Pengantar
Ada tiga materi penting sekaligus penutup dalam inisiasi ke-8 ini, yakni Dampak media, teori-
teori tentang Dampak Media dan Globalisasi Media. Ketiganya menjadi penutup dari semua
Inisiasi untuk Mata Kuliah Komunikasi Massa. Ada bagian penting yang perlu dipaparkan
tentang dampak media. Ini berarti membicarakan media memiliki kekuatan yang sangat besar
bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Teori-teori tentang dampak media pun juga cukup
banyak di bawah Teori Komunikasi Massa, seperti Bullet Theory, Agenda Setting, Cultivation
Theory dan Spiral of Silence. Pun begitu media dan globalisasi menjadi topik pungkasan. Media-
media global memberi pengaruh besar bagi homogenisasi budaya global. Munculnya media
global turut pula menghasilkan budaya global
Materi Inisiasi 8
Dampak Media
Untuk mempelajari dampak media ada sejumlah cara untuk mempelajarinya: a) Dilihat dari
Audience, yakni cara-cara bagaimana audience mengkonsumsi media;b) Dilihat dari media
membingkai dan menyeleksi teks sebagai isi media; dan c) Dilihat dari metode penelitian yang
digunakan.
Bagaimana media itu berdampak kepada masyarakat. Apa ketika seseorang membaca surat
kabar atau menonton televisi, tiba-tiba orang itu terdampak media. Kalau iya betapa rentannya
orang itu? Kalau tidak berdampak, seperti apa orang itu sehingga dengan informasi media,
orang itu tidak terdampak. Ternyata selidik punya selidik, ada beberapa kondisi seseorang itu
bisa terdampak media:
1. Media dapat berdampak secara langsung kepada seseorang. Dampak ini tidak perlu
ditunggu lama-lama. Seorang anak menonton televisi jagoan berkelahi, tak lama ia ikut-
ikutan memperagakan gaya jagoannya.
2. Media dapat berdampak jika ada kondisi-kondisi tertentu. Karena musimnya bulan
Ramadhan, media menawarkan Sarung, seseorang kemudian terdampak tayangan
tersebut dengan membelinya
3. Media memiliki dampak karena adanya pengaruh akumulasi pesan yang terus menerus
dan jangka panjang. Karena dibujuk terus menerus maka orang itu kemudian terdampak
pesan tersebut
Pada individu, apa yang terdampak baginya. Ada yang membedakan dampak media
terhadap seseorang itu dapat terjadi pada pertama domain kognitif-sebatas pengetahuan,
sebatas tahu, sadar adanya. Kedua pada afektif-kecenderungan untuk melakukan. Dampak
afektif ini merupkan sikap dan posisi kecenderungan tertentu. Sedangkan ketiga domain
bevavior-perilaku individu menirukan atau mengikuti seperti apa yang diinginkan media.
Keempat dampak secara psikologis-rasa takut, rasa gembira, rasa benci, rasa malas dll yang
merupakan cerminan dampak secara psikologis terhadap media.
Media Exposure atau yang sering disebut sebagai terpaan media. Dimensi terpaan media
yang dipandang sebagai penentu besar kecilnya pengaruh media adalah frekuensi dan
durasi. Berapa sering dan berapa lama seseorang berinteraksi dengan media dipandang
sebagai penentu besar kecilnya pengaruh media. Adapun atensi sebenarnya merupakan
kondisi psikologis yang menunjukkan adanya kesungguhan dan kepenuhperhatian
seseorang terhadap tayangan atau isi media yang disaksikannya. Semakin sungguh-sungguh
dan serius semakin besar dampak media kepadanya.
Pilihan terhadap isi media juga menentukan besar kecil pengaruh media. Isi-isi media yang
disukai dengan isi isi media yang tidak disukai membawa dampak yang berbeda kepada
khalayak. Apa yang disukai dan tidak disukai memiliki derajat pengaruh yang berbeda.
Pengaruh media juga dapat didekati melalui pemahaan mengenai cara-cara media
mengemas isi media. Tayangan media, ternyata bukan sebuah forum yang netral, melainkan
disisipi atau tersisipi oleh kepentingan tertentu. Dalam pandangan yang lebih moderat,
dikatakan bahwa realitas yang disajikan oleh media sesungguhnya telah mengalami
sejumlah proses pemilihan dan seleksi.
