Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – I

PEMERIKSAAN BILIRUBIN TOTAL

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaaan bilirubin total

II. Tujuan
1. Memiliki keterampilan dalam melakukan pemeriksaan bilirubin metode diazotized
sulfanilic pada sampel serum.
2. Menentukan kadar bilirubin pada serum sampel patologis dan non patologis.
3. Mengetahui kadar bilirubin total pada sampel serum yang diperiksa.

III. Metode
Diazotized sulfanilic

IV. Prinsip
Bilirubin langsung dalam sampel bereaksi dengan asam sulfanilat diazot
membentuk kompleks berwarna yang dapat diukur dengan spektrofotometri baik
pasangan bilirubin langsung dan tidak langsung dengan diazo di hadapan setrimida.
istilah langsung dan total mengacu pada karakteristik reaksi bilirubin serum tanpa
adanya atau adanya reagen pelarut (mempercepat). bilirubin langsung dan tidak
langsung hanya kira-kira setara dengan traksi terkonjugasi dan tidak terkonjugasi.

V. Dasar teori
Salah satu fungsi hati utama adalah melakukan ekskresi bilirubin, fungsi hati
ini dapat terganggu apabila ada kerusakan fungsi hati. Gangguan ekskresi bilirubin ini
menyebabkan peningkatan atau penurunan kadar bilirubin serum. Pada pasien
hepatitis nilai serum Bilirubin Total naik ke puncak 2,5 mg/dL dan berlangsung ketat
dengan tanda-tanda klinik penyakit kuning. Tingkatan Bilirubin juga terdapat pada
urine. Kadar bilirubin dalam serum menggambarkan tingkat kesanggupan hati dalam
mengkonjugasikan bilirubin dan diekskresikan oleh empedu.
Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram.
Terletak di abdomen kuadrat kanan atasmenyatu dengan saluran bilier dan kandung
empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan
menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang
diabsorbsi usus.Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan
struktur serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh
endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari sistem
retikuloendotelial.
Hati memiliki peran sangat penting dalam metabolisme glukosa dan lipid,
membantu proses pencernaan,absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,
serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik.Interpretasi hasil pemeriksaan uji fungsi
hati tidak dapat menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan gabungan
beberapa hasil pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga faktor
ekstrahepatik.
Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan
beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil
pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostic selanjutnya serta menilai
prognosis penyakit dan disfungsi hati.
Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu penilaian fungsi hati,
mengukur aktivitas enzim, dan mencari etiologi penyakit.Pada penilaian fungsi hati
diperiksa fungsi sintesis hati, eksresi, dan detoksifikasi. Bilirubin berasal dari
pemecahan heme akibat penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotel.
Akumulasi bilirubin berlebihan di kulit, sklera, dan membran mukosa menyebabkan
warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL biasanya baru
dapat menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan metabolisme
bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan ketiganya.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Seperangkat alat sampling
2. Fotometer
3. Mikropipet
4. Tip putih dan biru

Bahan:
1. Sampel serum atau plasma
2. Tissue
3. Reagen AT
4. Akuadest
VII. Cara kerja
1. Pipet kedalam tabung dan beri label.

Skema pipetasi Reagen Sampel Sampel Standard


blank Blank
Air sulingan
100 µl - - -

Sampel
- 100 µl 100 µl -
Standard (S)
- - - 100 µl
Reagent (AT)
- 1,0 ml - -
Working reagent
1,0 ml - 1,0 ml 1,0 ml

2. Dihomogenkan lalu didiamkan tabung selama 2 menit pada suhu ruang / suhu
kamar.
3. Baca absorbasi (A) dari sampel kosong pada 540 nm terhadap air suling.
4. Baca absorbansi (A) dari sampel dan standar pada 540 nm terhadap reagen
kosong.

VIII. Interpretasi hasil


Nilai normal bilirubin total : 0,2 – 1 mg/dL

IX. Hasil pengamatan


Nama : fazri
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hasil : 12 mg/dL

X. Pembahasan
Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam lemak
maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari berbagai heme
protein seluruh tubuh. Sebagian besar (kira - kira 80%) terbentuk dari proses
katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran eritrosit oleh RES di limpa, dan
sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 % dari bilirubin berasal dari sumber lain
yaitu non heme porfirin, prekusor pirol dan lisis eritrosit muda. Dalam keadaan
fisiologis pada manusia dewasa, eritrosit dihancurkan setiap jam. Dengan demikian
bila hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat dipakai
kembali baik sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam- asam aminonya. (E.
N. Kosasih, 2008).
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh
enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim
bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut air, bilirubin
yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam plasma.
Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan mengkonjugasikannya
dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam air. Bilirubin yang larut dalam
air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus . Didalam usus
oleh flora usus bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang takberwarna dan larut air,
urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian
terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap
kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang demikian
mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian kecil yang masuk
dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke ginjal dan diekskresi
bersama urin (Widman F.K,1995).
Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas. Pembentukan dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit
manusia sekitar 120 hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan
dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen
asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadidalam fraksi
mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme
oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal
pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin,
suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi,
reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan
Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom
karbon jembatan metena dan biliverdin. Jenis Bilirubin Bilirubin terbagi menjadi 2
jenis yaitu : Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk
ke saluran empedu dan di ekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan
mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil
melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering
dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung. Bilirubin tak terkonjugasi
(hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih
dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi,
karena itu dinamakan bilirubin indirek ataubilirubin tidak langsung

 Kesalahan-kasalahan Dalam Pemeriksaan Laboratorium


1. Kesalahan Kasar
Merupakan kesalahan yang dapat timbul akibat kekeliruan pada penanganan
sampel, pipetasasi, reagensia, panjang gelombang dan lain-lain. Hasil yang
diukur biasanya tidak sesuai yang diharapkan maka kesalahan yang
demikiandapat segera diketahui.
2. Kesalahan Acak
Pengukuran suatu zat pada kondisi yang sama untuk beberapa kali padasuatu
sampel, kita mendapatkan hasil yang tidak sama, hasil-hasil yang didapatpasti
berdeviasi satu sama lain. Hasil nilai yang didapat pada kesalahan acaktidak
dapat dihindari tapi bisa diatasi dengan melakukan pemeriksaan
yangcermat dan teliti serta reagensia dan peralalatan yang baik.
3. Kesalahan Sistemik atau Sistematik
Biasanya disebabkan oleh pipet yang kurang akurat, penyimpanan serumyang
kurang baik, suhu yang tidak sesuai waktu pemeriksaan, reagensia yangrusak
dan photometer yang tidak terkalibrasi. (Marsetio Donosaputro,2000)

 Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium


1. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
2. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin
3. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
4. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan
pigmen empedunya akan menurun
5. Obat-obat tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin

 Gejala Kadar Tinggi Bilirubin


- Kehilangan nafsu makan
- Sering demam
- Mual, muntah
- Perut bengkak atau sakit
- Urin berwarna kuning atau kecoklatan
- Urin memiliki bau menyengat
- Tingkat energi rendah dan sering lelah
- Warna tinja pucat atau seperti tanah liat
- Sensasi gatal
- Kulit dan putih mata menjadi kuning

‘Kulit kekuningan’ adalah salah satu gejala utama peningkatan kadar


bilirubin pada bayi baru lahir. Tingkat bilirubin tinggi umum terjadi pada
bayi prematur pada saat kelahiran. Pada orang dewasa, gangguan ini bisa
menjadi tanda dari penyakit hati serius dan mengakibatkan kelelahan,
pembengkakan pada pergelangan kaki, pengecilan otot, ascites (penumpukan
cairan dalam rongga perut), kebingungan mental, atau bahkan koma dan
perdarahan usus.

XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini di dapatkan hasil 1mg/dl berapa nilai ini terjadi peningkatan
pada sampel yang artinya nilai tersebut abnormal
XII. Daftar pustaka
1. Kosasih, E.N dan A.S Kosasih. 2008.Tafsiran Hasil pemeriksaan
LaboratoriumKlinik edisi kedua. Karisma Publishing Group : Tangerang.
2. Carl E Speicher,M.D, dkk.1999. pemilihan uji laboratorium yang
efektif, EGC-Jakarta, Edisi ke-1.
3. Widmann, Frances K. 1995.Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium.
Ed.9.Penerjemah: Siti Boedina Kresno; Ganda Soebrata, J.Latu. Jakarta : EGC.

XIII. Lampiran ( leaflet )


I.
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – II

PEMERIKSAAN BILIRUBIN DIREK DAN INDIREK

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Bilirubin Direk Dan Bilirubin Inderek

II. Tujuan
1. Memiliki keterampilan dalam melakukan pemeriksaan bilirubin direk & indirek
metode Diazotized Sulfanilic pada sampel serum.
2. Menentukan kadar bilirubin direk & inderek pada sampel patologis dan non
patologis.
3. Mengetahui kadar bilirubin direk & indirek pada sampel serum yang diperiksa.

III. Metode
Diazotized sulfanilic

IV. Prinsip
Bilirubin langsung dalam sampel bereaksi dengan asam sulfanilat diazot
membentuk kompleks berwarna yang dapat diukur dengan spektrofotometri baik
pasangan bilirubin langsung dan tidak langsung dengan diazo di hadapan setrimida.
Istilah langsung dan total mengacu pada karakteristik reaksi bilirubin serum tanpa
adanya atau adanya reagen pelarut (mempercepat). Bilirubin langsung dan tidak
langsung hanya kira-kira setara dengan traksi terkonjugasi dan tidak terkonjugasi.

V. Dasar teori
Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram.
Terletak di abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung
empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan
menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang
diabsorbsi usus. Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan
struktur serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh
endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari sistem
retikuloendotelial.
Hati memiliki peran sangat penting dalam metabolisme glukosa dan lipid,
membantu proses pencernaan,absorbs lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,
serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil pemeriksaan uji fungsi
hati tidak dapat menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan gabungan
beberapa hasil pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga faktor
ekstrahepatik.
Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan
beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil
pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostik selanjutnya serta menilai
prognosis penyakit dan disfungsi hati. Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3
besar yaitu penilaian fungsi hati, mengukur aktivitas enzim, dan mencari etiologi
penyakit. Pada penilaian fungsi hati diperiksa fungsi sintesis hati, eksresi, dan
detoksifikasi.
Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel darah merah
oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihandi kulit, sklera, dan membran
mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3
mg/dL biasanya baru dapat menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan
metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan
ketiganya.
Metabolisme bilirubin dimulai oleh penghancuran eritrosit setelah usia 120
hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme dan globin. Globin akan mengalami
degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan protein lain.
Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan karbonmonoksida dan besi
menjadi biliverdin. Biliverdin reductase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin
tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Setelah dilepaskan ke plasma bilirubin tidak
terkonjugasi berikatan dengan albumin kemudian berdifusi ke dalam sel hati.
Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan dikonjugasi oleh asam
glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), kemudian dilepaskan
ke saluran empedu dan saluran cerna, di dalam saluran cerna bilirubin terkonjugasi
dihidrolisis oleh bakteri usus β-glucuronidase, sebagian menjadi urobilinogen yang
keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah lalu dibawa ke hati
(siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut dalam air, sehingga sebagian
dikeluarkan melalui ginjal.

