Sensei
Sensei
Sensei
Oleh
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
1.1 Anatomi Humerus
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri (Maurice, 1997).
1. Proksimal Humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah
caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri
dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum (Subagyo,
2002).
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri
ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior
dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum
serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan
dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.
2. Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis.
2
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan
superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo
medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke
distal.
3. Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri.
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai
epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris.
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri
dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di
permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga
tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani.
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi
tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior.
Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum
humeri didapatkan fossa radialis.
3
pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm.
supraspinatus dan infraspinatus (Sjamsuhidajat R, 2004).
1. M. Latissimus Dorsi
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale
dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk
plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris.
Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan
crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini
berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri.
2. M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan
permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan
superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas
deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi
humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri.
3. M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya
di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis.
Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm.
infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi
mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik
oleh m. deltoideus menuju acromion.
4. M. Infraspinatus
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini.
Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior
spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri
dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian
superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri.
4
5. M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa
subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.
6. M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini
berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula
melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum
minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi artikulasi humeri.
7. M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.
Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat
insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama
m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.
8. M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum
et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.
Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh
ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian
tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan
ulna. Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et
cubiti, sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.
9. M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.
musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.
5
10. M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et
tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.
11. M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di
facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi
cubiti.
6
Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M.
coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-
otot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio
antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m.
biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.
3. N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan
radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis
dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus
brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a.
brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari
arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di
permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti.
4. N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior
dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit
di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio
brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus.
5. N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar
dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi
a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum
intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi
medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis
humeri.
7
Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini
lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a.
collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a.
collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri.
Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii
dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis
humeri.
Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi
cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya
menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4 Vena brachialis
mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica
berjalan superficial terhadap a. brachialis.
2. Klasifikasi Fraktur
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA)
Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
B1: spiral wedge
B2: bending wedge
B3: fragmented wedge
Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
8
Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3
pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.
Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 = bending wedge
fracture, A3 = fragmented wedge fracture.
9
Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, C3 = fraktur
ireguler.
10
3. Gambaran Klinis
Secara umum gambaran fraktur meliputi tanda pasti dan tidak pasti
fraktur, berupa
1. Tanda tidak pasti fraktur
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika
fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Hilangnya fungsi, diakibatkan oleh rasa nyeri atau tidak
mampu melakukan gerakan.
3. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
4.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
2. Tanda pasti fraktur
1. Gerakan abnormal (“false movement”), gerakan yang pada
keadaan normal tidak terjadi.
2. Deformitas akibat fraktur, umumnya pemendekan tulang,
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur.
3. Tulang ekspose karena robekan kulit dan otot akibat
diskontinuitas kulit.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat
gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
11
Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan
arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi
pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.
12
4.1 Anatomi nervus radialis
Secara anatomi, nervus radialis adalah “great extensor” pada lengan atas,
mempersarafi seluruh pergerakan ekstensi dan memiliki resiko lebih besar
terjadinya cedera sepertiga distal humerus karena tidak adanya proteksi otot. Ini
sesuai dengan gambaran pola fraktur Holstein-Lewis di mana laserasi saraf terjadi
antara fragmen fraktur spiral pada sepertiga distal humerus (Holstein. et al, 1963).
Cedera saraf dapat berupa neuropraksia, axonotmesis dan neurotmesis.
Neuropraksia adalah gangguan konduktivitas saraf tanpa cedera akson.
Axonotmesis, adalah cedera pada akson saraf dan selubung myelin tetapi
endometrium, perineum dan epineurium intak. Neurotmesis adalah total disrupsi
pada seluruh serabut saraf.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik (motorik, sensorik dan
pemeriksaan khusus). Nervus radialis adalah cabang terminal terbesar dari plexus
brachialis, dari serabut saraf cervical (C5-8). Nervus radialis terletak di posterior
arteri axilaris pada axila, yang kontras dengan nervus ulnaris dan medianus yang
terletak lebih anterior. Pada lengan atas proksimal, nervus radialis berlanjut
dengan berjalan di permukaan anterior kepala triseps, otot yang berasal dari aksila
dari skapula lateral.
