Anda di halaman 1dari 15

PERTAMBAHAN BERAT BADAN KAMBING PE BETINA

LEPAS-SAPIH YANG DIBERI KONSENTRAT


DENGAN BERBAGAI LEVEL UREA

WIREDANE
B1A 009 030

Fakultas Peternakan Universitas Mataram

ABSTRAK

Studi tentang pengaruh tingkat penambahan urea (0%;2%;3% dan 4%) dalam
pakan (terbuat dari dedak padi dan limbah gorengan dengan perbandingan 1:1)
pada kambing Peranakan Ettawa (PE) betina lepas-sapih yang diberi ransum basal
rumput lapangan dan kulit pisang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi pertambahan berat badan kambing, total konsumsi bahan kering dan
bahan kering rumput lapangan, bahan kering kulit pisang, bahan kering
konsentrat, konsumsi bahan kering per berat badan serta Feed Convertion Ratio
(FCR). Penelitian ini menggunakan 16 ekor kambing PE betina lepas-sapih
dengan berat badan rata-rata 13,16 ± 1,786 kg. rancangan penelitian yang
digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap), 4 kelompok kambing
masing-masing terdiri dari 4 ekor kambing sebagai ulangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan urea dari 0% sampai 4% dalam pakan yang
diberikan pada kambing betina lepas-sapih dengan ransum basal rumput lapangan
dan kulit pisang tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada konsumsi bahan kering
rumput lapangan; konsumsi bahan kering konsentrat; total konsumsi bahan
kering; konsumsi bahan kering per berat badan; konsumsi air minum;
pertambahan berat badan dan FCR. Namun secara umum dari 4 perlakuan urea
(0%;2%;3% dan 4%), penambahan urea 3% dalam konsentrat cendrung
memberikan respon yang terbaik terhadap pertambahan berat badan kambing PE
betina lepas sapih dengan rata-rata pertambahan berat badan harian 96,43
gr/ekor/hari dengan konsumsi bahan kering 5,08% dari berat badan. Penambahan
urea dalam konsentrat yang terbuat dari limbah gorengan dan dedak padi (1:1)
sebaiknya tidak lebih dari 3% untuk mempertahankan produktifitas dan efisiensi
pakan.

Kata kunci : Kambing PE; pertambahan berat badan betina lepas-sapih; pakan,
urea.

1
AVERAGE DAYLY GAIN OF FIMALE WEANING CROSSBRED
ETTAWA GOATS FED CONCENTRATES CONTAINING
VARIOUS UREA LEVELS

WIREDANE
B1A 009 030

The Animal Science Faculty of Mataram University

ABSTRACT

The crossbred Ettawa goats are being developed in West Nusa Tenggara (NTB),
particularly in village area for minimizing the number of malnutrition people,
beside for increasing their income. The problem faced is lack of goats’ feed in dry
season result in low productivity of the goats. Otherwise, the cost of the feed is
very expensive, and therefore it is needed to find alternative feeds which un-used,
cheap and un-competitive with human needs. For these purposes, the experiment
was done to evaluate the effect of urea levels in the concentrates consist of 1:1
“rontokan gorengan” (by-product of traditional fried snack industry) and rice bran
on total dry metter intakes, dry metter intakes of each feeds (field grass, banana
peel and concentrate), feed conversion ratio (FCR), everage daily gain (ADG) of
weaning crossbred Ettawa goat fed field grass and banana peel as basal diets.
Sixteen female weaning crossbred Ettawa goat (13,16 ± 1,79 kg) were allocated
into for group (4 goat each) fed one of deatery concentrate treatments (0%, 2%,
3% and 4% urea) and arranged according to Completely Randomized Design.
There were no significant difference on ADG, FCR, total dry metter intakes, dry
metter intakes of each feeds, except dry metter intakes of field grass were
significantly inconsistent (P<0,05). The goats receiving diet with 3% urea tended
to have the best response in dry metter intakes of field grass, total dry metter
intakes, ADG, FCR of fimale weaning crossbred Ettawa goats fed a basal diet of
field grass and banana peel and concentrate based on “rontokan gorengan” and
rice bran (1:1). Those variables on level of 4% urea tanded to give declined
responses. The result indicate that feeding female weaning crossbred Ettawa goats
base on a basal diet of fiel grass and banana peel and concentrate composed of
“rontokan gorengan” and rice bran (1:1) should not contain urea more than 3%.