VI. Alat dan Bahan


1. Seperangkat alat sampling
2. Fotometer
3. Sentrifuge
4. Times
5. Sampel
6. Reagent
7. Kapas kering
8. Kapas alkohol
9. Tissue

VII. Cara kerja


1. Pipet kedalam tabung dan beri label.

Skema pipetasi Reagen blank Sampel blank sampel


Air sulingan 100 µl - -
Sampel - 100 µl 100 µl
Reagen (AD) - 1,0 ml -
Working reagen 1,0 ml - 1,0 ml

2. Aduk rata hingga homogen dan biarkan tabung berdiri tepat (inkubasi ) selama 5
menit pada suhu 37° C.
3. Baca absorbansi (A) dari sampel kosong pada Panjang gelombang 540 nm
terhadap air suling.
4. Baca absorbansi (A) dari sampel pada Panjang gelombang 540 nm terhadap
reagen kosong.

VIII. Interpretasi hasil


Nilai normal bilirubin direct : 0 – 0,2 mg/dl
Nilai normal bilirubin indirect : 0,2 – 0,8 mg/dl

IX. Hasil pengamatan


Nama : Windi
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : Direk : 0,32mg/dL dan Indirect : 1,33 mg/dl

X. Pembahasan
Pada pemeriksaan bilirubin total, sampel tersebut diperiksa dengan melakukan
penambahan reagen bilirubin total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan T- Nitrit,
fungsi penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi
dengan membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut diinkubasi selama 5
menit berguna untuk mempercepat reaksi dimana analit-analit pada sampel akan
berikatan dengan sampel sehingga terjadi reaksi yang sempurna.setelah itu dilakukan
penambahan sampel sebanyak 100 µI dan dilakukan inkubasi selama 10- 30 menit
setelah itu diperiksa terlebih dahulu blanko yang berguna sebagai standar dimana hal
ini digunakan sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara fotometrik pada
spektofotometer, dengan prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam sulphanilic
direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic acid (DSA) yang
akan bereaksi dengan bilirubin dan accelator membentuk zat warna azo.
Sehingga hasil yang diperoleh pada pameriksaan bilirubin total pada sampel A ialah
1,65 mg/dl, Hasil yang diperoleh yaitu tinggi karena berada pada di atas range normal
untuk orang dewasa yaitu 1,1 mg/dl yang dapat diinterpretasikan hasilnya terjadi
gangguan pada hati, Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin total dan adalah sebagai berikut: terjadi ikterik obstruktif karena batu atau
neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati,
penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis
( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam
etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein,
morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K. sedangkan pada
sampel B hasilnya ialah 0.48 mg/dl, Hasil yang diperoleh yaitu normal karena berada
pada range normal untuk orang dewasa yaitu 1,1 mg/dl
Pada pemeriksaan bilirubin direk, sampel tersebut diperiksa dengan
melakukan penambahan reagen bilirubin total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan
D- Nitrit, fungsi penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat
reaksi dengan membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut ditambahkan
sampel sebanyak 100 µI dan dilakukan inkubasi selama 10-30 menit setelah itu
diperiksa terlebih dahulu blanko yang berguna sebagai standar dimana hal ini
digunakan sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara fotometrik pada humalyzer,
dengan prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam sulphanilic direaksiakan dengan
natrium nitrit menjadi diazotised sulphanilic acid (DSA) yang akan bereaksi dengan
bilirubin dan akselerator berupa senyawa caffein yang berada didalam komposisi
reagen sehingga membentuk zat warna azo. Dari praktikum hasil yang diperoleh pada
pemeriksaan bilirubin direk pada sampel A adalah 0,44 mg/dl, Hasil yang diperoleh
yaitu tidak normal dimana hasilnya berada di atas range normal untuk orang dewasa
yaitu 0,25 mg/dl yang dapat diinterpretasikan hasilnya terjadi gangguan, Adapun hal-
hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin direk adalah sebagai
berikut: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi,
hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin , sedangkan pada sampel B
hasilnya adalah 0,06 mg/dl, Hasil yang diperoleh yaitu normal dimana hasilnya
berada range normal untuk orang dewasa yaitu 0,25 mg/dl
Sedangkan bilirubin indirek tidak diukur secara langsung tetapi. bilirubin
indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk hal ini
disebabkan karena bilirubin total melibatkan pelarutan bentuk tidak terkonjugasi
sebelum kuantifikasi kimiawi. Dengan demikian hasil yang diperoleh untuk bilirubin
indirek adalah hasil kurang antara bilirubin total dan bilirubin direk sehingga hasilnya
pada sampel A adalah (1,65 mg/dl – 0,44mg/dl) = 1,21 mg/dl sehingga
diinterpretasikan terjadi gangguan fungsi hati,dengan melihat range nilai normal
bilirubin indirect adlah 0.1-1.0 mg/dl .

XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini di dapatkan hasil berapa nilai ini terjadi peningkatan pada
sampel yang artinya nilai tersebut abnormal
XII. Daftar pustaka

1. Carl E Speicher,M.D, dkk.1999. pemilihan uji laboratorium yang efektif,


EGC-Jakarta, Edisi ke-1.

2. Widmann, Frances K. 1995.Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium.


Ed.9.Penerjemah: Siti Boedina Kresno; Ganda Soebrata, J.Latu. Jakarta : EGC.

XIII. Lampiran ( leaflet )


I.
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – III

PEMERIKSAAN AST/SGOT

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Enzim AST/SGOT

II. Tujuan
1. Mampu melakukan pemeriksaan enzim AST dalam sampel serum
2. Memahami prinsip metode yang digunakan dalam pemeriksaan AST dalam
sampel serum
3. Dapat mengetahui efek hemolysis terhadap nilai AST

III. Metode
Rekomendasi IFCC

IV. Prinsip
Ast / mengkatalisasi gugus amino dari aspartat menjadi 2 - oksoglutarat,
membentuk oksaloasetat dan glutamat. konsentrasi katalitik ditentukan dari laju
penurunan NADH, diukur pada 340nm, dengan menggunakan reaksi pasangan malate
denydrogenase (MDH).

V. Dasar teori
Hati adalah organ penting, dan kelenjar terbesar pada tubuh manusia. Hati
memiliki berat sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati terletak
dalam rongga perut dibawah diafragma. Hati penting dalam tubuh karena memiliki
beberapa fungsi yaitu pengolahan metabolik, detoksifikasi zat sisa, sintesis protein
plasma, tempat penyimpanan, pengaktifan vitamin D, pengeluaran bakteri dan sel
darah merah, ekskresi kolesterol, dan penghasil empedu. Pada biokimiawi hati
peningkatan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), dan Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase prevalensinya meningkat menjadi 62,84% dan selanjutnya
menjadi 75,1% dari 2005-2008. (Aldrin, 2015)
SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase) adalah enzim
transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator
perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada
serum dan jaringan terutama dan hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi ke
dalam serum menunjukkan adanya kerusakan utama pada jaringan jantung dan hati.
Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai
puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke tiga
sampai hari ke lima. (Sutedjo, AY. SKM, 2008)
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino
antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau
transaminase oleh tata nama lama yang masih popular. Dua aminotransferase yang
paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut
“glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang
dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun
AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering
ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim
ini seandainya terjadi defisiensi Vitamin B6 (misal, hemodialysis, malnutrisi). (Reza
A, Banundari Rachmawati, 2017)

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Seperangkat alat sampling
2. Fotometer
3. Mikropipet 50 µL dan 1000 µL
4. Tip putih dan biru
5. Tabung reaksi 15x100 mm
6. Tabung reaksi 15 x 100 mm

Bahan:
1. Sampel serum atau plasma
2. Tissue
3. Reagen kerja
4. Akuadest
5. Serum kontrol

VII. Cara kerja


1. Bawa reagen kerja dan instrumen ke suhu reaksi
2. Pipet ke dalam kuvet (note 3)
Suhu reaksi 37°C 30°C
Reagen kerja 1,0 ml 1,0ml
sampel 50µl 100 µl

3. Campurkan dan masukkan cuvet kedalam photometer. Dan mulai stopwatch


4. Setelah 1 menit (note 1), catat absorbansi awal dan pada interval 1 menit
sesudahnya selamat 3 menit

VIII. Hasil pengamatan


Nama : Widia
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 98 U/L
IX. Interpretasi hasil

Suhu reaksi 37°C 30°C


Without pyr –P, up to4 40 U/L 25 U/L
With pyr-p, up to2 50 U/L 30 U/ L

X. Pembahasan
Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan
laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi,
keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis
penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium
saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan
oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan
sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel
hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak
sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati
sangat cepat sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati
maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas .
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi
otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah
Perempuan : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. SGOT/AST serum umumnya
diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan
chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Perempuan : 0 – 50 U/L
Perempuan : 0 – 35 U/L. Fungsi hati dapat dibagi menjadi fungsi sintesis, fungsi
ekskresi, fungsi penyimpanan, dan fungsi detoksifikasi (penawar racun). Dalam
fungsi sintesis akan dibahas mengenai pemeriksaan protein, termasuk albumin,
globulin, elektroforesa protein dan protein-protein lain dan kolinesterase. Dalam
fungsi eskresi akan dibahas mengenai pemeriksaan bilirubin kolesterol, asam empedu,
dan trigleserida. Fungsi penyimpanan hati yang akan dibahas adalah pemeriksaan
glukosa dan glikogen, asam amino dan protein. Ammonia akan dibahas dalam fungsi
detoksifitasi. (Giantini Astuti, 2012)
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari
kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa
tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara
otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan
persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT
yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman mengevaluasi penyakit hati.Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-
enzim itu tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi,
tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan
untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya,
pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingkat
AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter).
Namun kebanyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A. (Giantini Astuti, 2012)
Aminotransferase aspartat/ transminase oksaloasetat glutamat serum (AST/SGOT)
merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati,
sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan
pankreas. Konsentrasi yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cidera
seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas kedalam sirkulasi. Kadar AST
serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan
kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan
muncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan
kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark
tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung
yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate
dehydrogenase, LDH].Pada penyatik hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau
lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan SGOT (AST)
dengan metode kinetik dan bantuan alat fotometer yaitu Abs Blanko: 1,412, Abs
Sampel: 1,663, Abs Duplo: 1,789, Result Sampel: 15 u/l Result Duplo: 15 u/l dan
factor: 1778. Dan berdasarkan hasil perhitungan yaitu: Abs sampel x factor = 1663 x
1778 = 2,940 (3 u/l). Dengan artian kadar SGOT dalam darah adalah Normal.
Masalah Klinis yang dapat mempengaruhi pada nilai SGOT abnormal menurut
Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
1. Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark
miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
2. Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia
jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia
muscularis
3. Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru,
delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
XI. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini didapatkan hasil yang melebihi normal yaitu 98 IU/L yang
berarti dapat mengindikasikan terdapat gangguan fungsi hati pada pasien .
XII. Daftar pustaka
1. Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2. Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil

XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – IV

PEMERIKSAAN ALT/SGPT

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan ALT (Alanine Aminotransferase )/ SGPT.