13
Nervus radialis terletak superficial ke tiga otot pada axila (dari proksimal
ke distal); otot subskapularis yang berinsersio pada kepala humerus; dan teres
mayor berinsersio pada leher humerus. Dari pertengahan lengan ke fossa
antecubital, nervus radialis berjalan di bawah tiga otot yang berurutan: (1).
Brachioradialis, (2). Ekstensor carpi radialis longus, dan (3). Ekstensor carpi
radialis brevis.
14
Gambar 2.5 Penyempitan nervus radialis pada cubiti (Russel, 2006)
15
Tricep merupakan otot pertama yang di inervasi oleh nervus radialis,
serabut saraf darinproksimal menuju axilobrachial junction. Pemeriksaan
otot tricep (C6-8) dengan ekstensi lengan.
2. Otot lateral epicondylus
Seluruh cabang brachioradialis (C5, C6) berasal dari nervus radialis
priksimal ke epicondilus lateral. Pemeriksaan dengan fleksi lengan antara
pronasi dan supinasi melawah tahanan. Untuk ekstensor carpi radialis
longus (C6, C7) dan brevis (C7, C8) dengan ekstensi dan abduksi
pergelangan tangan.
3. Posterior interosseus superfisialis
Kelompok ini terdiri dari ekstensor karpi ulnaris, ekstensor digitorum
komunis, dan ekstensor digiti minimi, yang sering dipersarafi oleh cabang
umum. Uji ekstensor carpi ulnaris (C7, C8) dengan menstabilkan lengan
bawah bagian distal dan membuat ekstensi dan adduksi (menekuk ke arah
ulnar) tangan.
4. Posterior interosseus profunda
Merupakan innervasi paling distal meliputi muskulus abduktor policis
longus (C7, C8) dengan ekstensi ibu jari tangan menjauhi jari telunjuk
sejajar telapak tangan. Ekstensor policis longus (C7, C8) dan ekstensor
policis brevis (C7, C8).
16
Gambar 2.7 Innervasi sensoris nervus radialis (Russell, 2006)
17
Gambar 2.8 Evaluasi otot tricep dengan ekstensi, serta
kemampuan melawan tahanan.
18
Gambar 2.10 Otot ECRL dan ECRB diperiksa bersamaan, extensi dan
abduksi tangan melawan tahanan.
19
Gambar 2.13. Extensor digitorum communis, dengan extensi
kelima jari tangan melawan tahanan pada Proximal interphalangeal
(PIP) joint
2. Kelompok profunda diantaranya Extensor digiti minimi (C7, C8),
Abductor policis longus (C7, C8), Extensor policis longus (C7,
C8), dan Extensor policis brevis (C7, C8)
20
Gambar 2.16. Ekstensor policis longus dan brevis, dengan ekstensi
ibu jari tangan.
5. Penatalaksanaan
5.1 Penatalaksanaan Fraktur Humerus
5.1.1 Konservatif
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif
(Harorld E, 2006).
1. Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada
fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif
karena berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat
penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat
sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti
dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah
dilaporkan mengalami union.
2. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada
hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff.
Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan
pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa
yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage.
21
Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca
trauma.
3. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik
ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang
tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum
bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
4. Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi
dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi
cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas.
5. Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan.
Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien
diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang.
Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang
tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang
lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah
midline).
5.1.2 Pembedahan
Beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:
Cedera multiple berat
Fraktur terbuka
Fraktur segmental
Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fraktur patologis
Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
22
Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
Non-union
23
Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi, defek
atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka dengan
cedera jaringan lunak yang luas.
24
tanpa fungsional reinervasi setelah perbaikan primer, dapat dilakukan tendon
transfer (Kruft et al, 1997).
Tendon transfer merupakan prosedur relokasi insersi fungsional tendon
otot unit untuk menggantikan hilangnya kemampuan motorik dan fungsional sisi
lainnya. Indikasi yang tersering adalah pada cedera saraf perifer yang tidak
mengalami perbaikan, diantaranya avulsi saraf, gagal repair dan kegagalan
transfer saraf (Sammer, et all, 2009).
25
6. Komplikasi
6.1 Komplikasi Awal
Komplikasi awal merupakan komplikasi yang terjadi setelah cedera,
diantaranya (Kenneth. et al, 2002)
1. Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
(grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.
2. Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,
terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus.
Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak
diperlukan operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus
dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.
3. Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik
harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
26
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas.