Keywords : by-product; weaning crossbred Ettawa goats; everage daily gain; urea;
concentrate.

2
PENDAHULUAN

Salah satu visi pembangunan pertanian jangka panjang termasuk peternakan

menurut Sarwono (1993) adalah pembangunan pertanian dan peternakan yang

dilaksanakan secara bersahabat dengan lingkungan dan secara terus menerus

memperbaiki dan memelihara lingkungan. Harapan ini bisa tercapai jika para

petani diperkenalkan dengan berbagai inovasi dan teknologi yang secara mudah

dan murah, serta dapat diterapkan pada kondisi lingkungan disekitar petani.

Murtidjo (1993) menyatakan bahwa Melihat kebutuhan konsumsi susu

nasional yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, sementara ternak perah

yang berkembang hanyalah sapi perah. Sedangkan ternak perah lainnya seperti

kerbau perah dan kambing perah dianggap sangat lambat perkembangannya. Pada

hal Kambing Peranakan Ettawa sebagai ternak kambing lokal mempunyai

kemampuan produksi susu yang relatif cukup tinggi, perkembangbiakannya cepat,

Dan kebutuhan pakan dapat dipenuhi dari berbagai macam hijauan dan konsentrat,

karena ternak kambing PE tidak memilih-milih pakan. Walaupun genetik kambing

PE sangat bervariasi, namun masih berpotensi untuk dikembangkan sebagai

kambing dwiguna (daging dan susu).

Pemeliharaan kambing Peranakan Ettawa menunjukkan perkembangan yang

cukup pesat karena memang Ternak kambing PE sangat potensial untuk

dikembangkan di wilayah marjinal mengingat aktivitas produksinya dapat terjadi

sepanjang tahun (bukan musiman), selain itu ternak kambing memiliki karakter

prolifikasi atau beranak lebih dari satu, dan mampu beradaptasi pada kondisi

daerah yang memiliki sumber pakan hijauan kurang baik dan merupakan

komponen potensial sebagai penyedia daging (Subandriyo dkk. 1995).

3
Perkembangan ternak kambing PE terus didorong oleh pemerintah agar

swasembada susu tercapai secepatnya, terutama di daerah pedesaan. Untuk

memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan ternak perah perlu

mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari tahun-tahun

sebelumnya, karena kebutuhan susu secara nasional sebagian besar dipenuhi dari

sapi perah saja padahal masih ada ternak lain, seperti kambing perah (PE) yang

bisa menjadi alternatif lain dalam memenuhi konsumsi susu nasional

(Subandryo,1995).

Dalam manajemen pemeliharaan ternak kambing PE sangat penting untuk

diperhatikan pada masing-masing status phisiologinya, karena masing-masing

memerlukan manajemen pemeliharaan yang berbeda pula seperti: manajemen

pemeliharaan kambing PE kering, bunting, laktasi, anak pra-sapih, anak kambing

lepas-sapih dan sedang tumbuh serta manajemen pemeliharaan pejantan (Asih,

2004).

Anak kambing lepas-sapih memiliki peranan yang penting dalam

menentukan perkembangan peternakan kambing perah di masa mendatang agar

dapat memenuhi susu nasional tersebut. Karena pada umur lepas-sapih sampai

umur dara pertumbuhannya sangat cepat apabila diberikan nutrisi pakan yang

cukup, dan kambing lepas-sapih ini juga menjadi bakal calon induk yang akan

menentukan produktivitas selanjutnya. Sehingga pada masa periode ini

membutuhkan nutrisi pakan yang tinggi untuk pertumbuhannya terutama

kebutuhan proteinnya protein (Asih, 2004).

Pakan ternak kambing yang umumnya diberikan berupa dedaunan dan

rumput lapangan. Untuk peternakan di kota Mataram ketersediaan hijauan relatif

4
terbatas sehingga perlu adanya bahan pakan subtitusi dedaunan atau hijauan, dan

salah satu altrnatifnya yang perlu dikaji adalah limbah industri kecil yaitu kulit

pisang dan rontokan gorengan. Saat ini dapat kita melihat bahwa banyak sekali

kulit pisang dan limbah gorengan yang belum banyak dimanfaatkan (Asih, 2013).

