Anda di halaman 1dari 3

#2018GantiJuara

Okki Trinanda Miaz


Pengamat Amatir Piala Dunia FIFA 2018

Piala Dunia FIFA 2018 sudah memasuki minggu terakhir. Di tanggal 15 Juli nanti, di Stadion
Luzhniki Moskow, akan digelar Final pertandingan olahraga paling populer di muka bumi
ini. Pecandu bola atau tidak, setiap pertandingan Final Piala Dunia pastiditunggu-tunggu
semua orang. Karena setiap pertandingan final selalu menghadirkan sesuatu yang luar
biasa. Namun sebelum sampai disana, sudah banyak tergores sejarah baru di dunia
sepakbola.

Meskipun belum berakhir, sudah banyak yang mengatakan bahwa Piala Dunia FIFA 2018
merupakan salah satu yang terbaik sepanjang sejarah. Saya sendiri yang secara rutin
mengikuti semenjak tahun 1998, rasanya juga berkesimpulan sama. Hampir tidak ada
pertandingan yang membosankan di gelaran Piala Dunia kali ini. Semuanya menyajikan
tontonan yang menarik dan penuh drama. Sehingga di tahun ini, rating penonton televisi
Piala Dunia juga tertinggi di sepanjang sejarah. Mengingat banyak nama besar yang absen
di Piala Dunia kali ini (timnas Belanda, timnas Italia, serta pemain-pemain terkenal
lainnya), ini adalah suatu hal yang istimewa.

Salah satu kejutan menyenangkan di tahun ini adalah bahwa persaingan antar negara
sudah mulai hampir merata. Meskipun kekuatan negara-negara Eropa masih sangat
mumpuni, namun banyak sekali kejutan yang terjadi di sepanjang turnamen. Tim-tim
dengan nama besar seperti Argentina, Brazil, Spanyol dan Portugal rupanya tidak lagi
semenakutkan dulu. Bahkan tim juara bertahan Jerman, hanya mampu menang sekali
dengan selisih satu gol, dan terpaksa langsung angkat koper di penyisihan grup. Jika
biasanya tim-tim besar tersebut langganan ke semifinal, sekarang mesti pulang lebih cepat.

Uniknya, dua pemain langganan Ballon d”Or, Lionel Messi dan Christiano Ronaldo, juga
harus pulang di malam yang sama setelah masing-masing tersingkir gara-gara kalah
melawan Perancis dan Uruguay. Ironisnya, tahun ini mungkin Piala Dunia terakhir bagi
kedua pemain kesohor tersebut. Karena umur mereka sudah 33 tahun, maka di Piala Dunia
2022, kemungkinan tidak akan dipanggil timnas lagi. Sedangkan Mohammed Salah, yang
penampilannya sangat ditunggu-tunggu sebelum Piala Dunia digelar, hanya bermain
selama 180 menit dan menghasilkan dua gol.

Pemain-pemain yang bersinar justru kebanyakan bukanlah pemain yang sudah terlanjur
bintang selama ini. Di Piala Dunia ini kita jadinya “berkenalan” dengan nama-nama baru
seperti Juan Fernando Quintero dari Kolombia, Denis Cheryshev dari Rusia, Diego Laxalt
dari Uruguay, dan Takashi Inui dari Jepang. Melihat para pemain-pemain ini beraksi di
lapangan hijau sungguh menyenangkan. Sedih rasanya melihat mereka terpaksa harus
tereliminasi bersama timnas masing-masing. Namun setidaknya kita tahu, inilah para
pemain sepakbola masa depan.
Negara-negara yang selama ini dipandang sebagai tim penghibur, justru seringkali
menjungkalkan negara-negara dengan nama besar. Seperti Rusia mengalahkan Spanyol,
Korea Selatan menggulung Jerman, dan Jepang yang berhasil hingga ke 16 besar, atau
debut luar biasa Islandia. Oleh karena itu, tidak heran maka Piala Dunia FIFA 2018 pantas
diberi gelar sebagai Piala Dunia-nya para underdogs.

Khusus untuk Jepang, tahun ini para fans-nya boleh berbangga hati. Saya rasa inilah satu-
satunya tim yang menunjukan semangat juang luar biasa di Piala Dunia 2018. Jika pemain
Eropa dan Amerika terjatuh akibat sliding tackle lawan, semakin dekat dengan posisi
gawang, maka semakin kesakitan dan berguling-gulinglah mereka. Namun itu bukan gaya
pemain Jepang. Begitu mereka jatuh, mereka langsung bangkit lagi berlari mengejar bola.
Rasanya tidak pernah sekalipun kita lihat pemain Jepang yang melakukan aksi diving.
Sungguh-sungguh mengesankan. Maka tidak heran pada saat Jepang tersingkir, yang
kecewa bukan masyarakat Jepang saja. Di hari itu internet penuh dengan komentar-
komentar simpati dari penjuru dunia.

Berubahnya peta kekuatan sepakbola di Piala Dunia ini juga memberikan warna yang baru.
Bisa jadi ini adalah akhir dari supremasi tim-tim besar seperti Brazil dan Jerman. Ini adalah
saatnya negara-negara kekuatan baru untuk unjuk gigi.