27
BAB III
LAPORAN KASUS
Laki-laki 29 tahun mengeluh ibu jari dan pergelangan tangan kirinya tidak
dapat di gerakan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai
dengan rasa baal pada lengan atas kiri sisi lateral. Riwayat pasien mengalami
cedera setelah jatuh dan patah pada tulang lengan atas kiri 2 tahun yang lalu.
Pasien telah menjalani operasi oleh ahli bedah tulang pada Nopember 2015 untuk
patah tulang serta pemasangan implant di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Mangusada, Badung. Setelah dilakukan operasi keluhan kelemahan ibu jari dan
pergelangan tangan kiri dan baal menetap.
Gambaran umum pasien dalam batas normal, evaluasi ekstremitas atas kiri
di dapatkan, klinis seperti di tampilkan jelas di pada Gambar1.
Inspeksi : scar bekas operasi pada lengan atas kiri, tanpa deformitas dan
atrofi lengan maupun jari tangan.
Palpasi : Tidak di dapatkan nyeri pada scar bekas operasi, paraesthesia
pada lengan atas sisi lateral, pulsasi arteri radialis dan ulnaris kuat,
capillary refil time kurang dari 2 detik.
Pergerakan : tidak mampu elevasi ibu jari tangan, ekstensi pada
pergelangan tangan kiri dan abduksi kelima jari pada tangan kiri.
28
Gambar 3.1 Foto klinis pasien
Dilakukan foto x-ray humerus kiri dengan posisi anteroposterior (AP) dan
lateral pasca Open Reduction with Internal Fixation (ORIF) and Plate Screw (PS)
pada Pebruari 2016 (Gambar 3.2). Didapatkan gambaran union fraktur humerus
sinistra sepertiga distal dengan posisi stabilisasi plate screw baik
29
Gambar 3.2. Humerus sinistra x-ray dengan posisi anteroposterior (AP) and lateral
(Pebruari 2016)
Pasien di diagnosa dengan lesi letak tinggi nervus radialis pasca ORIF-PS
karena patah tulang tertutup humerus sepertiga distal. Tatalaksana dengan
coaptation splint position, fisioterapi dan direncanakan pemeriksaan
Elektromyography (EMG) and Nerve Conduction Velocity (NCV).
30
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.
Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs;
In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford
University; p 169-170
Ekholm R., et al. 2008. The Holstein-Lewis Humeral Shaft Fracture: Aspects of
Radial Nerve Injury, Primary Treatment, and Outcome. J Orthop Trauma vol
22:693-697.
Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p.110-111.
Holstein A, Lewis G.M,. 1963. Fractures of the humerus with radial nerve
paralysis. J Bone Joint Surg vol 45:1382–8
Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company :
New York
Korompilias, A.V. et all. 2013. Approach to radial nerve palsy caused by humerus
shaft fracture: Is primary exploration necessary?. Injury, Int. J. Care Injured vol
44:323-326
Kruft S, et al. 1997. Treatment of irreversible lesion of the radial nerve by tendon
transfer: indication and long-term results of the Merle d’Aubigne procedure.
Plastic Reconstr Surg vol 100:610–8.
Lowe J, et al. 2002. Current approach to radial nerve paralysis. Plastic Reconstr
Surg vol 110:1099–112.
31
Maurice, K. 1997. Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery
Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal
380-395.
Russell, S.M. 2006. The diagnostic anatomy of the radial nerve; in Examination
of Peripheral Nerve Injuries an anatomical approach. Thieme. New York
Sammer, D.M. et al. 2009. Tendon Transfers part 1; principles of Transfer and
Transfers for Radial Nerve Palsy. Plast Reconstr Surg. 125(5):169c-177c
Shao Y.C, et all. 2005. Radial nerve palsy associated with fractures of the shaft of
the humerus. A systematic review. J Bone Joint Surg Brit Vol 87:1647–52.
Thomsen, N.O., Dahlin, L.B,. 2007. Injury to the radial nerve caused by fracture
of the humeral shaft: timing and neurobiological aspects related to treatment and
diagnosis. Scand J Plast Surg Hand Surg vol41:153–7.
Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC :
Jakarta.
YuLin, et all. 2013. Review of Literature of Radial Nerve Injuries Associated with
Humeral Fractures- An Integrated Management Strategy. PLoS ONE 8(11);
e78576.
32