Anda di halaman 1dari 4

Kota Ramah Lansia, Bukan Sekedar Utopia

Citra Anggita

Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan bahwa proporsi penduduk lansia (di atas 60 tahun)
di Indonesia mengalami peningkatan dari 9.7% di tahun 2011 menjadi 11.34% di tahun
2020 dan diprediksi akan mengalami peningkatan menjadi 25% di tahun 2050, ketika
generasi produktif Indonesia memasuki usia lanjut. Meningkatnya jumlah lansia
mengarahkan Indonesia ke era penduduk berstruktur tua atau yang dikenal dengan istilah
ageing population.

Struktur penduduk yang menua sebagaimana tersebut di atas merupakan salah satu
indikator keberhasilan pencapaian pembangunan dan sekaligus tantangan yang dihadapi
dalam pembangunan. Sejak dikumandangkan deklarasi kelanjutusiaan dalam pertemuan
akbar kelanjutusiaan di Madrid tahun 2012 (dikenal sebagai MIPAA 2002) yang dihadiri
157 negara termasuk Indonesia terjadi perubahan paradigma kelanjutusiaan dari
pembangunan panti di tahun 1982 menjadi kelanjutusiaan aktif.

Kota Ramah Lansia secara global merupakan suatu gerakan berbagai kota di setiap negara
di dunia yang mendukung lingkungan ramah usia atau lansia. Fokus program ini pada
infrastruktur yang ramah lansia, baik di dalam rumah lansia maupun lingkungan sekitar
kehidupan lansia sehari-hari. Adapun kota yang ramah lansia terdiri dari: (1) kawasan
hunian dan rumah ramah lansia, (2) fasilitas publik dekat dengan hunian lansia agar
mendorong kelanjutusiaan aktif, (3) transportasi dan infrastruktur yang ramah lansia, (4)
fasilitas public taman dan hiburan yang ramah usia, termasuk lansia, dan (5) diskon khusus
untuk transportasi, makanan, sandang dan papan yang ramah lansia (Nugroho, 2013:26
dalam Hermawati, I., & Sos, M., 2015).

Pada tahun 2002, WHO mengeluarkan pedoman kota ramah lanjut usia (Age Friendly
Cities Guideline) guna merespon dua fenomena demografi, yaitu fenomena penuaan
penduduk (ageing) yang mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat dan
fenomena urbanisasi yang tinggi, yang mengglobal.

Menurut Standar WHO (Surveymeter,1995 dalam Musa, 2013) untuk mewujudkan Kota
Ramah Lansia terdapat 8 (delapan) Indikator, yaitu:
1. Ruang terbuka dan bangunan, diantaranya lingkungan yang bersih
menyenangkan dan tidak bising, taman kota yang menyenangkan, dan jalan yang
cukup lebar, aman dan pedestrian dan trotoar yang cukup lebar untuk pejalan kaki,
bangunan yang memiliki aksesibilitas cukup dan toilet umum yang bersih;
2. Transportasi, diantaranya jadwal angkutan yang tepat, ada prioritas tempat duduk
untuk lansia, kendaraan yang tangganya rendah, lantainya rendah dan tempat duduk
yang nyaman, supir yang sopan dan mau berhenti sabar menunggu penumpang,
informasi yang jelas, tempat parkir yang mudah terjangkau dekat dengan gedung
dan lain-lain;
3. Perumahan, perumahan yang menyenangkan, kemudahan untuk kebutuhan primer,
desain perumahan yang menyenangkan, dapat didesain sesuai kebutuhan lansia
(memiliki aksesibilitas yang dibutuhkan lansia; misalnya ada pegangan tangan di
kamar mandi, trap teras yang tidak tinggi, sarana lain yang mudah dijangkau) dan
desain yang menarik untuk lansia;
4. Partisipasi sosial, diantaranya adalah menyediakan tempat untuk berkumpulnya
para lansia melaksanakan aktivitas seperti senam lansia, konsultasi kesehatan
maupun psikologi, berkomunikasi dengan sesame lansia sebagai tempat berbagi
pengetahuan dan pengumuman tentang kegiatan lansia lainnya ;
5. Penghormatan dan penghargaan dari lingkungan sosialnya, penghormatan
terhadap lansia diharapkan dari masyarakat juga para generasi mudanya. Para lansia
ini dimudahkan dalam berbagai kegiatan dan mendapat dukungan dari yang lebih
muda, sebagai contoh apabila mereka mengantri mereka lebih didahulukan, mereka
juga diperlakukan dengan sopan walaupun mereka tidak dikenal sebelumnya;
6. Partisipasi dan pekerjaan, pada dasarnya para lansia tidak seluruhnya rapuh,
kebanyakan malah masih cukup kuat dan potensial,sehingga mereka membutuhkan
kegiatan dan tentunya kegiatan ini yang perlu disesuaikan dengan kondisi mereka
sehingga legislasi dari pemerintah sangat mendukung agar para lansia tetap dapat
berpartisipasi dalam pembangunan;
7. Komunikasi dan informasi, para lansia diharapkan dapat bertemu dalam
pertemuan publik dipusat komunitas sehingga mereka dapat menerima dan
mengakses informasi yang diperlukan untuk mereka. Komunikasi ini diharapkan
dapat disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan bila perlu dicetak dalam
bentuk leaflet ataupun brosur dengan huruf yang cukup jelas dibaca oleh para lansia
dan komunitas;
8. Layanan kesehatan, layanan kesehatan ini diharapkan yang mudah dijangkau oleh
para lansia, ada transportasi publik yang mendukung mereka untuk menuju ke
tempat fasilitas kesehatan tersebut. Sistem pelayanan yang terpadu akan sangat
memudahkan para lansia tersebut untuk berobat, misalnya untuk melakukan
pemeriksaan tidak perlu dirujuk ke tempat lain. Selain itu system pelayanannya pun
sangat menghargai terhadap lansia seperti mereka tidak perlu mengantri (memiliki
loket khusus untuk lansia).
8 Dimensi Kota Ramah Lansia WHO