Meskipun dalam praktek-praktek media mempertimbangkan apa yang disebut dengan nilai
berita misalnya, pada kenyataannya, apa yang dinamakan dengan nilai berita itu, telah
terdistorsi oleh cara wartawan dalam memberikan evaluasi secara subjektif terhadap apa
yang dianggap penting dan tidak penting, apa yang perlu ditonjolkan dan apa yang tidak,
mana yang diberi porsi yang besar dan mana yang tidak.
Dengan perkataan lain, media memang menghendaki dampak tertentu kepada khalayak
dengan cara-cara tertentu. Cara-cara ini dipandang akan berhasil di dalam mengarahkan
dan menentukan cara pandang masyarakat, bila media dikemas dan didesain melalui
pembingkaian.
Setelah kita mengetahui sejumlah kondisi yang menentukan besar kecilnya pengaruh media
kepada khalayak, pertanyaannya kemudian, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa media itu
memang memiliki pengaruh. Cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan adalah melakukan
penelitian terhadap pengaruh media. Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh, besar kecilnya pengaruh media, yakni dengan metode
survei, metode eksperimen, dan metode analisis isi.
Coba cari tahu, bagaimana operasionalisasi metode survei, metode eksperimen dan analisis isi.
Mudah-mudahan pula materi ini telah disampaikan dalam Mata Kuliah Metode Penelitian
Kuantitatif dalam Bidang Komunikasi.
Teori-teori Dampak Media
Sebelum sampai kepada Teori-teori dampak media, perlu diketahui riset-riset terhadap dampak
media dari waktu ke waktu mengalami fase-fase yang menunjukkan titik berat perhatian dan
pandangan terhadap kekuatan media. Apakah memang media itu memiliki pengaruh yang
besar kepada khalayak atau sesungguhnya hanya terbatas saja.
Dennis McQuail telah memaparkan adanya fase-fase penelitian/riset yang pernah dilakukan
terhadap kekuatan media ini kepada khalayak. Menurutnya ada empat fase penelitian yang
pernah dilakukan terhadap kekuatan media ini:
Fase 1: Penelitian-penelitian memberi perhatian pada efek media. Bahwa media memiliki
pengaruh dan kekuatan yang sangat besar. Bukti ini ditunjukkan adanya drama radio yang
menceritakan datangnya serangan mahluk angkasa luar menyerang penduduk bumi, membuat
masyarakat panik dan berbondong-bondong mengungsi. Fenomena ini membuat penelit
memberi perhatian pada kekuatan media
Fase 2: Penelitian-penelitian yang ada pada fase kedua adalah melakukan pengujian dan sikap
yang lebih berhati-hati terhadap efek media. Mereka terbersit keraguan apakah benar media
itu memiliki kekuatan yang sangat besar itu. Pengujian-pengujian terhadap hal ini dilakukan
Fase3: Penelitian-penelitian yang ada kembali menyakini bahwa memang media memiliki
kekuatan yang sangat besar terhadap khalayak. Apa yang dianggap penting oleh media maka
akan dianggap penting oleh khalayak. Pada fase ketiga ini, para peneliti sudah tidak memiliki
keraguan lagi. Mereka kemudian memberi perhatian pada efek jangka panjang media bagi
masyarakat.
Fase 4: pada fase ini dipengaruhi oleh pemikiran Konstruktivis, yang mengatakan bahwa cara-
cara khalayak memaknai media tidak harus mengikuti cara-cara media melakukan konstruksi isi
media. Khalayak mempunyai cara tersendiri di dalam memaknai isi media, bahkan bisa sangat
berbeda seperti apa yang disajikan oleh media. Makna bersifat polisemik. Setiap orang dapat
memiliki makna terhadap satu dengan yang lain.
Kiranya menjadi lebih jelas, ketika kita membicarakan teori-teori yang berkembang dan
dikembangkan berdasarkan temuan-temuan penelitian tersebut. Pandangan yang menyatakan
bahwa media sangat besar pengaruh dan secara langsung kepada khalayak adalah Teori Jarum
Hipodermik (Hypodhermic Theory). Ada pula yang menyebutnya sebagai Teori Peluru (Bullet
Theory).
Adapun teori-teori yang menyatakan bahwa pengaruh media itu tidak langsung, tetapi
diantarai. Teori ini misalnya adalah Two Step Flow. Teori ini menyatakan bahwa pengaruh
media tidak merata, dan diperluas dan dikuatkan oleh posisi seorang opinion leader dalam
suatu kelompok.