Hasil penelitian (Junardi, 2011) menunjukkkan bahwa subtitusi rumput lapangan

dengan kulit pisang sampai 75% masih memberikan respon positif terhadap

pertumbuhan kambing PE lepas-sapih.

Menurut hasil penelitian Asih dkk. (2012) bahwa di kota Mataram terdapat

kurang lebih 50 penjual gorengan yang menghasilkan kulit pisang sekitar 3 - 30

kg/hari/pedagang yang dibuang ke kali ataupun ditempat pembuangan sampah

yangdapat mencemari lingkungan. Limbah ini jika dimanfaatkan sebagai bahan

pakan alternatif sebagai subtitusi dedaunan untuk kambing PE betina lepas-sapih

maka ini merupakan suatu solusi yang cukup baik untuk menjaga pencemaran

lingkungan kota mataram, disamping dapat memecahkan masalah kekurangan

pakan hijaun untuk ternak kambing PE dimusim kemarau.

Urea selain harganya murah, juga dapat digunakan tambahan bahan

makanan yang mengandung N yang tinggi, yang nantinya sangat berguna sebagai

precursor protein bagi ternak kambing. Namun apabila diberikan secara langsung

tanpa dicampur dengan bahan makanan lain yang mengandung energi mudah

dicerna didalam rumen maka ternak tidak akan mau memakannya dan dalam

jumlah relative tinggi akan menyebabkan keracunan. Sehingga urea ini harus

diberikan keternak dalam bentuk konsentrat sehingga N yang terkandung dalam

urea bisa digunakan untuk pertumbuhan anak kambing lepas-sapih dan untuk

mengatasi kekurangan nutrisi dari bahan pakan hijauan (rumput lapangan).

5
Untuk mengetahui berapa persentase urea dalam konsentrat yang optimum

untuk kenaikan berat badan dan konsumsi bahan kering agar tidak berlebihan pada

anak kambing betina lepas-sapih maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian

tentang “Pertambahan Berat Badan Kambing PE Betina Lepas-sapih yang Diberi

Konsentrat Dengan Berbagai Level Urea”

6
MATERI DAN METODE

Penelitian ini digunakan 16 ekor kambing PE (Peranakan Ettawa) betina

lepas-sapih dengan kisaran berat badan rata-rata 13,16 kg ± 1,786 kg dengan umur

3 – 4 bulan yang ada di Peternakan “GOPALA” Dusun Sengkongo Desa Kuranji

Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat.

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL). 16 ekor kambing dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing

kelompok terdiri dari 4 ekor kambing sebagai sebagai ulangan (4 ulangan).

Masing-masing kelompok kambing diberi salah satu dari 4 perlakuan level urea

yaitu 0%, 2%, 3% dan 4% dalam konsentrat masing-masing untuk perlakuan P1;

P2; P3; dan P4 ke dalam pakan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, rontokan

gorengan dan mineral untuk mengevaluasi konsumsi pakan serta pertumbuhan

dan kenaikan berat badan kambing betina lepas-sapih yang diberikan 300

gr/ekor/hari, pakan rumput lapangan diberikan secara adlibitum diberikan 3 kali

sehari (pagi, siang, dan malam), pakan kulit pisang diberikan 750 gr/ekor/hari

sekali sehari yaitu pada pagi hari dan air minum diberikan secara adlibitum .

Variabel pokok yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan berat

badan harian kambing PE betina lepas-sapih. Data ditabulasi menggunakan

Microsoft Excel 2007 kemudian dianalisa dengan proc. GLM (SAS, 1990).

Apabila terdapat perbedaan yang signifikan, maka akan dilanjutkan dengan test

Duncan.