Di dalam negeri sendiri, pemerintah mengatur tentang kelanjutusiaan ini di dalam UU RI


No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Kemudian diturunkan menjadi
beberapa peraturan yaitu: Peraturan Pemerintah RI No.43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan
Upaya peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia; Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.60 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Daerah Lanjut Usia dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanganan Lanjut Usia di Daerah.

Walaupun peraturan pendukung sudah ada, namun Indonesia masih jauh dari lingkungan
Kota yang ramah bagi lanjut usia, oleh karena itu dilakukanlah Studi Kota Ramah Lanjut
Usia di 14 kota di Indonesia pada tahun 2013. Studi ini merupakan buah kerja sama antara
SurveyMETER dan Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia yang didanai oleh
Knowledge Sector, Australian Aid yang dikelola oleh The Asia Foundation. Hasil studi
memberikan gambaran keadaan kota-kota di Indonesia pada tahun tersebut.

Saat ini, Kota-Kota di Indonesia berusaha melakukan pemantapan dan penerapan peraturan
perundang-undangan yang ada guna bisa mencapai standar kriteria kota ramah lanjut usia
seperti Kota Bandung, Malang, Makassar dan lainnya. Namun, mewujudkan impian Kota
Ramah Lanjut Usia ini memang bukan hanya tugas dari pemerintah saja, tapi merupakan
tugas dari kita semua. Selain itu pentingnya kerja sama dari berbagai pemangku
kepentingan, baik pemerintah, sektor swasta, peneliti, universitas, LSM, maupun
masyarakat secara keseluruhan.
Semoga harapan sebuah Kota yang nyaman ditinggali oleh lanjut usia bukan sekedar utopia
namun dapat diwujudkan sehingga kita siap menghadapi gelombang lansia pada 10-20
tahun mendatang, serta dapat memberi kesejahteraan dan kebahagian bagi para lanjut usia.

Referensi:
1. Hermawati, I., & Sos, M. (2015). Kajian tentang kota ramah lanjut usia. Yogyakarta:
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).
2. Lestari, M. D. (2016). Menuju Denpasar Ramah Lansia. Scientific News Magazine, 1(2), 1-
4.
3. Musa, S. (2013). Kajian Kota Ramah Lansia Di Kota Bekasi. Jurnal Pendidikan, 7(1), 61-
70.
4. Suriastini, Ni W., Bondan S. Sikoki, Tri Budi W. Rahardjo, Endra D. Mulyanto, Jejen
Fauzan, Tri Rahayu, Arief Gunawan et al. "Satu Langkah Menuju Impian Lanjut Usia Kota
Ramah Lanjut Usia 2030: Kota Malang." (2013).
5. Yan, B., Gao, X., & Shen, Z. (2018). Prospective living arrangement of China's urban
elderly and development of an Agent-based Simulation (ABS) model for elderly care
needs. International Review for Spatial Planning and Sustainable Development, 6(1), 63-
82.
6. https://www.indonesiaramahlansia.org/2018/07/kota-ramah-lansia.html
7. https://setkab.go.id/wacana-mewujudkan-kota-layak-huni-bagi-manusia-lanjut-usia/

Anda mungkin juga menyukai