Teori-Teori lain seperti Agenda Setting-menyatakan bahwa apa yang dianggap penting oleh
media juga dianggap penting oleh khalayak. Media dipandang cukup berhasil mengarahkan
kepada khalayak di dalam menentukan agenda pembicaraan di masyarakat. Masyarakat hanya
mengikuti topik yang diangkat oleh media.
Cultivation Theory menyatakan bahwa televisi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
efek jangka panjang bagi masyarakat. Dalam teori ini dibedakan besarnya pengaruh mereka
yang mengkonsumsi media televisi dalam jangka lama dan jangka pendek. Mereka yang heavy
viewer dan mereka yang light viewer.
Reception Theory menyatakan bahwa khalayak memiliki cara-cara tersendiri di dalam
memaknai isi media. Makna bagi khalayak bersifat polisemik, bahkan khalayak dapat memiliki
pemahaman yang berbeda sama sekali dari apa yang diinginkan khalayak. Khalayak dapat
memaknai pesan media dapat berada di tiga ranah sekaligus, yakni di Dominat Meaning,
Negotiated Meaning atau Opositional Meaning.
Teori-teori tersebut tidak terbatas pada apa yang telah disebutkan itu. Teori-teori yang
berkaitan dengan perubahan kognitif, perubahan sikap dan perubahan perilaku penting juga
untuk mendapat perhatian. Individu merupakan mahluk sosiologis dan psikologis sekaligus.
Dalam menerima pesan, apakah berpengaruh atau tidak dapat dijelaskan dari skema psikologis
yakni cara-cara mereka memproduksi dan menerima pesan. Dengan perkataan lain, pemikiran
tentang dampak media dapat dilihat dari aspek media, tetapi juga dapat ditinjau dari segi
individu. Apakah individu merupakan orang yang pasif atau aktif yang dapat menentukan
pilihannya atau hanya menerima begitu saja.
Pertanyaannya, apakah hal ini menjadi lebih baik? Atau globalisasi menjadi ancaman dan buruk
bagi suatu negara atau bangsa? Terhadap hal ini ada dua pandangan besar. Pandangan yang
optimis mengatakan bahwa globalisasi berguna karena memunculkan hal-hal baru, potensi-
potensi baru, kesempatan-kesempatan baru, interaksi baru, dan pemahaman yang lebih
bersifat mutalisme dalam upaya membangun tatanan dunia yang berkeadilan.
Dua pandangan tersebut pada akhirnya memunculkan sikap-sikap yang berbeda. Mereka yang
menyerukan globalisasi versus yang lokalitas. Bahkan ada yang mengambil posisi think globally
act locally. Konsep Glocalization pun menjadi topik perdebatan di dalam tarik ulur antara
pemikiran optimisme dan pemikiran pesimisme.
Globalisasi hanya mungkin terjadi karena teratasinya masalah jarak geografis yang memisahkan
dan menjadi penghambat terjadinya interaksi yang lebih intensif dan frekuentif. Dengan
kemajuan teknologi transportasi, teknologi telekomunikasi, teknologi komputer, teknologi
penyiaran maka dunia ini menjadi terlihat dan dirasakan seolah-olah sangat dekat.
Piranti tersebut memudahkan orang melakukan mobilitas dan berkomunikasi lintas negara.
Karena aktivitas itu, masyarakat dunia mengetahui kota-kota besar di dunia (global Cities), dan
menganggap muncul dusun-dusun (global villages).
Media mengambil peran besar bagi interaksi, komunikasi, pertukaran makna, perdagangan,
diplomatik, tourism, pendidikan, makanan, hiburan, musik, film, ideologi dan sekaligus
mendefinisikan nilai-nilai tertentu dari belahan dunia manapun.
Apa yang terjadi di belahan dunia mana pun dengan mudah dikomunikasikan ke masyarakat
global. Apalagi dengan keberadaan internet seperti Google dan Yahoo. Milyaran orang di dunia
terkoneksi melalui internet. Media Global mengambil peran penting bagi fenomena globalisasi
ini. Media-media global itu seperti CNN, BBC, Reuters, Sony Pictures, News Corps, Al Jazeera,
NHK Tokyo, NBC dan lainnya.