7
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisa Konsumsi Pakan, Pertambahan Berat Badan dan FCR

Data rata konsumsi pakan, pertambahan berat badan dan FCR kambing PE

betina lepas-sapih selama penelitian tercantum pada Lampiran 10. Sedangkan

hasil analisa konsumsi bahan kering, air minum, pertambahan berat badan dan

Feed Convertion Ratio (FCR) kambing Peranakan Ettawa betina lepas-sapih pada

penelitian ini seperti yang tertera pada Tabel 1:

Tabel 1. Hasil analisa konsumsi bahan kering, air minum dan perubahan berat
badan kambing Peranakan Ettawa betina lepas-sapih

No Parameter Perlakuan Penambahan Urea


0% 2% 3% 4%
1. Konsumsi BK rumput (gr/hr). 530.23ab 429.18b 568,19a 513,27ab
2. Konsumsi BK kulit pisang (gr/hr) 111,375 a 99,838b 112,013a 108,905a
3. Konsumsi BK konsentrat (gr/hr) 224,0 a 216,4 a
232,6 a 227,3 a
4. Total konsumsi BK (gr/hr) 865,2a 745,4 a
912,8 a
849,4 a
5. Konsumsi BK per BB (%) 5,36 a 4,60 a
5,29 a
5,08 a
6. Konsumsi air minum (ml/hr) 130,00 a 185,00 a
200,00 a
145,00 a
7. Bobot awal (kg) 12,750a 13,000 a
13,375 a
13,500a
8. Bobot akhir (kg) 18,375a 18,250 a
20,125 a
19,375a
9. Pertambahan berat badan (kg) 5,625 a 5,250 a
6,750 a
5,875 a
10 Pertambahan BB harian (gr) 80,36 a 75,00 a 96,43 a 83,93 a
11 FCR 10,770 a 9,928 a 9,648 a 10,040 a
Sumber: Data primer diolah tahun 2014
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan angka yang berbeda nyata
(P < 0,05).

Konsumsi Bahan Kering Rumput Lapangan

Konsumsi bahan kering rumput lapangan kambing PE betina lepas-sapih

secara umum tidak berbeda nyata (P > 0,05; P = 0,0611) akibat peningkatan level

urea sampai 4 % pada konsentrat, namun kenaikan berat badan kambing yang

diberi level urea 3% dalam konsentrat cendrung memberikan respon yang paling

tinggi walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 1). Hal tersebut dimungkinkan karena

peningkatan level urea dalam konsentrat menyebabkan terjadinya peningkatan

8
kadar N dalam ransum, artinya apabila dikombinasikan dengan energi yang

mudah dicerna dalam rumen dapat meningkatkan kandungan protein dalam

ransum. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Asih (2000) bahwa

peningkatan kadar N dalam konsentrat dapat meningkatkan konsumsi pakan dan

akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kambing.

Konsumsi Bahan Kering Kulit Pisang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering kulit pisang

kambing PE betina lepas-sapih selama penelitian berbeda nyata (P < 0,05; P =

0,03) hasil analisis data tercantum pada Tabel 1, walaupun diberikan dalam

jumlah yang sama konsumsi bahan kering kulit pisang yang terendah pada

perlakuan P2 yaitu level urea 2 %, sedangkan perlakuan yang lainnya tidak ada

perbedaan secara nyata. Hal ini mungkin disebabkan oleh salah satu kambing

pada perlakuan 2 % urea dapat sakit (mencret) sehingga konsumsi pakannya

menurun, yang akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi pakan pada

perlakuan tersebut, namun tidak berbeda nyata. Sehingga tetap kambing yang

menerima perlakuan level urea 3 % yang tetap memberikan respon terbaik untuk

konsumsi kulit pisang (Tabel 1).

Konsumsi Bahan Kering Konsentrat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering konsentrat

kambing PE betina lepas-sapih selama penelitian tidak berbeda nyata, (P > 0,05)

pada setiap perlakuan. Hal ini memang diberikan dalam jumlah yang sama dan

rata-rata konsumsi konsentrat dari 300 gr yang diberikan hanya dikonsumsi rata-

rata 90 - 160 gr/ekor/hari, dan konsumsi BK konsentrat yang tertinggi adalah

9
kelompok kambing perlakuan P3 (3% urea), sedangkan yang terendah P2 (2%

urea) (Tabel 1). Hasil konsumsi konsentrat penelitian ini lebih rendah dari hasil

penelitian junardi (2011) yang menggunakan kambing PE jantan lepas-sapih dan

berat badan kambing yang digunakan lebih tinggi. Hal ini munkin disebabkan

pula oleh karena kambing penelitian ini lebih suka menghabiskan kulit pisang

terlabih dahulu, sehingga konsentrat adalah pilihan terakhir untuk dimakan,

sehingga konsumsi konsentrat menjadi rendah.

