Buku Prak Genetika Ikan s1
Buku Prak Genetika Ikan s1
PETUNJUK PRAKTIKUM
GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2007
BAB I
Aplikasi hukum Hardy Weinberg dalam genetika ikan dapat diuraikan seperti di
bawah ini.
2. Jika frekuensi gen tetap konstan , maka frekuensi genotif akan sama pada
setiap generasi dan populasi tersebut dalam keseimbangan genetis
(genetic equilibrium).
Frekuensi gen berubah karena adanya mutasi, seleksi, dan migrasi. Dalam
praktikum ini akan digunakan teknik “ peniruan “ untuk menjelaskan konsep-lonsep
utama dari pada populasi genetik, yaitu :
1). Deskripsi genetika yang lengkap dari suatu populasi dapat dilakukan dengan
mencatat satu persatu genotif yang ada dan frekuensi relatifnya.
Praktikum 1
2. Masukkan semua kancing besar ke dalam 1 (satu) wadah plastik dan semua
kancing kecil ke dalam wadah plastik yang lain.(masing-masing dalam satu
wadah plastik). Wadah plastik tersebut dianggap sebagai sumber (pool) gamet yang
produktif.
3. Buatlah 64 zigot secara acak (random) , dianggap sebagai hasil persilangan bebas.
a) Jumlahkan genotip yang dihasilkan dan hitunglah frekuensi gen pada generasi
keturunan yang dihasilkan .
b) Bagaimanakah penyebaran zigot dari populasi yang dihasilkan oleh gamet-gamet
induknya dengan frekuensi gen 0,5 . Apakah sesuai dengan Genetika Mendel ?
Praktikum 2
1.5 Pengamatan
Lembar Pengamatan:
Praktikum 1 (Genetika Populasi)
Frekuensi Alel :
f ( A ) =…………………………………………………….
f ( a ) =……………………………………………………..
Frekuensi Gen :
f ( AA ) = ………………………………………………….
f ( Aa ) = …………………………………………………..
.f ( aa ) =…………………………………………………..
Apakah frekuensi gen yang didapatkan pada keturunannya tersebut, sesuai dengan
hukum “Hardy – Weinberg” ?
Sebutkan kondisi apa saja yang diperlukan dalam frekuensi genotip agar populasi
dalam keadaan keseimbangan genetis (“genetic equilibrium”)
Lembar Pengamatan:
Praktikum 2 Genetika Populasi)
Kotak Punnet :
Frekuensi Alel :
f ( A ) =…………………………………………………….
f ( a ) =……………………………………………………..
Frekuensi Gen :
f ( AA ) = ………………………………………………….
f ( Aa ) = …………………………………………………..
.f ( aa ) =…………………………………………………..
Apakah frekuensi gen yang didapatkan pada keturunannya tersebut, sesuai dengan
hukum “Hardy – Weinberg” ?
Sebutkan kondisi apa saja yang diperlukan dalam frekuensi genotip agar populasi
dalam keadaan keseimbangan genetis (“genetic equilibrium”)
BAB II
(Y2 – Y1)
R = x 100 % (Falconer 1981)
Y1
Bahan-bahan
(a) Ikan yang memiliki siklus pertumbuhan relatif cepat (mujahir atau nila)
(b) MS 222 untuk bahan anastesi ketika seleksi
(c) Pakan buatan (pelet protein 30 %) untuk memacu pertumbuhan
2.5 Pengamatan
Parameter yang diamati dan diukur untuk menentukan keberhasilan seleksi dapat
dilihat dari nilai R dan h2 sebagai ukuran besarnya tingkat pewarisan suatu trait (fenotip)
kuantitatif.
Setelah pemeliharaan di hapa 1,5 bulan, semua ikan diambil dengan jaring atau
serok pada kedua kelompok dan diukur masing-masing panjang atau berat tubuh ikan.
Nilai SD dan CV dapat ditentukan dari rata-rata panjang atau berat tubuh ikan pada
kelompok terseleksi maupun kontrol. Dengan demikian nilai R adalad selisih rata-rata
panjang atau berat ikan kelompok terseleksi dan kelompok kontrol dibagi rata-rata
panjang atau berat ikan kelompok kontrol dikali 100 %. Sedangkan S dapat ditentukan
dari selisih perbedaan nilai rata-rata panjang atau berat ikan kelompok terseleksi dan
kelompok kontrol.
Dengan demikian nilai heritabilitasnya (h2) adalah R dibagi S (h2 = R/S) yang
menunjukkan seberapa besar tingkat pewarisan trait (fenotip) kuantitatif tersebut pada
keturunannya sebagai akibat dari efek seleksi.
BAB III
EKSPLOITASI VARIAN GENETIK DOMINAN DENGAN
PROGRAM HIBRIDISASI
(e) Selanjutnya telur-telur yang telah difertilisasi dengan sperma dibilas dengan air
bersih dan diinkubasikan pada akuarium yang berbeda sesuai notasi persilangan
induk secara hibrid. Heater sebagai stabilisator suhu diaktifkan pada kisaran suhu 26
– 28 0C untuk penetasan telur.