II. Tujuan
1. Untuk Menentukan kadar enzim ALT dalam tubuh
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan nya

III. Metode
Kinetik enzimatik

IV. Prinsip
L-alamin bereaksi dengan 2-oksoglutarat dengan bantuan enzim ALT
membentuk piruvat dan L-glutamat. Piruvat yang terbentuk akan mereduksi NADH
dengan bantuan enzum laktat dehidrogenase (LDH) membentuk L-laktat dan NAD.
Aktifitas katalitik ALT ditentukan dengan mengukur penurunan absorban pada
panjang gelombang 340 nm.

V. Dasar teori
ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang utama banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif dalam mendiagnosis destruksi hepatoselular..
Jika terjadi kerusakan hati, enzim ALT akan keluar dari sel hati menuju sirkulasi
darah. Kadar normal ALT darah 5-35 U/L. Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah
sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka. Kadar ALT serum dapat lebih
tinggi dari sekelompok transferase lainnya (transaminase), aspartate aminotransferase
(AST) atau serum glutamic oxatoacetic transaminase (SGOT), dalam kasus hepatitits
akut serta kerusakan hati akibat penggunaan obat dan zat
http://repository.unimus.ac.id kimia, dengan setiap serum mencapai 200-400 U/L.
SGPT digunakan untuk membedakan antara penyebab karena kerusakan hati dan
ikterik hemolitik. Kadar SGOT serum pada ikterik yang berasal dari hati hasilnya
lebih tinggi dari 300 unit, sedangkan yang bukan berasal dari hati hasilnya.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Fotometer
2. Mikropipet
3. Tip putih biru
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung reaksi

Bahan:
1. Tisue
2. Sampel: serum

VII. Cara kerja


1. Pipet kedalam tabungsebanyak 50 μl, serum
2. Tambahkan 1000 μl larutan pereaksi
3. Campurkan hingga homogen
4. Inkubasi selama 30 detik
5. Baca pada fotometer pada panjang gelombang 340 nm

VIII. Hasil pengamatan


Nama : Kezia
Usia : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 54 IU/L
IX. Interpretasi hasil
Laki-Laki : 2-30 IU/L
Perempuan : 1-24IU/L

X. Pembahasan

Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan


laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi,
keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis
penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium
saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan
oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan
sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel
hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak
sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati
sangat cepat sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati
maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri,
semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST
adalah Perempuan : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. SGOT/AST serum umumnya
diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan
chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Perempuan : 0 – 50 U/L
Perempuan : 0 – 35 U/L.  Fungsi hati dapat dibagi menjadi fungsi sintesis, fungsi
ekskresi, fungsi penyimpanan, dan fungsi detoksifikasi (penawar racun). Dalam
fungsi sintesis akan dibahas mengenai pemeriksaan protein, termasuk albumin,
globulin, elektroforesa protein dan protein-protein lain dan kolinesterase. Dalam
fungsi eskresi akan dibahas mengenai pemeriksaan bilirubin kolesterol, asam empedu,
dan trigleserida. Fungsi penyimpanan hati yang akan dibahas adalah pemeriksaan
glukosa dan glikogen, asam amino dan protein. Ammonia akan dibahas dalam fungsi
detoksifitasi. (Giantini Astuti, 2012)
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari
kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa
tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara
otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan
persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT
yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman mengevaluasi penyakit hati.Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-
enzim itu tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi,
tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan
untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya,
pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingkat
AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter).
Namun kebanyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A. (Giantini Astuti, 2012)
Aminotransferase aspartat/ transminase oksaloasetat glutamat serum
(AST/SGOT) merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung
dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka,
ginjal, dan pankreas. Konsentrasi yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika
terjadi cidera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas kedalam sirkulasi.
Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut
dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung
dan muncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum
akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark
tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung
yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate
dehydrogenase, LDH].Pada penyatik hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau
lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1.   Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
2.   Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan
kadar SGOT/AST
3.   Hemolisis sampel darah
4.   Obat-obatan dapat meningkatkan kadar: antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin,
polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein,
morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid
(INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum
positif atau negatif yang keliru.
XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini di dapatkan hasil 54 IU/L berapa nilai ini terjadi
peningkatan pada sampel yang artinya nilai tersebut abnormal
XII. Daftar pustaka
 Aldrin. 2015. Madu Sebagai Hepatoprotektor Dinilai dengan Enzim
Transaminase. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
 Djojodibroto,D, R. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
 Giantini Astuti. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit CV
SAGUNG SETO.
 Lely, dkk. 2016. Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)
pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan yang dipapar stressor Rasa sakit
Electrical Foot Shock Selama 28 Hari.  Krayan Timur: Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Jember.
 Marwoto Wirasmi. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke- 1. Jakarta:
Penerbit CV SAGUNG SETO.
 Pearce. E.C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
 Reza A, Banundari Rachmawati. 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT
antara Subyek dengan dan Tanpa Diabetes Mellitus. Semarang: Jurnal
Kedokteran Diponegoro.
 Vania, dkk. 2016. Gambaran Kadar Serum Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT) Pada Perokok Aktif Usia >40 tahun.  Manado: Fakultas
Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado.
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – V

GAMMA GLUTAMIL TRANSFERASE (GGT)

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Gamma Glutamil Transferase (GGT)
II. Tujuan
1. Untuk menentukan kadar enzim GGT dalam darah
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaannya.

III. Metode
Kinetik Kolorimetri

IV. Prinsip
Dalam suasana basa GGT mengkatalisis reaksi L-gamma glutamil p-
nitroanilida dengan glisilglisin menjadi L-gamma glutamil glisilglisin dan p-
nitroanilida. P-nitroanilida yang tebentuk sebanding dengan mengukur absorban
peningkatan p-nitroanilida pada panjang gelombang 405 nm.

V. Dasar Teori
GGT aktif dalam transferase asam amino melalui dinding sel di tubuli renalis,
hati, sel epitel bilier, pancreas, prostat, limfosit, otak dan testis. Pemeriksaan aktivitas
enzim GGT merupakan salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis penyakit
hati alkoholik atau penyakit hati toksis karena zat – zat kimia, obat dan alkohol.
Aktivitas GGT meningkat pada hapir semua penyakit hati. Peninggian terjadi pada
kasus abstruksi intra atau pos hepatic bilier. GGT lebih sensitive dibandingkan ALP
dan transaminase dalam mendeteksi obstructive jaundice, chololangitis dan
chololecysitis. Terjadi peningkatan sedang pada penyakit infeksi hepatitis, kecanduan
kronis obat ataupun alkohol. GGT menurun pada kasus hipotiroidisme.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Seperangkat alat sampling
2. Fotometer 5010 v+
3. Mikropipet 50 µL dan 1000 µL
4. Tip putih dan biru
5. Tabung reaksi 15 x 100 mm
6. Tabung reaksi 12 x 75 mm
Bahan:

1. Tissue
2. Sampel serum
3. Pereaksi CK, terdiri dari :
- Reagen 1 (buffer dan enzim)
- Reagen 2 (kreatinin fosfat)

VII. Cara kerja


1. Pipet ke dalam tabung sebanyak 50 µL serum
2. Tambahkan 1000 µL larutan pereaksi
3. Campur sampai homogen
4. Baca pada fotometer pada panjang gelombang 340 nm

VIII. Interpretasi hasil

SUHU PEREMPUAN PEREMPUAN ANAK-ANAK


30℃ 18 - 215 IU/L 18 - 180 IU/L 18 – 125 IU/L
37℃ 27 – 325 IU/L 27 – 222 IU/L 27 – 190 IU/L

IX. Hasil pengamatan :


Nama probandus : fazri
Usia : 27 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hasil : 532 IU/L
X. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan pemeiksaan Gamma-glutamil
transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) dengan metode kinetik. GGT adalah
enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang
rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT
merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati.
Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar kadar GGT dalam serumnya
meningkat. Kadar dalam serum ini akan meningkat lebih awal dan tetap akan
meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung. GGT mengkatalisis transfer gugus
gamma-glutamil glutathione ke akseptor yang mungkin ada dalam gugus asam amino,
peptida atau air (membentuk glutamat). GGT memainkan peran kunci dalam siklus
gamma-glutamil, untuk jalur sintesis dan degradasi glutathione dan obat serta
detoksifikasi xenobiotic. GGT hadir dalam membran sel jaringan, termasuk ginjal,
saluran empedu, pankreas, hati, limpa, jantung, otak, dan vesikula seminalis. Hal ini
terlibat dalam transfer asam amino menyeberangi membran selular dan metabolisme
leukotriene. Selain itu, hal ini juga terlibat dalam metabolisme glutathione dengan
mentransfer bagian glutamil ke berbagai molekul akseptor termasuk air, asam L-
amino tertentu, dan peptida, meninggalkan produk sistein untuk mempertahankan
homeostasis intraseluler stres oksidatif.
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada
pemakai alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan
saja merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga
menyebabkan kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT
yang tinggi terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah
yang banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan
alkohol dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase
alkalis (alkaline phosphatase,ALP).
Konsentrasi GGT dalam serum juga dapat meningkat pada respons terhadap
banyak obat dan racun. Mekanisme yang biasa untuk efek ini adalah induksi enzim
yang menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan ke sirkulasi. Resep obat yang
dapat menyebabkan peningkatan yang beredar GGT termasuk Dilantin,
phenobarbitone, steroid (termasuk pil kontrasepsi oral), trimethoprim /
sulphomethoxazole, eritromisin dan Flukloksasilin. kadar Beredar dapat dikurangi
dengan terapi simetidin. kadar GGT akan menunjukkan penurunan yang signifikan
satu hingga dua minggu setelah penghentian agen penyebab.
GGT juga dapat dilepaskan ke dalam sirkulasi dari ginjal dan prostat, misalnya
pada pasien dengan infark ginjal atau kanker prostat. Miokard infark, gagal diabetes,
jantung dan pankreatitis juga dapat meningkatkan GGT serum, meskipun dalam
kasus-kasus sumber GGT adalah hati. kadar GGT lebih tinggi pada orang gemuk dan
juga bereaksi lebih nyata untuk mengkonsumsi alkohol.
Gamma glutamil transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk
mentransfer kelompok gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk dijadikan
suatu akseptor. Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali miosit dengan
konsentrasi sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel sistem hepatobiliary
dan ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat, yang mungkin bertanggung
jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum Perempuan daripada perempuan.
GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan hati dan memiliki waktu paruh dalam
plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT serum biasanya meningkat pada pasien dengan
hepatitis akut.

