjadi disebabkan ada faktor lain yang Desember Low Low Low
menyebabkan jumlah hotspot melebihi jumlah
nilai KBDI. Berdasarkan Tabel 4, pada tahun 2006
tingkat KBDI Low terjadi pada bulan Januari,
Februari, April, Juni, Nopember, dan Desember
dimana pada bulan-bulan tersebut terjadi
peningkatan jumlah curah hujan sehingga nilai
KBDI rendah dan berada pada kondisi Low.
Tingkat KBDI tertinggi terjadi pada bulan Juli dan
Agustus tingkat KBDI mencapai High dan Extrim,
karena pada tahun 2006 merukapan tahun
kejadian El-Nino, sehingga terjadi penurunan
jumlah curah hujan dalam jangka waktu yang

79
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

lama dan menyebabkan terjadi kemarau panjang Pada tahun 2007, koefisien korelasi antara
yang terjadi pada bulan Juli hingga Oktober. tingkat kekerinagan rata-rata bulanan dengan
Pada tahun 2007 tingkat KBDI Low terjadi jumlah hotspot bulanan sebesar 0,31 atau sekitar
pada bulan Januari, April, Mei, Juni, September, 31% hotspot yang terjadi dipengaruhi oleh faktor
Oktober, Nopember, dan Desember, dimana pada alam dan 69% merupakan hotspot yang
bulan-bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah disebabkan faktor lain seperti pembakaran lahan
curah hujan sehingga nilai KBDI rendah dan yang di lakukan oleh manusia. Pada tahun 2007
berada pada kondisi Low. Pada tahun 2007 tingkat merupakan tahun kejadian La-Nina yang ditandai
KBDI tertinggi berada pada bulan Agustus dengan dengan peningkatan jumlah curah hujan.
tingkat KBDI Moderate, pada tahun ini tidak Pada tahun 2008 nilai korelasi hubungan
terdapat tingkat KBDI High dan Extrim, Karena antara KBDI rata-rata bulanan terhadap jumlah
pada tahun tersebut merupakan tahun kejadian hotspot bulanan didapat sebesar 0,35 nilai
La-Nina yang menyebabkan jumlah curah hujan korelasi ini kecil, karena pada tahun 2008
relatif tinggi, sehingga tingkat KBDI relatif Low. merupakan tahun kejadian Normal yang ditandai
Pada tahun 2008, tingkat KBDI Low terjadi dengan peningkatan jumlah curah hujan,
pada bulan April, Juli, September, Oktober, sehingga nilai korelasi kecil dan jumlah hotspot
Nopember, dan Desember, dimana pada bulan- yang terjadi yang dipengaruhi oleh faktor alam
bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah curah sebasar 0,35 atau sekitar 35% dan 65%
hujan sehingga nilai KBDI rendah dan berada pada merupakan hotspot yang oleh disebabkan faktor
kondisi Low. Pada tahun 2008 tingkat KBDI lain seperti pembakaran lahan yang di lakukan
tertinggi berada pada bulan Agustus dengan oleh manusia.
tingkat KBDI Moderate, pada tahun ini tidak
terdapat tingkat KBD High dan Extrim, Karena 5. Kesimpulan
pada tahun tersebut merupakan tahun kejadian 1. Koefisien korelasi KBDI terhadap jumlah
Normal yang menyebabkan jumlah curah hujan hotspot pada tahun 2006 sebesar 0,87, pada
relatif tinggi, sehingga tingkat KBDI relatif tahun 2007 sebesar 0,31, sedangkan pada
Moderate. tahun 2008 sebesar 0,35.
2. KBDI terbesar terjadi pada tahun 2006,
Tabel 5. Nilai Korelasi KBDI Rata-Rata Bulanan pada tahun tersebut merupakan tahun
Terhadap Jumlah Hotspot Bulanan terjadinya kondisi El Nino sehingga
No Tahun Nilai korelasi terjadinya kemarau panjang dari bulan Juli
1 2006 0,87 S/d Oktober dengan tingkat KBDI Ektrim
2 2007 0,31 yang terjadi pada bulan Agustus.
3 2008 0,35
6. Pustaka
Berdasarkan Tabel 5, koefisien korelasi Asdak, C., 1995, “Hidrologi dan Pengelolaan
hubungan KBDI bulanan rata-rata terhadap Daerah Aliran Sungai”, Gajah Mada
jumlah hotspot bulanan tahun 2006 sebasar 0,87, University Press, Yogyakarta.
koefisien korelasi ini menyatakan tingkat
kekeringan terhadap jumlah hotspot sangat kuat Amirullah. Rizki., 2011, ”Tahun El-Nino, La-Nina,
dan tingkat kekeringan sangat mempengaruhi Iod Positif Dan Iod Negatif”
jumlah hotspot, ketika KBDI semakin tinggi maka http://begundelz-anak jalanan.
jumlah hotspot juga akan semakin tinggi. Besar blogspot.com /20011/10/tahun - tahun – el
nilai korelasi ini menyatakan bahwa hubungan –nino -la-nina-iod-positif. html. akses
tingkat KBDI terhadap jumlah hotspot yang tanggal 15 juli 2013
dipengaruhi oleh faktor alam sebesar 0,87 atau
sekitar 87% dan 13% merupkan hotspot yang Deeming. J. E, 1995,”Pengembangan Sistem
disebabkan oleh faktor lain seperti pembakaran Penilaian Kebakaran Hutan di Propinsi
lahan yang di lakukan oleh manusia. Pada tahun Kalimantan Timur”, Laporan Akhir
2006 merupakan tahun kejadian El-Nino yang Disampaikan kepada Deutsche Desellschaft
ditandai dengan terjadinya musim kemarau yang Fuer Technische Zusammenaebeit (GTZ)
panjang, sehingga koefisien korelasi besar dan GmbH. Postfach 51 80 65726 Eschborn.
hotspot yang terjadi merupakan faktor yang Republik Federal Jerman.
dipengaruhi oleh alam.

80
PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal. 75 - 81 ISSN : 2337-8204

Edukasi, 2009, “ENSO (El-Nino Southern


Oscillation)”, http://www.dirgantara-
lapan.or.id/moklim/edukasi0609en o. html.
Akses tanggal 10 November 2012.

Haryanto, U., 1998, “Keterkaitan Fase SOI


Terhadap Curah Hujan Di DAS Citarum”
http://repository. ipb.
ac.id/bitstream/handle/123456789/401
6/1998 uha.pdf? sequence= Akses tanggal
29 Februari 2012.

Heryalianto, S.C, 2006, “Studi Tentang Sebaran


Titik Panas (Hotspot) Sebagai Penduga
Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Propinsi
Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun
2004”, Program Studi Budidaya Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.

81

Anda mungkin juga menyukai