Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
WIREDANE
B1A 009 030
ABSTRAK
Studi tentang pengaruh tingkat penambahan urea (0%;2%;3% dan 4%) dalam
pakan (terbuat dari dedak padi dan limbah gorengan dengan perbandingan 1:1)
pada kambing Peranakan Ettawa (PE) betina lepas-sapih yang diberi ransum basal
rumput lapangan dan kulit pisang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi pertambahan berat badan kambing, total konsumsi bahan kering dan
bahan kering rumput lapangan, bahan kering kulit pisang, bahan kering
konsentrat, konsumsi bahan kering per berat badan serta Feed Convertion Ratio
(FCR). Penelitian ini menggunakan 16 ekor kambing PE betina lepas-sapih
dengan berat badan rata-rata 13,16 ± 1,786 kg. rancangan penelitian yang
digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap), 4 kelompok kambing
masing-masing terdiri dari 4 ekor kambing sebagai ulangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan urea dari 0% sampai 4% dalam pakan yang
diberikan pada kambing betina lepas-sapih dengan ransum basal rumput lapangan
dan kulit pisang tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada konsumsi bahan kering
rumput lapangan; konsumsi bahan kering konsentrat; total konsumsi bahan
kering; konsumsi bahan kering per berat badan; konsumsi air minum;
pertambahan berat badan dan FCR. Namun secara umum dari 4 perlakuan urea
(0%;2%;3% dan 4%), penambahan urea 3% dalam konsentrat cendrung
memberikan respon yang terbaik terhadap pertambahan berat badan kambing PE
betina lepas sapih dengan rata-rata pertambahan berat badan harian 96,43
gr/ekor/hari dengan konsumsi bahan kering 5,08% dari berat badan. Penambahan
urea dalam konsentrat yang terbuat dari limbah gorengan dan dedak padi (1:1)
sebaiknya tidak lebih dari 3% untuk mempertahankan produktifitas dan efisiensi
pakan.
Kata kunci : Kambing PE; pertambahan berat badan betina lepas-sapih; pakan,
urea.
1
AVERAGE DAYLY GAIN OF FIMALE WEANING CROSSBRED
ETTAWA GOATS FED CONCENTRATES CONTAINING
VARIOUS UREA LEVELS
WIREDANE
B1A 009 030
ABSTRACT
The crossbred Ettawa goats are being developed in West Nusa Tenggara (NTB),
particularly in village area for minimizing the number of malnutrition people,
beside for increasing their income. The problem faced is lack of goats’ feed in dry
season result in low productivity of the goats. Otherwise, the cost of the feed is
very expensive, and therefore it is needed to find alternative feeds which un-used,
cheap and un-competitive with human needs. For these purposes, the experiment
was done to evaluate the effect of urea levels in the concentrates consist of 1:1
“rontokan gorengan” (by-product of traditional fried snack industry) and rice bran
on total dry metter intakes, dry metter intakes of each feeds (field grass, banana
peel and concentrate), feed conversion ratio (FCR), everage daily gain (ADG) of
weaning crossbred Ettawa goat fed field grass and banana peel as basal diets.
Sixteen female weaning crossbred Ettawa goat (13,16 ± 1,79 kg) were allocated
into for group (4 goat each) fed one of deatery concentrate treatments (0%, 2%,
3% and 4% urea) and arranged according to Completely Randomized Design.
There were no significant difference on ADG, FCR, total dry metter intakes, dry
metter intakes of each feeds, except dry metter intakes of field grass were
significantly inconsistent (P<0,05). The goats receiving diet with 3% urea tended
to have the best response in dry metter intakes of field grass, total dry metter
intakes, ADG, FCR of fimale weaning crossbred Ettawa goats fed a basal diet of
field grass and banana peel and concentrate based on “rontokan gorengan” and
rice bran (1:1). Those variables on level of 4% urea tanded to give declined
responses. The result indicate that feeding female weaning crossbred Ettawa goats
base on a basal diet of fiel grass and banana peel and concentrate composed of
“rontokan gorengan” and rice bran (1:1) should not contain urea more than 3%.
Keywords : by-product; weaning crossbred Ettawa goats; everage daily gain; urea;
concentrate.