(f) Setelah mnetas, 2 hari kemudian diberikan nauplii artemia sampai umur 15 hari.
Pemeliharaan larva di akuarium kecil tersebut diteruskan sampai umur 30 hari
dengan pemberian remahan kuning telur ayam sebagai makanannya.
(g) Pemeliharaan benih selanjutnya sampai umur 2 bulan dilakukan pada akuarium yang
lebih besar untuk masing-masing jenis persilangan hibrid tersebut dan diberikan
pelet ukuran kecil selama pemeliharaan.
3.5 Pengamatan
Ukuran Heterosis (H) yang menunjukkan superioritas dari ekspresi alel-alel
dominan pada kombinasi persilangan antar strain induk ikan ditentukan dengan
mengukur fenotip pertumbuhan (panjang atau berat) benih hasil persilangan tersebut
yang berumur kurang lebih 2 bulan. Jumlah benih yang diukur panjangnya
(mm/ekor) dan beratnya (g/ekor) pada setiap persilangan ditentukan sebanyak 10 -
15 ekor. Rumus yang digunakan untuk menghitung heterosis (H) pada persilangan
induk adalah :
Dimana :
~ Keturunan persilangan Majalaya x Majalaya dan Si Nyonya x Si
Nyonya merupakan keturunan pembawa fenotip induk
~ Keturunan persilangan Majalaya x Si Nyonya dan Majalaya x Si
Nyonya merupakan keturunan pembawa fenotip hibrid F1
Setelah diperoleh nilai rata-rata dari fenotip hibrid F1 dan fenotip bawaan induk,
kemudian dihitung heterosis (H) keturunan hibrid F1 dengan rumus diatas.
BAB IV
TRIPLOIDISASI
Hipofisasi
Untuk mempercepat ovulasi dan spermiasi, dilakukan penyuntikan induk ikan
dengan menggunakan hormon ovaprim (gonadotropin ikan salmon) dengan dosis 0,5
ml/kg berat induk. Pengurutan (stripping) dilakukan 8 jam setelah penyuntikan.
Pembuahan
Secara bersamaan induk jantan dan betina diurut, sperma dan telur ditampung
dalam baki, kemudian diaduk dengan bulu ayam sambil ditambahkan larutan NaCl
fisiologis sebanyak 1 – 2 kali campuran telur dan sperma. Lama pengadukan campuran
telur dan sperma 1 menit. Telur-telur tersebut kemudian dibilas dengan air bersih untuk
membuang sisa sperma agar tidak terjadi pembusukan sperma pada tempat penetasan
telur. Selanjutnya telur-telur dimasukkan dalam saringan perendaman pada suhu 25 0C
di akuarium penetasan.
Kejutan suhu
Kejutan suhu dilakukan 2 menit setelah pembuahan telur, dengan cara
memindahkan telur dari akuarium penetasan (suhu air 25 0C) ke dalam kotak styrofoam
berisi air panas yang bersuhu 40 0C. lama kejutan suhu panas ini adalah 2 menit dan
kemudian dipindahkan ke dalam akuarium penetasan (suhu air 25 0C) sampai terlihat
adanya telur-telur yang menetas.
Pemeliharaan larva
Larva-larva yang telah menetas kemudian dipindahkan dalam akuarium
pemeliharaan larva yang berukuran lebih besar. Pakan larva berupa suspensi kuning
telur yang diberikan ketika larva umur 3 sampai 15 hari. Selanjutnya diberikan tubifex
dan pelet remah sampai ikan berumur 2,5 bulan.
Pengambilan sampel darah
Pengujian tingkat ploidi benih triploid dilakukan dengan metode apus darah.
Metode apus darah dipergunakan untuk menentukan ukuran sel darah merah.
Contoh darah diambil dari pembuluh darah arteri ekor yaitu dengan memotong
bagian ekor ikan. Darah langsung dihisap dengan pipet Thoma hemasitometer sampai
skala 0,5 dan langsung diencerkan dengan larutan Hayem’s sampai skala 101
(pengenceran 200 kali) dengan cara menghisap memakai pipet thoma. Penghitungan
jumlah sel darah merah dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.
Pembuatan preparat apus darah diawali dengan menghisap sampel darah dengan
pipet thoma hemasitometer, darah ikan langsung diteteskan di gelas obyek. Darah yang
telah diapus pada gelas obyek, difiksasi dengan methanol selama 3 – 5 menit, kemudian
direndam dalam larutan Giemsa 20 % selama 45 menit. Ukuran sel darah merah
ditentukan dengan penggunaan mikrometer okuler pada mikroskop monokuler pada
pembesaran 1600 kali.