Pada semifinal tahun ini, praktis hanya Perancis yang bukan merupakan kejutan.
Selebihnya adalah tim-tim yang jarang sampai di tahap puncak Piala Dunia. Inggris,
meskipun memiliki salah satu liga paling kompetitif dan terbaik di dunia, namun inilah
semifinal pertama mereka semenjak 28 tahun yang lalu. Bahkan Generasi Emas Inggris di
tahun 2002 yang berisikan Beckham, Lampard, Scholes, Gerrard, Terry dan Ferdinand,
hanya mampu sampai perempat final, kemudian dikalahkan Brazil 2-1. Sekarang, dengan
pemain-pemain yang tidak “sebintang” itu, mereka malah mampu mencapai semifinal.
Judul kepala berita di media-media Inggris saat ini adalah, “Football is coming home”.

Belgia, meskipun sempat di-bully karena tidak membawa pemain bintang keturunan
Indonesia, Radja Nainggolan, ternyata mampu mencapai semifinal. Walaupun sudah
berpartisipasi di Piala Dunia semenjak tahun 1930, selama ini Belgia tidak pernah
dipandang sebagai tim yang kuat. Prestasi terhebat mereka selama ini adalah mencapai
semi final di tahun 1986, kemudian dikalahkan Perancis saat perebutan juara ketiga.
Perjuangan Belgia di Piala Dunia tahun ini sebenarnya tidak terlalu mulus pula. Di
turnamen ini mereka menyajikan comeback terbaik saat melawan Jepang di babak 16
besar. Dimana pada awalnya tertinggal 0-2, berkat mental juara mereka berhasil
membalikkan keadaan menjadi 3-2. Selain mengejar posisi juara, penyerang Belgia Romelu
Lukaku bersaing untuk mendapatkan Golden Boot melawan Harry Kane penyerang Inggris.

Sedangkan Perancis, diantara timnas-timnas besar lainnya, mereka adalah tim yang paling
konsisten di Piala Dunia tahun ini. Selain kuat menyerang, dimana sudah mencetak tujuh
gol, hanya dua negara yang sejauh ini mampu menjebol gawang Perancis, yaitu Australia
dan Argentina. Di timnas ini, mereka juga punya senjata rahasia, yaitu Kylian Mbappe yang
baru berumur 19 tahun. Aksi solo run Mbappe ketika melawan Argentina mengingatkan
kita kepada pemain-pemain klasik dengan skill individu seperti Maradonna dan
Ronaldinho. Bisa jadi dalam 10 tahun mendatang, saat Ronaldo dan Messi lambat laun
memudar, kita akan lebih banyak mendengar tentang Mbappe.

Dan terakhir, Kroasia, ini adalah tim yang agak terseok-seok untuk mencapai semi final.
Untuk mencapai tahapan tersebut, Kroasia harus dua kali menang melalui adu pinalti, yaitu
dengan Denmark di 16 besar, dan dengan Rusia di perempat final. Namun ini bukan berarti
Kroasia memiliki peluang paling kecil di semifinal tahun ini. Jangan lupa, Kroasia adalah
tim yang mempermalukan Argentina dengan tiga gol tanpa balas. Lagipula penyerang
mereka Luka Modric, sejauh ini merupakan pemain dengan statistik terbaik di Piala Dunia
2018 ini.

Dengan adanya keempat timnas tersebut, hampir dipastikan akan ada sejarah baru di Piala
Dunia FIFA 2018. Kecuali jika Perancis menang, maka juara tahun ini adalah timnas yang
berhasil membuat kejutan luar biasa. Dan saya rasa memang sudah waktunya seperti itu.
Sudah saatnya timnas-timnas kelas tengah tidak gentar melawan tim-tim besar. Karena
nama besar dan sejarah yang menggetarkan justru membawa dampak jelek kepada timnas
yang bersangkutan. Seperti Brazil misalnya, semenjak mereka berhasil juara untuk kelima
kalinya di tahun 2002, praktis Brazil hanya membanggakan sejarah saja. Sementara
prestasinya selalu mengecewakan. Pemain-pemain Brazil pun seperti sudah kehilangan
semangat. Neymar yang saat ini merupakan pemain termahal dunia, menampilkan
permainan yang menjengkelkan di turnamen tahun ini. Sedikit saja tersenggol langsung
pura-pura menggelepar-gelepar kesakitan. Padahal ini adalah pemain dengan bakat jogo
bonito yang handal.

Bagi saya, Final Piala Dunia yang paling ideal tahun ini adalah Belgia melawan Kroasia.
Karena kedua tim sama-sama belum pernah merasakan juara dunia sama sekali. Namun
jika tidak itu yang terjadi, kita masih akan menyaksikan juara yang lumayan baru juga.
Karena Perancis dan Inggris masing-masing baru juara dunia baru satu kali. Yang pasti, di
tahun ini kita akan menjadi saksi awal sejarah baru dunia sepakbola dunia. Siapapun yang
menang adalah timnas yang luar biasa. Apalagi keempatnya memiliki filosofi sepakbola
menyerang. Maka tulisan ini saya tutup dengan hashtag: #2018GantiJuara.

Anda mungkin juga menyukai