2
PENDAHULUAN
memperbaiki dan memelihara lingkungan. Harapan ini bisa tercapai jika para
petani diperkenalkan dengan berbagai inovasi dan teknologi yang secara mudah
dan murah, serta dapat diterapkan pada kondisi lingkungan disekitar petani.
nasional yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, sementara ternak perah
yang berkembang hanyalah sapi perah. Sedangkan ternak perah lainnya seperti
kerbau perah dan kambing perah dianggap sangat lambat perkembangannya. Pada
Dan kebutuhan pakan dapat dipenuhi dari berbagai macam hijauan dan konsentrat,
sepanjang tahun (bukan musiman), selain itu ternak kambing memiliki karakter
prolifikasi atau beranak lebih dari satu, dan mampu beradaptasi pada kondisi
daerah yang memiliki sumber pakan hijauan kurang baik dan merupakan
3
Perkembangan ternak kambing PE terus didorong oleh pemerintah agar
sebelumnya, karena kebutuhan susu secara nasional sebagian besar dipenuhi dari
sapi perah saja padahal masih ada ternak lain, seperti kambing perah (PE) yang
(Subandryo,1995).
2004).
dapat memenuhi susu nasional tersebut. Karena pada umur lepas-sapih sampai
umur dara pertumbuhannya sangat cepat apabila diberikan nutrisi pakan yang
cukup, dan kambing lepas-sapih ini juga menjadi bakal calon induk yang akan
4
terbatas sehingga perlu adanya bahan pakan subtitusi dedaunan atau hijauan, dan
salah satu altrnatifnya yang perlu dikaji adalah limbah industri kecil yaitu kulit
pisang dan rontokan gorengan. Saat ini dapat kita melihat bahwa banyak sekali
kulit pisang dan limbah gorengan yang belum banyak dimanfaatkan (Asih, 2013).
dengan kulit pisang sampai 75% masih memberikan respon positif terhadap
Menurut hasil penelitian Asih dkk. (2012) bahwa di kota Mataram terdapat
maka ini merupakan suatu solusi yang cukup baik untuk menjaga pencemaran
makanan yang mengandung N yang tinggi, yang nantinya sangat berguna sebagai
precursor protein bagi ternak kambing. Namun apabila diberikan secara langsung
tanpa dicampur dengan bahan makanan lain yang mengandung energi mudah
dicerna didalam rumen maka ternak tidak akan mau memakannya dan dalam
jumlah relative tinggi akan menyebabkan keracunan. Sehingga urea ini harus
urea bisa digunakan untuk pertumbuhan anak kambing lepas-sapih dan untuk
5
Untuk mengetahui berapa persentase urea dalam konsentrat yang optimum
untuk kenaikan berat badan dan konsumsi bahan kering agar tidak berlebihan pada
anak kambing betina lepas-sapih maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian
6
MATERI DAN METODE
lepas-sapih dengan kisaran berat badan rata-rata 13,16 kg ± 1,786 kg dengan umur
Masing-masing kelompok kambing diberi salah satu dari 4 perlakuan level urea
yaitu 0%, 2%, 3% dan 4% dalam konsentrat masing-masing untuk perlakuan P1;
P2; P3; dan P4 ke dalam pakan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, rontokan
dan kenaikan berat badan kambing betina lepas-sapih yang diberikan 300
sehari (pagi, siang, dan malam), pakan kulit pisang diberikan 750 gr/ekor/hari
sekali sehari yaitu pada pagi hari dan air minum diberikan secara adlibitum .
Variabel pokok yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan berat
Microsoft Excel 2007 kemudian dianalisa dengan proc. GLM (SAS, 1990).
Apabila terdapat perbedaan yang signifikan, maka akan dilanjutkan dengan test
Duncan.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data rata konsumsi pakan, pertambahan berat badan dan FCR kambing PE
hasil analisa konsumsi bahan kering, air minum, pertambahan berat badan dan
Feed Convertion Ratio (FCR) kambing Peranakan Ettawa betina lepas-sapih pada
Tabel 1. Hasil analisa konsumsi bahan kering, air minum dan perubahan berat
badan kambing Peranakan Ettawa betina lepas-sapih
secara umum tidak berbeda nyata (P > 0,05; P = 0,0611) akibat peningkatan level
urea sampai 4 % pada konsentrat, namun kenaikan berat badan kambing yang
diberi level urea 3% dalam konsentrat cendrung memberikan respon yang paling
tinggi walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hal tersebut dimungkinkan karena
8
kadar N dalam ransum, artinya apabila dikombinasikan dengan energi yang
ransum. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Asih (2000) bahwa
0,03) hasil analisis data tercantum pada Tabel 1, walaupun diberikan dalam
jumlah yang sama konsumsi bahan kering kulit pisang yang terendah pada
perlakuan P2 yaitu level urea 2 %, sedangkan perlakuan yang lainnya tidak ada