Reaksi umum adalah:


(5-L-glutamil)-peptida + suatu peptida asam \ rightleftharpoons amino + asam amino
5-L-glutamil.
GGT memiliki beberapa kegunaan sebagai penanda diagnostik dalam
kedokteran. Peningkatan aktivitas GGT serum dapat ditemukan dalam penyakit hati,
sistem empedu, dan pankreas. Dalam hal ini, mirip dengan alkali fosfatase (ALP)
dalam mendeteksi penyakit saluran empedu. GGT ini juga dapat digunakan untuk
mengindikasikan penyalahgunaan alkohol atau penyakit hati alkoholik. Yaitu,
pengkonsumsian alkohol berlebihan sampai 3 atau 4 minggu sebelum tes. Banyak
obat dapat meningkatkan kadar GGT, termasuk barbiturat dan fenitoin lain termasuk
NSAID, St John's Wort, dan aspirin. Peningkatan tingkat GGT mungkin juga karena
gagal jantung kongestif.
 Masalah Klinis
- PENINGKATAN KADAR : sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut,
alkoholisme, hepatitis akut dan kronis, kanker (hati, pankreas, prostat,
payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut, mononukleosis infeksiosa,
hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM, steatosis hati /
hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari keempat), CHF,
pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik. Pengaruh obat : Fenitoin
(Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin).
 Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
- Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu.
- Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
peningkatan kadar gamma-GT.
XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini di dapatkan hasil berapa nilai ini terjadi peningkatan pada
sampel yang artinya nilai tersebut abnormal
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah
enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang
rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT
merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati.
Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar kadar GGT dalam serumnya
meningkat. Kadar dalam serum ini akan meningkat lebih awal dan tetap akan
meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung.
Peningkatan aktivitas GGT serum dapat ditemukan dalam penyakit hati,
sistem empedu, dan pankreas. Dalam hal ini, mirip dengan alkali fosfatase (ALP)
dalam mendeteksi penyakit saluran empedu. GGT ini juga dapat digunakan untuk
mengindikasikan penyalahgunaan alkohol atau penyakit hati alkoholik.

XII. Daftar pustaka


 D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi
Klinik, Edisi 4, EGC, 1990.
 E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Klinik, Edisi 2, Karisma Publishing Group, Tangerang, 2008.
 Frances K. Widmann, alih bahasa : Siti B. Kresno, R. Gandasoebrata, J. Latu,
Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, 1989.
 Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi
9, EGC, Jakarta, 2007.
 The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and
Interpretation of Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, South Australia,
1990.

XIII. Lampiran
liflet
I.
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – VI

ALP

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan kadar enzim alkali fosfatase (ALP)

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar ALP dalam tubuh
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan nya

III. Metode
Kinetik enzimatik

IV. Prinsip
Dalam suasana basa ALP mengkatalisis hidrolisis p-nitrofenifosfat menjadi p-
nitrofenol dan fosfat. Aktifitas ALP ditentkan dengan mengukur peningkatan
absorban di ukur sebagai p-nitrofenol pada panjang gelombang 405nm.

V. Dasar teori
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang
diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru);
enzim ini juga  berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar
susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran
empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu
(kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit
hati (hepatobiliar) atau tulang (Siti B. Kresno, R. Gandasoebrata, J. Latu. 1989).

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Fotometer
2. Mikropipet
3. Tip putih dan biru
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung reaksi

Bahan:
1. Tissue
2. Sampel serum

VII. Cara kerja


1. Pipet kedalam tabungsebanyak 50 μl, serum
2. Tambahkan 1000 μl larutan pereaksi
3. Campurkan hingga homogen
4. Inkubasi selama 120 detik
5. Baca pada fotometer pada panjang gelombang 405 nm

VIII. Hasil pengamatan


Nama : Minny
Usia : 10 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 213 mg/dL
IX. Interpretasi hasil
Perempuan : 18-215 IU/L (30⁰C)
Perempuan : 18-180 IU/L (30 ⁰C)
Anak-anak : 18-125 IU/L (30 ⁰C)

X. Pembahasan
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada
sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada
penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik.
Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan
peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis
kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.

Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika
ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas,
hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa
digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan
untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan
ALP2 menandakan penyakit tulang.

Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-
isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh
kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT),
leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh
pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam
hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.

Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan


alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis.
Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang.
Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR : obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati,
hepatitis, hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit
Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia,
kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus. Pengaruh obat : albumin
IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa
(Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin),
prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-
aminosalisilat.
PENURUNAN KADAR : hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan
vit C), hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta. Pengaruh obat : oksalat,
fluoride, propanolol (Inderal)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


Sampel hemolisis,
Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai normalnya,
Usia pasien (mis. Usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan
kadar ALP.
XI. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini didapatkan hasil pada sampel adalah 532 IU/L yang artinya
terjadi peningkatan pada sampel dan melebihi nilai normal

XII. Daftar pustaka

XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – VII

PEMERIKSAAN CK ( Creatine Kinase )

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan CK ( Creatine Kinase )

II. Tujuan
1. Mempunyai keterampilan dalam melakukan pemeriksaan CK dalam sampel
serum.
2. Mengetahui metode pemeriksaan CK serta prinsip pemeriksaanya.
3. Mengetahui apakah terdapat cedera otot jantung melalui pemeriksaan CK pada
sampel serum.

III. Metode
Metode yang direkomendasikan oleh IFCC ( Metode Balik )

IV. Prinsip
Creatine kinase (CK) mengkatalisasi fosforilasi ADP, dengan adanya creatine
phosphate, untuk membentuk ATP dan creatine. Konsentrasi katalitik ditentukan dari
laju pembentukan NADPH, diukur pada 340 nm, dengan menggunakan reaksi
heksokinase (HK) dan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6P-DH).

V. Dasar teori
Sistem kardiovaskular adalah suatu sistem yang berfungsi menyuplai nutrisi
dan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Jantung bersama darah dan pembuluh darah
membentuk sistem kardiovaskular tersebut. Penyakit kardiovaskular adalah penyakit
gangguan pada jantung dan pembuluh darah yang mengakibatkan terganggunya
peredaran darah. Menurut data World Health Organization (WHO) penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2008
diperkirakan 17,3 juta atau sekitar 30% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Penyakit jantung koroner termasuk kategori penyakit
kardiovaskular, karenapenyakit tersebut menimbulkan gangguan pada sirkulasi
koroner.
IMA adalah suatu keadaan nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke
otot jantung. Pembentukan infark yang terjadi dapat menyebabkan protein intraseluler
keluar dan masuk ke sirkulasi sitemik.
CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 3-12 jam setelah kerusakan sel
miokardium. Puncaknya 24 jam dan kembali normal setelah 48-72 jam. Pada
kerusakan (nekrosis) otot jantung, protein intraseluler masuk kedalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik (Chalik dkk, 2014).
Creatine kinase (CK) merupakan enzim yang mengkatalis reaksi transfer
fosfat, dari ATP ke Kreatin menjadi kreatin fosfat dan ADP, dan sebalik nya (reaksi
reversibel). Kreatin fosfat (phosphocreatine) merupakan cadangan energi, yang
digunakan otot untuk melakukan kontraksi.
CK adalah tes yang paling sensitif untuk cidera otot (otot jantung dan otot
rangka). CK dianggap sebagai indikator sensitif infark miokard akut (IMA) dan
distrofi otot, terutama tipe Duchenne (hingga 50-100 x nilai batas atas normal). CK
total, merupakan indikator sensitif namun tidak spesifik.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1.Fotometer BTS 350
2.Mikropipet 50 µL dan 1000 µL
3.Tip putih, kuning dan biru
4.Tabung vakutainer tutup kuning atau merah
5.Tabung reaksi / tabung kecil
6.Rak tabung reaksi
7.Sentrifuge
8.Timer
9.Tissue

Bahan:
1.Sampel serum
2. Reagent A : Imidazol 125 mmol/L, EDTA 2 mmol/L, magnesium acetate 12.5
mmol/L, D-glucose 25 mmol/L, N-acetyl cysteine 25 mmol/L, hexokinase 6000
U/L, NADP 2.4 mmol/L, pH 6.7.
3. Reagent B : Creatine phosphate 250 mmol/L, ADP 15 mmol/L, AMP 25 mmol/L,
P1,P5-di(adenosine-5'-)pentaphosphate, 102 mol/L, glucose-6-phosphate
dehydrogenase 8000 U/L.
VII. Cara kerja
1. Bawa Reagen Kerja dan instrumen ke suhu reaksi
2. Pipet kedalam tabung dan beri label.

Sampel 50 µL

Working reagent I.1 Ml

3. Campur dan masukkan kuvet ke dalam fotometer. Mulai stopwatch.


4. Setelah 3 menit, catat absorbansi awal dan pada interval 1 menit sesudahnya
selama 3 menit.
5. Hitung perbedaan antara absorbansi berurutan, dan perbedaan absorbansi rata-rata
per menit (A/min).

VIII. Hasil pengamatan


Nama : Minah
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 278 IU/L
IX. Interpretasi hasil
Perempuan : 15-160 U/L (37°C)
Wanita : 15-130 U/L (37°C)

X. Pembahasan
CK adalah suatu molekul dimerik yang terdiri dari sepasang monomer berbeda yang
disebut M (berkaitan dengan otot), dan B (berkaitan dengan otak), sehingga terdapat
tiga isoenzim yang dapat terbentuk : CK1 (BB), CK2 (MB), dan CK3 (MM).
Isoenaim-isoenzim tersebut dibedakan dengan proses elektroforesis, kromatografi
pertukaran ion, dan presipitasi imunokimia.
Distribusi isoenzim CK relatif spesifik jaringan. Sumber jaringan utama CK adalah
otak dan otot polos (BB), otot jantung (MB dan MM), dan otot rangka (MM; otot
rangka normal juga memiliki sejumlah kecul MB, kurang dari 1%).
Pemakaian utama CK untuk kepentingan klinis adalah untuk mendeteksi infark
miokardium akut (MCI). Distribusi CK dalam miokardium adalah sekitar 80% MM
dan 20 % MB, sedangkan isoenzim di otot rangka hampir seluruhnya adalah MM.
Dengan demikian kemunculan mendadak CK-MB dalam serum mengisyaratkan asal
dari miokardium, terutama pada situasi klinis yang pasiennya mengalami nyeri dada
dan perubahan elektrokardiogram. CK dan CK-MB serum meningkat dalam 4 – 6 jam
setelah MCI akut, mencapai puncaknya dalam 18 – 24 jam (> 6 kali kadar normalnya)
dan kembali normal dalam 3 – 4 hari, kecuali jika terjadi perluasan infark atau
reinfark.
Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas agak rendah.
Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot jantung.
CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-coronary
obstructive myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi.Untuk
meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CK-
MB dengan CK total. Apabila kadar CK-MB dalm serum melebihi 6 – 10 % dari CK
total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah onset penyakit,
maka diagnosis MCI dapat dianggap hampir pasti.
Spesimen
Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum atau plasma
heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK dan CK-MB sebaiknya
dilakukan sebelum dilakukan injeksi intra muscular (IM). Sampel serum atau plasma
harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah pencemaran oleh adenilat kinase) dan
disimpan dalam keadaan beku apabila tidak langsung diperiksa. Serum atau plasma
dapat digunakan untuk imunoassay CK-MB; antigen stabil pada suhu kamar selama
beberap jam sampai beberapa hari, walaupun anlisis harus segera dilakukan untuk
menghasilkan informasi yang signifikan secara klinis.
Masalah Klinis

Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase :

PENINGKATAN BESAR (Lebih dari 5 kali Normal) : Distrofi otot Duchenne,


polimiositis, dermatomiositis, infark miokardium akut (MCI akut)
PENINGKATAN RINGAN – SEDANG (2-4 kali Normal) : Infark miokardium akut
(MCI akut), cedera iskemik berat; olah raga berat, taruma, cedera serebrovaskuler
(CVA), tindakan bedah; delirium tremens, miopatik alkoholik; infark paru; edema
paru (beberapa pasien); hipotiroidisme; psikosis agitatif akut. Pengaruh obat : Injeksi
IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi), ampisilin,
karbenisilin, klofibrat.
XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan CK didapatkan hasil 370 U/L yang artinya hasil dari sampel pasien
melebihi nilai normal
XII. Daftar pustaka
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga. Jakarta.
NIDDK. 2009. The Kidneys and How They Work. Tersedia di
http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/pubs/yourkidneys/ [diakses tanggal 21 April
2013]
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – VIII

PEMERIKSAAN CREATINE KINASE- MB (CK-MB)

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Creatine Kinase- MB (CK-MB)

II. Tujuan
1. Memiliki keterampilan dalam melakukan pemeriksaan CK-MB.
2. Mengetahui prinsip pemeriksaan CK-MB pada sampel serum
3. Mengetahui adanya gangguan / infrak miokard akut dari sampel serum yang
diperiksa.