Seperti dua pandang tadi, fenomena ini mencemaskan tetapi di sisi lain memberi kesempatan
bagi dunia seluruhnya untuk berkembang dan tumbuh dengan masyarakat dunia yang lain.
Satu sisi memberi harapan, sedangkan di sisi lain memunculkan kekuatiran terjadinya
kesenjangan dan dominasi yang semakin besar.
Dengan kemampuan dan penguasaan media, negara-negara kaya dan maju akan lebih mampu
menawarkan nilai-nilai tertentu, membujuk melalui penggunaan isi media, menawarkan gaya
hidup tertentu, makanan, hiburan, traveling, seperti yang mereka kehendaki. Keberhasilan cara
ini tidak lain sebagai imperialisme budaya. Westernisasi dan Americanisasi telah hadir di mana-
mana menggempur kultur lokal, meruntuhkan sendi-sendi masyarakat lokal, dan yang otentik.
Imperialisme buday dan media dalam banyak pandangan tidak dapat dilepaskan dari
kepentingan kapitalisme dan pasar. Budaya-budaya yang ditawarkan berkaitan dengan fashion,
kuliner, hiburan, traveling, shopping, performance, prestise, dan musik. Melalui kekuatan
media dan diterimanya nilai-nilai tersebut, mendorong mereka untuk menjadi konsumerisme
dan hedonisme-fetihisme.
Gaya hidup-yang ditentukan oleh cara menghabiskan waktu dan cara menghabiskan uang dapat
dilihat dari cara mereka mengikuti saran-saran media global melalui iklan-iklan mereka.
Uangnya habis digunakan untuk membeli produk-produk bermerk, habis digunakan makan dan
minum di Starbuck, McDonald, J-Co, Kentucy Fried Chicken, digunakan untuk menonton film
Hollywood dan Box Office, berpergian ke kota-kota Global-Tokyo, Paris, London, Berlin,
California, Washington dan seterusnya.
Proses ini sebagai bentuk lanjut atas kontrol negara-negara maju terhadap negara-negara lain
di dunia. Ada pandangan pula ini merupakan bentuk Post Kolonial yakni keinginan tetap
mengontrol melalui jalur media dan budaya. Dengan mengontrolnya, maka potensi dan sumber
ekonomi, politik dan teknologi tetap dapat dikendalikan dan menjadi tergantung pada negara
penjajahnya.
1. Adanya kesenjangan teknologi informasi dan komunikasi yang dikuasai oleh negara-
negara maju yang pada umumnya negara Eropa dan Amerika pada satu sisi, sedangkan
di sisi lain pada negara-negara Asia, Amerika Latin dan Afrika
2. Adanya kesenjangan arus informasi dari negara maju ke negara berkembang, dalam hal
produksi dan penerimaan pesan. Negara-negara berkembang lebih pada posisi
menerima dan menanti sumber-sumber informasi dari negara maju terkait dengan
akses teknologi, akses kejadian, akses terhadap narasumber, dan akses politik. Hal ini
menimbulkan posisi ketergantungan negara-negara berkembang kepada negara maju
3. Adanya asimetri informasi dalam arus informasi global. Negara-negara maju selalu lebih
awal di dalam mendefinisikan dan mengkonstruksi suatu realitas, sedangkan negara-
negara berkembang hanya mengekor
Secara regional tentu situasinya tergantung pada masing-masing negara. Hubungan Cina
dengan Amerika, Amerika dengan Korea Selatan, tentu berbeda dengan arus informasi antara
Indonesia dengan Amerika, Indonesia dengan Jepang atau Indonesia dengan Belanda. Tetapi
semua tantangan di atas sangat menentukan tatanan arus informasi global. Hubungan
semacam itu sangat besar ditentukan oleh kepentingan ekonomi.
Semua media yang disebutkan ini berkaitan dengan industri film, pemberitaan dan televisi. Hal
yang sama juga terjadi pada industri musik. Dominasi AS juga mengalami pergeseran. AS dan
Eropa juga menguasai portal-portal internet besar dunia dan termasuk media sosial, seperti
Google, Yahoo, Facebook, Instagram dan lain.
Perusahaan komputer sebenarnya juga termasuk di dalamnya seperti Apple, HP, Lenovo,
Samsung, Azer dan lainnya. Globalisasi industri media ini ke semua lini industri seperti industri
penyiaran, industri musik, industri film, industri rekaman, industri penerbitan, industri internet,
industri telekomunikasi dan teknologi komputer.