Total Konsumsi Bahan Kering Dan Konsumsi Bahan Kering Per Berat
badan

Total konsumsi bahan kering dihitung dari penjumlahan konsumsi bahan

kering rumput lapangan, kulit pisang dan konsentrat. Total konsumsi bahan kering

dan persentase konsumsi bahan kering per berat badan kambing penelitian pada

setiap perlakuan menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu

berturut-turut 865,2 gr/ekor/hari; 745,4 gr/ekor/hari; 912,8 gr/ekor/hari dan 849,4

gr/ekor/hari dan 5,3576 %; 4,6000 %; 5,2875 dan 5,0850 % dari berat badan,

masing-masing untuk level urea 0%; 2%; 3% dan 4%. Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian Mulyono (2008) bahwa konsumsi bahan kering kambing

Peranakan Ettawa berkisar antara 1,41% sampai 6,56% dari berat badan. Dan

hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Kuswandi dan

Amlius (2005) dan hasil penelitian Iswoyo dan Widyaningrum (2008) yang

melaporkan bahwa konsumsi total bahan kering masing-masing adalah 2,0% dan

2,5% – 3% dari berat badan hidup pada kambing PE.

Konsumsi Air Minum

10
Konsumsi air minum kambing PE betina lepas-sapih berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu 0,13 –

0,20 liter/ekor/hari. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian

Sarwono (1990) yang melaporkan bahwa konsumsi air minum dari kambing PE

betina lepas-sapih berkisar antara 0,39 – 0,40 liter/ekor/hari. Hal ini mungkin

disebabkan oleh faktor pakan yang diberikan yaitu kulit pisang yang mengandung

air cukup tinggi yaitu 84,66 %. Sehingga hal ini menyebabkan konsumsi air

relative lebih rendah karena kebutuhan air sebagian sudah terpenuhi dari kadar air

kulit pisang sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian ini bisa digunakan oleh

peternak yang berada didaerah kering yang ketersediaan airnya kurang. Hasil ini

menunjukkan bahwa konsumsi air minum berbanding terbalik dengan konsumsi

kulit pisang, artinya apabila konsumsi kulit pisangnya meningkat maka konsumsi

air minumnya menurun dan sebaliknya (Tabel 1).

Kenaikan Berat badan Kambing PE Betina Lepas-sapih

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan level urea pada

konsentrat yang terdiri dari dedak padi dan limbah gorengan dengan perbandingan

1 : 1, mengakibatkan peningkatan berat badan kambing PE betina lepas-sapih

pada akhir masa penelitian tidak berbeda nyata (P > 0,05). Dengan pertambahan

berat badan harian berkisar antara 75,00 – 96,43 gr/ekor/hari tertinggi pada

pemeberian level urea 3%, hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil

penelitian Kuswandi dan Amlius (2005) yang hanya tumbuh sebesar 36,5

gr/hari/ekor yang diberi pakan rumput gajah secara adlibitum dan konsentrat

terbatas (200 gr/ekor/hari). Demikian juga hasil penelitian Iswoyo dan

Widyaningrum (2008) hanya memperoleh pertambahan berat badan 44,56

11
gr/ekor/hari pada kambing PE lepas-sapih yang diberi rumput lapangan 3

kg/ekor/hari dan konsentrat 250 gr/ekor/hari.

Feed Konvertion Ratio (FCR)

Data rata-rata Feed Convertion Ratio (FCR) kambing PE betina lepas-sapih

selama penelitian bisa dilihat pada Lampiran 10 dan data hasil analisa rata-rata

kenaikan berat badan harian bisa dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil

penelitian ini, FCR pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan angka

yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) yaitu untuk menaikkan berat badan 1 kg

membutuhkan 10,770 kg, 9,928 kg, 9,648 kg, 10,040 kg bahan kering pakan

masing-masing untuk level urea 0%, 2%, 3%, 4%. Sehingga dalam penelitian ini

kelompok perlakuan yang FCRnya cendrung paling efisien adalah kelompok

perlakuan P3 (3% urea) yaitu 1 : 9,6475.