III. Metode
Immunoinhibition

IV. Prinsip
Antibodi spesifik menghambat kedua subunit M dari CK-MM (CK-3), dan
subunit M tunggal dari CK-MB (CK-2) dan dengan demikian memungkinkan
penentuan subunit B dari CK-MB (dengan asumsi tidak adanya CK- BB atau CK-1).
Konsentrasi katalitik CK-B, yang sesuai dengan setengah konsentrasi CK-MB,
ditentukan dari laju pembentukan NADPH, diukur pada 340 nm, dengan
menggunakan hexokinase (HK) dan dehidrogenase glukosa-6-fosfat (G6P-DH) reaksi
berganda.

V. Dasar teori
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama di dunia
pada tahun 2011 dan sebanyak 14% disebabkan oleh infark miokard akut (IMA).
Diagnosis IMA ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis, perubahan pola
elektrokardiogram (EKG)dan peningkatan enzim jantung. Pemeriksaan enzim jantung
yang sering dilakukan adalah creatinekinase-myocardial band(CK-MB) dan troponin
T/I. Pada IMA tanpa elevasi ST pengawasan CK-MB/troponin serta EKG terus
dilakukan.Pemeriksaan CK-MB selain digunakan untuk tes diagnostik juga dapat
dipakai untuk memprediksi mortalitas pada penyakit IMA hal ini memberikan
gambaran bahwa peningkatan kadar CK-MB menunjukkan luas dan beratnya infark
pada miokardium (Endah,2017).

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1.Fotometer BTS 350
2.Mikropipet 50 µL dan 1000 µL
3.Tip putih, kuning dan biru
4.Tabung vakutainer tutup kuning atau merah
5.Tabung reaksi / tabung kecil
6.Rak tabung reaksi
7.Sentrifuge
8.Timer

Bahan:
1.Sampel serum
2. Reagen A : Anti-human-CK-M able to inhibit 2000 U/L of CK-M, Imidazol 125
mmol/L, EDTA 2 mmol/L, magnesium acetate 12.5 mmol/L, D-glucose 25
mmol/L, N-acetyl cysteine 25 mmol/L, hexokinase 7800 U/L, NADP 2.4 mmol/L,
pH 6.1.
3. Reagen B : Creatine phosphate 250 mmol/L, ADP 15.2 mmol/L, AMP 25 mmol/L,
P1,P5-di(adenosine-5'-)pentaphosphate, 103 mol/L, glucose-6-phosphate
dehydrogenase 8800 U/L.

VII. Cara kerja


1. Bawa Reagen Kerja dan instrumen ke suhu 37ºC.

2. Pipet kedalam tabung dan beri label

Sampel 40 µL
Working Reagent 1.0 Ml

3. Aduk rata dan inkubasi segera pada suhu 37ºC Mulai stopwatch.
4. Baca absorbansi (A) pada 340 nm setelah tepat 5 menit (A5) dan 10 menit (A10)
inkubasi.
VIII. Hasil pengamatan
Nama : Zimmy
Usia : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hasil : 118 IU/L
IX. Interpretasi hasil
Nilai normal CK-MB : ≤ 6 % dari total CK.

X. Pembahasan
CKMB adalah enzim jantung yaitu Creatine Kinase (CK) yang disusun oleh subunit
M dan/atau B. CK berperan sebagai pengatur produksi fosfat berenergi tinggi dan
pemanfaatannya untuk kontraksi jaringan. Secara umum, CK berperan sebagai
perantara ikatan fosfat berenergi tinggi melalui kreatin fosfat dari mitokondria ke
sitoplasma. Sehingga, enzim ini terdapat pada jaringan yang memiliki kebutuhan
energi yang tinggi seperti di tubulus ginjal dan otot jantung.
CKMB banyak ditemukan di otot jantung, sehingga total serum CK dan konsentrasi
CKMB meningkat ketika terjadi cedera pada miokardium, namun CKMB lebih
spesifik pada cedera miokardium dibandingkan CK.15 Kadar CKMB normal adalah ≤
24 U/L dan ketika terjadi miokardial infark maka kadar CKMB akan meningkat >24
U/L.16 CKMB terdeteksi dimulai pada 4-6 jam setelah adanya cedera dan mencapai
puncak pada 12-24 jam, kemudian akan kembali normal setelah 48-72 jam. Kecepatan
kembali ke normal pada CKMB dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya infark
berulang
Kejadian Infark Miokard adalah ketika ditemukan bukti adanya nekrosis miokardium
yang didahului kejadian iskemia pada miokardium. Secara umum, diagnosis Infark
Miokard membutuhkan kombinasi dari adanya nekrosis miokardium yang dibuktikan
dengan perubahan penanda jantung atau temuan patologis setelah kematian dan
adanya perubahan elektrokardiograf atau dilihat dari hasil echokardiograf
miokardium.
Cardiac Biomarker merupakan salah satu penanda adanya kerusakan suatu pembuluh
darah jantung. Adanya nekrosis pada miokardium akan disertai dengan pelepasan
protein struktural dan makromolekul intrasel lainnya ke cardiac interstitium. Cardiac
biomarker yang terdapat pada nekrosis miokardium yaitu CK MB, Troponin T atau
Troponin I, Myoglobin, Lactate dehydrogenase, dan myang lainnya. Untuk
mendeteksi adanya kerusakan miokardium maka troponin memiliki sensitivitas yang
lebih tinggi daripada CK MB .

Kadar CKMB dengan kejadian MACE


Peningkatan CKMB memiliki hubungan dengan peningkatan risiko kejadian MACE.
Terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan CKMB dengan kematian pada
kejadian MACE 30 hari dan 6 bulan. Pasien yang hanya menerima satu pengobatan
(tanpa pembedahan) memiliki hubungan yang sama dengan MACE 30 hari dan 6
bulan. Pasien dengan nilai CKMB tinggi biasanya memiliki faktor risiko seperti usia
lanjut, Perempuan dan seorang perokok dibanding pasien dengan nilai CKMB rendah.
Peningkatan nilai CKMB pada pasien SKA terjadi ketika adanya nekrosis pada
miokadium yang berulang dimana sebagai penanda adanya ketidakstabilan pembuluh
darah dan menghasilkan mikroemboli yang terus-menerus sehingga menyebabkan
infark yang mikroskopik.
Adapun keuntungan yang dimiliki oleh CKMB adalah pemeriksaan cepat, lebih
ekonomis dan akurat, serta memiliki kemampuan yang cepat untuk mendeteksi
adanya reinfark namun kelemahan dari CKMB adalah spesifisitas menjadi berkurang
jika terdapat penyakit otot atau tulang dan sensitivitas kurang untuk deteksi infark
miokard <6 jam setelah onset gejala serta untuk kerusakan miokard minor.
XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini didapatkan hasil pada sampel yaitu 250 U/L yang berarti
pada sampel pasien terdapat nilai abnormal yaitu terjadi peningkatan
XII. Daftar pustaka
Lehninger, A. L. 2000. Dasar-dasar Biokimia Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Pambela, E.S. 1998. Creatinine And The Kidney. Kanisius. Yogyakarta.
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – IX

PEMERIKSAAN Lactate Dehydrogenase (LDH)

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Lactate Dehydrogenase (LDH)

II. Tujuan

III. Metode
Pyruvate

IV. Prinsip
Lactate dehydrogenase (LD atau LDH) mengkatalisasi pengurangan piruvat
oleh NADH, untuk membentuk laktat dan NAD+. Konsentrasi katalitik ditentukan
dari laju penurunan NADH, diukur pada fotometer dengan panjang gelombang 340
nm.

V. Dasar teori
LDH adalah enzim yang berada di dalam sel dan membantu proses perubahan
gula menjadi energi. Maka dalam keadaan sehat, kadarnya juga haruslah normal.
Namun, ketika sel mengalami kerusakan yang bisa disebabkan oleh berbagai hal,
misalnya timbul kanker atau luka pada jaringan akibat infeksi, maka LDH akan keluar
ke pembuluh darah. Hal ini yang kemudian membuat LDH tinggi di dalam darah.
Kenaikan kadar LDH biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang akut
maupun kronis, tapi untuk mengetahui detilnya, maka dokter Anda akan
menganjurkan tes lain. Sebaliknya, penurunan kadar LDH sangat jarang terjadi.
Pasalnya, LDH berperan penting dalam pembentukan energi dalam sel.
Biasanya, kadar LDH dapat menurun ketika tubuh mengalami kelelahan akibat
olahraga yang cukup berat. Namun, kondisi tersebut tidak akan menimbulkan
gangguan kesehatan tertentu, dengan mengisi kembali asupan Anda, maka kadar LDH
akan kembali normal.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Seperangkat alat sampling darah
2. Fotometer
3. Mikropipet
4. Tabung
5. sentrifuge

Bahan:
1. Reagent A
2. Reagent B
3. Sampel serum

VII. Cara kerja


1. Siapkan alat dan bahan
2. Bawa reagen ke suhu ruang
3. Pipet ke dalam kuvet

Working Reagent 1.0 mL


Sample 20 µL

4. Campur dan masukkan kuvet ke dalam fotometer. Mulai stopwatch


5. Setelah 30 detik, catat absorbansi awal dan pada interval 1 menit sesudah slama 3
menit
6. Hitung perbendaan antara absorbansi berurutan, dan absorbansi rata – rata
perbedaan per menit.