BAB V
GINOGENESIS
Gambar 3. Cara pengambilan kelenjar hipofisa ikan mas (Woynarovich dan Horvath,
1985)
5.4.2 Persiapan kejutan panas dan pengambilan sperma
Agar diperoleh ketepatan waktu dalam perlakuan dan kegiatan praktikum dapat
dilakukan secara serentak, maka terlebih dahulu perlu dikerjakan :
Menyiapkan air panas bersuhu 40 0C yang diperoleh dari waterbath yang kemudian
ditampung dalam kotak styrofoam
Menyalakan kotak radiasi sekitar 10 – 15 menit agar kondisi intensitas sinarnya
dapat stabil tidak berubah-ubah
Mengambil sperma dari induk jantan dengan cara stripping. Sperma yang telah
diambil lalu dilarutkan ke dalam NaCl fisiologis (bila tidak diberi larutan tersebut
sperma akan menumpuk) dan kemudian diaduk perlahan. Selanjutnya dimasukkan
larutan sperma tersebut ke dalam petridish (cawan petri) dengan ketebalan 1 mm
Menempatkan pertidish berisi sperma tepat 15 cm di bawah lampu UV agar
memperoleh sinar merata
5.4.4 Fertilisasi
Sementara meradiasi sperma, induk betina yang telah diinjeksi 8 jam kemudian
distripping dan telur-telur yang keluar ditampung dalam cawan porselin
Telur-telur yang diperoleh tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu
untuk sperma yang diradiasi dan untuk sperma yang tidak diradiasi
Mencampurkan sperma yang diradiasi ke dalam telur kelompok I dan sperma yang
tidak diradiasi ke dalam kelompok telur II yang diaduk secara perlahan dengan bulu
ayam steril dan ditambahkan akuabides sedikit demi sedikit. Setelah itu dibilas
dengan air bersih untuk menghilangkan sperma yang tidak gagal membuahi telur
sebanyak 2 kali pembilasan. Oleh karena telur ikan mas bersifat menempel,
sebaiknya dilekatkan pada slides-slides mikroskop yang berupa lempengan kaca
kecil untuk tempat melekat telur tersebut.
Dibiarkan selama 2 menit (sampai tahapan meiosis setelah pembuahan).
Untuk pengamatan ikan ginogenetik dapat dilakukan setelah warna pada benih
ikan yang dipelihara muncul (kira-kira berumur 1 bulan), sehingga untuk benih ikan
mas keturunan ginogenetik harus berwarna hijau kehitaman sebagai cerminan
pewarisan induk ikan mas betina dari strain Majalaya (oleh karena dominan terhadap
warna kuning dari induk ikan mas jantan dari strain Si Nyonya).
Bramick, U., B. Puckhaber, H.J. Langholz dan G.B. Schwarh. 1995. Testing of Triploid
Tilapia (Oreochromis niloticus) Under Tropical Pond Conditions.
Aquaculture, 137 : 343-353.
Bromage, R.N. 1995. Broodstock Management and Larval Quality. University Press,
Cambridge. 450 hlm.
Carman, O. 1990. Ploidy Manipulation in Some Warm Water Fish. Thesis. Tokyo
University. Japan. 90 hlm.
Chapman, A.B. 1985. General and Quantitative Genetics. Elsevier Science Publishers
B.V. Amsterdam-New York. Tokyo. 401 hlm.
Guo, X., G.A. DeBosse dan S.K. Allen. 1996. All-triploid Pacific Oyster (Crassostrea
gigas) Production by Mating Tetraploid and Diploid. Aquaculture, 142: 149-
161.
Hollebeq, M.G. 1986. Diploid Gynogenesis Induced by Heat Shock After Activation
with Uv-Irradiated Sperm in Common carp. Aquaculture, 54 : 69-76.
Hussain, M.G., D.J. Penman, B.J. McAndrew dan R. Johnstone. 1995. Supression of
First Cleavage in the Nile Tilapia, Oreochromis niloticus L. A Comparison
of the Relative Effectiveness od Pressure and Heat Shock. Aquaculture,
111 :263-270.
Purdom, C.E. 1993. Genetics and Fish Breeding. Chapman & Hall Ltd., New York,
Tokyo, Meulbourne. 271 hlm.
Reddy, P.V.G.K, G.V. Kowtal dan M.S. Tantia. 1990. Preliminary Observation on
Induced Polyploidy in Indian Major Carps, Labeo rohita (Ham.) and Catla
catla (Ham.). Aquaculture, 87 : 279-287.
Sugama, K. 1990. The Induction of Triploidy in Red Sea Bream Pagrus major. Using
Heat Shock Treatment. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 6 (1) : 3-19.
Suryo. 1992. Genetic strata I. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. 344 hlm.
Tave, D. 1986. Genetics for Fish Hatchery Manager. Second edition. New York. 415
hlm.
Woynarovich dan Horvath. 1985. The Artificial Propagation on Warm Water Finfishes.
A Manual for Extention. FAO. Rome. 57 hlm.