12
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Rata-rata Pertambahan berat badan kambing PE betina lepas-sapih perhari

yang tertinggi pada level urea 3% (96,43 gr/ekor/hari) kemudian diikuti

dengan level urea 4% (83,93 gr/ekor/hari); 0% (80,36 gr/ekor/hari) dan 2%

(75,00 gr/ekor/hari).

2. Konsumsi bahan kering kambing PE betina lepas-sapih tidak dipengaruhi

oleh level urea dalam konsentrat yang berbasis limbah gorengan, kecuali

konsumsi bahan kering rumput lapangan meningkat signifikan pada level

urea 3% dalam konsentrat.

3. Level urea yang optimum adalah cendrung 3% dalam konsentrat berbasis

limbah gorengan dapat memberikan pertumbuhan terbaik pada kambing PE

betina lepas-sapih.

4. Pemberian level urea sampai 4% dalam campuran konsentrat masih

memberikan respon aman (tidak keracunan) pada pertumbuhan kambing PE

betina lepas-sapih.

1.2. Saran

1. Untuk memperoleh pertumbuhan optimum dan mempertahankan

produktifitas serta efisiensi pakan pada pemeliharaan kambing PE betina

lepas-sapih disarankan sebaiknya menggunakan level urea 3% dalam

konsentrat yang terbuat dari limbah gorengan dan dedak padi dengan

perbandingan 1:1.

13
2. Untuk meningkatkan konsumsi konsentrat (campuran limbah gorengan

dan dedak padi) pada kambing PE betina lepas-sapih perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut tentang jumlah limbah gorengan yang lebih rendah

dibandingkan dedak padi dalam konsentrat dengan tujuan untuk

menurunkan kadar lemak konsentrat, sehingga konsumsinya dapat

ditingkatkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asih, A.R.S. 2000. Milk Yeld, Milk N Content, Nutrient Intake and Digestibility in
Dairy Goat Fed combination of Nitrogen Sources With Increasing Level
of Dietary Nitrogen. Bovine, Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Asih, A.R.S. 2004. Manajemen Pemeliharaan Ternak : Fakultas Peternakan


Universitas Mataram. Mataram.

Asih, A.R.S., Sadia, I.N., Kertanegara. Spudiati. 2012. Strategi Pencegahan


Pencemaran Lingkungan Dengan Memanfaatkan Limbah Industri
“Gorengan” Sebagai Sumber Pakan Alternatif Untuk Meningkatkan
Produktivitas Kambing Peranakan Ettawa. Laporan Penelitian
Universitas Mataram 2012.

Iswoyo dan Widiyaningrum. (2008). Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan


Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan
Ettawah Lepas-sapih. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. Fakultas
Teknologi Pertanian dan Peternakan Universitas Semarang. Semarang.

Junardi, E. 2011. Pertumbuhan Kambing Peranakan Ettawa Lepas-sapih yang


Diberi Berbagai Level Kulit Pisang Dengan Ransum Basal Rumput
Lapangan. Skripsi Fakultas Pernakan Universitas Mataram. Mataram.

Kuswandi dan Amlius T. 2005. Pertumbuhan Kambing Lepas-sapih Yang Diberi


Konsentrat Terbatas. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Mulyono, H. 2008. Hubungan Antara Konsumsi Pakan dengan Kenaikan Berat


Badan Kambing Peranakan Ettawa Bunting yang diberi hijauan secara
Adlibitum Didesa Sengkongo Labuapi Lombok Barat. Skripsi. Fakultas
Paternakan Universitas Mataram. Mataram.

Murtidjo ,B.A. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah.
Kanisius, Yogyakarta.

Sarwono, B. 1990. Beternak Kambing Unggul. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono, B., dan Matnur, R. 1993. Sifat Produksi dan Produktifitas Kambing
Lokal. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Mataram.
SAS Institite Inc. (1990). SAS/STAT User’s Guide, Version 60,4 th End. SAS
Institute Inc. Cary. NC. USE.

Subandriyo,B. Setiyadi, D. Priyanto, M. Rangkuti,W.K. Sejati, D. Anggraeni,


Hastomo, dan O.S. Butarbutar, 1995. Analisis Potensi Kambing
Pernakan Ettawa dasn Sumberdaya di Daerah Sumber Bibit Pedesaaan.
Puslitbang Peternakan. Bogor.

15

Anda mungkin juga menyukai