VIII. Hasil pengamatan


Nama : fazri
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 444 IU/L
IX. Interpretasi hasil

Suhu Dewasa
25℃ 105 – 210 IU/L
34℃ 140 – 280 IU/L
37℃ 207 – 414
UI/L
X. Pembahasan
LDH (Laktat Dehidrogenase) adalah enzim yang melepas hydrogen dari
suatuzat dan katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. LDH meningkat
sampai puncak 24-48 jam stelah infark,dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.
Laktatdehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada
hampirsemua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di
jantung,otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah.LDH merupakan suatu
molekul tetramerik yang mengandung empat subunitdari dua bentuk; H (jantung) dan
M (otot), yang berkombinasi sehinggamenghasilkan lima isoenzim yang diberi nama
LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4).Isoenzim-isoenzim tersebut memiliki spesifisitas
jaringan yang sangat bergunadalam menentukan organ asal, yaitu :

 LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otak


 LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otak
 LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal,tiroid
 LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjal
 LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum

Aktivitas LDH total dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir


semuakeadaan penyakit yang mengalami kerusakan atau destruksi sel. Selain
itu,aktivitas LDH total juga merupakan indikator yang relatif sensitiv
yangmenunjukkan sedang berlangsungnya proses patologik. Peningkatan LDH
totaldan rasio LDH1/LDH2 dengan kadar tertinggi LDH1 bermanfaat
untukmemastikan diagnosis infark miokardium (MCI). Kadar LDH meningkat
dalamwaktu 12-24 jam setelah terjadinya MCI, mencapai puncaknya dalam 2-5 hari
dantetap tinggi hingga 6-12 hari, lalu akan menjadi normal kembali dalam waktu 8-
14hari.Hemolisis invivo akibat keadan seperti anemia hemolitik, anemia sel
sabit,anemia megaloblastik, anemia hemolitik mikroangiopati dan kerusakan mekanis
pada eritrosit akibat katup jantung prostetik akan menyebabkan peningkatan
kadarLDH, dengan LDH1 lebih besar daripada LDH2, LDH3 berhubungan dengan
penyakit paru. Selain itu, LDH2, LDH3, dan LDH4 sering meningkat pada
pasiendengan keganasan dan beban tumor yang besar karena metabolisme dan
pertukaran sel tumor, kecuali pada tumor germinativum testis dan ovarium
yangcenderung menyebabkan peningkatan LDH1 dan LDH2. Peningkatan
LDHtersendiri yang terdeteksi pada pemeriksan penyaring perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap kemungkinan keganasan tersamar. LDH5 keluar dari
ototrangka setelah cedera (tetanus, kejang, cedera mekanis, cedera listrik, dsb) dandari
hati pada banyak patologi hati (hepatitis, sirosis, kongesti pasif, dsb).
Untukmembedakan sumber peningkatan LDH5 dari otot rangka atau hati, informasi
polaenzim lain sangat bermanfat (misal CK, aminotransferase, ALP, GGT).Penyakit
multisistem dapat menyebabkan peningkatan aktifitas LDH total disertaidistribusi
normal isoenzim. Aktifitas LDH dalam cairan pleura bermanfaat untukmembedakan
transudat (ketidakseimbangan hidrostatik dengan LDH rendah) darieksudat (berasal
dari peradangan dengan banyak sel dan LDH tinggi).
 MASALAH KLINIS
Peningkatan kadar LDH menandakan adanya kerusakan jaringan.
Keadaanyang mempengaruhi aktifitas LDH :
1. Peningkatan mencolok (5 kali normal atau lebih) :
Bila didapat peningkatan mencolok maka ada beberapakeadaan
dalam tubuh yang sedang terjadi yaitu: anemiamegaloblastik,
karsinomastosis luas, syok septik dan hipoksia,hepatitis, infark ginjal,
purpura trombositopenik trombositik.
2. Peningkatan sedang (3-5 kali normal) :
Bila di dalam pemeriksaan specimen didapat
peningkatansedang maka keadaan yang sedang terjadi : infark
miokardium,infark paru, keadan hemolitik, leukemia,
mononukleosisinfeksiosa, delirium tremens, distrofi otot.
3. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal atau lebih) :
Bila dalam pemeriksaan dijumpai peningkatan ringan
makasebagian besar penyakit hati, sindrom nefrotik,
hipotiroidisme,kolangitis.
4. Pada orang pengguna beberapa jenis narkotika dapat
meingkatkanaktifitas LDH, yaitu kodein, morfin, meperidin (Demerol).

XI. Kesimpulan
Bila dalam pemeriksaan dijumpai peningkatan ringan makasebagian besar penyakit
hati, sindrom nefrotik, hipotiroidisme,kolangitis.
XII. Daftar pustaka
Sylvia AP, Lorraine MW. 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses prosesPenyakit
Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – X

PEMERIKSAAN ENZIM LIPASE

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Enzim Lipase

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar enzim lipase dalam tubuh
2. Untuk mengetahui nilai normal kadar enzim lipase
3. Untuk mengetahui cara pemeriksaan nya

III. Metode
Kolorimetri

IV. Prinsip
Lipase mengkatalisis hidrolisis substrat kromogenik 1.2-O-dilauryl-rac-
glycerol-3glutaric acid- (6’-methylesorufin)-ester untuk 1.2-O-dilauryl-rac-gliserol
dan tidak stabil menengah, asam glutalat- (6’-methylesorufin)- ester. Ini menguraikan
secara spontan dalam larutan alkali untuk membentuk asam glutarat dan
metiresorufin. Konsentrasi katalitik ditentukan dari laju pembentukan pewarna merah
yang di ukur pada 580 nm.

V. Dasar teori
Enzim adalah biokatalisator yang banyak digunakan pada berbagai bidang
industri produk pertanian, kimia, dan medis. Enzim memiliki sifat-sifat spesifik yang
menguntungkan yaitu efisien, selektif, predictable, proses reaksi tanpa produk
samping, dan ramah lingkungan. Sifat-sifat tersebut menyebabkan penggunaan enzim
semakin meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan peningkatan mencapai 10–15%
per tahun. Salah satu enzim yang mempunyai peranan penting dan tidak ada
bandingannya dalam pertumbuhan bioteknologi adalah lipase. Enzim lipase atau
lengkapnya triasilgliserol lipase adalah enzim yang menghidrolisis ester karboksilat.
Enzim ini memiliki sifat khusus dapat memecahkan ikatan ester pada lemak dan
gliserol. Selain itu lipase memiliki kemampuan mengkatalisis reaksi organik baik
dalam media berair maupun dalam media non air. Enzim lipase termostabil atau
asilgliserol hidrolase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang
trigliserida. Enzim ini banyak digunakan pada produksi asam lemak.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Seperangkat alat sampling darah
2. Fotometer
3. Mikropipet
4. Tabung
5. sentrifuge

Bahan:
1. Reagent A
2. Reagent B
3. Sampel serum

VII. Cara kerja


1. Bawa reagen dan isntrumen ke 37℃
2. Pipet ke dalam kuvet

Reagen A 1000 µL
Serum / Standar (S) 10 µL
3. Campur dan masukkan kuvet ke dalam instrumen. Mulai stopwatch. Setelah 1-3
menit, tambahkan:

Reagen B 200 µL
4. Campur
5. Setelah 1 menit, catat absorbansi awal dan pada interval 1 menit sesudahnya
selama 3 menit
6. Hitung perbedaan antara absorbansi berurutan, dan perbedaan absorbansi rata –
rata per menit

VIII. Hasil pengamatan


Nama : fazri
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 80 IU/L
IX. Interpretasi hasil
Nilai lipase normal 7-60 U/L.

X. Pembahasan
Lipase adalah enzim hidrolase yang menguraikan ikatan ester dalam lemak,
yangterbentuk antara gliserol dan asam lemak rantai panjang. Ikatan ester yang
diuraikan adalah yang terdapat antara asam lemak tersebut dengan atom Cα, yaitu
atom C1 atau 3. Sebagaihasilnya, terbentuklah dua asam lemak bebas dan β atau 2
-monoasilgliserol.Lipase, merupakan enzim yang disekresikan oleh pankreas, dan
membantu pencernaan lemak. Lipase, seperti halnya amilase, muncul pada aliran
darah setelah terjadikerusakan pada pankreas. Pankreas akut merupakan penyebab
terumum peningkatan kadarlipase serum. Kadar lipase dan amilase meningkat pada
awal penyakit, tetapi lipase serum dapatmeningkat sampai 14 hari setelah episode
akut, sedangkan kadar amilase serum kembalinormal setelah kira-kira 3 hari. Lipase
serum berguna untuk diagnosis akhir pankreatitis akut.
Masalah klinis
¬- Penurunan kadar: kanker pankreas stadium akhir, hepatitis.
- Peningkatan kadar: pankreatitis akut dan kronis, kanker pankreas (stadium awal),
ulkusterperforasi, obstruksi duktus pankreatikus, kolesistitis akut (sebagian kasus),
gagal ginjal akut(tahap awal). Pangaruh obat: kodein, morfin, meperidin (demerol),
steroid betanekol(urecholine), guanetidin.
Faktor Yang Memengaruhi Temuan Laboratorium
• Sebagian besar obat narkotik meningkatkan kadar lipase serum.
• Makanan yang dikonsumsi dalam 8 jam sebelum uji dapat memengaruhi kadar
lipase serum.
• Terdapatnya hemoglobin dan ion kalsium dapat menyebabkan penurunan kadar
lipase serum.
XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kali ini di dapatkan hasil 80 IU/Lberapa nilai ini terjadi
peningkatan pada sampel yang artinya nilai tersebut abnormal
XII. Daftar pustaka
Biokimia Harper Edisi 29. Manurung LR, Mandera LI, penerjemah. Jakarta(ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Illustrated Biochemistry,
29th Ed
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – XI

KATALASE

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
Judul
Pemeriksaan Kalsium
I. Tujuan
Untuk mengetahui kadar kalsium darah seseorang dalam mg/dl.

II. Metode
Metode CPC (Cresol Phtalein Complex)

III. Prinsip
Ion kalsium bereaksi dengan o-cresolphthalein complexone dalam suasana basa untuk
membentuk kompleks berwarna ungu. Absorbance kompleks warna ini sebanding
dengan konsentrasi kalsium dalam sampel.

IV. Dasar teori


Kalsium adalah salah satu ion yang penting dalam tubuh. Kalsium di dalam
tubuh terutama terdapat dalam tulang dan gigi. Sebagian kecil kalsium berupa ion di
dalam cairan tubuh, termasuk darah, yang penting untuk pengaturan proses
penjendalan darah, pengatur fungsi jantung, otot, saraf dan permeabilitas membran.
Ion kalsium mengatur sejumlah reaksi fisiologis dan biokimiawi yang penting.
Proses tersebut diantaranya mencakup eksitabilitas neuromuskuler, koagulasi
darah, proses sekresi, integritas membran serta pengangkutan membran plasma, reaksi
enzim, pelepasan hormon serta neurotransmitter dan kerja intrasel sejumlah hormon.
Selain itu konsentrasi Ca 2+ dalam periosteum serta cairan ekstrasel diperlukan untuk
proses mineralisasi tulang. Tubuh manusia di dalamnya terdapat kurang lebih 1 kg
kalsium dan jumlah itu 99 % diantaranya dalam bentuk kristal hidroksiapatit bersama
dengan fosfat yang merupakan komponen anorganik dan struktural skeleton. Namun
hanya 1 % dari kalsium tulang yang dapat dipertukarkan secara bebas. Kalsium
plasma terdapat dalam tiga bentuk, yaitu bentuk senyawa kompleks dengan asam
organik, bentuk terikat protein, dan bentuk terionisasi. Bentuk yang terionisasi ini
merupakan bentuk biologis-aktif. Toleransi terhadap penyimpangan kadar Ca 2+ dari
kisaran normalnya yaitu 1,1-1,3 mmol/l sangat kecil, sehingga perlu pengendalian
yang kaku terutama dilakukan oleh banyak organ (hati, kulit,tulang, usus, dan
paratiroid), banyak sistem hormon (PTH, kalsitriol serta kalsitonin).
Kadar kalsium serum darah berbanding terbalik dan memiliki hasil kali
yang tetap dengan kadar fosfor serum. Dalam keadaan normal hasil kalinya adalah
40, pada anak yang sedang tumbuh 50, sedang pada penderita rakhitis kurang dari
30. Keadaan dimana kadar kalsium lebih dari normal disebut hiperkalsemia
dan dapat menyebabkan pengapuran-pengapuran ditempat yang tidak semestinya.
Sebaliknya hipokalsemi dapat terjadi pada keadaan hipoparatiroidisme yang akan
memberikan gejala tetani .
V. Alat dan Bahan
Tabung reaksi
Mikropipet Blue tip dan yellow tip
Tisu
Reagen pereaksi
Fotometer
Parafilm
Beaker glass