perbedaan secara nyata. Hal ini mungkin disebabkan oleh salah satu kambing
perlakuan tersebut, namun tidak berbeda nyata. Sehingga tetap kambing yang
menerima perlakuan level urea 3 % yang tetap memberikan respon terbaik untuk
kambing PE betina lepas-sapih selama penelitian tidak berbeda nyata, (P > 0,05)
pada setiap perlakuan. Hal ini memang diberikan dalam jumlah yang sama dan
rata-rata konsumsi konsentrat dari 300 gr yang diberikan hanya dikonsumsi rata-
9
kelompok kambing perlakuan P3 (3% urea), sedangkan yang terendah P2 (2%
urea) (Tabel 1). Hasil konsumsi konsentrat penelitian ini lebih rendah dari hasil
berat badan kambing yang digunakan lebih tinggi. Hal ini munkin disebabkan
pula oleh karena kambing penelitian ini lebih suka menghabiskan kulit pisang
Total Konsumsi Bahan Kering Dan Konsumsi Bahan Kering Per Berat
badan
kering rumput lapangan, kulit pisang dan konsentrat. Total konsumsi bahan kering
dan persentase konsumsi bahan kering per berat badan kambing penelitian pada
setiap perlakuan menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu
gr/ekor/hari dan 5,3576 %; 4,6000 %; 5,2875 dan 5,0850 % dari berat badan,
masing-masing untuk level urea 0%; 2%; 3% dan 4%. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Mulyono (2008) bahwa konsumsi bahan kering kambing
Peranakan Ettawa berkisar antara 1,41% sampai 6,56% dari berat badan. Dan
hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Kuswandi dan
Amlius (2005) dan hasil penelitian Iswoyo dan Widyaningrum (2008) yang
melaporkan bahwa konsumsi total bahan kering masing-masing adalah 2,0% dan
10
Konsumsi air minum kambing PE betina lepas-sapih berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu 0,13 –
0,20 liter/ekor/hari. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian
Sarwono (1990) yang melaporkan bahwa konsumsi air minum dari kambing PE
betina lepas-sapih berkisar antara 0,39 – 0,40 liter/ekor/hari. Hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor pakan yang diberikan yaitu kulit pisang yang mengandung
air cukup tinggi yaitu 84,66 %. Sehingga hal ini menyebabkan konsumsi air
relative lebih rendah karena kebutuhan air sebagian sudah terpenuhi dari kadar air
kulit pisang sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian ini bisa digunakan oleh
peternak yang berada didaerah kering yang ketersediaan airnya kurang. Hasil ini
kulit pisang, artinya apabila konsumsi kulit pisangnya meningkat maka konsumsi
konsentrat yang terdiri dari dedak padi dan limbah gorengan dengan perbandingan
pada akhir masa penelitian tidak berbeda nyata (P > 0,05). Dengan pertambahan
berat badan harian berkisar antara 75,00 – 96,43 gr/ekor/hari tertinggi pada
pemeberian level urea 3%, hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian Kuswandi dan Amlius (2005) yang hanya tumbuh sebesar 36,5
gr/hari/ekor yang diberi pakan rumput gajah secara adlibitum dan konsentrat
11
gr/ekor/hari pada kambing PE lepas-sapih yang diberi rumput lapangan 3
selama penelitian bisa dilihat pada Lampiran 10 dan data hasil analisa rata-rata
kenaikan berat badan harian bisa dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil
yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu untuk menaikkan berat badan 1 kg
membutuhkan 10,770 kg, 9,928 kg, 9,648 kg, 10,040 kg bahan kering pakan
masing-masing untuk level urea 0%, 2%, 3%, 4%. Sehingga dalam penelitian ini
12
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
(75,00 gr/ekor/hari).
oleh level urea dalam konsentrat yang berbasis limbah gorengan, kecuali
betina lepas-sapih.
betina lepas-sapih.
1.2. Saran
konsentrat yang terbuat dari limbah gorengan dan dedak padi dengan
perbandingan 1:1.
13
2. Untuk meningkatkan konsumsi konsentrat (campuran limbah gorengan
penelitian lebih lanjut tentang jumlah limbah gorengan yang lebih rendah
ditingkatkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Asih, A.R.S. 2000. Milk Yeld, Milk N Content, Nutrient Intake and Digestibility in
Dairy Goat Fed combination of Nitrogen Sources With Increasing Level
of Dietary Nitrogen. Bovine, Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Murtidjo ,B.A. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah.
Kanisius, Yogyakarta.
Sarwono, B., dan Matnur, R. 1993. Sifat Produksi dan Produktifitas Kambing
Lokal. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Mataram.
SAS Institite Inc. (1990). SAS/STAT User’s Guide, Version 60,4 th End. SAS
Institute Inc. Cary. NC. USE.
15