VI. Cara kerja


1. Persiapan Reagen Masukkan reagen 1 dan reagen 2 ke dalam beaker glass kecil
dengan perbandingan 1:1. Campur sampai homogen, tutup dengan parafilm. Inkubasi
selama 10 menit pada suhu 20°C – 25°C.
2. Persiapan Sampel

Blanko Standar Sampel

Sampel - - 20ul

Standar - 20ul -

Reagen 1000ul 1000ul 1000ul


Campur dan inkubasi selama 5 menit pada suhu 20°C – 25°C. Ukur absorbance sampel
dan standar terhadap blanko reagen dalam waktu 50 menit.
4. Pengaturan Fotometer Panjang gelombang : 578 nm Faktor : 8,0 Program : c/st
VII. Hasil pengamatan
Nama : fazri
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 1,1 mg/dL
VIII. Interpretasi hasil
8,1 – 10,4 mg/dl
IX. Pembahasan
Terlalu banyak kalsium dapat berbahaya bagi tubuh. Tubuh tidak dapat
menyerap kalsium bila tidak memiliki cukup magnesium dan fosfor. Magnesium dan
fosfor mengubah bentuk kalsium sehingga dapat diserap tubuh. Kalsium dan
magnesium diedarkan oleh tubuh melalui albumin dalam darah. Terlalu banyak
kalsium akan membuat magnesium terdesak dari albumin sehingga tidak tersalurkan
lewat darah dan tubuh akan kekurangan magnesium. Bila tidak cukup mendapat
magnesium, ginjal tidak dapat memproses kalsium sehingga dapat terjadi endapan
batu ginjal (Murray 2003).
Hipokalsemia merupakan keadaan klinik yang disebabkan kadar kalsium
darah yang lebih rendah dari 8.1 mg/dL. Hal ini disebabkan oleh defisiensi masukan
dan absorpsi kalsum, karena hipoparatiroidisme atau karena kehilangan kalsium yang
berlebihan melalui ginjal. Hipokalsemia juga dapat menyebabkan berbagai gangguan
emosi seperti mudah marah, emosi tidak stabil, gangguan ingatan, dan mudah
bingung. Serta dapat menyebabkan perubahan pada kulit seperti kulit menjadi kasar,
bersisik dan kering, perubahan yang lain seperti perubahan pada kuku dan gigi.
Penderita hipokalsemia yang tidak dapat diobati dapat menimbulkan katarak (Sylvia
dan Loraine 2003).
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kadar kalsium dalam tubuh lebih
dari 10.4 mg/dL. Banyak kondisi yang dapat menyebabkan hiperglisemia, diantaranya
disebabkan oleh tulang baik hiperparatiroisme maupun kelebihan hormon paratiroid,
merupakan penyebab paling utama. Hormon paratiroid ditekan oleh kadar kalsium
yang tinggi, kadar ini termasuk intoksinasi vitamin D, sarkoidosis, imobilisasi akut,
hipertiroidisme, multiple mieloma, dan keganasan metastatik yang menyerang rangka
(Sylvia dan Loraine 2003). Tanda-tanda dan gejala hiperkalsemia bergantung dari
kecepatan dan derajat peningkatan kadar kalsium dan serum. Kasus ringan
hiperkalsemia hanya ditemukan pada saat ddilakukan pemeriksan rutin laboratorium.
Sedangkan kasus berat ditemukan gejala-gejala mengalami kemunduran dan
dehidrasi. Hiperkalsemia dapat menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan (Sylvia
dan Loraine 2003). Kelebihan konsumsi kalsium dapat menyebabkan gangguan
ginjal. Selain itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar). Kelebihan
kalsium dapat terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk
lain (Almatsier 2006).
Kekurangan kalsium dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Akibat
kekurangan lainnya adalaha osteoporosis, yaitu kondisi tulang menjadi kurang kuat,
mudah bengkok, dan rapuh sehingga mudah mengalami fraktur. Osteoporosis dapay
dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada
wanita daripada Perempuan dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit
berwarna (Almatsier 2006). Kekurangan kalsium juga dapa menyebabkan riketsia,
biasanya terjadi karena kekurangan vitami D dan ketidakseimbangan konsumsi
kalsium dalam tulang menurun (Almatsier 2006).
Hasil percobaan kadar kalsium disajikan pada Kadar kalsium pada sampel A
adalah 1.1 ml . Darah sampel yang digunakan adalah darah manusia . Hasil ini
menujukan darah tersebut hipoklsemia yaitu keadaan klinik yang disebabkan kadar
kalsium darah yang lebih rendah dari 8.1 mg/dL. Hal ini disebabkan oleh defisiensi
masukan dan absorpsi kalsum, karena hipoparatiroidisme atau karena kehilangan
kalsium yang berlebihan melalui ginjal. Hipokalsemia juga dapat menyebabkan
berbagai gangguan emosi seperti mudah marah, emosi tidak stabil, gangguan ingatan,
dan mudah bingung. Serta dapat menyebabkan perubahan pada kulit seperti kulit
menjadi kasar, bersisik dan kering, perubahan yang lain seperti perubahan pada kuku
dan gigi. Penderita hipokalsemia yang tidak dapat diobati dapat menimbulkan katarak
(Sylvia dan Loraine 2003).
Peristiwa ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya akibat dari prosese sentrifius
yang tidak maksimal yaitu hanya 1000 rpm sedangkan menurut literature seharusnya
kecepatanya 1500 rpm, dengan kecepatan di bawah 1500rpm memungkinkan
terjadinya endapan yang di dapat sedikit sehingga padasat di uji endapan yang di
gunakan tidak terdeteksi. Serum darah yang diguakan dalam pengujian sudah lisis
terlebih dahulu sehingga mempengaruhi konsentrasi kalsium dalam darah. Titik
terahir pada saat titrasi terlewat sehingga warnanya berubah menjadi tidak berwarna
(Winarno 2008).
X. Kesimpulan
Kadar kalsium dalam darah dapat diketahui melakukan analisis kalsium darah.
Analisis yang digunakan adalah metode CPC . Kadar kalsium darah yang diperoleh
dari dua ulangan yang dilakukan sebesar 1,1 ml .
XI. Daftar pustaka
1. Almatsier S. 2006.Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edisi ke-6 . Jakarta : GramediaPustaka
Utama.Campbell et al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
2. Andarwulan, Nuri, Feri Kusnandar, & Dian Herawati. 2011. Analisis Pangan.
Jakarta : Dian Rakyat.
3. Coles EH. 1974.Veterinary Clinical Pathology. London: Saunder Co. Harjadi W.
1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia

XII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – XII

AMILASE

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan Amilase

II. Tujuan
1. Pemeriksaan amilase (alpha-amylase) adalah untuk mengukur konsentrasi total
amilase dalam darah.

III. Metode
IFCC

IV. Prinsip
Amilase mengkatalisis hidrolisis 4-nitrophenyl-maltoheptaoside-ethylidene
menjadi oligosakarida yang lebih kecil yang dihidrolisis oleh a-glukosidase
membebaskan 4-nitrophenol. Konsentrasi katalitik ditentukan dari laju pembentukan
4-nitrofenol, diukur pada panjang gelombang 405 nm.

V. Dasar teori
Amilase diklasifikasikan sebagai saccharidase (enzim yang memotong
polisakarida). Amilase merupakan enzim pencernaan, terutama dilakukan oleh
pankreas dan kelenjar ludah. Fungsi utama dari enzim amilase adalah untuk memecah
pati dalam makanan menjadi gula terfermentasi. Pada industri tekstil, amilase
digunakan untuk merancang tekstil, kemudian pada industri deterjen, amilase
tercampur dengan enzim protease dan lipase sebagai pencuci noda pakaian dan dalam
industri makanan digunakan untuk pembuatan sirup manis, untuk meningkatkan
konten diastase tepung, untuk modifikasi makanan bayi, dan menghilangkan pati
dalam produksi jelly.
Amilase adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisis dari alpha-1,4- glikosidik
polisakarida untuk menghasilkan dekstrin, oligosakarida, maltosa, dan D-glukosa.
Amilase bisa berasal dari hewan, jamur, dan sumber tanaman. Ada beberapa tipe
amilase yang berbeda Enzim ini diklasifikasikan sesuai dengan cara memotong ikatan
glysosidic. Alpha-amilase menghidrolisis alpha 1,4-glikosidik, secara acak
menghasilkan dekstrin, oligosakarida dan monosakarida. Alphaamilase adalah endo-
amilase. Exoamylases menghidrolisis alpha 1,4- glikosidik linkage hanya dari
nonpereduksi ujung rantai polisakarida luar. Exoamylases termasuk beta-amilase dan
glucoamylases (gamma-amilase, amyloglu-cosidases) (Aiyer, 2005).

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. Tabung reaksi kecil
2. Tabung vakum EDTA
3. Spuit
4. Tourniquet
5. Sentifuge
6. Fotometer
7. Mikropipet
8. Tip biru & kuning

Bahan:
1. Sampel (serum/plasma)
2. Reagen A & B
3. tissue
4. Kaspa alkohol
5. Kapas kering

VII. Cara kerja


1. Dibawa reagen ke suhu ruangan
2. Dipipet ke dalam tabung:

Serum/plasma 37°C
Working Reagent 1.0 mL
Sampel 30 µl
3. Homogenkan dan masukan ke fotometer

4. Di ingkubasi dalam fotometer selama 3 menit

5. Dicatat hasil absorbansi pada panjang gelombang 405 nm.

VIII. Hasil pengamatan


Nama : Lamzy
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 8%
IX. Interpretasi hasil
Nilai normal : < 3,1 %
Abnormal : 8–9%

X. Pembahasan
Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis
dalamreaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai biokatalisator
yangdihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan
itusendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah
protein.Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang
sangat luas(Suhtanry & Rubianty, 1985).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-
masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase
danlain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama
lamamisalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of
theInternational Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan
besar.Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang
peranan
Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk
maltosa.Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, Ɓ amilase dan ƴ amilase.
Yangterdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase . Enzim ini
memecahikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab
enzim inimemecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi,
2006).
Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui dan memahami kerja suatu
enzim,khususnya kerja enzim amilase yang terdapat pada saliva yang dilarutkan pada
pati,maka percobaan ini dilakukan. Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi
oleh temperatur. Hanyasaja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya.
Kebanyakan enzim akanmenjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006).
Apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan rusak,
sehinggasubstrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan demikian enzim tersebut
tidakakan dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai biokatalisator. Pada
umumnyadenaturasi ini bersifat tidak terbalikan atau permanen (Salisbury,
1995).Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya
adalah(Dwidjoseputro, 1992) :
1. suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakankatalis
enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalahsuatu protein
maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagianaktig enzim akan
terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnyaberkisar
antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendahumumnya enzim
menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasiprotein.
3. konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzimtergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrattertentu, kecepatan
reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
5. konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akanmenaikkan
kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatanreaksi, walaupn
konsenrasi substrat diperbesar.
6. zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungansubstrat
pada bagian aktif yang mengalami hambatan.Dalam banyak sistem akibat suhu tes
reaksi enzim adalah mirip dengan tabiatbahwa laju reaksi meningkat dengan kenaikan
suhu dan akhirnya enzim kehilangansemua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat
panas. Banyk enzim berfungsioptimal dalam batas-batas suhu antara 25-37

XI. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah :
1. Pada suhu kamar, enzim amilase bekerja dengan sangat baik dalam
menguraiamilum.
2. Enzim amilase tidak dapat bekerja dengan baik dalam memecah amilum jika
suhunya dinaikkan. Hal ini menunjukkan bahwa suhu sangat mempengaruhi
kerjaenzim amilase.

XII. Daftar pustaka


1. Aiyer, Prasanna V. 2005. Review: Amylases and Their Applications. African
Journal of Biotechnology Vol. 4 (13), pp. 1525-1529
2. Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan , Gramedia
PustakaUtama, JakartaPage, D, S., 1989.
3. Prinsip-Prinsip Biokimia edisi II . Erlangga, JakartaPoedjiadi, Anna, 2006.
4. Dasar-dasar Biokimia , Universitas Indonesia PRESS,Jakarta.Salisbury, F.B. dan
Ross, C.W., 1995,
5. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 , ITB Press,Bandung.Suhtanry, Rubianty, 1985.
6. Kimia Pangan . Badan Kerja Sama Perguruan NegeriIndonesia Bagian Timur,
Makassar.Tim Dosen, 2008,
7. Penuntun Praktikum FISIOLOGI TUMBUHAN II ,UNHAS,Makassar
XIII. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN KE – XIII

TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)

Nama : Eka wati

Nim : (18.72.020464)

Mata Kuliah : Kimia Klinik II

Dosen Pembimbing : Dwi Purbayanti, St.,M.Si

Asisten Praktikum : Noor Fadilah , A.Md.Ak

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
TAHUN 2020
I. Judul
Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

II. Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar TSH dalam serum dalam tubuh manusia
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaannya

III. Metode
ELISA

IV. Prinsip
Pemeriksaan TSH berdasarkan prinsip ELISA menggunakan antibodi
monoklonal terhadap TSH. Mouse monoclonal anti TSH antibodydigunakan sebagai
fase padat (dalam microwells). Anti TSH antibodydari goatdigunakan dalam larutan
enzim konjugat (horseradish peroxidase). Sampel akan bereaksi dengan 2 antibodi
tersebut, sehingga molekul TSH akan diikat diantara fase padat dan enzyme-linked
antibody. Setelah inkubasi 60 menit pada suhu ruang, wellsdicuci dengan diluted
wash bufferuntuk menghilangkan antibodi berlabel yang tidak terikat.
DitambahkanTMB substrate solutiondan diinkubasi selama 20 menit, sehingga
terbentuk warna biru. Pembentukan warna biru dihentikan dengan menambahkan stop
solution, sehingga warna berubah menjadi kuning. Konsentrasi TSH berbanding lurus
dengan intensitas warna sampel. Absorbans diukur secara spectrophotometricpada
450 nm.

V. Dasar teori
Pemeriksaan kadar TSH plasma atau serum merupakan metode yang sensitif
untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer atau sekunder. TSH disekresi oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis (pituitary)dan mempengaruhi produksi dan pelepasan
thyroxine dan triiodothyronine dari kelenjar tiroid. TSH merupakan glikoprotein
dengan berat molekul ± 28.000 dalton, terdiri dari 2 subunit yang berbeda, alphadan
beta.
Konsentrasi TSH dalam darah sangat rendah, namun sangat penting untuk
mengatur fungsi tiroid yang normal. Pelepasan TSH diatur oleh TSH-releasing
hormon(TRH)yang diproduksi oleh hipotalamus. Kadar TSH dan TRH berbanding
terbalik dengan kadar hormon tiroid. Jika kadar hormon tiroid dalam darah
meningkat, maka hipotalamus akan mensekresi sedikit saja TRH sehingga TSH yang
disekresi oleh hipofisis jugasedikit. Hal sebaliknya akan terjadi jika ada penurunan
kadar hormon tiroid dalam darah. Proses ini dikenal sebagai mekanisme umpan balik
(negative feed back mechanism)yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
kadar hormon dalam darah yang optimal.

VI. Alat dan Bahan


Alat:
1. ELISA
2. Spuit
3. Tabung reaksi
4. Rak tabung
5. Mikropipet
6. Tip

Bahan:
1. Serum
2. Reagen

VII. Cara kerja


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipipet 100µL standar, specimen, dan control ke dalam sumur
3. Dimasukkan 100 µL enzim konjugat ke dalam satiap sumur
4. Dihomogenkan selama 30 detik, sangat penting untuk memiliki pencampuran
yang lengkap.
5. Diteteskan pada suhu kamar (18 – 25°C) selama 60 menit
6. Keluar kan campuran inkubansi dengan menjentikan isi piring ke dalam wadah
limbah
7. Bilas dan jentikkan sumur mikrotiter, sebanyak 5 kali dengan air suling atau
dionisasi
8. Pukul sumur dengan tajam kekertas penyerap atau handuk kertas untuk
menghilangkan semua tetesan air residu
9. Dikeluarkan 100µL reagen TMB ke dalam masing – masing woll. Aduk perlahan
selama 5 detik
10. Diteteskan pada suhu kamar, selama 20 menit
11. Hentikan reaksi dengan menambahkan 100µL dari stop solution ke setiap sumur
12. Dicampur perlahan selama 30 detik, pastikan bahwa semua warna biru berubah
menjadi warna kuning
13. Baca absorbansi pada 450nm. Dengan pembaca plat mikrotiter dalam waktu 15
menit

VIII. Hasil pengamatan


Nama : fazri
Usia : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : 9,2 u/mL

IX. Interpretasi hasil

Adults TSH (µU/mL)

21 – 54 years
55 – 87 years 0,4 – 4,2
0,5 – 8,9

X. Pembahasan
Pemeriksaan kadar TSH plasma atau serum merupakan metode yang sensitif untuk
mendiagnosis hipotiroidisme primer atau sekunder. TSH disekresi oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis (pituitary) dan mempengaruhi produksi dan pelepasan thyroxine dan
triiodothyronine dari kelenjar tiroid. TSH merupakan glikoprotein dengan berat
molekul ± 28.000 dalton, terdiri dari 2 subunit yang berbeda, alpha dan beta.
Konsentrasi TSH dalam darah sangat rendah, namun sangat penting untuk mengatur
fungsi tiroid yang normal. Pelepasan TSH diatur oleh TSH-releasing hormon (TRH)
yang diproduksi oleh hipotalamus. Kadar TSH dan TRH berbanding terbalik dengan
kadar hormon tiroid. Jika kadar hormon tiroid dalam darah meningkat, maka
hipotalamus akan mensekresi sedikit saja TRH sehingga TSH yang disekresi oleh
hipofisis juga sedikit. Hal sebaliknya akan terjadi jika ada penurunan kadar hormon
tiroid dalam darah. Proses ini dikenal sebagai mekanisme umpan balik (negative feed
back mechanism) yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar hormon
dalam darah yang optimal.TSH dan glikoprotein hipofisis seperti : Luteinizing
Hormon (LH), follicle stimulating hormon (FSH), dan human chorionic gonadotropin
(hCG), memiliki rantai alpha yang identik. Rantai beta berbeda namun mengandung
regio dengan urutan asam amino yang identik. Regio yang homolog ini dapat
menyebabkan reaksi silang (cross reaction) dengan beberapa antisera TSH poliklonal.
Penggunaan antibodi monoklonal pada pemeriksaan TSH dengan metode ELISA akan
dapat menghilangkan reaksi silang ini, sehingga mencegah terjadinya hasil tinggi
palsu pada wanita menopause atau wanita hamil.
Pemeriksaan TSH berdasarkan prinsip ELISA menggunakan antibodi monoklonal
terhadap TSH. Mouse monoclonal anti TSH antibody digunakan sebagai fase padat
(dalam microwells). Anti TSH antibody dari goat digunakan dalam larutan enzim
konjugat (horseradish peroxidase). Sampel akan bereaksi dengan 2 antibodi tersebut,
sehingga molekul TSH akan diikat diantara fase padat dan enzyme-linked antibody.
Setelah inkubasi 60 menit pada suhu ruang, wells dicuci dengan diluted wash buffer
untuk menghilangkan antibodi berlabel yang tidak terikat. Ditambahkan TMB
substrate solution dan diinkubasi selama 20 menit, sehingga terbentuk warna biru.
Pembentukan warna biru dihentikan dengan menambahkan stop solution, sehingga
warna berubah menjadi kuning. Konsentrasi TSH berbanding lurus dengan intensitas
warna sampel. Absorbans diukur secara spectrophotometric pada 450 nm.
Penghitungan hasil
1. Hitung rata-rata absorbans (A450) untuk tiap set standar, kontrol dan sampel.
2. Buat kurva standar dengan meletakkan mean absorbans yang diperoleh untuk
tiap standar terhadap konsentrasinya dalam ng/mL pada kertas gambar linear,
absorbans pada garis vertikal (sumbu y) dan konsentrasi pada garis horizontal
(sumbu x)
3. Konsentrasi TSH dalam µIu/mL ditentukan dengan memasukkan nilai
absorbans tiap sampel ke dalam kurva standar.
Rata-rata kadar TSH dewasa normal adalah 1,6 (0,4 - 6,0) µIU/mL. Kadar
yang rendah juga dapat terjadi akibat hipersekresi T3 dan T4 pada Grave’s
disease atau tiroiditis. Diagnosis banding diperoleh dengan cara memeriksa kadar
TSH dan fT4 dalam serum secara simultan. Konsentrasi minimal yang dapat
terdeteksi adalah 0,2 µIU/mL.
Keterbatasan prosedur
1. Hasil yang benar dan akurat diperoleh jika prosedur pemeriksaan dilakukan
dengan pemahaman penuh sesuai instruksi yang ada.
2. Prosedur pencucian sangat penting. Pencucian yang tidak benar akan
menghasilkan presisi yang buruk dan pembacaan absorbans yang tinggi palsu.
3. Hasil yang diperoleh harus digunakan bersama dengan prosedur diagnosis
yang lain dan informasi yang diperoleh oleh klinisi.

XI. Kesimpulan
Pada pemeriksaan TSH kali ini terdapat hasil 9,2 u/mL yang berati terjadi
peningkatan yang abnormal pada pasien .
XII. Daftar pustaka
1. Mycek, Marry J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widia Medika, Jakarta;
329-331
2. Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am
1987;229:1
3. Sulistia Gan Gunawan. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 5. Departemen
Farmakologi dan terapeutik. Fakultas Kedoktera – Universitas Indonesia. Jakarta.
2007. 433 – 443.

XIII. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai